100%(1)100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
213 tayangan23 halaman
Makalah ini membahas tentang pemanfaatan biji tanaman jarak pagar sebagai pestisida nabati. Tanaman jarak pagar memiliki potensi sebagai pestisida alami karena hampir semua bagian tanaman ini mengandung zat beracun yang dapat membunuh hama. Biji jarak pagar dapat diolah menjadi larutan atau serbuk yang efektif untuk mengendalikan hama penghisap dan nematoda pada tanaman.
Makalah ini membahas tentang pemanfaatan biji tanaman jarak pagar sebagai pestisida nabati. Tanaman jarak pagar memiliki potensi sebagai pestisida alami karena hampir semua bagian tanaman ini mengandung zat beracun yang dapat membunuh hama. Biji jarak pagar dapat diolah menjadi larutan atau serbuk yang efektif untuk mengendalikan hama penghisap dan nematoda pada tanaman.
Makalah ini membahas tentang pemanfaatan biji tanaman jarak pagar sebagai pestisida nabati. Tanaman jarak pagar memiliki potensi sebagai pestisida alami karena hampir semua bagian tanaman ini mengandung zat beracun yang dapat membunuh hama. Biji jarak pagar dapat diolah menjadi larutan atau serbuk yang efektif untuk mengendalikan hama penghisap dan nematoda pada tanaman.
Disusun untuk memenuhi Tugas Diskusi Kelompok Mata Kuliah Kimia Pestisida Semester 4 yang diampu oleh Bpk. Drs. Khairul Anam, M.Si.
Disusun Oleh Kelompok 10 : Desita Triana (24030112130038) Galih Nur Rachmawati (24030112140123) Ismi Simpang Anggia (24030112120008) Ika Khairunnisak (24030112120027)
JURUSAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2014 ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-Nya maka penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Pemanfaatan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa Curcas) sebagai Pestisida Nabati. Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Kimia Pestisida di Universitas Diponegoro. Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Drs. Bpk. Khairul Anam, M.Si selaku dosen pengampu pada mata kuliah Kimia Pestisida. 2. Teman-teman semua yang mengikuti perkuliahan Kimia Pestisida. 3. Keluarga yang selalu mendukung penyusun. 4. Semua pihak yang ikutterlibatdalampenyusunanMakalah Pemanfaatan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa Curcas) sebagai Pestisida Nabati, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat keterbatasan kemampuan yang dimiliki penyusun. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Semarang, 28 April 2014
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii DAFTAR ISI............................................................................................................. iii BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah......................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah................................................................................. 2 1.3.BatasanMasalah...................................................................................... 2 1.4. TujuanPenulisan.................................................................................... 2 1.5 ManfaatPenulisan................................................................................... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3 2.1 Tanaman Jarak(Jatropa curcas)............................................................ 3 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi........................................................... 3 2.1.2 Daun dan Bunga.......................................................................... 3 2.1.3 Buah............................................................................................. 4 2.1.4 Tempat tumbuh............................................................................ 4 2.1.5 Persyaratan Lingungan................................................................ 4 2.2 Kandungan Kimia TanamanJarakPagar................................................. 4 2.3 Pestisida................................................................................................. 5 2.3.1 Pestisida Sintetis Kimia............................................................... 6 2.3.2 Pestisida Nabati........................................................................... 8 2.3.2.1 Senyawa bioaktif asal tumbuhan.................................... 9 2.3.2.2 Tanaman yang dapat dijadikan pestisida nabati ............ 9 2.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Pestisida.......................................... 10 2.3.3.1 Pestisida Kimia.............................................................. 10 2.3.3.2 Pestisida Nabati dan Alami............................................ 11 2.3.3.3 Pestisida Biologi atau Musuh Alami.............................. 12 2.4 Metabolik Sekunder............................................................................... 12 2.4.1 Klasifikasi.................................................................................... 13 2.4.2 Manfaat........................................................................................ 13 2.4.3. Beberapa Jenis Metabolik Sekunder ....................................... 13 BAB III PEMBAHASAN.............. 15 3.1 Pemanfaatan Pestisida Nabati............ 15 3.2 Cara Penggunaan Biji Jarak sebagai Pestisida..... ........................... 15 3.2.1 Penggunaan dalam bentuk Larutan.................................... 15 3.2.2 Penggunaan dalam bentuk Serbuk..................................... 16 iv
