Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI

ACARA V
“ONCOM DARI AMPAS TAHU”

DISUSUN OLEH:

Refi A. Rahmadina
1804020017

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2021
Senin, 05 April 2021

ACARA V
“ONCOM DARI AMPAS TAHU”

I. Tujuan
1. Dapat mengetahui jenis-jenis jamur yang digunakan pada proses
fermentasi oncom.
2. Dapat mengetahui jenis-jenis oncom dan jamur yang digunakan pada saat
proses fermentasinya.
3. Dapat mengetahui peran jamur pada proses fermentasi oncom.
4. Dapat mengetahui kandungan apa saja yang terkandung didalam ampas
tahu yang digunakan untuk membuat oncom.
5. Dapat mengetahui kandungan-kandungan vitamin dan kadarnya yang
terkandung didalam ampas tahu.
II. Dasar Teori
Oncom adalah makanan tradisional Indonesia yang berasal dari daerah
Jawa Barat. Oncom merupakan sumber gizi yang potensial untuk masyarakat,
karena dengan adanya proses fermentasi, maka struktur kimia bahan-bahan
yang tadinya bersifat kompleks, akan terurai menjadi senyawasenyawa yang
lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna dan dimanfaatkan oleh tubuh
(Hesseltine, 1961).
Oncom merupakan salah satu produk olahan fermentasi yang berasal dari
daerah Jawa Barat. Melalui proses fermentasi, oncom memiliki aroma dan
cita rasa yang khas karena terjadi peruraian struktur kimia bahanbahan
bersifat kompleks menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dan
mudah dicerna dan diserap oleh tubuh (Zamakhsyari dkk., 2018). Meskipun
memiliki harga relatif murah, oncom mengandung gizi tinggi (Suryadi, 2016).
Oncom juga mengandung senyawa fungsional yang bermanfaat bagi
kesehatan, yaitu karotenoid yang dihasilkan oleh kapang Neurospora sp
(Purnamasari dkk., 2013).
Oncom dibuat dari bahan yang berharga murah karena berasal dari limbah
pengolahan produk pangan, seperti limbah pembuatan tahu. Berbeda dengan
produk fermentasi lainnya yang telah dibuat dengan proses modern
menggunakan inokulum, pembuatan oncom di Indonesia masih dilakukan
dengan cara tradisional tanpa menggunakan inokulum, sehingga kualitas
oncom menjadi tidak stabil (Sastraatmadja dkk., 2002).
Jenis oncom yang dikenal di masyarakat ada dua, yaitu oncom merah dan
oncom hitam. Hal yang membedakan di antara kedua jenis oncom adalah
jenis kapang dan bahan baku yang digunakan (Suryadi, 2016). Oncom merah
dibuat dari ampas tahu dan difermentasi oleh kapang Neurospora sitophila.
Kapang Neurospora sp merupakan kapang yang umum ditemukan pada
oncom merah karena memiliki pertumbuhan yang cepat untuk membentuk
warna kuning (Purnamasari dkk., 2013). Sementara itu, oncom hitam dibuat
dari bungkil kacang tanah dan difermentasi oleh kapang Rhizophus
oligosporus. Spora yang dihasilkan berwarna hitam (Sofyan, 2003).
Saat ini dikenal dua jenis oncom, yaitu oncom merah dan hitam.
Perbedaan kedua jenis oncom tersebut terletak pada jenis mikrobanya.
Oncom merah dihasilkan oleh mikroba N. sitophila yang mempunyai strain
merah. Sedangkan oncom hitam dihasilkan oleh mikroba R. oligosporus yang
mempunyai strain warna hitam. Warna merah atau hitam pada oncom
ditentukan oleh warna pigmen yang dihasilkan oleh mikroba yang digunakan
dalam proses fermentasi. Mikroba oncom dapat mengeluarkan enzim lipase
dan protease yang aktif selama proses fermentasi dan memegang peranan
penting dalam penguraian pati menjadi gula, penguraian bahan-bahan dinding
sel kacang, dan penguraian lemak, serta pembentukan sedikit alkohol dan
berbagai ester yang berbau sedap dan harum (Jay, 2000).
Oncom Merah merupakan makanan produk fermentasi yang berasal dari
Jawa Barat, Indonesia. Oncom Merah mempunyai sumber gizi dan
kandungan protein yang tinggi karna adanya proses fermentasi dan bisa di
manfaatkan oleh tubuh serta relatif murah dengan proses pembuatannya
mudah. Oncom merah dihasilkan oleh kapang Neurospora sitophila yang
mempunyai strain jingga. Kapang oncom merah dapat mengeluarkan enzim
lipase dan protease yang aktif selama proses fermentasi. Kadar protein pada
oncom 13 gram/100g oncom. (Sarwono, 2010).
Kandungan gizi, kadar besi, dan protein pada oncom hitam lebih tinggi
daripada oncom merah (Slamet & Tarwotjo 1971). Saono et al. (1974)
melaporkan kapang yang berperan pada oncom hitam asal Bogor, Jawa Barat
ialah R. oryzae dan pada oncom hitam asal Sukabumi, Jawa Barat ialah R.
oligosporus. Rhizopus memiliki banyak spesies dan varietas yang telah
dipelajari melalui berbagai pendekatan. Berdasarkan morfologi dan
fisiologinya terdapat tiga grup besar Rhizopus, yaitu grup R. microsporus, R.
oryzae, dan R. stolonifer (Schipper & Stalpers 1984). Abe et al. (2006)
melaporkan Rhizopus berdasarkan pada sekuens rDNA. Zheng et al. (2007)
menyusun monograf Rhizopus berdasarkan pada morfologi, fisiologi, sistem
kawin, dan pendekatan molekul dan mengemukakan ada 10 spesies dan 9
varietas Rhizopus. Taksonomi Rhizopus berdasarkan pada filogeni molekul
mereduksi jumlah spesies karena R. niveus sinonim dengan R. delemar serta
R. sexualis dan R. americanus sinonim dengan R. stolonifer (Abe et al. 2010).
Beta karoten merupakan bagian dari karotenoid yang menarik perhatian
karena aktivitas sebagai provitamin A yang tinggi dan berperan sebagai
antioksidan (Yuan et al, 2008) yang banyak digunakan pada formulasi produk
pangan (Chu et al., 2007). Sebagian besar sumber provitamin A adalah
tanaman (Yuan et al., 2008). Salah satu alternatif sumber provitamin A selain
tanaman adalah mikroorganisme, yaitu kapang oncom merah (Neurospora
sp.). Pada spora kapang oncom merah, karoten ada di dalam sel, sehingga
perlu dikeluarkan (ekstraksi) untuk memperoleh ekstrak karoten.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan pangan oleh mikroba adalah
kadar pH, ketersediaan nutrisi, air, oksigen, dan senyawa penghambat bakteri
(Chrismanuel dkk., 2012). Tepung oncom memiliki kandungan makanan
berupa protein, karbohidrat, dan lemak yang diperlukan oleh kapang untuk
pertumbuhannya, sehingga tepung oncom yang tidak disimpan dengan baik
maka dapat ditumbuhi kembali oleh kapang. Tepung oncom yang disimpan di
tempat yang lembab akan mendukung pertumbuhan kapang.
III. Alat dan Bahan
1. Alat
- Alat tulis
- Sendok sayur
- Panci pengukus
- Baskom
- Kain penyaring
- Pemanas 2 tungku
- Container plastic
- Plastic
- Daun pisang
- Bunsen burner
- Logbook
- Handphone (camera dan stopwatch)
2. Bahan
- Ragi oncom
- Ampas tahu
- Air
IV. Cara Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan pada saat percobaan.
2. Membersihkan ampas tahu untuk menghindari adanya benda lain yang
masuk kedalamnya.
3. Kemudian memeras ampas tahu menggunakan kain penyaring untuk
mengurangi kadar air didalam ampas tahu.
4. Mengukus ampas tahu kurang lebih selama 1 jam.
5. Meniriskan ampas tahu yang sudah dikukus dan mendinginkannya.
6. Mencetak ampas tahu dengan bentuk balok dengan mengukurnya dengan
ukuran 7x15x1,5cm3
7. Menaburi ampas tahu dengan menggunakan starter oncom atau
menggunakan ragi oncom.
8. Menyimpannya pada suhu ruang selama kurang lebih 2 hari.
V. Hasil Pengamatan

