BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
dengan skleritis anterior dan 6% adalah skleritis posterior. Dari data internasional,
tidak ada distribusi geografis yang pasti mengenai insiden skleritis. Pada 15%
primer skleritis itu sendiri dan penyakit sistemik yang menyertai. Rasio antara
perempuan dan laki-laki adalah 1,6:1. Berdasarkan umur skleritis biasanya terjadi
pada usia 11-87 tahun, dan rata-rata orang yang menderita skleritia adalah usia 52
tahun.2
tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Oleh karena itu perlu diagnosis yang
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sklera
Sklera yang juga dikenal sebagai bagian putih bola mata, merupakan kelanjutan
dari kornea. Sklera berwarna putih buram dan tidak tembus cahaya, kecuali di
bagian depan bersifat transparan yang disebut kornea. Sklera merupakan dinding
bola mata yang paling keras dengan jaringan pengikat yang tebal, yang tersusun
oleh serat kolagen, jaringan fibrosa dan proteoglikan dengan berbagai ukuran. Pada
anak-anak, sklera lebih tipis dan menunjukkan sejumlah pigmen, yang tampak
sebagai warna biru. Sedangkan pada dewasa karena terdapatnya deposit lemak,
pada kanalis optikus yang berlanjut dengan dura. Enam otot ekstraokular
2
3
mempunyai dua cabang, yang pertama pada permukaan dimana pembuluh darah
tersusun melingkar, dan yang satunya lagi yang lebih di dalam, terdapat pembuluh
Sklera membentuk 5/6 bagian dari pembungkus jaringan pengikat pada bola
mata posterior. Sklera kemudian dilanjutkan oleh duramater dan kornea, untuk
menentukan bentuk bola mata, penahan terhadap tekanan dari luar dan
oleh banyak saraf dan pembuluh darah yang melewati foramen skleralis posterior.
Pada cakram optikus, 2/3 bagian sklera berlanjut menjadi sarung dural, sedangkan
1/3 lainnya berlanjut dengan beberapa jaringan koroidalis yang membentuk suatu
penampang yakni lamina kribrosa yang melewati nervus optikus yang keluar
melalui serat optikus atau fasikulus. Kedalaman sklera bervariasi mulai dari 1
mm pada kutub posterior hingga 0,3 mm pada penyisipan muskulus rektus atau
akuator.3,4
nervus optikus. Pada foramen ini terdapat lamina kribosa yang terdiri dari
untukmenuju ke otak.
Secara histologis, sklera terdiri dari banyak pita padat yang sejajar dan
tebal 10-16 m dan lebar 100-140 m, yakni episklera, stroma, lamina fuska dan
Pendukung dasar dari sklera adalah adanya aktifitas sklera yang rendah dan
vaskularisasi yang baik pada sklera dan koroid. Hidrasi yang terlalu tinggi pada
sclera menyebabkan kekeruhan pada jaringan sklera. Jaringan kolagen sklera dan
perbandingan yang normal sehingga terjadi hubungan antara bola mata dan
episklera.3
2.2. Skleritis
2.2.1 Definisi
oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan
adanya vaskulitis.1
2.2.2 Epidemiologi
Penyakit ini dapat terjadi unilateral atau bilateral, dengan onset perlahan atau
Wanita lebih banyak terkena daripada pria dengan perbandingan 1,6 : 1. Insiden
skleritis terutama terjadi antara 11-87 tahun, dengan usia rata-rata 52 tahun.2
2.2.3 Etiologi
imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan tipe III
(kompleks imun) dan disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus, mungkin
terjadi invasi mikroba langsung, dan pada sejumlah kasus proses imunologisnya
Vogt-Koyanagi-Harada (jarang).
Tidak diketahui
2.2.4 Patofisiologi
Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang meliputi sel
Inflamasi dari sklera bisa berkembang menjadi iskemia dan nekrosis yang akan
sistemik dan penyakit kolagen pada vaskular. Disregulasi pada penyakit auto imun
secara umum merupakan faktor predisposisi dari skleritis. Proses inflamasi bisa
hipersensitivitas tipe IV). Interaksi tersebut adalah bagian dari sistem imun aktif
pada pembuluh di episklera dan sklera yang 7 menyebabkan perforasi kapiler dan
2.2.5 Klasifikasi
Episkleritis
a) Simple
muncul berupa rasa tidak nyaman pada mata, disertai berbagai derajat
b) Nodular
Skleritis Anterior
sebesar 40% dan skleritis anterior nodular terjadi sekitar 45% setiap
kebanyakan jinak dimana tipe nodular lebih nyeri. Tipe nekrotik lebih
a. Difus
b. Nodular
c. Necrotizing
Skleritis Posterior
2.2.6 Diagnosis
Anamnsis
11
pada tubuh. Gejala-gejala dapat meliputi rasa nyeri, mata berair, fotofobia,
mata merah. Nyeri adalah gejala yang paling sering dan merupakan
Karakteristik nyeri pada skleritis yaitu nyeri terasa berat, nyeri tajam
penggunaan obat analgetik. Mata berair atau fotofobia pada skleritis tanpa
yang abnormal.2
12
Penyakit infeksi
1) Daylight
sklera dan translusen juga dapat muncul dan juga terlihat uvea
yang gelap. Area hitam, abu-abu dan coklat yang dikelilingi oleh
episklera. Pada tepi anterior dan posterior cahaya slit lamp bergeser
episklera.2
tampilan vaskular yang baru dan juga area yang avaskular total.