3.3 Pengaruh Penggunaan Ekstrak Biji Jarak Terhadap Tanaman............... 16 3.4 Segi Ekonomis Penggunaan Pestisida Nabati Jarak Pagar............ 16 BAB IV PENUTUP.......................................................................................... 17 4.1 Kesimpulan.................................................................................... 17 4.2 Saran.............................................................................................. 17 DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 18
v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Dampak negatif penggunaan pestisida sudah semakin diwaspadai oleh berbagai komponen masyarakat Indonesia saat ini. Sayangnya kesadaran ini masih belum diimbangi oleh pengurangan penggunaan pestisida oleh para petani di lapangan. Penggunaan pestisida oleh para petani Indonesia masih cukup tinggi sebab pengembangan dan penerapan alternatif teknik pengendalian hama dan penyakit di luar pestisida masih sangat kurang. Salah satu alternatif teknik pengendalian hama yang cukup efektif dan efisien adalah penggunaan pestisida nabati, atau penggunaan zat kimia nabati yang terkandung dalam jaringan tumbuh-tumbuhan untuk mengendalikan populasi hama. Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan (daun, buah, biji atau akar) berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya. dapat untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Pestisida nabati bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan, dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang. Efektivitas tumbuhan sebagai pestisida nabati sangat tergantung dari bahan tumbuhan yang dipakai, karena satu jenis tumbuhan yang sama tetapi berasal dari daerah yang berbeda dapat menghasilkan efek yang berbeda pula, ini dikarenakan sifat bioaktif atau sifat racunnya tergantung pada kondisi tumbuh, umur tanaman dan jenis dari tumbuhan tersebut. Pestisida botani atau pestisida nabati merupakan pestisida alami yang bahannya diambil langsung dari tanaman atau hasil tanaman. Pestisida nabati sangat berbeda dari pestisida sintetis kimia sebab tidak menimbulkan dampak residu (pestisida nabati sangat mudah terurai secara alami) dan memiliki spektrum yang spesifik dan efektif untuk hama tertentu. Selain itu sebagai hasil ekstrak jaringan tumbuhan, pestisida nabati tentunya dapat dibuat sendiri dengan bahan yang sudah tersedia di lingkungan sekitar kita, sehingga biaya yang dikeluarkan pun semakin berkurang. Sayangnya teknik ekstraksi yang baik masih belum diperkenalkan kepada para petani sehingga hal yang mudah ini terasa sulit dilakukan oleh para petani; pestisida sintetis kimia pun tetap menjadi pilihan utama. 1 vi
Salah satu jenis tanaman yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai pestisida nabati adalah jarak pagar, Tanaman jarak pagar (Jatropa curcas) merupakan tanaman tahunan yang tahan kekeringan. Tanaman ini mampu tumbuh dengan cepat dan kuat pada lahan yang beriklim panas, tandus, dan berbatu, serta cenderung menghindar dari wilayah yang basah. Tanaman ini hampir tidak diserang hama karena sebagian besar bagian tubuhnya beracun. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam karya ilmiah ini adalah Apakah Biji Jarak Pagar dapat efektif dan efisien menjadi Pestisida Nabati? 1.3 Batasan Masalah Karena keterbatasan penulis, maka masalah diatas dibatasi pada hal-hal berikut : 1. Biji jarak yang dibahas hanya merupakan biji jarak pagar (Jatropa curcas). 2. Biji jarak pagar (Jatropa curcas) sebagai pestisida nabati hanya untuk ulat dan Hama penghisap dan Nematoda/cacing. 1.4 Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. mendeskripsikan tentang pemanfaatan pestisida nabati sebagai alternatif dalam pengendalian hama tanaman. 2. mendisikripsikan tentang pengaruh penggunaan biji jarak pagar (Jatropa curcas) sebagai pestisida nabati dalam mengendalikan hama tanaman. 1.5 Manfaat Penulisan Manfaat yang diharapkan dari penulisan karya ilmiah ini adalah : 1. Memberikan solusi pemanfaatan tanaman sekitar sebagai pengendali hama yang ramah lingkungan. 2. Alternatif pengganti pestisida sintesis kimia atau pestisida buatan.
2 vii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jarak (Jatropa curcas) Jarak Pagar juga dikenal dengan nama jarak budeg, jarak gundul, atau jarak cina. Tanaman yang berasal dari daerah tropis di Amerika Tengah ini tahan kekeringan dan tumbuh dengan cepat. Jarak Pagar berbeda dengan Jarak kaliki atau Jarak kepyar atau Jarak kosta (Ricinus communis), yang mempunyai ciri seperti tanaman singkong racun, buahnya berbulu seperti rambutan. Jarak kepyar juga menghasilkan minyak dan digunakan sebagai bahan baku atau bahan tambahan industri cat vernis, plastik, farmasi, dan kosmetika, sehingga sudah lama dibudidayakan secara komersial di Indonesia. Akan tetapi, minyak jarak kepyar tidak cocok digunakan sebagai bahan bakar biofuel karena terlalu kental, jadi hanya bisa digunakan sebagai pelumas. Jarak kaliki (Ricinus communis), merupakan tanaman tahunan berumur pendek (bianual), berbuah setahun sekali (terminal), sedangkan jarak pagar (Jatropha curcas) mampu berbuah terus menerus apabila Agroklimatnya mendukung. Jarak pagar mempunyai sosok yang kekar, batang berkayu bulat dan mengandung banyak getah. Tinggi mencapai 5 meter dan mampu hidup sampai 50 tahun. 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Adapun klasifikasi Jarak pagar sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Jatropha Spesies : Jatropha curcas L. 2.1.2 Daun dan Bunga Daun tunggal, lebar, menjari dengan sisi berlekuk-lekuk sebanyak 3 5 buah., bunga berwarna kuning kehijauan, berupa bunga majemuk berbentuk malai, berumah satu dan uniseksual, kadang-kadang ditemukan bunga hermaprodit. Jumlah bunga betina 4 5 kali lebih banyak daripada bunga jantan. Buah 3 viii
berbentuk buah kendaga, oval atau bulat telur, berupa buah kotak berdiameter 2 4 cm dengan permukaan tidak berbulu (gundul) dan berwarna hijau ketika masih muda dan setelah tua kuning kecoklatan. 2.1.3 Buah Buah jarak tidak masak serentak Buah jarak pagar terbagi menjadi 3 ruangan, masing-masing ruangan 1 biji. Biji berbentuk bulat lonjong berwarna cokelat kehitaman dengan ukuran panjang 2 cm, tebal 1 cm, dan berat 0,4 0,6 gram/biji. Jarak pagar termasuk dalam familia Euphorbiaceae satu famili dengan tanaman karet dan ubi kayu. 2.1.4 Tempat Tumbuh Jarak Pagar dapat ditemukan tumbuh subur di berbagai tempat di Indonesia. Umumnya terdapat di pagar-pagar rumah dan kebun atau sepanjang tepi jalan, tapi jarang ditemui berupa hamparan. Tanaman Jarak pagar berbentuk pohon kecil maupun belukar besar yang tingginya mencapai lima meter. Cabang-cabang pohon ini bergetah dan dapat diperbanyak dengan biji, setek atau kultur jaringan dan mulai berbuah delapan bulan setelah ditanam dengan produktivitas 0,5 1,0 ton biji kering/ha/tahun. Selanjutnya akan meningkat secara bertahap dan akan stabil sekitar 5 ton pada tahun ke lima setelah tanam. 2.1.5 Persyaratan Lingkungan Tanaman jarak sebagai tanaman yang tahan terhadap kondisi lingkungan yang sangat kritis dan mudah beradaptasi dengan lingkungannya. Agar pertumbuhannya optimal maka diperlukan Latitut 50 LU 40 LS, Altitut 0 2000 m dpl, suhu berkisar antara 18- 30 C. Pada daerah dengan suhu rendah (<18 0 C) menghambat pertumbuhan, sedangkan pada suhu tinggi (>35 o C) menyebabkan gugur daun dan bunga, buah kering sehingga produksi menurun. Curah hujan antara 300 mm 1200 mm per tahun. Dapat tumbuh pada daerah yang kurang subur tetapi drainase baik tidak tergenang dan pH tanah antara 5,0 6,5. 2.2 Kandungan Kimia Tanaman Jarak Pagar Daun dan ranting jarak pagar mengandung senyawa stigmast - 5 - e n- 3b, 7b - diol; stigmast-5-en-3b,7a-diol; cholest-5-en-3b,7b-diol; cholest-5-en-3b,7a-diol; campesterol; b-sitosterol. Selain itu terdapat pula senyawa falvonoid, apigenin, dan isvitexin. Batang jarak mengandung asam organik seperti iridoits, saponin, tannin, senyawa fridelin, tetrasiklik triterpen ester jatrocurin, dan scopeletin metal ester. 4 ix
Kulit batangnya mengandung senyawab-amyrin, dan tarasterol. Sementara itu akar jarak mengandung b-sitosterol, b-D-glukosida, marmesin, propasin, curculathyrane A dan B, diterpenoid jatrophol, jatropholone A dan B, chomarin tomentin, comarino-lignan jatrophin, serta saponinda dan flavonoid. Getah jarak mengandung senyawa curcacyline A dan B, saponin, flavonoida, tannin, dan senyawa-senyawa polifenol. Pada biji jarak terkandung senyawa alkaloida, saponin, dan sejenis protein beracun yang disebut kursin. Bijinya juga mengandung 35-45% minyak lemak yang terdiri atas berbagai trigliserida asam palmitat, stearat, dan kurkalonat (Alamsyah, 2006 dan Sinaga, 2006). 2.3 Pestisida Pestisida adalah zat atau bahan yang digunakan untuk membunuh, mencegah atau mengendalikan hama pengganggu. Berdasarkan tujuannya, pestisida dibagi menjadi beberapa jenis : Insektisida : untuk serangga. Fungisida : untuk cendawan (fungus). Herbisida : untuk tanaman pengganggu. Bakterisida : untuk bakteri. Berdasarkan bahan aktifnya, pestisida dibagi menjadi 3 jenis yaitu: Pestisida organik (Organic pesticide) : pestisida yang bahan aktifnya adalah bahan organic yang berasal dari bagian tanaman atau binatang, misal : neem oil yang berasal dari pohon mimba (neem). Pestisida elemen (Elemental pesticide) : pestisida yang bahan aktifnya berasal dari alam seperti: sulfur. Pestisida kimia/sintetis (Syntetic pesticide) : pestisida yang berasal dari campuran bahan-bahan kimia. Berdasarkan cara kerjanya, pestisida dibagi menjadi 2 jenis yaitu : Pestisida sistemik (Systemic Pesticide) : adalah pestisida yang diserap dan dialirkan keseluruh bagian tanaman sehingga akan menjadi racun bagi hama yang memakannya. Kelebihannya tidak hilang karena disiram. Kelemahannya, ada bagian tanaman yang dimakan hama agar pestisida ini bekerja. Pestisida ini untuk mencegah tanaman dari serangan hama. Contoh : Neem oil. Pestisida kontak langsung (Contact pesticide) : adalah pestisida yang reaksinya akan bekerja bila bersentuhan langsung dengan hama, baik ketika makan ataupun 5 x