Penilaian
Kel Hari Perlakuan
Kekompakan Aroma Warna

a. dibungkus
0 0 1
daun pisang

5 Rabu b. dibungkus
dengan 0 0 1
plastik

a. dibungkus
0 0 1
daun pisang

6 Rabu b. dibungkus
dengan 0 0 1
plastik

a. dibungkus
3 0 3
daun pisang

7 Rabu b. dibungkus
dengan 1 3 1
plastik

a. dibungkus
3 0 3
daun pisang

8 Rabu
b. dibungkus
dengan 3 0 1
plastic

VI. Pembahasan
Pada percobaan yang dilakukan kali ini yaitu percobaan membuat oncom
dari ampas tahu. Oncom ialah produk fermentasi yang berasal dari ampas
tahu atau bungkil kacang. Oncom mempunyai aroma dan rasa yang khas
karena saat proses fermentasinnya terjadi penguraian struktur kimia dan
bahan-bahan yang sifatnya kompleks diubah menjadi senyawa-senyawa yang
lebih sederhana dan juga menjadi mudah diserap untuk tubuh (Zamakhsyari
dkk., 2018).
Sebelum melakukan percobaan, bahan dan alat-alat yang akan digunakan
disiapkan terlebih dahulu. Kemudian membersihkan ampas tahu dari kotoran-
kotoran agar tidak terikut. Setelah itu ampas tahu dikukus dengan dandang
pengukus selama satu jam. Setelah itu ditiriskan menggunakan kain. Tujuan
penirisan ini yaitu agar ampas tahu nantinya tidak mengandung banyak kadar
air. Lalu dinginkan. Setelah itu cetak menggunakan cetakan dan setelah
dicetka kemudian oncom ditaburi dengan tepung oncom secara merata dan
kemudia di fermentasi selama kurang lebih 2 hari. Setelah oncom
dihamparkan tepung oncom dengan merata atau memakai jamur N. sitophila
lalu difermentasi selama kurang lebih 2 hari agar pertumbuhan jamur baik
(Campbell, 2003).
Pada hasil pengamatan oncom yang telah dilakukan oleh kelompok 5-8
dengan perlakuan yang berbeda-beda, didapatkan hasil pada kelompok 5 dan
juga 6 mendapatkan hasil yang serupa yaitu teksrutur yang tidak kompak,
beraroma tidak sedap, dan berwarna krem. Sedangkan pada kelompok 7 dan 8
hasilnya juga serupa yaitu tekstur oncomnya kompak, berbau tidak sedap, dan
juga berwarna putih. Sedangkan pada oncom yang dibungkus dengan plastic
hasilnya tidak jadi.
Pada hal ini dapat dilihat bahwa pengemas sangat berpengaruh pada proses
fermenatasi oncom. Plastic merupakan bahan yang kedap udara, sehingga
jamur atau bakteri tidak bisa mendapatkan pasokan oksigen yang cukup.
Karena pada perumbuhan jamur, jamur membutuhkan banyak pasokan
oksigen untuk pertumbuhannya (Sarwono, 2004).

