Anda di halaman 1dari 21

SCLERODERMA

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

Dosen Pembimbing:

Disusun Oleh :
Kelompok II
1. Cindy Pricilia (21120010)
2. Desi Sahlima Wati (21120011)
3. Devi Aprilia Pramesti (21120012)
4. Dewanti Suliandri (21120013)
5. Diah Anggraini (21120014)
6. Dian Indriani (21120015)
7. Fadila Anggraini (21120016)
8. Febri Ayu Ningsih (21120017)
9. Fina Winata (21120018)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I
Pendahuluan

A. Latar belakang
Skleroderma adalah penyakit yang cukup langka terjadi. Kata skleroderma berasal
dari bahasa Yunani yaitu sclero berarti keras dan derma berarti kulit. Skleroderma
merupakan penyakit kronis yang menyerang jaringan ikat, dan diklasifikasikan sebagai
salah satu penyakit rematik autoimun (Mort, 2010). Menurut Scleroderma Foundation,
scleroderma adalah sekelompok penyakit yang menyebabkan kulit dan organ internal
menjadi keras dan ketat.
Ada lebih dari lima ribu orang di Australia mengalami scleroderma sistemik.
Secara statistik, wanita tiga hingga empat kali lebih banyak terkena
penyakit skleroderma daripada pria. Skleroderma dapat berkembang dan ditemukan
dalam setiap kelompok umur dari bayi sampai orang tua, namun paling sering ditemui
pada usia antara 25-55 tahun (Mort, 2010).
Tanda dan gejala penyakit skleroderma berbeda-beda, kadang terlihat
dan mungkin juga tidak terlihat, tergantung bagian tubuh yang terkena dan tingkat
keparahannya. Pada beberapa kasus, skleroderma memberi dampak hanya pada kulit.
Akan tetapi, ada juga yang berdampak pada struktur luar kulit seperti pembuluh darah,
organ internal, dan saluran pencernaan. Salah satu tanda dan gejala yang ditemukan pada
penderita skleroderma adalah adanya sindroma CREST (Calcinosis, fenomena Raynaud,
disfungsi esofagus, sklerodaktili, dan telengiektasis) (Mort, 2010).
Akibat munculnya tanda dan gejala di atas menimbulkan beberapa permasalahan.
diantaranya impairment berupa adanya nyeri pada pada kedua tangan; adanya kekakuan
pada sendi wrist, interphalang medial dan distal sehingga menyebabkan terjadinya
keterbatasan lingkup gerak pada sendi wrist dan fingers; dan adanya penurunan kekuatan
otot telapak tangan dan otot-otot jari. Selain itu, terjadi keterbatasan saat pasien
melakukan aktifitas fungsional seperti menggenggam; bersalaman; dan mengangkat
barang, dan adanya keterbatasan saat beraktifitas dan bersosialisasi di lingkungan
keluarga dan masyarakat. Pada permasalahan tersebut, sebagai upaya penanganan
penyakit ini, selain pemberian obat-obatan, pemberian Tindakan intervensi fisioterapi
juga berperan penting untuk meminimalisir keluhan yang dialami penderita dan
mencegah terjadinya komplikasi dari penyakit tersebut. Modalitas fisioterapi yang
diberikan adalah micro wave diathermy yang digunakan untuk mengurangi nyeri,
menormalisasi tonus otot, meningkatkan perbaikan jaringan dan sebagai preeliminary
exercise. Serta modalitas terapi latihan yang bertujuan untuk mengurangi spasme dan
nyeri, meningkatkan kekuatan otot, dan meningkatkan lingkup gerak sendi. Terapi latihan
diantaranya berupa relaxed and forced passive exercise, free and resisted active exercise,
dan hold relax.
B. Rumusan Masalah

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui sumber ilmu pengetahuan bagi pembaca dan masyarakat umum
lainnya.
2. Tujuan khusus
Untuk mengetahui definisi, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, prenatal
laksanaan, serta asuhan keperawatan dari scleroderma.

