Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN

TERPADU
PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA
TERPADU PADA TANAMAN KACANG HIJAU
(Vigna raditata L.)

DISUSUN OLEH :
REFI AYU RAHMADINA
(1804020017)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
karunia-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Pengelolaan
Organisme Pengganggu Tanaman Secara Terpadu Pada Tanaman Kacang Hijau (Vigna
raditata L.). Shalawat serta salam selalu kami haturkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW semoga kelak kami mendapatkan syafa’atnya di Ya’umul Akhir. Tak
lupa pula kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah
Pengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman Terpadu yang telah membimbing dan
mengarahkan kami dalam penyusunan dan pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kami maupun orang lain yang
membacanya. Demikian pula penyusunan makalah ini yang masih jauh dari kata
sempurna. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pihak
manapun yang membaca makalah ini.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB 1.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1. Latar Belakang....................................................................................................................1
1.2. Tujuan Penulisan Makalah.................................................................................................2
1.3. Manfaat................................................................................................................................2
BAB 2.................................................................................................................................3
METODE PENULISAN....................................................................................................3
2.1. Sumber dan Jenis Data.......................................................................................................3
2.2. Pengumpulan Data..............................................................................................................3
2.3. Analisis Data.......................................................................................................................3
BAB 3.................................................................................................................................4
ISI.......................................................................................................................................4
3.1. Deskripsi Tanaman Kacang Hijau (Vigna raditata L.)..................................................4
3.1.1. Morfologi Tanaman Kacang Hijau (Vigna raditata L.)..................................4
3.1.2. Syarat Tumbuh Tanaman Kacang Hijau (Vigna raditata L.)........................5
3.2. Hama dan Penyakit yang Menyerang Tanaman Kacang Hijau (Vigna raditata L.). . .8
3.2.1. M testulalis (Lepidoptera: Pyralidae)...............................................................8
3.2.2. Thrips, M usiatus................................................................................................9
3.3. Cara Pengendalian Hama dan Penyakit yang Menyerang Tanaman Kacang Hijau
(Vigna raditata L.)...............................................................................................................10
3.3.1. M testulalis (Lepidoptera: Pyralidae).............................................................10
3.3.2. Thrips, M usiatus..............................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................14

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kacang hijau merupakan salah satu tanaman pangan sumber protein nabati.
Kandungan protein kacang hijau sebesar 22% menempati urutan ketiga setelah
kedelai dan kacang tanah (Purwono dan Hartono, 2005). Kacang hijau (Vigna
raditata L.) yang disebut juga mungbean, green gram, atau golden gram merupakan
anggota leguminosae yang cukup penting di Indonesia. Posisinya menduduki tempat
ke tiga setelah kedelai dan kacang tanah. Tanaman ini mempunyai potensi pasar
yang cukup menjanjikan karena masih dapat dikembangkan lebih lanjut (Andrianto
dan Indarto, 2004).
Kacang hijau adalah tanaman palawija yang dikenal luas di daerah tropika.
Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki banyak manfaat dalam
kehidupan sehari-hari. Kandungan proteinnya cukup tinggi dan merupakan sumber
mineral penting, antara lain kalsium dan fosfor yang sangat diperlukan tubuh.
Kacang hijau dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dan dapat ditanam
sepanjang tahun. Di lahan sawah, kacang hijau biasanya ditanam pada musim
kemarau setelah padi dengan pola tanam padi-padi-kacang hijau, sedangkan di lahan
kering atau tegalan ditanam pada akhir musim hujan setelah padi gogo atau jagung.
Kacang hijau sangat cocok ditanam di lahan kering karena berumur pendek, toleran
kekeringan, dan risiko terserang hama lebih rendah dibanding kedelai. Dibanding
dengan tanaman kacangkacangan lainnya, kacang hijau memiliki kelebihan dari segi
agronomi dan ekonomis, seperti: (a) lebih tahan kekeringan, (b) serangan hama dan
penyakit lebih sedikit, (c) dapat dipanen pada umur 55-60 hari, (d) dapat ditanam
pada tanah yang kurang subur, dan (e) cara budidayanya mudah.
Salah satu faktor pembatas dalam produksi kacang hijau adalah adanya
serangan hama. Tanaman kacang hijau diserang sekitar 30 hama salah satunya
adalah penggerek polong (Maruca testulalis Geyer.) (Wijayanti et al., 2009).

3
1.2. Tujuan Penulisan Makalah
1.2.1. Agar dapat mengetahui deskripsi dari tanaman kacang hijau (Vigna
raditata L.)
1.2.2. Agar dapat mengetahui hama dan penyakit yang menyerang tanaman
kacang hijau (Vigna raditata L.)
1.2.3. Agar dapat mengetahui bagaimana cara pengendalian hama dan penyakit
yang menyerang tanaman kacang hijau (Vigna raditata L.)

1.3. Manfaat
1.3.1. Dapat mengetahui deskripsi tanaman kacang hijau (Vigna raditata L.)
1.3.2. Dapat mengetahui hama dan penyakit yang menyerang tanaman kacang
hijau (Vigna raditata L.)
1.3.3. Dapat mengetahui bagaimana cara pengendalian hama dan penyakit yang
menyerang tanaman kacang hijau (Vigna raditata L.)