sedang berjalan. Jika hama sudah menyerang lebih baik menggunakan jenis pestisida ini. Contoh : Sebagian besar pestisida kimia. (Rhudy, 2003). 2.3.1 Pestisida Sintetis Kimia Penggunaan pestisida kimia pertama kali diketahui sekitar 4.500 tahun yang lalu (2.500 SM) yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau di Sumeria. Sedangkan penggunaan bahan kimia beracun seperti arsenic, mercury dan serbuk timah diketahui mulai digunakan untuk memberantas serangga pada abad ke-15. Kemudian pada abad ke-17 nicotin sulfate yang diekstrak dari tembakau mulai digunakan sebagai insektisida. Pada abad ke-19 diintroduksi dua jenis pestisida alami yaitu, pyretrum yang diekstrak dari chrysanthemum dan rotenon yang diekstrak dari akar tuba Derris eliptica (Miller, 2002). Pada tahun 1874 Othmar Zeidler adalah orang yang pertama kali mensintesis DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), tetapi fungsinya sebagai insektisida baru ditemukan oleh ahli kimia Swiss, Paul Hermann Muller pada tahun 1939 yang dengan penemuannya ini dia dianugrahi hadiah nobel dalam bidang Physiology atau Medicine pada tahun 1948 (NobelPrize.org). Pada tahun 1940-an mulai dilakukan produksi pestisida sintetik dalam jumlah besar dan diaplikasikan secara luas (Daly et al., 1998). Beberapa literatur menyebutkan bahwa tahun 1940an dan 1950an sebagai era pestisida (Murphy, 2005). Penggunaan pestisida terus meningkat lebih dari 50 kali lipat semenjak tahun 1950, dan sekarang sekitar 2,5 juta ton pestisida ini digunakan setiap tahunnya (Miller, 2002). Dari seluruh pestisida yang diproduksi di seluruh dunia saat ini, 75% digunakan di negara-negara berkembang (Miller, 2004). Reaksi terhadap bahaya penggunaan pestisida kimia terutama DDT mulai nampak setelah Rachel Carson menulis buku paling laris yang berjudul Silent Spring tentang pembengkakan biologi (biological magnification) tahun 1962. Sehingga minimal ada 86 negara melarang penggunaan DDT, meskipun masih digunakan di beberapa negara berkembang untuk memberantas nyamuk malaria (Willson and Harold, 1996). Beberapa dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia pada lahan pertanian yang telah diketahui, diantaranya: mengakibatkan resistensi hama sasaran (Endo et al. 1988; Oka 1995), gejala resurjensi hama (Armes et al., 1995), terbunuhnya musuh alami (Tengkano et al. 1992), meningkatnya residu pada hasil, mencemari lingkungan, gangguan kesehatan bagi pengguna (Oka 1995; 6 xi
Schumutterer, 1995), bahkan beberapa pestisida disinyalir memiliki kontribusi pada fenomena pemanasan global (global warming) dan penipisan lapisan ozon (Reynolds,1997). Penelitian terbaru mengenai bahaya pestisida terhadap keselamatan nyawa dan kesehatan manusia sangat mencengangkan. WHO (World Health Organization) dan Program Lingkungan PBB memperkirakan ada 3 juta orang yang bekerja pada sektor pertanian di negara-negara berkembang terkena racun pestisida dan sekitar 18.000 orang diantaranya meninggal setiap tahunnya (Miller, 2004). Di Cina diperkirakan setiap tahunnya ada setengah juta orang keracunan pestisida dan 500 orang diantaranya meninggal (Lawrence, 2007). Beberapa pestisida bersifat karsinogenik yang dapat memicu terjadinya kanker. Berdasarkan penelitian terbaru dalam Environmental Health Perspctive menemukan adanya kaitan kuat antara pencemaran DDT pada masa muda dengan menderita kanker payudara pada masa tuanya (Barbara and Mary, 2007). Menurut NRDC (Natural Resources Defense Council) tahun 1998, hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan penderita kanker otak, leukemia dan cacat pada anak-anak awalnya disebabkan tercemar pestisida kimia. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Harvard School of Public Health di Boston, menemukan bahwa resiko terkena penyakit parkinson meningkat sampai 70% pada orang yang terekspose pestisida meski dalam konsentrasi sangat rendah (Ascherioetal.,2006). Menyadari besarnya bahaya penggunaan pestisida kimia, sehingga di beberapa negara maju, penjualan dan penggunaan pestisida diatur oleh pemerintah. Sebagai contoh pada tahun 1972 di Amerika Serikat dibentuk Environmental Protection Agency (EPA) yang bertanggung jawab atas regulasi pestisida (Willson, 1996). Akan tetapi dalam implementasinya penggunaan pestisida sulit untuk dikontrol, maka pada tahun 1979 Presiden Carter mendirikan Interagency Integrated Pest Management Coordinating Committe untuk memberi jaminan pengembangan dan penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) atau Integrated Pest Management (IPM). PHT merupakan sistem yang mendukung dalam pengambilan keputusan untuk memilih dan menggunakan taktik pengendalian hama, satu cara atau lebih yang dikoordinasi secara harmonis dalam satu strategi manajemen, dengan dasar analisa biaya dan keuntungan yang berpatokan pada kepentingan produsen, masyarakat dan lingkungan (Kogan, 1998). 7 xii
2.3.2 Pestisida Nabati Pestisida nabati merupakan produk alam dari tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji, kulit, dan batang yang mempunyai kelompok metabolit sekunder atau senyawa bioaktif (Anonim, 1994). Beberapa tanaman telah diketahui mengandung bahan-bahan kimia yang dapat membunuh, menarik, atau menolak serangga. Beberapa tumbuhan menghasilkan racun, ada juga yang mengandung senyawa-senyawa kompleks yang dapat mengganggu siklus pertumbuhan serangga, sistem pencernaan, atau mengubah perilaku serangga (Supriyatin dan Marwoto, 2000). Senyawa bioaktif tersebut apabila diaplikasikan ke tanaman yang terinfeksi organisme pengganggu tidak berpengaruh terhadap fotisintesa, pertumbuhan atau aspek fisiologis tanama lainnya, namun berpengaruh terhadap sistem saraf otog, keseimbangan hormon, reproduksi, perilaku berupa penolak, penarik, anti makan dan sistem pernafasan OPT(Hidayat, 2001). Secara evolusi tumbuhan telah mengembangkan bahan kimia yang merupakan bahan metabolit sekunder dan digunakan oleh tumbuhan sebagai alat pertahanan alami bioaktif. Lebih dari 2 400 jenis tumbuhan yang termasuk kedalam 235 famili dilaporkan mengandung bahan pestisida, oleh karena itu apabila tumbuhan tersebut dapat diolah menjadi bahan pestisida, maka masyarakat petani tersebut akan sangat terbantu dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada di sekitarnya. Ada 4 kelompok insektisida nabati yang telah lama dikenal yaitu: Golongan nikotin dan alkaloid lainnya, bekerja sebagai insektisida kontak, fumigan atau racun perut, terbatasnya pada serangga yang kecil dan bertubuh lunak. Piretrin, berasal dari Chrysanthemum cinerarifolium bekerja menyerang urat syaraf pusat, dicampur dengan minyak wijen, talk atau tanah lempung digunakan untuk lalat, minyak, kecoa, hama gudang dan hama penyerang daun. Rotenone dan rotenoid, berasal dari tanaman Derris sp dan bengkuang (Pachyrrzus eroses) aktif sebagai racun kontak dan racun perut untuk berbagai serangga hama, tapi bekerja sangat lambat. Azadirachta indica, bekerja sebagai antifeedant dan selektif untuk serangga pengisap sejenis wereng dan penggulung daun, baru terurai setelah satu minggu (Info Tek, 2008). 8 xiii
Senyawa bioaktif ini dapat dimanfaatkan seperti layaknya sintetik, perbedaannya bahan aktif pestisida nabati disintesa oleh tumbuhan dan jenisnya dapat lebih dari satu macam (campuran). Bagian tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji, kulit, batang dan sebagainya dapat digunakan dalam bentuk utuh, bubuk ataupun ekstrak (air atau senyawa pelarut organik). Bila senyawa (ekstrak) ini akan digunakan di alam, maka tidak boleh mengganggu kehidupan hewan lain yang bukan sasarannya (Hidayat, 2001). 2.3.2.1 Senyawa bioaktif asal tumbuhan. Secara kimiawi senyawa -senyawa bioaktif pada umumnya dapat diklasifikasikan sebagai (A) hidrokarbon, (B) asam-asam organik dan aldehid, (C) asam-asam aromatik, (D) lakton-lakton tidak jenuh sederhana, (E) kemarin, (F) kwinon, (G) Flavonoid, (H) Tanin, (I) Alkaloid, (J) Terpenoid dan steroid dan (K) Macam-macam senyawa lain dan senyawa-senyawa yang tidak dikenal. Senyawa-senyawa kimia baru secara terus-menerus diisolasi darin tumbuhan dan mikroorganisme dari hari ke hari. Swain (Putnam, 1985) akhir-akhir ini melaporkan bahwa lebih dari 10.000 produk berbobot molekul rendah dan sudah diisolasi dari tumbuhan tinggi dan jamur- jamuran. Ditambahkannya bahwa kemungkinan jumlah total mendekati 400.000 senyawa kimia. Beberapa dari senyawa-senyawa kimia ini atau analoginya dapat menjadi sumber baru senyawa kimia pertanian (agrochemicals) yang penting untuk masa yang akan datang (Putnam, 1985). 2.3.2.2 Tanaman yang dapat dijadikan pestisida nabati Adapun beberapa tanaman yang dapat dijadikan sebagai pestisida nabati yaitu: 1. Biji Jarak mengandung Reisin dan Alkaloit efektif untuk mengendalikan ulat dan hama penghisap (dalam bentuk larutan), juga efektif untuk mengendalikan nematoda/cacing (dalam bentuk serbuk). 2. Tembakau (Nicotiana tabacum) yang mengandung nikotin untuk insektisid kontak sebagai fumigan atau racun perut. Aplikasi untuk serangga kecil misalnya Aphids. 9 xiv
3. Piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang mengandung piretrin yang dapat digunakan sebagai insektisida sistemik yang menyerang urat syaraf pusat yang aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada serangga seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama gudang, dan lalat buah. 4. Tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang mengandung rotenone untuk insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan semprotan. 5. Neem tree atau mimba (Azadirachta indica) yang mengandung azadirachtin yang bekerjanya cukup selektif. Aplikasi racun ini terutama pada serangga penghisap seperti wereng dan serangga pengunyah seperti hama penggulung daun (Cnaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga efektif untuk menanggulangi serangan virus RSV, GSV dan Tungro. 6. Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) yang bijinya mengandung rotenoid yaitu pakhirizida yang dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida. 7. Jeringau (Acorus calamus) yang rimpangnya mengandung komponen utama asaron dan biasanya digunakan untuk racun serangga dan pembasasmi cendawan, serta hama gudang Callosobrocus (Issotyo, 2007). 8. Beberapa penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur dapat dikendalikan dengan lengkuas, kunyit, jahe dan kencur. 9. Daun mimba mengandung Azadirachtin, salanin, nimbinen dan meliantriol. Efektif mengendalikan ulat, hama penghisap, jamur, bakteri, nematoda. 10. Umbi gadung mengandung diosgenin, steroid saponin, alkohol dan fenol.Efektif untuk mengendalikan ulat dan hama penghisap. 2.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Pestisida 2.3.3.1 Pestisida Kimia Kekurangan Hama menjadi kebal (resisten) 10 xv