VII. Kesimpulan
1. Jamur atau kapang yang digunakan pada proses fermentasi oncom
diantaranya ada jamur Neurospora sitophila dan juga jamur Rhizopus
oligosporus.
2. Ada 2 macam jenis oncom yang banyak dipasaran, diantaranya:
a. Oncom merah, oncom merah menggunakan jamur Neurospora
sitophila pada proses fermentasinya.
b. Oncom hitam, oncom hitam menggunakan jamur Rhizopus oligosporus
pada proses fermentasinya.
3. Jamur Rhizopus oligosporus dalam pembuatan oncom mempunyai peran
membentuk miselium putih dan mengikat seluruh permukaan ampas tahu.
Jamur Rhizopus oligosporus dapat tumbuh dengan cepat pada suhu 30°C -
37°C, dan suhu optimum selama 37°C.
4. Ampas tahu yang digunakan untuk membuat oncom mengandung banyak
sekali kandungan yang bermanfaat bagi tubuh. Pada setiap 100gr ampas
tahu mengandung energy sebesar 414 kilo kalori, protein 26,6 gram,
karbohidrat 41,3 gram, lemak 18,3 gram, kalsium 19 miligram, fosfor 29
miligram, dan juga zat besi sebesar 4 miligram.
5. Didalam ampas tahu juga mengandung vitamin yang bermanfaat bagi
tubuh, diantaranya vitamin A sebanyak 10IU, vitamin B1 sebesar 0,2
miligram, dan vitamin C 0 miligram.
VIII. Daftar Pustaka
Abe A, Asano K, Sone T. 2010–A molecular phylogeny-based taxonomy of
the genus Rhizopus. Biosci Biotechnol Biochem. 74(7), 1325–1331.
doi.org/10.1 271/bbb.90718
Abe A, Oda Y, Asano K, Sone T. 2006– The molecular phylogenic of the
genus Rhizopus base on rDNA sequences. Biosci Biotechnol Biochem.
70(10),2387–2393. doi: 10.1271/bbb.60101
C.W. Hesseltine. 1961. “Research at Nothern Regional Laboratory on
Fermental Food. Proc. Conf. Soybean Products for Protein in Human
Foods: USDA.
Campbell, N.A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2003. Biologi. Jilid 2. Edisi
Kelima. Alih Bahasa: Wasmen. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Chrismanuel, A., Y.B. Pramono, dan B. E. Setyani. 2012. Eefek pemanfaatan
karaginan sebagai edible coating terhadap pH, total mikroba dan H2S pada
bakso selama penyimpanan 16 jam. Animal Agriculture Journal. 1(2):286–
292.
Chu, B-S, S. Ichikawa, S. Kanafusa, and M. Nakajima. 2007. Preparation and
characterization of â-carotene Nanodispersions prepared by solvent
displacement technique. J. Agric. Food Chem. 55: 6754-6760.\
J.M. Jay. 2000. Modern Food Microbiology. Gaithersburg, Maryland: Aspen
Publisher, Inc.
Purnamasari, N., M.A.M. Andriani, dan Kawiji. 2013. Pengaruh jenis pelarut
dan variasi suhu pengering spray dryer terhadap kadar karotenoid kapang
oncom merah (Neurospora sp.). Jurnal Teknosains Pangan. 2(1):108.
Saono S, Gandjar I, Basuki T, Karsono H. 1974–Mycoflora of “ragi” and
some other traditional fermented foods of Indonesia. Ann Bogor. 5
(4),187–196.
Sarwono, 2004. Membuat Tempe dan Oncom. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sastraatmadja, D.D., F. Tomita, dan Takanori Kasai. 2002. Production of
high-quality oncom , a traditional indonesian fermented food , by the
inoculation with selected mold strains in the form of pure culture and solid
inoculum. Journal Grad. Sch. Agr. Hokkaido Univ. 70(2):111–127.
Schipper MAA, Stalpers JA. 1984–A revision of the genus Rhizopus. 2. the
Rhizopus microsporus group. Stud Mycol. 25, 20–34.
Slamet DS, Tarwotjo I. 1971–Kadar zat gizi dalam ontjom. Nutr Food Res.1,
49–52.
Sofyan, H.M.I. 2003. Pengaruh suhu inkubasi dan konsentrasi inokulum
Rhizopus oligosporus terhadap mutu oncom bungkil kacang tanah.
INFOMATEK. 5(2):74.
Suryadi, A. 2016. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Lipolitik dari Oncom.
Institut Pertanian Bogor.
Yuan, Y., Y.Gao, J. Zhao, and L. Mao. 2008. Characterization and stability
evaluation of beta carotene nanoemulsions prepared by high pressure
homogenization under various emulsifying conditions. Food Research
International. 41: 61– 68.
Zamakhsyari, I., Alsuhendra, dan Ridawati. 2018. Pengaruh teknik
pemanasan basah dalam pembuatan oncom instan terhadap kualitas tumis
oncom. Jurnal Sains Boga. 1(1):18–22.
Zheng RY, Chen GQ, Huang H, Liu XY. 2007–A monograph of Rhizopus.
Sydowia. 59 (2), 273–372
IX. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai