Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Skleritis adalah gangguan granulomatosa kronik yang ditandai oleh destruksi

kolagen, sebukan sel, dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan adanya

vaskulitis. Skleritis disebabkan oleh berbagai macam penyakit baik penyakit

autoimun ataupun penyakit sistemik.1

Data di Amerika Serikat menunjukkan bahwa skleritis merupakan penyakit

yang jarang dijumpai. Insiden penyakitnya sangat sulit ditemukan. Prevalensi

skleritis diperkirakan mencapai 6 kasus dari 10.000 populasi, 94% diantaranya

dengan skleritis anterior dan 6% adalah skleritis posterior. Dari data internasional,

tidak ada distribusi geografis yang pasti mengenai insiden skleritis. Pada 15%

kasus, skleritis bermanifestasi sebagai gangguan kolagen vaskular dan gejala

bertambah hingga beberapa bulan. Angka morbiditas ditentukan oleh penyakit

primer skleritis itu sendiri dan penyakit sistemik yang menyertai. Rasio antara

perempuan dan laki-laki adalah 1,6:1. Berdasarkan umur skleritis biasanya terjadi

pada usia 11-87 tahun, dan rata-rata orang yang menderita skleritia adalah usia 52

tahun.2

Skleritis dapat menimbulkan berbagai komplikasi jika tidak ditangani dengan

baik berupa keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina, ablasio retina

eksudatif, proptosis, katarak, dan hipermetropia. Penatalaksanaan skleritis

tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Oleh karena itu perlu diagnosis yang

tepat sesuai dengan etiologinya guna penatalaksanaan lebih lanjut.1

1
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sklera

2.1.1 Anatomy Sklera

Sklera yang juga dikenal sebagai bagian putih bola mata, merupakan kelanjutan

dari kornea. Sklera berwarna putih buram dan tidak tembus cahaya, kecuali di

bagian depan bersifat transparan yang disebut kornea. Sklera merupakan dinding

bola mata yang paling keras dengan jaringan pengikat yang tebal, yang tersusun

oleh serat kolagen, jaringan fibrosa dan proteoglikan dengan berbagai ukuran. Pada

anak-anak, sklera lebih tipis dan menunjukkan sejumlah pigmen, yang tampak

sebagai warna biru. Sedangkan pada dewasa karena terdapatnya deposit lemak,

sklera tampak sebagai garis kuning.3

Gambar I anatomi mata (Dikutip dari kepustakaan Subramanian, 2008)

2 berlanjut dengan kornea dan berakhir


Sklera dimulai dari limbus, dimana

pada kanalis optikus yang berlanjut dengan dura. Enam otot ekstraokular

2
3

disisipkan ke dalam sklera. Jaringan sklera menerima rangsangan sensoris dari

nervus siliaris posterior. Sklera merupakan organ tanpa vaskularisasi, menerima

rangsangan tersebut dari jaringan pembuluh darah yang berdekatan. Pleksus

koroidalis terdapat di bawah sklera dan pleksus episkleral di atasnya. Episklera 3

mempunyai dua cabang, yang pertama pada permukaan dimana pembuluh darah

tersusun melingkar, dan yang satunya lagi yang lebih di dalam, terdapat pembuluh

darah yang melekat pada sklera.3

Sklera membentuk 5/6 bagian dari pembungkus jaringan pengikat pada bola

mata posterior. Sklera kemudian dilanjutkan oleh duramater dan kornea, untuk

menentukan bentuk bola mata, penahan terhadap tekanan dari luar dan

menyediakan kebutuhan bagi penempatan otot-otot ekstra okular. Sklera ditembus

oleh banyak saraf dan pembuluh darah yang melewati foramen skleralis posterior.

Pada cakram optikus, 2/3 bagian sklera berlanjut menjadi sarung dural, sedangkan

1/3 lainnya berlanjut dengan beberapa jaringan koroidalis yang membentuk suatu

penampang yakni lamina kribrosa yang melewati nervus optikus yang keluar

melalui serat optikus atau fasikulus. Kedalaman sklera bervariasi mulai dari 1

mm pada kutub posterior hingga 0,3 mm pada penyisipan muskulus rektus atau

akuator.3,4

Gambar 2. Sklera (Dikutip dari kepustakaan Bolumleri, 2008)

Sklera mempunyai 2 lubang utama yaitu :6


4

Foramen sklerasis anterior, yang berdekatan dengan kornea dan

merupakan tempat meletaknya kornea pada sklera

Foramen sklerasis posterior atau kanalis sklerasis, merupakan pintu keluar

nervus optikus. Pada foramen ini terdapat lamina kribosa yang terdiri dari

sejumlah membran seperti saringan yang tersusun transversal melintas

foramen sklerasis posterior. Serabut saraf optikus lewat lubang ini

untukmenuju ke otak.

Gambar 3. Struktur Sklera (Dikutip dari kepustakaan Bolumleri, 2008)

Secara histologis, sklera terdiri dari banyak pita padat yang sejajar dan

berkas-berkas jaringan fibrosa yang teranyam, yang masing-masing mempunyai

tebal 10-16 m dan lebar 100-140 m, yakni episklera, stroma, lamina fuska dan

endotelium. Struktur histologis sklera sangat mirip dengan struktur kornea.

2.1.2 Fisiologi Sklera


5

Sklera berfungsi untuk menyediakan perlindungan terhadap komponen intra

okular. Pembungkus okular yang bersifat viskoelastis ini memungkinkan

pergerakan bola mata tanpa menimbulkan deformitas otot-otot penggeraknya.

Pendukung dasar dari sklera adalah adanya aktifitas sklera yang rendah dan

vaskularisasi yang baik pada sklera dan koroid. Hidrasi yang terlalu tinggi pada

sclera menyebabkan kekeruhan pada jaringan sklera. Jaringan kolagen sklera dan

jaringan pendukungnya berperan seperti cairan sinovial yang memungkinkan 5

perbandingan yang normal sehingga terjadi hubungan antara bola mata dan

socket. Perbandingan ini sering terganggu sehingga menyebabkan beberapa

penyakit yang mengenai struktur artikular sampai pembungkus sklera dan

episklera.3

2.2. Skleritis

2.2.1 Definisi

Skleritis didefinisikan sebagai gangguan granulomatosa kronik yang ditandai

oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan

adanya vaskulitis.1

2.2.2 Epidemiologi

Skleritis adalah penyakit yang jarang dijumpai. Di Amerika Serikat insidensi

kejadian diperkirakan 6 kasus per 10.000 populasi. Dari pasien-pasien yang

ditemukan, didapatkan 94% adalah skleritis anterior, sedangkan 6%nya adalah

skleritis posterior. Di Indonesia belum ada penelitian mengenai penyakit ini.


6

Penyakit ini dapat terjadi unilateral atau bilateral, dengan onset perlahan atau

mendadak, dan dapat berlangsung sekali atau kambuh-kambuhan.2

Peningkatan insiden skleritis tidak bergantung pada geografi maupun ras.

Wanita lebih banyak terkena daripada pria dengan perbandingan 1,6 : 1. Insiden

skleritis terutama terjadi antara 11-87 tahun, dengan usia rata-rata 52 tahun.2

2.2.3 Etiologi

Pada banyak kasus, kelainan-kelainan skelritis murni diperantarai oleh proses

imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan tipe III

(kompleks imun) dan disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus, mungkin

terjadi invasi mikroba langsung, dan pada sejumlah kasus proses imunologisnya

tampaknya dicetuskan oleh proses-proses lokal, misalnya bedah katarak.1

Berikut ini adalah beberapa penyebab skleritis, yaitu:1

Penyakit Autoimun Spondilitis ankylosing, Artritis rheumatoid,

Poliartritis nodosa, Polikondritis berulang,

Granulomatosis Wegener, Lupus eritematosus

sistemik, Pioderma gangrenosum, Kolitis

ulserativa, Nefropati IgA, Artritis psoriatik.

Penyakit Granulomatosa Tuberkulosis, Sifilis, Sarkoidosis, Lepra, Sindrom

Vogt-Koyanagi-Harada (jarang).

Gangguan metabolik Gout, Tirotoksikosis, Penyakit jantung rematik aktif

Infeksi Onkoserkiasis, Toksoplasmosis, Herpes Zoster,


7

Herpes Simpleks, Infeksi oleh Pseudomonas,

Aspergillus, Streptococcus, Staphylococcus

Lain-lain Fisik (radiasi, luka bakar termal), Kimia (luka

bakar asam atau basa), Mekanis (cedera tembus),

Limfoma, Rosasea, Pasca ekstraksi katarak

Tidak diketahui

2.2.4 Patofisiologi

Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang meliputi sel

T dan makrofag pada sklera memegang peranan penting terjadinya skleritis.

Inflamasi dari sklera bisa berkembang menjadi iskemia dan nekrosis yang akan

menyebabkan penipisan pada sklera dan perforasi dari bola mata.2

Inflamasi yang mempengaruhi sklera berhubungan erat dengan penyakit imun

sistemik dan penyakit kolagen pada vaskular. Disregulasi pada penyakit auto imun

secara umum merupakan faktor predisposisi dari skleritis. Proses inflamasi bisa

disebabkan oleh kompleks imun yang berhubungan dengan kerusakan vaskular

(reaksi hipersensitivitas tipe III dan respon kronik granulomatous (reaksi

hipersensitivitas tipe IV). Interaksi tersebut adalah bagian dari sistem imun aktif

dimana dapat menyebabkan kerusakan sklera akibat deposisi kompleks imun

pada pembuluh di episklera dan sklera yang 7 menyebabkan perforasi kapiler dan

venula post kapiler dan respon imun sel perantara.7


8

2.2.5 Klasifikasi

Skleritis diklasifikasikan menjadi:3

Episkleritis

a) Simple

Biasanya jinak, sering bilateral, reaksi inflamasi terjadi pada usia

muda yang berpotensi mengalami rekurensi. Gejala klinis yang

muncul berupa rasa tidak nyaman pada mata, disertai berbagai derajat

inflamasi dan fotofobia. Terdapat pelebaran pembuluh darah baik

difus maupun segmental. Wanita lebih banyak terkena daripada pria

dan sering mengenai usia dekade 40-an.

b) Nodular

Baik bentuk maupun insidensinya hampir sama dengan bentuk simple

scleritis. Sekitar 30% penyebab skleritis nodular dihubungkan dengan

dengan penyakit sistemik, 5% dihubungkan dengan penyakit kolagen

vaskular seperti artritis rematoid, 7% dihubungkan dengan herpes

zoster oftalmikus dan 3% dihubungkan dengan gout.

Skleritis Anterior

95% penyebab skleritis adalah skleritis anterior. Insidensi skleritis anterior

sebesar 40% dan skleritis anterior nodular terjadi sekitar 45% setiap

tahunnya. Skleritis nekrotik terjadi sekitar 14% yang biasanya berbahaya.

Bentuk spesifik dari skleritis biasanya tidak dihubungkan dengan


9

penyebab penyakit khusus, walaupun penyebab klinis dan prognosis

diperkirakan berasal dari suatu inflamasi. Berbagai varian skleritis anterior

kebanyakan jinak dimana tipe nodular lebih nyeri. Tipe nekrotik lebih

bahaya dan sulit diobati.

Gambar 4. Skleritis Anterior (Dikutip dari kepustakaan Bolumleri, 2008)

a. Difus

Bentuk ini dihubungkan dengan artritis rematoid, herpes zoster

oftalmikus dan gout.

b. Nodular

Bentuk ini dihubungkan dengan herpes zoster oftalmikus

c. Necrotizing

Bentuk ini lebih berat dan dihubungkan sebagai komplikasi

sistemik atau komplikasi okular pada sebagian pasien. 40%

menunjukkan penurunan visus. 29% pasien dengan skleritis

nekrotik meninggal dalam 5 tahun. Bentuk skleritis nekrotik terbagi

2 yaitu: i. Dengan inflamasi

ii. Tanpa inflamasi (scleromalacia perforans)


10

Skleritis Posterior

Sebanyak 43% kasus skleritis posterior didiagnosis bersama dengan

skleritis anterior. Biasanya skleritis posterior ditandai dengan rasa nyeri

dan penurunan kemampuan melihat. Dari pemeriksaan objektif didapatkan

adanya perubahan fundus, adanya perlengketan massa eksudat di sebagian

retina, perlengketan cincin koroid, massa di retina, udem nervus optikus

dan udem makular. Inflamasi skleritis posterior yang lanjut dapat

menyebabkan ruang okuli anterior dangkal, proptosis, pergerakan ekstra

ocular yang terbatas dan retraksi kelopak mata bawah.

Gambar 5. Skleritis Posterior (Dikutip dari kepustakaan Bolumleri, 2008)

2.2.6 Diagnosis

Skleritis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

didukung oleh berbagai pemeriksaan penunjang.8

Anamnsis
11

Pada saat anamnesis perlu ditanyakan keluhan utama pasien, perjalanan

penyakit, riwayat penyakit dahulu termasuk riwayat infeksi, trauma

ataupun riwayat pembedahan juga perlu pemeriksaan dari semua sistem

pada tubuh. Gejala-gejala dapat meliputi rasa nyeri, mata berair, fotofobia,

spasme, dan penurunan ketajaman penglihatan. Tanda primernya adalah

mata merah. Nyeri adalah gejala yang paling sering dan merupakan

indikator terjadinya inflamasi yang aktif.. Nyeri timbul dari stimulasi

langsung dan peregangan ujung saraf akibat adanya inflamasi.

Karakteristik nyeri pada skleritis yaitu nyeri terasa berat, nyeri tajam

menyebar ke dahi, alis, rahang dan sinus, pasien terbangun sepanjang

malam, kambuh akibat sentuhan.8 Nyeri dapat hilang sementara dengan

penggunaan obat analgetik. Mata berair atau fotofobia pada skleritis tanpa

disertai sekret mukopurulen. Penurunan ketajaman penglihatan biasa

disebabkan oleh perluasan dari skleritis ke struktur yang berdekatan yaitu

dapat berkembang menjadi keratitis, uveitis, glaucoma, katarak dan fundus

yang abnormal.2
12

Gambar 6. Skleritis (Dikutip dari kepustakaan Bolumleri, 2008)

Riwayat penyakit dahulu dan riwayat pada mata menjelaskan adanya

penyakit sistemik, trauma, obat-obatan atau prosedur pembedahan dapat

menyebabkan skleritis seperti :2

Penyakit vaskular atau penyakit jaringan ikat

Penyakit infeksi

Penyakit miscellanous ( atopi,gout, trauma kimia, rosasea)

Trauma tumpul atau trauma tajam pada mata

Obat-obatan seperti pamidronate, alendronate, risedronate,


zoledronic acid dan ibandronate.

Post pembedahan pada mata

Riwayat penyakit dahulu seperti ulserasi gaster, diabetes, penyaki


hati, penyakit ginjal, hipertensi dimana mempengaruhi pengobatan
selanjutnya.

Pengobatan yang sudah didapat dan pengobatan yang sedang


berlangsung dan responnya terhadap pengobatan.

Pemeriksaan Fisik Sklera

1) Daylight

Sklera bisa terlihat merah kebiruan atau keunguan yang difus.

Setelah serangan yang berat dari inflamasi sklera, daerah penipisan


13

sklera dan translusen juga dapat muncul dan juga terlihat uvea

yang gelap. Area hitam, abu-abu dan coklat yang dikelilingi oleh

inflamasi yang aktif yang mengindikasikan adanya proses nekrotik.

Jika jaringan nekrosis berlanjut, area pada sklera bisa menjadi

avaskular yang menghasilkan sekuester putih di tengah yang

dikelilingi lingkaran coklat kehitaman. Proses pengelupasan bisa

diganti secara bertahap dengan jaringan granulasi meninggalkan

uvea yang kosong atau lapisan tipis dari konjungtiva.1,2,9

2) Pemeriksaan Slit Lamp

Pada skleritis, terjadi bendungan yang masif di jaringan dalam

episklera dengan beberapa bendungan pada jaringan superfisial

episklera. Pada tepi anterior dan posterior cahaya slit lamp bergeser

ke depan karena episklera dan sklera edema. Pada skleritis dengan

pemakaian fenilefrin hanya terlihat jaringan superfisial episklera

yang pucat tanpa efek yang signifikan pada jaringan dalam

episklera.2

3) Pemeriksaan Red-free Light

Pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan area yang

mempunyai kongesti vaskular yang maksimum, area dengan

tampilan vaskular yang baru dan juga area yang avaskular total.
14

Selain itu perlu pemeriksaan secara umum pada mata meliputi otot

ekstra okular, kornea, uvea, lensa, tekanan intraokular dan fundus.2

Pemeriksaan Laboratorium

Berdasarkan riwayat penyakit dahulu, pemeriksaan sistemik dan

pemeriksaan fisik dapat ditentukan tes yang cocok untuk memastikan atau

menyingkirkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan skleritis.

Adapun pemeriksaan laboratorium tersebut meliputi :1,2,7

Hitung darah lengkap dan laju endap darah


Kadar komplemen serum (C3)
Kompleks imun serum
Faktor rematoid serum
Antibodi antinukleus serum
Antibodi antineutrofil sitoplasmik
Imunoglobulin E
Kadar asam urat serum
Urinalisis
Rata-rata Sedimen Eritrosit
Tes serologis
HBs Ag

PEMERIKSAAN RADIOLOGI.2,3,7

Berbagai macam pemeriksaan radiologis yang diperlukan dalam

menentukan penyebab dari skleritis adalah sebagai berikut :

Foto thorax
15

Rontgen sinus paranasal


Foto lumbosacral
Foto sendi tulang panjang
Ultrasonography ( Scan A dan B)
CT-Scan
MRI
Pemeriksaan lain yang diperlukan antara lain :

Skin Test
Tes usapan dan kultur
PCR
Histopatologi

2.2.7 Diagnosis Banding

Berikut ini adalah beberapa diagnosis banding dari skleritis:7

Konjunctivitis alergika
Episkleritis
16

Gout
Herpes zoster
Rosasea okular
Karsinoma sel skuamosa pada konjunctiva
Karsinoma sel skuamosa pada palpebra
Uveitis anterior nongranulomatosa

2.2.8 Penatalaksanaan

Terapi skleritis disesuaikan dengan penyebabnya. Terapi awal skleritis adalah

obat anti inflamasi non-steroid sistemik. Obat pilihan adalah indometasin 100 mg

perhari atau ibuprofen 300 mg perhari. Pada sebagian besar kasus, nyeri cepat

mereda diikuti oleh pengurangan peradangan. Apabila tidak timbul respon dalam

1-2 minggu atau segera setelah tampak penyumbatan vaskular harus segera

dimulai terapi steroid sistemik dosis tinggi. Steroid ini biasanya diberikan peroral

yaitu prednison 80 mg perhari yang ditirunkan dengan cepat dalam 2 minggu

sampai dosis pemeliharaan sekitar 10 mg perhari. Kadangkala, penyakit yang

berat mengharuskan terapi intravena berdenyut dengan metil prednisolon 1 g

setiap minggu.1

Obat-obat imunosupresif lain juga dapat digunakan. 2 Siklofosfamid sangat

bermanfaat apabila terdapat banyak kompleks imun dalam darah. Tetapi steroid

topikal saja tidak bermanfaat tetapi dapat dapat menjadi terapi tambahan untuk

terapi sistemik. Apabila dapat diidentifikasi adanya infeksi, harus diberikan terapi

spesifik. Peran terapi steroid sistemik kemudian akan ditentukan oleh sifat proses
17

penyakitnya, yakni apakah penyakitnya merupakan suatu respon hipersensitif atau

efek dari invasi langsung mikroba. 1,3

Tindakan bedah jarang dilakukan kecuali untuk memperbaiki perforasi sklera

atau kornea. Tindakan ini kemungkinan besar diperlukan apabila terjadi kerusakan

hebat akibat invasi langsung mikroba, atau pada granulomatosis Wegener atau

poliarteritis nodosa yang disertai penyulit perforasi kornea. Penipisan sklera pada

skleritis yang semata-mata akibat peradangan jarang menimbulkan perforasi

kecuali apabila juga terdapat galukoma atau terjadi trauma langsung terutama

pada usaha mengambil sediaan biopsi. Tandur sklera pernah digunakan sebagai

tindakan profilaktik dalam terapi skleritis, tetapi tandur semacam itu tidak jarang

mencair kecuali apabila juga disertai pemberia kemoterapi. 1

Skleromalasia perforans tidak terpengaruh oleh terapi kecuali apabila terapi

diberikan pada stadium paling dini penyakit. Karena pada stadium ini jarang

timbul gejala, sebagian besar kasus tidak diobati sampai timbul penyulit. 1

2.2.9 Komplikasi

Penyulit sleritis adalah keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina,

ablasio retina eksudatif, proptosis, katarak, dan hipermetropia. Keratitis

bermanifestasi sebagai pembentukan alur perifer, vaskularisasi perifer, atau

vaskularisasi dalam dengan atau tanpa pengaruh kornea. Uveitis adalah tanda

buruk karena sering tidak berespon terhadap terapi. Kelainan ini sering disertai

oleh penurunan penglihatan akibat edema makula. Dapat terjadi galukoma sudut

terbuka dan tertutup. Juga dapat terjadi glaukom akibat steroid. 1,8
18

Skleritis biasanya disertai dengan peradangan di daerah sekitarnya seperti

uveitis atau keratitis sklerotikan. Pada skleritis akibat terjadinya nekrosis sklera

atau skleromalasia maka dapat terjadi perforasi pada sklera. Penyulit pada kornea

dapat dalam bentuk keratitis sklerotikan, dimana terjadi kekeruhan kornea akibat

peradangan sklera terdekat. Bentuk keratitis sklerotikan adalah segitiga yang

terletak dekat skleritis yang sedang meradang. Hal ini terjadi akibat gangguan

susunan serat kolagen stroma. Pada keadaan initidak pernah terjadi

neovaskularisasi ke dalam stroma kornea. Proses penyembuhan kornea yaitu

berupa menjadi jernihnya kornea yang dimulai dari bagian sentral. Sering bagian

sentral kornea tidak terlihat pada keratitis sklerotikan. 3,8

2.2.10 Prognosis

Prognosis skleritis tergantung pada penyakit penyebabnya. Skleritis pada

spondiloartropati atau pada SLE biasanya relatif jinak dan sembuh sendiri dimana

termasuk tipe skleritis difus atau skleritis nodular tanpa komplikasi pada mata

Skleritis pada penyakit Wagener adalah penyakit berat yang dapat menyebabkan

buta permanen dimana termasuk tipe skleritis nekrotik dengan komplikasi pada

mata.

Skleritis pada rematoid artritis atau polikondritis adalah tipe skleritis difus,

nodular atau nekrotik dengan atau tanpa komplikasi pada mata. Skleritis pada

penyakit sistemik selalu lebih jinak daripada skleritis dengan penyakit infeksi atau

autoimun. Pada kasus skleritis idiopatik dapat ringan, durasi yang pendek, dan

lebih respon terhadap tetes mata steroid.


19

BAB III

PENUTUP
20

Skleritis didefinisikan sebagai gangguan granulomatosa kronik yang ditandai

oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan

adanya vaskulitis. Skleritis disebabkan oleh berbagai macam penyakit baik

penyakit autoimun ataupun penyakit sistemik, infeksi, trauma dan idiopatik.

Skleritis dapat diklasifikasikan menjadi episkleritis, skleritis anterior dan skleritis

posterior.

Gejala-gejala pada skleritis dapat meliputi rasa nyeri, mata berair, fotofobia,

spasme, dan penurunan ketajaman penglihatan. Terapi skleritis meliputi terapi

medikamentosa dan pembedahan. Komplikasi berupa keratitis, uveitis, galukoma,

granuloma subretina, ablasio retina eksudatif, proptosis, katarak, dan

hipermetropia. Prognosis skleritis tergantung pada penyakit penyebabnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Eva PR. Sklera. Dalam:Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P, Suyono J,


Editor. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta: EGC, 2000.169-73
21

2. Gaeta, TJ. Scleritis. http://www.emedicine.com. [diakses 30 November 2008]


3. Foulks GN, Langston DP. Cornea and External Disease. In: Manual of Ocular
Diagnosis and Therapy. Second Edition. United States of America: Library of
Congress Catalog. 1988; 111-6
4. Subramanian M. Eye. http://www.medlineplus.com [diakses 30 November
2008]
5. Bolumleri. Sklera. http://www.eyestar.com.tr/htm/sklera.htm [diakses 30
November 2008]
6. Galor A, Thorne J. Scleritis and Peripheral Ulcerative Keratitis.
http://www.pubmed.com [diakses 30 November 2008]
7. Maza, MS. Scleritis. http://www.emedicine.com [diakses 30 November 2009]
8. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2008.
118-20
9. Chern KC. Iridocyclitis and Traumatic Iritis. In: Emergency Ophthalmology.
Boston, Massachusetts: McGraw-Hill Medical Publishing Division. 2002
10. Kanski JJ. Disorders of The Cornea and Sclera. In: Clinical Ophthalmology.
Third Edition. Wallingston, Surrey: Great Britain by Butler and Tanner Ltd,
Frome and London. 1994. 146-9.
11. Rootman J. Diseases of The Orbit. Second Edition. East Washington Sayare
Philadelpia: Library of Congress Cataloging in Publication Data. 1988: 373.
12. Newell FW. The Sclera. In: Ophthalmology Principles and Concepts. Fifth
Edition. St.Louis Toronto London: The CV Mosby Company. 1982. 220-1

Anda mungkin juga menyukai