4
BAB 2
METODE PENULISAN

2.1. Sumber dan Jenis Data


Jenis-jenis data yang digunakan dalam penyusunan makalah ini berasal dari
berbagai literature kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas di
dalam makalah ini. Adapun macam-macam referensi utama yang dipakai yaitu data-
data dari jurnal ilmiah online, data dari skripsi, dan juga artikel ilmiah yang
sumbernya dari internet. Jenis data yang diperoleh dalam menyusun makalah ini
bervariatif yang sifatnya kualitatif maupun kuantitatif.

2.2. Pengumpulan Data


Metode dalam penulisan makalah ini sifatnya studi pustaka. Informasi yang
didapatkan berasal dari berbagai literature dan disusun berdasarkan hasil studi dari
informasi yang didapatkan. Penulisan diupayakan saling terikat antar satu sama lain
dan sesuai dengan topic yang dibahas. Data maupun informasi yang mendukung
penulisan dikumpulkan dengan melakukan penelusuran pustaka, pencarian sumber-
sumber yang relevan dan pencarian data melauli internet.

2.3. Analisis Data


Data yang telah terkumpukl kemudian diseleksi dan diurutkan sesuai dengan
topic kajian. Kemudian dilakukan penyusunan karya tulis berdasarkan data yang
telah dipersiapkan secara logis dan sistematis.

5
BAB 3
ISI

3.1. Deskripsi Tanaman Kacang Hijau (Vigna raditata L.)

3.1.1. Morfologi Tanaman Kacang Hijau (Vigna raditata L.)

Taksonomi tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) Rukmana (2006) :


Kingdom : Plantae

Devisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospremae

Kelas : Dicotylodenae

Ordo : Polypetalae

Familia : Papilionacaea

Genus : Vigna

Species : Vigna radiata L.

Koleksi plasma nutfah kacang hijau yang ada di Indonesia diperkirakan


lebih dari 2000 varietas unggul yang sudah dilepas masih sedikit. Tanaman
kacang hijau merupakan tanaman semusim yang umurnya pendek (60 hari).
Kerabat dekat kacang hijau adalah sejenis tanaman budidaya dan palawija yang
dikenal luas di daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk familia polong-polong
(Fabaceae) ini memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari sebagai
sumber bahan pangan berprotein nabati tinggi (Rukmana, 2006).
Tanaman kacang hijau mempunyai batang tegak dengan ketinggian
sangagt bervariatif, antara 30-60cm tergantung variertasnya, pada cabang kacang
hijau menyamping pada batang utama terbentuk bulat dan berbulu, warna pada
batang, cabangnya adayang berwarna hijau dan ungu. Biji kacang hijau terdiri
dari tiga bagian utama yatitu kulit biji (10%), kotiledon (88%) dan lembaga
(2%). Bagian kulit biji kacang hijau mengandung mineral diantaranya phosphor

6
(P), calcium (Ca), dan besi (Fe). Kotiledon banyakmengadnung pati dan serat,
sedangkan lembaga merupakan sumber protein dan lemak (Purnomo. 2007).
Tanaman kacang hijau memiliki akar yang tunggang dengan akar cabang
pada permukaan dan bunga kacanghijau berwarna kuning tersusun dalam tandan,
keluar pada cabang serta batang dan dapat melakukan penyerbukan sendiri
(Tjitrosoepomo, 2000;Irawan, 2001).

3.1.2. Syarat Tumbuh Tanaman Kacang Hijau (Vigna raditata L.)

3.1.2.1. Iklim
Kacang hijau merupakan tanaman tropis yang menghendaki suasana
panas selama hidupnya. Tanaman ini dapat ditanam di dataran rendah hingga
tinggi 500m di atas pemukan laut (dpl), tanaman kacang hijau dapat hidup
didaerah curah hujan rendah dengan memanfaatkan sisa-sisa kelembaban bekas
tanaman yang diairi sepenuhnya, misalnya padi, kacang hijau dapat tumbuh di
segala macam tipe tanah, namun pertumbuhan terbaik pada tanah lempung
dengan bahan organik tinggi (Rukmana, 2006).
Rukmana (2006) menyatakan bahwa untuk dapat tumbuh dan
berkembang kacang hijau menghendaki curah hujan yang optimal 50-200
mm/bln dengan temperatur 25-270C, kelembaban udara berkisar 50-80% dan
cukup mendapatkan sinar matahari.

3.1.2.2. Tanah
Tanah yang disesuaikan untuk tanaman kacang hijau yaitu tanah yang liat
ber-lempung, ber-drainase baikdan cukup kandungan unsur hara N, P, K, Ca dan
unsur mikro, tanah yang terlalu subur dengan kandungan N-total (0.51-0,75 %)
dan K-tersedia (0,61-1,00 C mol, kg-1 ) yang tinggi kurang baik untuk kacang
hijau karena bisa menyebabkan pertumbuhan vegetatif yang berlebih dan
pembentukan polong berkurang (Sumarno, 2003). Tingkat keasaman tanah yang
optimum untuk pertumbuhan kacang hijau antara pH 6,5 (Andrianto dan
Indrianto, 2004).

7
Kacang hijau bisa tumbuh di semua jenis tanah sepanjang kelembaban
dan tersedianya unsur harayang cukup. Lahan yang akan dipakai harus
dipersiapkan sebaik-baiknya. Lahan sawah setelah panen padi, tidak perlu
dilakukan pengolahan tanah. Menurut Sunantara (2000) penyediaan lahan berupa
dengan pemotongan jerami padi sesuai untuk budidaya kacang hijau setelah
tanaman padi. Sementara itu pada lahan sawah yang agak lama tidak ditanami
perlu dilakukan pengelohan tanah secara sempurna, untuk menghindari air
tergenang pada musim hujan serta perlu dibuat saluran drainase dengan lebar dan
kedalaman 20-30 cm dan jarak antara saluran maksimum 4 m (Atman, 2008).

3.1.2.3. Varietas
Menurut Hapsari et al.(2015) sejak tahun 1945-2013 sebanyak 13 varietas
kacang hijau yang dihasilkan berasal dari pemurnian atau seleksi galur introduksi
(Bhakti, No.129, Merak, Nuri, Manyar, Walet, Gelatik, Merpati, Sriti, Kenari,
Murai, Perkutut, dan Kutilang). Varietas unggulan mempunyai sifat berproduksi
tinggi bila ditanam pada lingkungan yang optimal, umur pendek tahan serangan
penyakit dan sifatmenguntungkan lainnya.

3.1.2.4. Permasalahan Budidaya


Suprapto et al., (2000) menyatakan bahwa usahatani di lahan kering
masih banyak dihadapkan pada berbagai permasalahan seperti masalah air
pengairan, tingkat kesuburan tanah, dan produktivitas lahan yang rendah,
sehingga perlu diupayakan untuk meningkatkan produktivitas dari lahan kering
tersebut melalui pemupukan baik pupuk anorganik maupun organik.
Permasalahan dalam pengelolaan tanaman kacang hijau di lahan kering
adalah masih rendahnya produktivitas hasil, rendahnya unsur hara dilahan kering
dan air yang tersedia sangat kurang, kekeringan merupakan salah satu faktor
penting yang berengaruh terhadap rendah dan tidak stabilnya tanaman kacang
hijau, ketersedian air tanah yang sangat terbatas mengakibatkan pertumbuhan
tanman terhambat dan dapat menyebabkan hasil tanaman rendah, kekeringan
berat yang sebabkan rendahnya curah hujan serta distribusinya yang tidak merata

8
di daerah beriklim kering menyebabkan kandungan air tanah cenderung
berfluktuasi, karena terhambatnya pertumbuhan tanaman. Periode kritis tanaman
merupakan periode pada saat itu tanaman sangat peka terhadap faktor
lingkungan, dan diluar periode tersebut relatif berpengaruh terhadap
pertumbuhan maupun hasil tanaman (Moenandir, 2010). Adisarwanto et al.,
(1993) menyatakan bahwa pada stadia kritis tersebut terjadi kekurang air akan
berpengaruh terhadap hasil dan akhir tanaman, stadia kritis pada tanaman kacang
hijau merupakan: (1)perkecambahan, (2) pembungaan, (3) pembentukan polong,
(4) pengisian biji.

3.1.2.5. Sifat Kimia Tanah


Keasaman tanah atau pH ialah tingkat keasaman atau kebasa-an suatu
benda yang diukur dengan menggunakan skala pH antara 0 sampaidengan 14.
Reaksi tanah yang penting adalah masam, netral danjuga alkalin, suatu tanah
disebut masam apabila pH nya kurang dari 7, netral bila sama dengan 7 dan basa
bila lebih dari 7 (Hakim et al., 1986).
Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion Hidrogen (H+ ) di
dalam tanah, semmakin tinggi kadar ion H+ di dalam tanahsemakin masam tanah
tersebut di dalam tanah selain H+ dan ion-ion lain ditemukan pula ion OH- ,
yang jumlahnya sebanding dengan banyaknya H+ . Tanah-tanah masam jumlah
ion H+ lebih tinggi daripada OH- . Tanah alkalis kandungan OHnya lebih banyak
daripada H+ jika kandungan H+ sama dengan OH-maka tanah bereaksi netral
yaitu mempunyai pH 7, didalam tanah pH sangatlah penting dalam menentukan
aktivitas dan dominasi mikroorganisme dalam hubungannya dengan proses-
proses sangat erat hubungannya dengan mikroorganisme seperti siklus hara
(nitrifikasi, denitrifikasi, dll), penyakit tanaman, dekomposisi dan sintesa kimia
organik dan transport gas ke atmosfer mikrobia seperti metan, CH4 (Hakim et
al., 1986).
Nitrogen tanah sebagaian besar berada didalam bentuk N organic maka
pelapukan N organic merupakan proses yang menjadikan N tersedia bagi
tanaman. Nitrogen dibebaskan dalam bentuk ammonium, dan bila keadaan baik

9
ammonium dioksidasikan menjadi nitrit kemudian nitrat (Hardjowigeno, 2007).
Tanaman mengambil nitrogen terutama dalam bentuk NH4+ dan NO3-. Ion-ion
di dalam tanah pertanian berasal dari pupuk-pupuk N yang diberikan serta bahan
organic tanah. Jumlahnya tergantung dari jumlah pupuk yang diberikan dan
kecepatan perombakan dari bahan-bahan organic (Leiwakabessy dan Sutandi,
2004).
Unsur Phospor berperan dalam proses pemecahan karbohidrat untuk
energi. Penyimpanan dan peredarannya keseluruh tanaman dalam bentuk ADP
dan ATP. Unsur P berperan dalam pembelahan sel melalui peranan
nukleoprotein yang ada dalam inti sel, selanjutnya berperan dalam menentukan
sifat-sifat kebakaan dari generasi ke generasi melalui peranan DNA
(Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).
Jumlah Kalium dalam tanah jauh lebih banyak daripada phospor.
Ketersediaan Kalium di dalam tanah cendrung tidak stabil karena Kalium diikat
dalam bentuk-bentuk yang kurang tersedia, jumlah Kalium yang
dapatdipertukarkan atau tersedia bagi tanaman tidak melebihi 1 % dari seluruh
Kalium tanah (Foth, 1985).

3.2. Hama dan Penyakit yang Menyerang Tanaman Kacang Hijau


(Vigna raditata L.)

3.2.1. M testulalis (Lepidoptera: Pyralidae)


M. testulalis (Lepidoptera : Pyralidae) merupakan hama utama pada
tanaman kacang hijau. Penggerek polong menyerang sejak fase berbunga hingga
stadia pengisian biji. Pada awal fase berbunga, serangga dewasa mulai
meletakkan telurnya di kuncup bunga dan bunga, namun telur juga dapat
ditemukan pada daun, pucuk tanaman, dan polong. Apabila tidak dikendalikan
M. testulalis dapat menurunkan hasil biji 35-53%. Saat ini kebanyakan petani
masih menggunakan pestisida kimia sebagai upaya pengendalian M. testulalis
(Wilyus dan Asniwita, 2001).

10
Salah satu faktor pembatas dalam produksi kacang hijau adalah adanya
serangan hama. Tanaman kacang hijau diserang sekitar 30 hama salah satunya
adalah penggerek polong (Maruca testulalis Geyer.) (Wijayanti et al., 2009).
Serangan hama penggerek polong disebabkan oleh Maruca testulalis
(Lepidoptera: Pyralidae). Selain menyerang kacang hijau, hama ini juga
menyerang tanaman kacang-kacangan.lain seperti kacang tunggak, kacang gude,
dan kacang panjang yang ditanam dari daerah tropis sampai daerah sub tropis
(Jackai 1995; Abate and Ampofo 1996; Shanower et al. 1999). Larva M.
testulalis pada umumnya menyerang kuncup bunga, bunga, dan polong. Singh et
al. (1990) melaporkan bahwa kehilangan hasil biji kacang tunggak akibat
serangan M. testulalis berkisar antara 20-80%.

3.2.2. Thrips, M usiatus


Beberapa spesies thrips merupakan hama penting pada berbagai tanaman di
Indonesia. Hama tersebut menyerang daun muda, kuncup, bunga, batang muda,
dan buah muda. Sebagai contoh adalah Thrips tabaci Lind. pada tanaman
bawang yang menyebabkan kerusakan pada daun, T. palmi (Karny) pada
tanaman kentang, Chaetanaphothrips signipennis (Bagn.) pada tanaman cabai
dan tembakau, T. parvispinus (Karny) pada cabai dan mentimun, serta
Frankliniella sp. dan Megalurothrips usitatus Bagnall pada tanaman kacang-
kacangan (Hidajat et al. 2000).
Thrips, M. usitatus termasuk dalam ordo Thysanoptera (serangga bersayap
duri/rumbai), subordo Terebranta, famili Tripidae, genus Megalurothrips
(Hoddle et al. 2012). Thrips mempunyai ukuran tubuh kecil dan langsing,
panjang tubuh sekitar 0,55 mm. Tipe mulut pengisap penggesek. Makanan
biasanya dalam bentuk cairan. Antena pendek, empat sampai sembilan ruas
(Matsumoto 2000).
Menurut Chang (1987) dalam Chang (1991), thrips dapat hidup dan
berkembang pada 28 spesies tanaman. Namun, bunga tanaman kacang-kacangan
paling disukai, walaupun bagian tanaman yang lain (daun) juga digunakan

11
sebagai tempat hidup. Jenis tanaman kacangkacangan yang diserang antara lain
adalah kedelai, kacang adzuki (Vigna angularis), kacang hijau, kacang tanah,
kacang pedang (Canavalia gladiata), kacang asparagus (V. sesquipedalis),
kacang panjang (V. sinensis), kacang yam (Pachyrhizus erosus), kacang lima
(Phaseolus limensis), buncis (Phaseolus vulgaris), Sesbania sesban, Cassia
bicapsularis, Bauhinia purpurea, Crotalaria juncea, Phaseolus atropurpureus, dan
Centrosema pubescens.
Sebaran M. usitatus relatif luas. Selain di Indonesia, spesies ini juga
menyebar di Filipina, Malaysia, Taiwan, dan Thailand (Bansiddhi dan
Poonchaisri 1991; Bernardo 1991; Chang 1991; Fauziah dan Saharan 1991).

3.3. Cara Pengendalian Hama dan Penyakit yang Menyerang Tanaman


Kacang Hijau (Vigna raditata L.)

3.3.1. M testulalis (Lepidoptera: Pyralidae)


Salah satu upaya pengendalian hama adalah penggunaan pestisida nabati.
Pestisida nabati dapat mengendalikan serangan hama dan penyakit melalui cara
kerja yang unik, yaitu dapat melalui perpaduan beberapa cara atau secara tungal.
Cara kerja sangat spesifik yaitu: merusak perkembangan, telur,larva dan pupa,
penolak makan, menghambat reproduksi serangga betina hama, mengusir
serangga dan menghambat penggantian kulit serangga (Lumowa, 2011).
Yuharmen et al. (2002) menyatakan pestisida nabati adalah bahan aktif
tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan dan dapat digunakan untuk
mencegah organisme pengganggu tanaman (OPT). Pestisida nabati dapat
berfungsi sebagai penolak (repellent), penarik (attractant), pemandul
(antifertilitas) atau pembunuh. Daun babadotan (Ageratum conyzoides) yang
dianggap sebagai gulma ternyata bermanfaat sebagai insektisida botani, karena
mengandung saponin, flavonoid, polifenol, dan minyak atsiri (Plantus, 2008).
Bacillus thuringiensis merupakan bakteri gram positif berbentuk batang. Bt
menghasilkan kristal protein yang bersifat insektisidal disebut dengan δ-
endotoksin dan bersifat letal jika dimakan oleh serangga yang peka. Kristal ini

12
sebenarnya hanya merupakan protoksin yang jika larut dalam usus serangga akan
berubah menjadi polipeptida yang lebih pendek (Hofte dan Whiteley, 1989).

3.3.2. Thrips, M usiatus


Pengendalian thrips umumnya menggunakan pestisida kimiawi, namun
hasilnya tidak maksimal bila insektisida yang efektif tidak tersedia di pasaran.
Akibatnya, petani akan menyemprot hama lebih sering dengan konsentrasi
insektisida yang makin tinggi untuk meningkatkan efektivitas pengendalian.
Namun, hama sasaran tidak semuanya mati, sebaliknya musuh alami hama mati
lebih awal sehingga hama sasaran menjadi resisten dan kemungkinan muncul
ledakan hama yang sebelumnya bukan hama penting (Stapel et al. 2000).
Pengendalian thrips secara kimiawi sebaiknya tidak dilakukan secara tunggal,
namun dipadukan dengan komponen pengendalian lain yang sesuai dan efektif
sehingga mencegah timbulnya resistensi hama (El-Wakeil et al. 2006; Volkmar
et al. 2008).

3.3.2.1. Pengendalian secara Kultur Teknis


Pengendalian hama melalui kultur teknis merupakan upaya mengelola
lingkungan tanaman sedemikian rupa sehingga lingkungan tersebut kurang cocok
bagi kehidupan dan perkembangan hama. Upaya ini dilakukan sebelum terjadi
serangan hama agar populasi hama tidak melampaui nilai ambang kendali.
Pengendalian secara kultur teknis dapat dilakukan melalui sanitasi lingkungan,
penggunaan mulsa, pemilihan/pengaturan waktu tanam, dan penggunaan varietas
tahan.
Praktik sanitasi seperti menghilangkan gulma, sisa tanaman tua, dan sisa-
sisa tumbuhan merupakan langkah pertama untuk menekan populasi thrips
serendah mungkin. Aliakbarpour dan Rawi (2012) melaporkan bahwa tanaman
gulma Mimosa pudica, Cleome rutidosperma, Echinochloa colonum, dan
Asystasia coromandeliana merupakan inang thrips sebelum tanaman budi daya
ada di ekosistem pertanian.

13
Menanam kacang hijau pada awal musim kemarau sangat dianjurkan agar
tanaman pada fase vegetatif, yang merupakan periode kritis, terhindar dari
serangan thrips. Indiati (2003). Penggunaan jerami sebagai mulsa efektif
menurunkan populasi thrips. Penutupan tanah dengan jerami akan mengganggu
proses pembentukan pupa di dalam tanah (Sastrosiswojo 1991).