14
Selain itu perlu pemeriksaan secara umum pada mata meliputi otot
Pemeriksaan Laboratorium
pemeriksaan fisik dapat ditentukan tes yang cocok untuk memastikan atau
PEMERIKSAAN RADIOLOGI.2,3,7
Foto thorax
15
Skin Test
Tes usapan dan kultur
PCR
Histopatologi
Konjunctivitis alergika
Episkleritis
16
Gout
Herpes zoster
Rosasea okular
Karsinoma sel skuamosa pada konjunctiva
Karsinoma sel skuamosa pada palpebra
Uveitis anterior nongranulomatosa
2.2.8 Penatalaksanaan
obat anti inflamasi non-steroid sistemik. Obat pilihan adalah indometasin 100 mg
perhari atau ibuprofen 300 mg perhari. Pada sebagian besar kasus, nyeri cepat
mereda diikuti oleh pengurangan peradangan. Apabila tidak timbul respon dalam
1-2 minggu atau segera setelah tampak penyumbatan vaskular harus segera
dimulai terapi steroid sistemik dosis tinggi. Steroid ini biasanya diberikan peroral
setiap minggu.1
bermanfaat apabila terdapat banyak kompleks imun dalam darah. Tetapi steroid
topikal saja tidak bermanfaat tetapi dapat dapat menjadi terapi tambahan untuk
terapi sistemik. Apabila dapat diidentifikasi adanya infeksi, harus diberikan terapi
spesifik. Peran terapi steroid sistemik kemudian akan ditentukan oleh sifat proses
17
atau kornea. Tindakan ini kemungkinan besar diperlukan apabila terjadi kerusakan
hebat akibat invasi langsung mikroba, atau pada granulomatosis Wegener atau
poliarteritis nodosa yang disertai penyulit perforasi kornea. Penipisan sklera pada
kecuali apabila juga terdapat galukoma atau terjadi trauma langsung terutama
pada usaha mengambil sediaan biopsi. Tandur sklera pernah digunakan sebagai
tindakan profilaktik dalam terapi skleritis, tetapi tandur semacam itu tidak jarang
diberikan pada stadium paling dini penyakit. Karena pada stadium ini jarang
timbul gejala, sebagian besar kasus tidak diobati sampai timbul penyulit. 1
2.2.9 Komplikasi
vaskularisasi dalam dengan atau tanpa pengaruh kornea. Uveitis adalah tanda
buruk karena sering tidak berespon terhadap terapi. Kelainan ini sering disertai
oleh penurunan penglihatan akibat edema makula. Dapat terjadi galukoma sudut
terbuka dan tertutup. Juga dapat terjadi glaukom akibat steroid. 1,8
18
uveitis atau keratitis sklerotikan. Pada skleritis akibat terjadinya nekrosis sklera
atau skleromalasia maka dapat terjadi perforasi pada sklera. Penyulit pada kornea
dapat dalam bentuk keratitis sklerotikan, dimana terjadi kekeruhan kornea akibat
terletak dekat skleritis yang sedang meradang. Hal ini terjadi akibat gangguan
berupa menjadi jernihnya kornea yang dimulai dari bagian sentral. Sering bagian
2.2.10 Prognosis
spondiloartropati atau pada SLE biasanya relatif jinak dan sembuh sendiri dimana
termasuk tipe skleritis difus atau skleritis nodular tanpa komplikasi pada mata
Skleritis pada penyakit Wagener adalah penyakit berat yang dapat menyebabkan
buta permanen dimana termasuk tipe skleritis nekrotik dengan komplikasi pada
mata.
Skleritis pada rematoid artritis atau polikondritis adalah tipe skleritis difus,
nodular atau nekrotik dengan atau tanpa komplikasi pada mata. Skleritis pada
penyakit sistemik selalu lebih jinak daripada skleritis dengan penyakit infeksi atau
autoimun. Pada kasus skleritis idiopatik dapat ringan, durasi yang pendek, dan
BAB III
PENUTUP
20
oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan
posterior.
Gejala-gejala pada skleritis dapat meliputi rasa nyeri, mata berair, fotofobia,
DAFTAR PUSTAKA