D. Manfaat
Manfaat dari penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Penulis
Meningkatkan pengetahuan tentang penyakit skleroderma dan pemahaman dalam
melakukan proses fisioterapi pada kasus skleroderma.
2. Bagi Institusi
Sebagai referensi tambahan untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada
penyakit skleroderma.
3. Bagi Fisioterapis
Untuk mendapat metode terapi yang tepat dan bermanfaat dalam melakukan
penanganan pada penyakit skleroderma.
4. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang peran fisioterapi pada penyakit
skleroderma.
BAB II
Tinjauan Teori
A. Definisi
Scleroderma adalah suatu bentuk gangguan kulit akibat berkurangnya/rusaknya
jaringan penyangga kulit, terutama serat-serat kolagen. Kelainan ini bisa terjadi setempa
(localized scleroderma, atau “Morphea”), bisa pula menyeluruh sehingga menyerang
berbagai organ tubuh (systemic sclerosis). (Carpenito 2004).
Scleroderma adalah penyakit langka yang menyerang pertahanan tubuh yang
ditandai oleh fibrosis (atau pengerasan), perubahan pembuluh darah, dan autoantibody.
Scleroderma ialah pengentalan patologis dan pengerasan kulit yang mempengaruhi
sirkulasi pembuluh darah, jaringan penghubung dan organ dalam tubuh
Scleroderma adalah penyakit yang langka menyerang pertahanan tubuh. Terbagi
dua jenis Scleroderma yaitu Scleroderma systemic yang dapat mempengaruhi seluruh
bagian tubuh seperti kulit, pembuluh darah dan organ bagian dalam lainnya yang sering
disebut systemic sclerosis. Yang kedua Jenis localized hanya mempengaruhi kulit tetapi
tidak mempengaruhi harapan hidup seseorang. Scleroderma systemic menyebabkan
fibrosis yaitu perusakan jaringan,terbentuk dikulit maupun organ-organ bagian dalam
lainnya. Fibrosis akan mengubah kulit atau organ lainnya mengeras. Sampai saat ini
belum ada obat maupun perawatan yang telah terbukti menyembuhkan Scleroderma.
B. Etiologi
penyebab skleroderma tidak diketahui, tetapi ada beberapa keadaan yang mungkin
merupakan penyebab. keadaan tersebut meliputi:
1. Pajanan sistemik debu silika atau polivinil klorida
2. Preparat anti kanker, seperti bleomisin (blenoxane) Atau preparat analgetik non
narkotik, seperti pentazosin(talwin)
3. Fibrosis akibat sistem imun yang abnormal
4. Penyebab vaskuler yang melatari disertai perubahan jaringan yang dimulai dengan
perfusi persisten (Kowalak, Welsh & Mayer, 2011)
C. Anatomi Fisiologi

1. Patologi Kulit
Fibrosis pada kulit dan organ lainnya, termasuk pembuluh darah,
merupakangambaran patologis yang paling sering ditemukan pada sklerosis
sistemik. Peningkatanmatriks ekstraselular pada dermis, terutapa kolagen tipe I
dan III, yang disertai penipisan epidermis dan hilangnya rete pegs merupakan
gambaran patologis yang khas pada skleroderma. Hal ini meyebabkan
penegangan kulit yang khas pada skleroderma. Pada stadium awal, tampak
infiltrasi sel radang mononuklear di dalam dermis, terutama limfosist T dan Mast
sel. Sel-sel ini banyak ditemukan mengelilingi pembuluh darah dermis.
Padastadium akhir (fase atrofik), kulit relative a selular.
Lesi Vaskuler pada kulit menunjukkan gambaran yang sama dengan lesi pada
organlainnya. Tunika intima arteri dan arteriola tampak berproliferasi sehingga
lumennya menjadi sempit. Dengan teknik nailfold capilaroscopy, akan tampak
kerusakan dan hilangnya kapileryang makan lama makin banyak. Pada pembuluh
darah besar, akan tampak hiperplasi tunikaintima, sehingga lumennya menyempit
dan akhirnya berobliterasi.