3.3.2.2. Pengendalian Mekanis


Pengendalian hama thrips secara mekanis dapat pula dilakukan dengan
memasang perangkap berperekat berwarna hijau pucat, kuning, biru muda dan
putih untuk menangkap dan menurunkan populasi imago. Chu et al. (2000)
menyatakan bahwa perangkap berperekat berwarna dasar biru, kuning, dan putih
dapat menangkap imago thrips dalam jumlah paling tinggi. Selain itu, perangkap
berperekat berwarna biru telah terbukti dapat menangkap Frankliniella
occidentalis dan T. palmi (Chu et al. 2006), sedangkan perangkap berperekat
berwarna kuning dapat menurunkan gejala burik pada buah manggis karena
serangan thrips dari spesies Scirtothrips dorsalis dan Selenothrips rubrocintus,
maupun serangan tungau (Affandi dan Emilda 2009).

3.3.2.3. Pengendalian Biologis


Pengendalian biologis merupakan cara pengendalian dengan
memanfaatkan musuh alami untuk mengendalikan populasi hama. Penerapan
pengendalian biologis harus didasari pengetahuan tentang keseimbangan
ekosistem oleh pengendali alami yang meliputi parasit, predator, dan patogen.
Tungau dan kepik merupakan predator yang sangat berpotensi untuk
mengendalikan thrips, kutu kebul, dan aphis (Gerson dan Weintraub 2007;
Sabelis et al. 2008; Cock et al. 2010; Messelink et al. (2013) melaporkan bahwa
kepik Orius majusculus merupakan pemangsa yang paling dominan pada nimfa
dan imago thrips serta aphis, tetapi belum diketahui yang paling disukai di antara
keduanya.

14
3.3.2.4. Pengendalian dengan Kombinasi Insektisida Nabati dan Kimia
Insektisida nabati adalah bahan kimia yang berasal dari tumbuhan yang
menunjukkan bioaktivitas pada serangga (Prijono 1999). Insektisida nabati cukup
efektif mengendalikan hama dan aman bagi lingkungan (Hoesain 2001).
Beberapa bahan nabati yang telah diuji antara lain serbuk biji mimba, umbi
gadung, biji mahoni, serbuk biji srikaya, serbuk biji bengkuang, rendaman
bawang putih, rimpang jahe, daun pepaya, serta perasan campuran cabai,
bawang, dan jahe (LBJ) (Prakash dan Rao 1997; Vijayalakshmi et al. 1999; Stoll
2000; Sridhar et. al. 2002). Biji mimba mengandung azadirachtin, meliantriol,
salanin, dan nimbin (Mordue dan Nisbet 2000). Mimba tidak mematikan hama
secara cepat, tetapi memengaruhi daya makan, pertumbuhan, daya reproduksi,
proses ganti kulit, menghambat perkawinan dan komunikasi seksual,
menurunkan daya tetas telur, dan menghambat pembentukan kitin (Schmutterer
dan Singh 1995; Herminanto et al. 2004; Sarjan 2008). Mimba juga berperan
sebagai pemandul (Kardinan dan Dhalimi 2003).

15
DAFTAR PUSTAKA

Abate, T. and J. K. O. Ampofo. 1996. Insect pests of beans in Africa: their ecology and
management. Annu. Rev. Entomol. 41: 45–73.
Adisarwanto T. Rahmiana A. A, Suhartina. 1993. Budidaya Kacang Tanah Di dalam
Monograf Balai Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Pangan No. 12 Pusat
Penelitian Dan Pengembangan Pangan. Balintan Malang.
Affandi and D. Emilda. 2009. Mangosteen thrips: collection, identification and control.
J. Fruit Ornamental Plant Res. 17(2): 219233.
Aliakbarpour, H. and C.S.Md. Rawi. 2012. The species composition of thrips (Insecta:
Thysanoptera) inhabiting mango orchards in Pulau Pinang, Malaysia. Trop. Life
Sci. Res. 23(1): 4561.
Andrianto T T dan Indarto N. 2004. Budidaya dan Analisis Tani Kedelai, Kacang hijau,
Kacang Panjang. Yogyakarta: Penerbit Absolut. Hal: 93, 94, 100.
Atman. 2008. Teknologi Budidaya Kacang Hijau di Lahan Sawah. Ilmiah Tambua 7(1):
89-95.
Bansiddhi, K. and S. Poonchaisri. 1991. Thrips of vegetables and other commercially
important crops in Thailand. In N.S. Talekar (Ed.). Thrips in Southeast Asia.
Proceedings of a Regional Consultation Workshop, Bangkok, Thailand, 13 March
1991. Asian Vegetable Research and Development Center, AVRDC Publication
No. 91342, 74 pp.
Bernardo, E.N. 1991. Thrips on vegetable crops in the Philippines. In N.S. Talekar (Ed).
Thrips in Southeast Asia. Proceedings of a Regional Consultation Workshop,
Bangkok, Thailand, 13 March 1991. Asian Vegetable Research and Development
Center, AVRDC Publication No. 91342, 74 pp.
Chang, N.T. 1991. Important thrips species in Taiwan. In N.S. Talekar (Ed). Thrips in
Southeast Asia. Proceedings of a Regional Consultation Workshop, Bangkok,
Thailand, 13 March 1991. Asian Vegetable Research and Development Center,
AVRDC Publication No. 91342, 74 pp.

