Anda di halaman 1dari 4

SKLERODERMA

I.

PENDAHULUAN

Skleroderma berasal dari bahasa Yunani, scleros (keras) dan derma (kulit). Skleroderma, biasa
juga disebut sistemik sklerosis, adalah suatu penyakit autoimun kronis yang dapat mempengaruhi
sejumlah sistem tubuh. Pada pasien dengan skleroderma, sel-sel tertentu dalam tubuh
menghasilkan kolagen secara berlebihan. Kolagen merupakan suatu protein yang ditemukan
dalam jaringan ikat. Kelebihan kolagen akan disimpan di seluruh tubuh, menyebabkan
pengerasan pada kulit dan jaringan (fibrosis), merusak pembuluh darah, dan mempengaruhi
organ-organ dalam.8, 13
Skleroderma adalah penyakit yang cukup langka yang merupakan hasil dari respon sistem
kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh adalah suatu sistem kompleks dari organ, sel, dan
protein yang melindungi tubuh dari penyakit. Sistem kekebalan tubuh akan menyerang
organisme asing dalam tubuh, mengidentifikasi dan menghancurkan sel-sel yang abnormal, serta
membawa sel-sel yang rusak dan mati keluar dari tubuh. Pada penyakit autoimun seperti
skleroderma, sistem kekebalan tubuh akan menyerang sel-sel normal pada tubuh, menyebabkan
kerusakan dan peradangan.8
Kelebihan produksi kolagen, kerusakan pada pembuluh darah, dan terbentuknya antibodi yang
abnormal (autoantibodi), semuanya memainkan peranan yang penting dalam pengembangan
skleroderma. 8
II.

EPIDEMIOLOGI

Menurut Arthritis Foundation, skleroderma terjadi pada 100.000 hingga 165.000 orang di
Amerika Serikat. Penyakit ini lebih sering pada orang dewasa berusia 30 50 tahun. Penyakit ini
3 sampai 5 kali lebih sering pada wanita dibanding dengan pria. Tidak menutup kemungkinan,
Skleroderma juga dapat terjadi pada anak anak dan orang tua (yang lebih dari 50 tahun).
Penyebaran penyakit lebih sering terjadi pada wanita Amerika- Afrika, dibandingkan dengan
wanita kaukasia. Prevalensi tertinggi dari skleroderma terjadi pada masyarakat Choctaw
(penduduk asli di Oklahoma, Amerika). 8
III.

ETIOLOGI

Penyebab dari skleroderma tidak diketahui hingga saat ini. Dengan alasan yang masih belum
jelas, terjadi proses autoimun dimana sistem imun tubuh berbalik menyerang tubuh,
menyebabkan peradangan dan menyebabkan produksi kolagen yang berlebihan.10

Faktor faktor genetik dan lingkungan mungkin berperan dalam pengembangan penyakit ini.
Suatu antigen yang diwariskan, human leukocyte antigen (HLA) dihubungkan dengan
peningkatan risiko terjadinya skleroderma. Faktor risiko lain mencakup usia (biasanya 30-50
tahun), dan gender (lebih sering pada wanita). 8
Beberapa faktor yang diduga menjadi pemicu timbulnya skleroderma adalah:
1.

Aktivitas sistem imun dan peradangan yang abnormal

Skleroderma diyakini sebagai penyakit autoimun, yaitu sistem kekebalan tubuh seseorang
menyerang tubuhnya sendiri. Pada skleroderma, sistem kekebalan tubuh diperkirakan
merangsang sel-sel fibroblast untuk memproduksi kolagen secara berlebihan. 1,2
2.

Genetik

Meskipun faktor genetik tampaknya membuat beberapa orang berisiko terhadap penyakit
skleroderma, penyakit ini tidak diwariskan dari orangtua ke anaknya seperti penyakit genetik
pada umumnya. 2
3.

Lingkungan

Penelitian menunjukkan bahwa paparan terhadap beberapa faktor lingkungan dapat memicu
penyakit skleroderma pada orang yang secara genetik cenderung untuk mengalami skleroderma.
Faktor lingkungan yang diduga memicu termasuk paparan debu silica (pada tambang emas dan
batu bara), paparan dari bahan kimia tertentu (vinyl chloride, trichloroethylene, epoxy resin,
pestisida), dan obat tertentu (misalnya carbidopa, bleomycin). 1,8
4.