2. Patologi Paru-paru
Pada paru-paru, dapat ditemukan 2 gambaran patologik, yaitu fibrosis paru
dankelainan vaskuler. Walaupun kedua keadaan ini sering bersamaan, tetapi pada
wanita dengan scleroderma yang terbatas sering hanya didapatkan kelainan
pembuluh darah paru, yaitupenebalan tunika media, sehingga terjadi penyempitan
lumen dan timbul hipertensi pulmonalyang dapat berakhir sebagai gagal jantung
kanan.
3. Patologi Jantung
Sklerosis sistemik dapat menyerang perikardium dan miokardium. Kelainan
padaperikardium ditandai oleh fibrosis dan penebalan perikardium parietal dan
viseral yangakhirnya dapat berkembang menjadi perikarditis konstruktif. Pada
miokardium, tammpak proliferasi intima dan penyempitan pembuluh darah
koroner. Di sekeliling pembuluh darahkoroner, ditemukan banyak jaringan
fibrosa. Akhirnya dapat timbul vasospasme dan infark miokard.

4. Patologi Saluran Cerna


Pada saluran cerna, lesi terbanyak terdapat pada esofagus, walaupun gaster, usus
halusproksimal dan kolon juga dapat terserang. Secara histologis, tampak
gambaran fibrosis padatunika propria dan submukosa, serta peningkatan sel
radang pada tunika muskularis. Akibatfibrosis, peristaltis usus akan berkurang.
Selain itu atrofi lapisan otot dan berkurangnyaperistaltis akan menimbulkan
divertikel di kolon dengan mulut yang lebar.

5. Patologi Ginjal
Akan tampak lesi arteriol yang berupa proliferasi intima, penipisan tunika media
danreduplikasi lamina elastika. Membaran basal glomeruli mengalami duplikasi,
tetapi tidak adatanda-tanda glomerulonefritis. Gambaran sklerotik pada glomeruli
mmerupakan tanda khasinfark kortek ginjal dan stradium akhir skleroderma. Pada
sklerosis sitemik yang disertaikelainan ginjal, sering didapatkan hemolisis
mikroangiopatik akibat kerusakan fisis eritrosit yangberedar pada gangguan
sirkulasi renal yang berat.

6. Patologi Sistem Muskoloskletal


Pada otot rangka, akan tampak jaringan fibrosis perivaskular yang
menyebabkanpenurunan kekuatan otot dan peingkatan ringan enzim otot dalam
serum. Selain itu dapat jugaterjadi kelainan seperti tampak pada poli dan
dermatomiositis, yaitu infiltrasi limfositik perivaskular, nekrosis, degenerasi dan
regenerasi jaringan otot. Secara klinis akan tampak kelemahan otot proksimal dan
peningkatan enzim otot serum yang bermakna. Pada tendon akantampak deposisi
fibrin dalam sarung tendon, sehingga gerak tendon terbatas dan akhirnya
dapattimbul kontraktur fleksi, teutama pada jari-jari.D.

D. Patofisiologi
Patofisiologi scleroderma dapat terjadi melalui 3 mekanisme yaitu: proses vaskulopati,
aktivasi respon imun seluler dan humural, serta progresivitas fibrosis organ multiple
1. Vaskulopati
Terjadi fenomena Raynaund sebagai manifestasi awal penyakit yang ditandai
denganperubahan respon aliran darah pada suhu dingin. Perubahan ini awalnya bersifat
reversible,terjadi sebagai akibat dari penurunan sistim syaraf otonom dan perifer karena
berkurangnyaproduksi neuropeptida seperti calcitonin gen-related peptide dari aferen
saraf sensoris, danpeningkatan sensitivitas reseptor alpha 2-adrenergik pada sel otot polos
vaskuler.

Fenomena Raynaud adalah perubahan warna yang episodik (palor, sianosis, eritem)yang
dicetuskan oleh lingkungan yang dingin atau stres emosional. Perubahan spesifik
umumnya terjadi pada jari tangan, dapat juga terjadi pada jari kaki, daun telinga, lidah
danhidung. Pada fase palor dan sianosis pasien akan merasa nyeri sedangkan pada fase
hiperemispasien biasanya akan merasa terbakar. Fenomena Raynaud pada slerosis
sistemik dapat dijumpai sebanyak 95%.

Vaskulopati (gangguan vaskuler) mempengaruhi pembuluh darah kapiler,


arteriole,bahkan pembuluh darah besar pada berbagai organ. Sel miointimal yang
menyerupai sel ototpolos mengalami proliferasi (fase sel saat mengalami pengulangan
siklus sel), membran basal menebal, reduplikasi, serta terjadi perkembangan fibrosis
adventitia (mempengaruhi hipoksia). Angiogrom tangan dan ginjal pasien Skleroderma
stadium lanjut menunjukkanhilangnya gambaran vaskuler.

Kerusakan endotel menyebabkan agregasi trombosit, pelepasan


vasokonstriktor(tromboksan) dan platelete derived growth factor (PDGF). Kerusakan
vaskuler ini kemudiandiikuti dengan gangguan fibrinolisis. Stress oksidatif akibat
iskemia (penyumbatan pembuluh darah) berhubungan dengan terbentuknya radikal bebas
yang selanjutnya akanmenyebabkan kerusakan endotel lebih lanjut melalui peroksidasi
lipid membran. Sebaliknya,proses revaskularisasi yang seharusnya dapat
mempertahankan aliran darah pada jaringanyang iskemik tampaknya tidak terjadi pada
kasus Skleroderma. Pada pasien Skleroderma, jumlah progenitor(sel yang spesifik, sel
pada tahap diantra sel induk dan sel fungsionalyang matang) sel CD34+ dan CD133+ dari
sumsum tulang yang beredar dalam sirkuklasi jumlahnya menurun. Penelitian in vitro
menunjukan diferensiasinya menjadi sel endotelmature terganggu. Oleh karena itu
vaskulopati obliteratif substansi yang telah rusak) dan kegagalan perbaikan pembuluh
darah adalah pertanda dari Skleroderma.
ECM = Extracelular matrix contohnya kolagen, elastin, proteoglikan.

2. Autoimunitas Seluler dan Humoral


Pada stadium dini penyakit, sel T dan monosit/makrofag yang teraktifasi
akanterakumulasi di dalam lesi di kulit, paru dan organ lain yang terkena. Sel T
yangmenginfiltrasi, mengekspresikan penanda aktivasi seperti CD3, CD4, CD45
dan HLA-DRserta menampakkan restriksi reseptor yang mengindikasikan
ekspansi oligoclonal sebagairespon terhadap antigen yang tidak diketahui. Sel T
CD4+ yang bersirkulasi jugameningkatkan reseptor kemokin dan
mengekspresikan molekul adhesi alpha 1 integrin yang berfungsi meningkatkan
kemampuan untuk mengikat endotel dan fibroblast.
Sel endotel mengekspresikan ICAM-1 dan molekul adhesi lain yang
memfasilitasidiapedesis leukosit. Makrofag dan sel T yang teraktivasi
menunjukkan respon, Th2terpolarisasi dan mensekresi Interlukin (IL) 4 dan IL 13.
Kedua sitokin Th2 ini dapatmenginduksi TGF-beta yang merupakan modulator
regulasi imun dan akumulasi matriks.TGF-beta dapat menginduksi produksi
dirinya sendiri serta sitokin lain karena mempunyai aktifitas autokrin/parakrin
untuk mengaktifasi fibroblast dan sel efektor lain
Penelitian DNA mengenai ekspresi sel T CD8+ pada lavase cairan
bronchialmenunjukkan pola ekspresi gen Th2 terktivasi yang dicirikan dengan
peningkatan kadar IL-4dan IL-13 serta penurunan produksi interferon gamma
(IFN-gamma). Sitokin Th2 merangsangsintesis kolagen dan respon profibrosis
lain. IFN-gamma menghambat sintesis kolagen dan memblok aktivasi fibroblast
yang dimediasi sitokin.Autoantibodi yang bersirkulasi terdeteksi pada pasien
skleroderma.
Autoantibodi inispesifisitasnya tinggi terhadap scleroderma. Kadar autoantibodi
berhubungan dengankeparahan penyakit, dan titernya berfluktuasi sesuai aktifitas
penyakit. Autoantibodi spesifik Skleroderma adalah antinuklear dan menyerang
langsung protein mitosis sepertitopoisomerase I dan RNA polymerase.
Autoantibodi lain langsung menyerang antigenpermukaan atau protein yang
disekresi. Autoantibodi Topoisomerase I pada Sklerodermadapat secara langsung
mengikat fibroblast demikian juga autoantibodi terhadap fibroblast, selendotel,
fibrillin-1 serta enzim matriks metalloproteinase. Beberapa autoantibodi ini
mungkinmempunyai peran patogenik langsung sebagai mediator kerusakan
jaringan.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa sel B berperan baik dalam autoimunitas
danfibrosis pada scleroderma. Selain menghasilkan antibodi, Sel B dpat berperan
sebagai antigenpresenting cell (APC), menghasilkan sitokin seperti IL-6 dan
TGF-beta, serta memodulasifungsi sel T dan sel dendritik. Sel B pada pasien
skleroderma menunjukkan abormalitas intrinsik dengan peningkatan ekspresi
reseptor sel B CD19, ekspansi sel B naif dan menurunkan jumlah sel B memori
serta sel plasma.

3. Komponen Seluler dan Molekuler Fibrosis


Fibrosis yang terjadi pada berbagai organ adalah penanda utama Skleroderma
yangmembedakan Skleroderma dengan penyakit jaringan ikat lain. Fibrosis
merupakankonsekuensi dari autoimunitas dan kerusakan vaskuler. Proses ini
ditandai dengan penggantian tekstur jaringan normal dengan jaringan ikat aseluler
yang progresif yang menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas
scleroderma.
Fibroblast dan sel mesenkim normalnya bertanggungjawab terhadap
integritasfungsional dan struktural jaringan ikat parenkim organ.
Ketika Fibroblast diaktivasi olehTGF-beta dan sitokin lain, fibroblast mengalami
proliferasi, migrasi, relaborasi dengankolagen dan matriks makromolekul lain,
mensekresi growth factor dan sitokin, mengekspresireseptor permukaan untuk
sitokin-sitokin tersebut dan berdiferensiasi menjadi miofibroblast (sel yang
mnegalami perubahan).Respon fibroblast ini memfasilitasi perbaikan cedera
jaringan yang efektif. Pada kondisi fisiologis, program perbaikan fibroblast akan
berhentidengan sendirinya setelah penyembuhan terjadi.
Pada respon fibrosis yang patologis, aktivasi fibroblast terjadi secara terus-
menerusdan berkembang semakin besar dan menjadikan perubahan matriks dan
pembentukan jaringan parut. Aktivasi fibroblast yang berlebihan ini serta
akumulasi matriks adalah perubahanpatologis utama yang mendasari terjadinya
fibrosis pada scleroderma.
Selain aktivasi fibroblast jaringan ikat lokal, sel progenitor mesenkimal dari
sumsum tulang yang beredar juga berperan dalam fibrogenesis. Sel mononuklear
yang mengekspresikan CD14 dan CD34 berdiferensiasi memproduksi
kolagenalpha-smoothmuscle actin-positive fibrocytes pada penelitian in vitro.
Proses ini diperkuat oleh TGF-beta.

Faktor-faktor yang meregulasi produksi progenitor sel mesenkim di sumsum


tulang,perjalananannya dari dalam sirkulasi ke tempat lesi, dan meningkatnya
diferensiasinyamenjadi matriks adesif dan fibrosit yang kontraktil belum
sepenuhnya diketahui. Transisi selepitel menjadi sel mesenkim adalah proses
yang terjadi dalam berkembangnya fibrosis diparu dan ginjal serta organ lain.

Fibroblast dapat berdiferensiasi menjadi miofibroblast yang mirip otot polos. Baik
proses transisi epitel dan diferensiasi miofibroblast dimediasi oleh TGF-beta.
Miofibroblastbertahan di dalam jaringan terjadi karena adanya resistensi terhadap
apoptosis (kematiansel). Miofibroblast berkontribusi terhadap pembentukan skar
(luka) melalui kemampuannyadalam memproduksi kolagen dan TGF-beta,
memperbesar kekuatan kontraktil pada matriksdi sekitar dan mengubahnya
menjadi skar yang rapat.
Dari fibroblast pasien scleroderma, ditemukan peningkatan kecepatan transkripsi
genkolagen tipe I. Didapatkan juga peningkatan sintesis berbagai molekul matriks
ekstraseluler,ekspresi reseptor kemokin dan molekul adhesi permukaan, sekresi
PDGF, resitensi tehadapyang tidak benar melalui Smad3 phosphorylationdan
kegagalan loop umpan balik negativeSmad-7 tamapak pada Skleroderma. Protein
koaktivator inti p300 memfasilitasi transkripsiyang dimediasi Smad dan
merupakan lokus yang penting dalam integrasi sinyal ekstraseluleryang
memodulasi fungsi fibroblast. Abnormalitas ekspresi, fungsi dan interaksi antara
Smad,p300 dan protein seluler lain mempengaruhi meneta dan progresifitas
proses fibrogenik scleroderma dengan cara memodulasi transkripsi gen.

E. Pathway

F. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala skleroderma yang meliputi :
1. penebalan kulit yang sering hanya terbatas pada ekstremitas distal dan wajah Kendati
dapat pula mengenai organ-organ interna ( Klorosis sistemik terbatas)
2. sindrom CREST ( subtipe benigna Cleo sistem terbatas) yang terdiri atas as:
calcinosis (kalsinosis), Raynaud’s phenomenon (fenomena Raynaud), Esophageal
dysfunction (gangguan faal esophagus), sklerodaktili, dan telangiektasia
3. Penebalan kulit yang menyeluruh dan organ internal yang turut terkena(kloderma
sistemik difusa)
4. perubahan kulit disertai bercak bercak yang memiliki gambaran mirip tetesan air mata
yang dikenal sebagai morfea (skeloderma lokalisata)
5. Kita penebalan kulit pada wajah atau ekstremitas yang menyebabkan kerusakan berat
pada jaringan dibawahnya sehingga menyebabkan atrofi dan formalitas ( skleloderma
linear)

G. Penatalaksanaan
1. Medis
Tidak ada obat yang menghentikan perkembangan Screderma. Tetapi obat hanya
dapat meredakan beberapa gejala dan mengurangi kerusakan organ atau dapat
membantu mencegah komplikasi. Gaya hidup dan perubahan pola makan bisa
membuat hidup dengan penyakit ini lebih mudah.
Obat-obatan yang dimaksud seperti:
a. Obat anti peradangan non streroid atau kadang-kadang kortikosteroid,
membantu meredakan nyeri otot dan sendi yang berat dan kelemahan
b. Efek Penisilamin akan memperlambat penebalan kulit dan bisa
menghambat keterlibatan organ dalam, tetapi beberapa penderita tidak
dapat mengatasi samping obat-obatan ini
c. Obat imunosupresan (penekan kekebalan) seperti meotreksat, bisa
membantu beberapa penderita.
d. Heart burn bisa diredakan dengan makan dalam porsi kecil, minum
antasida dan obat anti histamin yang menghambat produksi asam
lambung. Tidur dengan posisi kepala yang lebih tinggi sering membantu.
Pembedahan kadang-kadang dapat mengatasi masalah repluks asam
lambung yang berat.
e. Tetracycline atau antibiotik lainnya dapat membantu mencegah gangguan
penyerapan di usus yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri berlebih
pada usus yang rusak
f. Nifedipine dapat meredakan gejala dari fenomena raynaud, tapi juga bisa
meningkatkan refluks asam
g. Obat anti tekanan darah tinggi, terutama penghambat enzim pengubah
angiotensin (ACE inhibitor), berguna untuk mengobati penyakit ginjal dan
tekanan darah tinggi
● 2. Non medis
a. Fisioterapi
Fisioterapi merupakan hal yang tak boleh dilupakan pada penatalaksanaan
screroderma. Latihan range of motion aktif/pasif, pemanasan. Keduanya
bermanfaat untuk memperbaiki peredaran darah dan kontraktor yang disebabkan
oleh fibrosis pada sendi dan kulit. Pencegahan vasokonstriksi karena dingin dan
usaha mempertahankan pembuluh darah dalam keadaan sedikit vasodilatasi
dilakukan misalnya dengan melindungi tubuh terhadap dingin dan melindungi
tubuh terhadap dingin dan melakukan latihan jasmani bertahap
b. Terapi fisik dan latihan olah raga dapt membantu mempertahankan kekuatan otot,
tapi tidak dapat secara keseluruhan mencegah sendi yang terfiksasi pada posisi
fleksi