Peledakan hama baru (resurjensi) Penumpukan residu bahan kimia di dalam hasil panen Terbunuhnya musuh alami Pencemaran lingkungan (air dan tanah ) oleh residu bahan kimia Tidak ramah lingkungan Harganya mahal Matinya musuh alami hama tanaman Matinya organisme yang berguna Kelebihan Mudah di dapatkan di berbagai tempat Zatnya lebih cepat bereaksi pada tanaman yang di beri pestisida Kemasan lebih praktis Bersifat tahan lama untuk disimpan Daya racunnya tinggi ( langsung mematikan bagi serangga) 2.3.3.2 Pestisida Nabati dan Alami Kekurangan Cepat terurai dan daya kerjanya relatif lambat sehingga aplikasinya harus lebih sering Produksinya belum dapat dilakukan dalam jumlah besar karena keterbatasan bahan baku Kurang praktis Tidak tahan disimpan Daya racunnya rendah (tidak langsung mematikan bagi serangga) Cara kerjanya (efek mortalitasnya) lambat Harus disemprotkan secara berulang-ulang Kelebihan Repelan, yaitu menolak kehadiran serangga. Misal: dengan bau yang menyengat Antifidan, mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot Merusak perkembangan telur, larva, dan pupa Menghambat reproduksi serangga betina 11 xvi
Racun syaraf bagi hama Mengacaukan sistem hormone di dalam tubuh serangga Atraktan, pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga Mengendalikan pertumbuhan jamur/bakteri Dapat menyebabkan gangguan dalam proses metamorfosa dan gangguan makan (anti feedant) bagi serangga. 2.3.3.3 Pestisida Biologi atau Musuh Alami Musuh alami itu salah satu cara pengendalian yang cukup bagus diterapkan di Indonesia. Walaupun butuh waktu yang lama supaya gulma mati / terkendali, tetapi musuh alami termasuk pengendali yang ramah terhadap lingkungan. Secara alami tiap spesies memiliki musuh alami (predator, parasit, dan patogen) yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama tanaman. Peningkatan penggunaan pestisida hayati dengan bahan aktifnya jasad renik penyebab penyakit hama khususnya serangga akan mengurangi ketergantungan terhadap insektisida kimiawi. Kekurangan Kelebihan musuh alami dapat menimbulkan kerusakan lingkungan yang baru Dapat mempengaruhi keseimbangan ekosistem Kelebihan Merupakan pengendalian hama yang ramah lingkungan Tidak mengeluarkan biaya yang besar Tidak meninggalkan residu beracun pada hasil pertanian, dalam tanah maupun pada aliran air alami. Tidak menyebabkan fitotoksin (keracunan) pada tanaman 2.4 Metabolik Sekunder Metabolit sekunder adalah senyawa metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik atau berbeda-beda antara spesies yang satu dan lainnya. Setiap organisme biasanya menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang berbeda-beda, bahkan mungkin satu jenis senyawa metabolit sekunder hanya ditemukan pada satu spesies dalam suatu kingdom. Senyawa ini juga tidak selalu dihasilkan, tetapi hanya pada saat dibutuhkan saja atau pada fase-fase tertentu. Fungsi 12 xvii
13 metabolit sekunder adalah untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, misalnya untuk mengatasi hama dan penyakit, menarik polinator, dan sebagai molekul sinyal. Singkatnya, metabolit sekunder digunakan organisme untuk berinteraksi dengan lingkungannya. 2.4.1 Klasifikasi Senyawa metabolit sekunder diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama, yaitu: Terpenoid (Sebagian besar senyawa terpenoid mengandung karbon dan hidrogen serta disintesis melalui jalur metabolisme asam mevalonat.) Contohnya monoterpena, seskuiterepena, diterpena, triterpena, dan polimer terpena. Fenolik (Senyawa ini terbuat dari gula sederhana dan memiliki cincin benzena, hidrogen, dan oksigen dalam struktur kimianya.) Contohnya asam fenolat, kumarina, lignin, flavonoid, dan tanin. Senyawa yang mengandung nitrogen. Contohnya alkaloid dan glukosinolat. 2.4.2 Manfaat Sebagian besar tanaman penghasil senyawa metabolit sekunder memanfaatkan senyawa tersebut untuk mempertahankan diri dan berkompetisi dengan makhluk hidup lain di sekitarnya. Tanaman dapat menghasilkan metabolit sekunder (seperti: quinon, flavonoid, tanin, dll.) yang membuat tanaman lain tidak dapat tumbuh di sekitarnya. Hal ini disebut sebagai alelopati. Berbagai senyawa metabolit sekunder telah digunakan sebagai obat atau model untuk membuat obat baru, contohnya adalah aspirin yang dibuat berdasarkan asam salisilat yang secara alami terdapat pada tumbuhan tertentu. Manfaat lain dari metabolit sekunder adalah sebagai pestisida dan insektisida, contohnya adalah rotenon dan rotenoid. Beberapa metabolit sekunder lainnya yang telah digunakan dalam memproduksi sabun, parfum, minyak herbal, pewarna, permen karet, dan plastik alami adalah resin, antosianin, tanin, saponin, dan minyak volatil. 2.4.3 Beberapa Jenis Metabolik Sekunder Tabel 2.1 Beberapa contoh metabolic sekunder Kelas Contoh Senyawa Contoh Sumber Efek dan kegunaan SENYAWA MENGANDUNG NITROGEN
xviii
Alkaloid Nikotin, kokain, teobromin Tembakau, coklat Mempengaruhi neurotransmisi dan menghambat kerja enzim TERPENOID
Monoterpena Mentol, linalool Tumbuhan mint dan banyak tumbuhan lainnya Mempengaruhi neurotransmisi, menghambat transpor ion, anestetik Diterpena Gossypol Kapas Menghambat fosforilasi, toksik Triterpena, glikosida kardiak (jantung) Digitogenin Digitalis (Foxglove digitalis sp.) Stimulasi otot jantung, memengaruhi transpor ion Sterol spinasterol Bayam Mempengaruhi kerja hormon hewan FENOLIK
Asam fenolat Kafeat, klorogenat Semua tanaman Menyebabkan kerusakan oksidatif, timbulnya warna coklat pada buah dan wine. Tannins gallotanin, tanin terkondensasi oak, kacang- kacangan Mengikat protein, enzim, menghambat digesti, antioksidan. Lignin Lignin Semua tanaman darat Struktur, serat
14 xix
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pemanfaatan Pestisida Nabati Pestisida nabati sangat menguntungkan untuk dikembangkan karena dampak yang sangat minim ke lingkungan atau ramah lingkungan. Pestisida nabati dapat dibuat dengan peralatan yang sederhana dan tanaman yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati banyak terdapat di lingkungan sekitar. Jika dibandingkan dengan pestisida sintetik kimia yang banyak memberikan efek samping bagi lingkungan dan pemakai pestisida tersebut. Tanaman jarak pagar yang merupakan tanaman pagar dan biasa hidup di tepi jalan dan perkarangan dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati. Tanaman jarak pagar diketahui meningkatkan jumlah kematian kumbang bubuk jagung yang mengindikasikan adanya kandungan senyawa metabolik sekunder dalam ekstrak biji jarak tersebut. Menurut Lajis & Jaafar (1998), biji jarak mengandung senyawa alkaloid dan senyawa protein beracun yang disebut kursin yang bersifat insektisidal. Hal ini didukung oleh Hambali et al. (2006), yang menyatakan bahwa daging biji jarak pagar selain mengandung minyak juga mengandung senyawa- senyawa kimia seperti alkaloida, saponin, dan sejenis protein beracun yang disebut kursin. Metabolit sekunder yang merupakan senyawa metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik atau berbeda-beda antara spesies yang satu dan lainnya. Setiap organisme biasanya menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang berbeda-beda, dalam hal ini ekstrak biji jarak yang mengandung senyawa metabolic sekunder berupa racun yang dapat mempengaruhi hama tanaman berupa hama ulat dan cacing dengan meningkatkan mortalitas dari hama tersebut. 3.2 Cara Penggunaan Biji Jarak sebagai Pestisida 3.2.1 Penggunaan dalam bentuk Larutan Ditumbuk halus 1 kg biji jarak yang sudah dikupas kulit kerasnya,dan dipanaskan selama 10 menit dalam air 2 liter, ditambahkan 2 sendok makan minyak tanah dan 50 gr deterjen lalu diaduk. Disaring larutan hasil perendaman atau endapan, ditambahkan air kembali sebanyak 10 liter. 15 xx
Siap dipergunakan dengan cara disemprotkan ke tanaman. Efektif digunakan untuk hama tanaman ulat dan hama penghisap. 3.2.2 Penggunaan dalam bentuk Serbuk Pestisida nabati dibuat dari biji Jarak pagar (Jatropa curcas L) yang sudah agak tua (berwarna cokelat kehitaman). Biji tersebut dibersihkan dan dikeringkan lalu dihaluskan dengan cara ditumbuk hingga menjadi ekstrak. Ekstrak tersebut kemudian disaring atau diayak. Siap digunakan dengan cara menyebarkan serbuk di sekeliling tempat hama tanaman. Efektif digunakan untuk hama nematode/cacing. 3.3 Pengaruh Penggunaan Ekstrak Biji Jarak Terhadap Tanaman Biji jarak pagar yang diekstrak kemudian dijadikan sebagai pestisida nabati baik dalam bentuk larutan maupun bentuk serbuk yang diberikan terhadap tanaman untuk membasmi organisme pengganggu tanaman (OPT), memiliki kecenderungan tidak mempengaruhi tanaman. Dikarenakan senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak tersebut mudah didegradasi/terurai di alam, juga dalam konsentrasi yang relative kecil, sehingga tidak mempengaruhi tanaman itu sendiri melainkan hanya meyerang organisme pengganggu tanaman (OPT). 3.4 Segi Ekonomis Penggunaan Pestisida Nabati Jarak Pagar Petisida nabati yang berasal dari biji jarak memiliki beberapa keuntungan daintara lain adalah: Tanaman jarak mudah ditemukan di alam sekitar sehingga lebih mudah untuk penggunaan secara besar. Ekstrak biji jarak yang mengandung metabolic sekunder dapat membunuh hama tanaman berupa ulat, hama penghisap dan nematode/cacing. Pestisida nabati yang merupakan bahan alami dari tumbuhan tidak mencemari lingkungan (dampak minim). Tidak mengganggu tanaman karena ekstrak mudah terbiodegradasi di alam. Harga pestisida nabati lebih murah dan lebih mudah menggunakannya bagi para petani.
16 xxi
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Pestisida nabati merupakan salah satu cara yang baik dalam menanggulangi beberapa hama tanaman yang dapat mengganggu produktivitas suatu tanaman. Penggunaan biji jarak pagar sebagai pestisida nabati dapat meningkatkan daya guna tanaman tersebut. Pemanfaatan pestisida nabati secara berkelanjutan diharapkan dapat membantu petani yang kurang mampu dalam membeli pestisida sintetis dan dapat mengurangi pencemaran lingkungan akibat dari pemakaian pestisida sintetis kimia.