16
Chu, C.C., M.A. Ciomperlik, N.T. Chang, M. Richards, and T.J. Henneberry. 2006.
Developing and evaluating traps for monitoring Scirtothrips dorsalis
(Thysanoptera: Thripidae). Florida Entomologist 89(1): 4755.
Chu, C.C., P.J. Piner, T.J. Henneberry, K. Umeda, E.T. Natwick, W. Yuan-an, V.R.
Reddy, and M. Shrepatis. 2000. Use of CC traps with different trap base colors for
silverleaf whiteflies (Homoptera: Aleyrodidae), thrips (Thysanoptera: Thripidae),
and leaf-hoppers (Homoptera: Cicadellidae). J. Econ. Entomol. 93(4): 13291337.
Cock, M.J.W., J.C. van Lenteren, J. Brodeur, BIP Barratt, F. Bigler, K. Bolckmans, F.L.
Consoli, F. Haas, P.G. Mason, and J.R.P. Parra. 2010. Do new access and benefit
sharing procedures under the convention on biological diversity threaten the future
of biological control? BioControl 55: 199–218.
El-Wakeil, N.E., N. Gaafar, and S. Vidal. 2006. Side effect of some neem products on
natural enemies of Helicoverpa, Trichogramma spp. and Chrysoperla carnea.
Archiv Phytopathol. Plant Prot. 39: 445–455.
Fauziah, I. and H.A. Saharan. 1991. Research on Thrips in Malaysia. In N.S. Talekar
(Ed).. Thrips in Southeast Asia. Proceedings of a Regional Consultation
Workshop, Bangkok, Thailand, 13 March 1991. Asian Vegetable Research and
Development Center, AVRDC Publication No. 91–342, 74 p.
Foth, H.D., 1984. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.. Edisi VI. Jakarta: Erlangga.
Gerson, U. and P.G. Weintraub. 2007. Mites for the control of pests in protected
cultivation. Pest Manag. Sci. 63: 658–676.
Hakim, N., M. Y., Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. A. Diha, G. B. Hong, H. H.
Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Ultisol. Lampung: Universitas Lampung.
Hapsari RT. 2015. Hubungan kekerabatan plasma nutfah kacang hijau berdasarkan
karakter agronomik. Seminar Balitkabi 2015. Balitkabi, Malang.
Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo. 296 Halaman.
Herminanto, Wiharsi, dan T. Sumarsono. 2004. Potensi ekstrak biji srikaya (Annona
squamosa L.) untuk mengendalikan ulat kubis Crocidolomia pavonana F.

17
Hidajat, J. Rachmad, M. Machmud, Harnoto, dan Sumarno. 2000. Teknologi Produksi
Benih Kacang Hijau. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan,
Bogor.
Hoesain, M. 2001. Aktivitas biologis ekstrak Aglaia odorata Lour terhadap larva
Crocidolomia binotalis Zeller. Ringkasan Disertasi, Program Pascasarjana
Universitas Airlangga, Surabaya. 40 hlm.
Hofte H. and Whiteley H R. 1989. Insecticidal crystal proteins of Bacillusthuringiensis.
Microbiol. Rev. 53:42-255.
Indiati, S.W. 2003. Hama Thrips pada kacang hijau dan komponen pengendaliannya.
Buletin Palawija No. 5 & 6: 36–42.
Irawan A. 2001. Cara Khusus Menyuburkan Tanaman. Solo: CVAneka.
Jackai, L.E.N. (1995). Integrated pest management of borers of cowpea and beans.
Insect Sci. Applic. (16): 237–250.
Kardinan, A. dan A. Dhalimi. 2003. Mimba (Azadirachta indica A.Juss) tanaman multi
manfaat. Perkembangan Teknologi TRO XV(1): 110.
Leiwakabessy, F.M dan Sutandi, A. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Lumowa S V V. 2011. Efektivitas Ekstrak Babadotan (Ageratum conyzoides) Terhadap
Tingakat Kematian Larva Spodoptera litura F. Universitas Mulawaman
Samarinda. Eugenia Vol 17. No. 3.
Matsumoto, M. 2000. Insect Classification Laboratory. National Institute of Agro-
Environmental Sciences. Kannondai, Tsukubashi, Japan. Messelink, G.J., C.M.J.
Bloemhard, M.W. Sabelis, and A. Janssen. 2013. Biological control of aphids in
the presence of thrips and their enemies. BioControl 58: 45–55.
Moenandir, J. 2010. Ilmu Gulma. Malang: Universitas Brawijaya Press.
Mordue (Luntz) A.J. and A.J. Nisbet. 2000. Azadirachtin from the neem tree
Azadirachta indica: its action against insects. Ann. Soc. Entomol. Brazil 29(4):
615–632.
Plantus. 2008. Insektisida Dari Daun Babandotan. Source: iptel.net.id. Diakses pada
tanggal 29 Desember 2020.

18
Prakash, A. and J. Rao. 1997. Botanical Pesticides in Agriculture. Lewis Publishers,
Buca Raton, New York, London, Tokyo. 460 hlm.
Prijono, D. 1999. Prinsip-prinsip uji hayati. Bahan Pelatihan Pengembangan dan
Pemanfaatan Insektisida Alami. Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu Institut
Pertanian Bogor. hlm. 45–62.
Purnomo. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan. Depok: Penebar Swadaya.
Purwono dan Hartono, R. 2005. Kacang Hijau. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya.
Rukmana, R. 2006. Kacang hijau, budidaya dan pasca panen. Jogjakarta: Kanisius. 68p.
Rukmana, R. 2006. Kacang Hijau, Budidaya dan Pascapanen. Yogyakarta: Kanisius.
68p.
Sabelis, M.W., A. Janssen, I. Lesna, N.S. Aratchige, M. Nomikou, and P.C.J. van Rijn.
2008. Developments in the use of predatory mites for biological pest control.
IOBC/WPRS Bull. 32: 187– 199.
Sarjan, M. 2008. Potensi pemanfaatan insektisida nabati dalam pengendalian hama pada
budi daya sayuran organik. Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas
Pertanian Universitas Mataram, Lombok-NTB.
Sastrosiswojo, S. 1991. Thrips on vegetables in Indonesia. In N.S. Talekar (Ed). Thrips
in Southeast Asia. Proceedings of a Regional Consultation Workshop, Bangkok,
Thailand, 13 March 1991. Asian Vegetable Research and Development Center,
AVRDC Publication No. 91–342: 12–17.
Schmutterer, H. and R.P. Singh. 1995. List of insect pest susceptible to neem products.
In H. Schmutterer (Ed.), The Neem TreeSource of Unique Natural products for
Integrated Pest Management, Medicine, Industry and Other Purposes. pp. 326–
365. VCH, Weinheim, New York, Basel, Cambridge, Tokyo.
Shanower, T. G., J. Romeis and E. M. Minja. 1999. Insect pests of pigeonpea and their
management. Annu. Rev.Entomol. (44): 77–96.
Singh, S. R., L. E. N. Jackai, J. H. R. dos Santos and C. B. Adalla. 1990. Insect Pests of
Cowpea. In: S.R. Singh (Ed): Insect Pests of Tropical Food Legumes. John Wiley
& Sons, Chichester.

19
Sridhar, S., S. Arumugasamy, H. Saraswathy, and K. Vijayalakshmi. 2002. Organic
Vegetable Gardening. Center for Indian Knowledge Systems, Chennai, India. 53
pp.
Stapel, J.O., A.M. Cortesero, and W.J. Lew. 2000. Disruptive sublethal effects of
insecticides on biological control: Altered foraging ability and life span of a
parasitoid after feeding on extrafloral nectar of cotton treated with systemic
insecticides. Bio Con. 17: 243–249.
Stoll, G. 2000. Natural Protection in the Tropics. Margraf Verlag, Weikersheim.
Sumarno, L. N. 2003. Pengaruh Dosis Pupuk Kompos dan Pupuk N, P, K terhadap
Ketersediaan dan Serapan N serta Hasil Tanaman Kacang Tanah (Arachis
hypogae L.) di Alfisol Jumantono. FP UNS. Surakarta.
Sunantara, I.M.M. 2000. Teknik Produksi Benih Kacang Hijau. No. Agdex : 142/35. No.
Seri : 03/Tanaman/2000/September 2000. Instalasi Penelitian dan Pengkajian
Teknologi Pertanian. Denpasar Bali.
Suprapto, I N. Adijaya, I K. Mahaputra, dan I M. RaiYasa, 2000. Penelitian Sistem
Usahatani Diversifikasi Lahan Marginal. Instalasi Penelitian dan Pengkajian
Teknologi Pertanian Denpasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Departemen Pertanian.
Tjitrosoepomo, G. 2000. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Vijayalakshmi, K., B. Subhashini, and S. Koul. 1999. Plants Used in Pest Control:
Garlic and onion. Centre for Indian Knowledge Systems, Chennai, India. 79 pp.
Volkmar, C., K. Schumacher, and J. Müller. 2008. Impact of lowinput pesticides usage
on spider communities with special regards to accumulated effects. Pesticides and
Beneficial Organisms IOBC/Wprs Bull. 35: 18–25.
Wijayanti RYV & Zaky ELR. 2009. Kemampuan Hidup penggerek Polong Maruca
testulalis Geyer (Lepidoptera;Pyralidae) pada Tiga Varietas Kacang Hijau.
Agrosains. UNS. 11(2): 40-44.
Wilyus dan Asniwita. 2001. Evaluasi Beberapa Teknik Pengendalian Terhadap Hama
Tanaman Kacang Hijau (Maruca testulalis Geyer) (Lepidoptera:Pyralidae). J.

20
Ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 3. No.1. Hal 41-48. Fakultas Pertanian Universitas
Jambi.
Yuharmen M Eryanti dan Nurbalatif. 2002. Uji Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri
dan Ekstrak Metanol Lengkuas (Alpinia galanga). Jurusan Kimia, FMIPA.
Universitas Riau.

21

Anda mungkin juga menyukai