H. Komplikasi
Komplikasi scleroderma meliputi:
a. Gangguan sirkulasi akibat penebalan abnormal tunika intima arteri yang
mungkin menyebabkan ulserasi dengan kesembuhan lambat pada ujung jari-
jari tangan ataukaki sehingga terjadi gangren.
b. Penurunan asupan makanan dan penurunan berat badan akibat gejala GI.
c. Aritmia dan dyspnea akibat fibrosis jantung dan pulmoner; hipertensi
malignan akibat ginjal ikut terkena yang dinamakan krisis renal (dapat berakibat fatal
jika keadaan initidak diobati dengan benar; penyakit terminal). (Kowalak, Welsh, &
Mayer, 2011)

I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah autoantibodi antitopo-I (Scl 70)
danantisentromer, karena memiliki spesifisitas yang baik pada sklerosis sistemik. Selain
itu evaluasi terhadap berbagai organ yang mungkin terkena juga harus dilakukan. Bila
keadaanmeragukan dapat dilakukan biopsi kulit.Gambar 9. (C.) Infiltrasi limfosit
disekitar pembuluh darah paa specimen kulit pasienscleroderma. (D) Deposisi matriks
kolagen yang melewati dermis dan meluas ke jaringan lemak subkutan. (E) Penebalan
tunika intima dan media arteri interlobar dari biopsi ginjal pasienskleroderma.Terdapat
beberapa tes laboratorium yang dapat digunakan untuk mengkonfirmasidiagnosis atau
mengevaluasi keparahan organ-organ tertentu yang dicurigai terkena. Tes-
teslaboratorium yang dapat dilakukan antara lain:
1. Blood test-Sejumlah tes darah dapat menunjuk kea rah scleroderma, pemeriksaan
yangdapat dilakukan antara lain :
● Rheumatoid factor (Rematoid factor)
● Erythrocyte sedimentation rate (Laju sedimentasi eritrosit)
● Antinuclear antibody (Antinuklear Antibodi)
● Scleroderma antibody (Skleroderma Antibodi)
● Anticentromere antibody (Anticentromere Antibodi)
2. Imaging Test- Tes ini dapat memvisualisasikan organ-organ internal untuk
melihatbagaimana penyakit tersebut dapat mempengaruhi organ. Pada area
tertentu dapatdilakukan pemeriksaan menggunkan imaging-test yang dapat dipilih
berdasarkan gejalayang ditimbulkan. Yang termasuk dalam imaging test antara
lain :
● Sinar-X :tes yang menggunakan radiasi untuk mengambil gambar dari
struktur didalam tubuh.
● CT Scan :tipe dari x-ray yang menggunakan komputer untuk membuat
gambardari struktur di dalam tubuh.
● MRI Scan :tes yang menggunakan gelombang magnetik untuk membuat
gambardari struktur di dalam tubuh.
● Nailfold capillaroscopy : tes ini memungkinkan kita melihat gambaran
darinailfold yang diperbesar untuk memeriksa kapiler.3.
● Skin Biopsi : Sebuah sampel kecil dari kulit bisa dihapus dan diperiksa di
laboratoriumuntuk karakteristik tertentu yang menunjukkan skleroderma
J. Asuhan Keperawatan

Daftar Isi
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang

Anda mungkin juga menyukai