4.2 Saran Pestisida nabati perlu dikembangkan lebih lanjut lagi sebagai pengendali OPT (organisme penggangu tanaman) dengan beberapa keuntungan dibandingkan pestisida sintetis kimia berupa : a. relatif lebih ramah lingkungan b. tersedia dialam c. harganya murah d. mudah membuat dan aplikasinya Kemudian perlu dilakukannya pengujian terhadap tanaman-tanaman yang mempunyai fungsi sebgai pestisida nabati selain tanaman jarak pagar tersebu
17 xxii
DAFTAR PUSTAKA
Alam Syah, A.N, 2006. Yang Beracun, Yang Berfaeda. Hangtuah Digital Library. http://www.google.co.id diakses 5 Mei 2011 Anonim, 2006, Pengembangan dan Pemanfaatan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Bogor. Anonim, 2009. Pemanfaatan Pestisida Nabati pada Tanaman Sayuran. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi.pdf.doc diakses 5 mei 2011 Armes, N.J., D.R. Jadhav, dan P.A. Lonergan. 1995. Insecticide resistance in Helicoverpa (Hubner): status and prospects for its management in India. p. 522- 533. In Constable, G.A. dan N.W. Forrester (Eds.) Challenging the future: Proceedings of the World Cotton Conference I, Brisbane, Australia, February 14- 17 1994. CSIRO, Melbourne Ascherio A, Chen H, Weisskopf M.G, O'Reilly E, McCullough M.L, Calle E.E, Schwarzschild M.A, Thun M.J. 2006. Pesticide exposure and risk for Parkinson's disease". Annals of Neurology 60 (2): 197-203. Barbara A. C., Mary S. W. 2007. DDT and Breast Cancer in Young Women: New Data on the Significance of Age at Exposure. Environ. Health Perspect.. Endo,S. Sutrisno, I.M. Samudra, A. Nugraha, J. Soejitno, and T. Okada.1988. Insecticide Susceptibility of Spodoptera litura F. collected from three location in Indonesia. Seminar BORIF, 24 June 1988. 18 p. Gray, M. E. I995. Status of CES-IPM programs: results of a national IPM coordinators survey. Am. Entomol. 41: 136-138. Jacobsen, B. J. 1997. Role of plant pathology in integrated pest management. Annu. Rev. Phytopathol. 35: 373-391 Kogan, M 1998. Integrated Pest Management: Historical Perspectives and Contemporary Developments, Annual Review of Entomology Vol. 43: 243-270. Kogan, M. 1999. Integrated Pest Management: Constructive Criticism or Revisionism?. Phytoparasitica 27:2, 1999. Lawrence, D. 2007. Chinese develop taste for organic food: Higher cost no barrier to safer eating. Bloomberg News, International Herald Tribune. Miller, G.T. 2002. Living in the Environment (12th Ed.). Belmont: Wadsworth/Thomson Learning 18 xxiii
Miller, G.T. 2004. Sustaining the Earth, 6th edition. Thompson Learning, Inc. Pacific Grove, California. Chapter 9, Pages 211-216. Murphy, G. 2005. Resistance Management - Pesticide Rotation. Ontario Ministry of Agriculture, Food and Rural Affairs NobelPrize.org: The Nobel Prize in Physiology or Medicine 1948. Diakses Oktober, 2007 Natural Resources Defense Council. 1998. Health hazards of pesticides. McIsaac, G. 1994. Sustainability and sustainable agriculture: conceptual evolution, competing paradigms, and possible consensus. See Ref. 106, pp. 934 Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Pestisida Nabati.pdf Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai pengendali organisme pengganggu tanaman. diakses 24 April 2011 Pestisida kimia vs nabati, web page. diakses 5 mei 2011 www.pertaniansehat.or.id Pestisida Sintetis dan Bahayanya Bagi Kesehatan Manusia dan Lingkungan.okt.08 http://www.pertaniansehat.or.id/. diakses 5 mei 2011 Reynolds, J.D. 1997. International pesticide trade: Is there any hope for the effective regulation of controlled substances? Florida State University Journal of Land Use & Environmental Law, Volume 131. Rudhy,A. 2003. Jalan Pestisida Masuk. www.Angrek.info/indexl. diakses 5 Mei 2011 Schumutterer, H. 1995. The Neem Tree, Source of Unique Natural Product for Integrated Pest Management, Medicine Industrial Other Purpose. VCH Verlagsgesellschaft, Vanheim. Federal Republic of Germany. Page 9. Skribd.com. Ekstrak biji jarak Jatropha curcas L. Meningkatkan mortalitas kumbang jagung Sitophilus zeamais. www.scribd.com diakses 5 mei 2011 Sinaga, E. 2006. Jatropha curcas L. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tumbuhan UNHAS. Jakarta. http://iptek.apjii.or.id/artikel/ttg tanaman obat/jarak pagar. diakses 5 Mei 2011 Tengkano, W., Harnoto, M. Taufik, dan M. Iman. 1992. Dampak negatif insektisida terhadap musuh alami pengisap polong. Seminar Hasil Penelitian Pendukung Pengendalian Hama Terpadu. Kerjasama Program Nasional PHT, BAPPENAS dengan Faperta-IPB. 29 p. Willson, H.R . 1996. Pesticide Regulations. University of Minnesota Wikipedia Indonesia. Metabolik Sekunder http://id.wikipedia.org/wiki/ diakses 10 Mei 2011