Hormon

Pada wanita yang melahirkan pada usia 30 sampai 55 tahun, mudah mengalami skleroderma
hingga 7 sampai 12 kali lebih tinggi dibanding pria. Hal ini menyebabkan para ilmuan menduga
adanya peranan hormonal berperan dalam terjadinya penyakit ini. Namun hingga saat ini, hal
tersebut masih dalam tahap penelitian.8
IV. PATOFISIOLOGI
Proses patofisiologi yang mendasari Skleroderma Lokalisata sama dengan proses yang
mendasari Skleroderma sistemik. Kerusakan sel endotel, peradangan, pelepasan sitokin yang
merangsang produksi kolagen oleh sel-sel fibroblast, dan ketidakseimbangan matriks
ekstraseluler nampak pada kulit. Penyebab dari terbatasnya distribusi lesi pada Skleroderma
lokalisata masih belum jelas, namun berdasarkan pola yang ada, diduga bahwa hal ini mungkin
disebabkan oleh perubahan mosaik genetik.1

Banyak penelitian yang telah menunjukkan peran patogenik dari transforming growth factor(TGF-). TGF- merangsang sel-sel fibroblast untuk meningkatkan jumlah produksi
glycosaminoglycans, fibronektin, dan kolagen; menurunkan penguraian matriks ekstraselular;
dan mengurangi kemungkinan fibroblast berapoptosis. TGF- ditemukan meningkat pada lesi
pasien skleroderma lokalisata seperti halnya pada kulit dan jaringan parut yang terbentuk pada
paru-paru penderita skleroderma sistemik. Kultur fibroblast yang diperoleh dari pasien
skleroderma sistemik maupun skleroderma lokalisata menunjukkan peningkatan jumlah
componen jaringan ikat, termasuk kolagen tipe 1 in vitro. Biopsi kulit menunjukkan peningkatan
produksi kolagen dalam kapasitas besar dan subpopulasi fibroblast dengan aktivasi kolagen tipe
1; fibroblast ini berlokasi dekat dengan sel inflamasi mononuclear yang menyatakan TGF-.
Biopsi dari lesi sclerotic juga menunjukkan isoform yang berbeda dari TGF-, misalnya tissue
metalloproteinase-3 (TIMP-3) dalam sub-populasi cultur fibroblast dari lesi localized
skleroderma. TGF- meningkatkan jumlah TIMP-3 dan TIMP-3 menghalangi penguraian
kolagen.1
Beberapa bukti menunjukkan bahwa respon fibrotik mungkin sebagian besar dibawa oleh
CD4+Sel T. Sel plasma dan histiosit mungkin dapat berkontribusi pada perangsangan dermal
fibroblast. Sel inflamasi yang ditemukan pada lesi skleroderma, yang terutama adalah Sel
Limfosit T, terutama Sel T helper. Ada juga didapatkan peningkatan produksi interlukin 2 (IL-2)
dan IL-4. Paling tidak, dalam bentuk sistemik dari skleroderma, faktor pertumbuhan jaringan ikat
(CTGF) juga telah diserang. Peran patogenik pada dermal dendrosit juga telah diajukan.
Keberadaan CD 34+ dan faktor XIIIa+ dendrosit pada dermis berhubungan dengan peradangan
aktif dan sclerosis pada localized skleroderma. Peran patogenik dari sel mast pada localized
skleroderma masih belum jelas diterangkan, tetapi sel mast mungkin merupakan komponen dari
kulit skleroderma, terutama pada tahap peradangan dan awal penyakit. Granula sel mast
mengandung mediator kimia dan enzim proteolitik yang dapat merangsang fibroblast dan bahkan
mengaktifkan sitokin profibrotik, misalnya TGF-; histamine juga dapat merangsang produksi
kolagen.1
V.

GEJALA KLINIS

Skleroderma dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian besar, yaitu skleroderma lokalisata, dan
skleroderma sistemik. Skleroderma Lokalisata (biasa disebut morphea) dapat dibedakan dari

skleroderma sistemik berdasarkan morfologi kutaneus dan secara klinis tidak mempunyai gejala
sistemik.

fathirphoto.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai