Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Episkleritis dan skleritis adalah gangguan yang terjadi di sklera. Episkleritis dan
skleritis dapat terjadi pada jenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Penyebab
terjadinya episkleritis dan skleritis yaitu berbagai macam penyakit baikk penyaki
autoimun ataupun penyakit sistemik.Episkleritis merupakan reaksi radang jaringan ikat
vaskular yang terletak antara konjungtiva dan permukaan sklera, sedangkan skleritis
merupakan inflamasi sklera yang difus atau terlokalisir.
Data di Amerika Serikat menunjukkan bahwa skleritis merupakan penyakit yang jarang
dijumpai. Insiden penyakitnya sangat sulit ditemukan. Prevalensi skleritis diperkirakan
mencapai 6 kasus dari 10.000 populasi, 94% diantaranya dengan skleritis anterior dan 6%
adalah skleritis posterior. Dari data internasional, tidak ada distribusi geografis yang pasti
mengenai insiden skleritis. Pada 15% kasus, skleritis bermanifestasi sebagai gangguan
kolagen vaskular dan gejala bertambah hingga beberapa bulan. Angka morbiditas
ditentukan oleh penyakit primer skleritis itu sendiri dan penyakit sistemik yang menyertai.
Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 1,6:1. Berdasarkan umur skleritis biasanya
terjadi pada usia 11-87 tahun, dan rata-rata orang yang menderita skleritia adalah usia 52
tahun.2
Skleritis dapat menimbulkan berbagai komplikasi jika tidak ditangani dengan baik
berupa keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina, ablasio retina eksudatif, proptosis,
katarak, dan hipermetropia. Penatalaksanaan skleritis tergantung pada penyakit yang
mendasarinya. Oleh karena itu perlu diagnosis yang tepat sesuai dengan etiologinya guna
penatalaksanaan lebih lanjut.1

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana anatomi sklera dan episklera?
2. Bagaimana definisi, etiologi, patofisiologi skleritis dan episkleritis?
3. Bagaimana manifestasi klinis skleritis dan episkleritis?
4. Bagaimana penatalaksanaan, komplikasi, serta prognosis skleritis dan episkleritis?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami anatomi sklera dan episklera
2. Mengetahui dan memahami definisi, etiologi, patofisiologi skleritis dan episkleritis
1
3. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis skleritis dan episkleritis
4. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan, komplikasi, serta prognosis skleritis dan
episkleritis
1.4 Manfaat
1. Menambah wawasan mengenai ilmu penyakit mata khususnya skleritis dan episkleritis
2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan
klinik bagian ilmu penyakit mata.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sklera dan Episklera

Sklera (bagian putih mata) merupakan pembungkus fibrosa pelindung mata dibagian
luar yang menutupi seluruh permukaan bola mata. Jaringan ini padat menjadikannya kaku
sehingga memberikan bentuk bola mata. Pada bagian anterior berbatasan dengan kornea,
sedangkan permukaan posteriornya terdapat foramen optikum, yang mengelilingi nervus
optikus (nervus kranialis II). Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan
tipis jaringan elastic halus, episklera. Episklera banyak terdapat pembuluh darah yang
menvanskularisasi sklera. Lapisan berpigmen coklat pada permukaan sklera adalah lamina
fusca, yang membentuk lapisan luar ruangan suprakoroid. Persarafan sklera berasal dari saraf-
saraf ciliaris.

2
Sklera yang juga dikenal sebagai bagian putih bola mata, merupakan kelanjutan dari
kornea. Sklera berwarna putih buram dan tidak tembus cahaya, kecuali di bagian depan
bersifat transparan yang disebut kornea. Sklera merupakan dinding bola mata yang paling
keras dengan jaringan pengikat yang tebal, yang tersusun oleh serat kolagen, jaringan fibrosa
dan proteoglikan dengan berbagai ukuran. Pada anak-anak, sklera lebih tipis dan
menunjukkan sejumlah pigmen, yang tampak sebagai warna biru. Sedangkan pada dewasa
karena terdapatnya deposit lemak, sklera tampak sebagai garis kuning.

Gambar 1. Anatomi Mata

Sklera dimulai dari limbus, dimana berlanjut dengan kornea dan berakhir pada kanalis
optikus yang berlanjut dengan dura. Enam otot ekstraokular disisipkan ke dalam sklera.
Jaringan sklera menerima rangsangan sensoris dari nervus siliaris posterior. Sklera merupakan
organ tanpa vaskularisasi, menerima rangsangan tersebut dari jaringan pembuluh darah yang
berdekatan. Pleksus koroidalis terdapat di bawah sklera dan pleksus episkleral di atasnya.
Episklera mempunyai dua cabang, yang pertama pada permukaan dimana pembuluh darah
tersusun melingkar, dan yang satunya lagi yang lebih di dalam, terdapat pembuluh darah yang
melekat pada sklera.
Sklera membentuk 5/6 bagian dari pembungkus jaringan pengikat pada bola mata
posterior. Sklera kemudian dilanjutkan oleh duramater dan kornea, untuk menentukan bentuk
bola mata, penahan terhadap tekanan dari luar dan menyediakan kebutuhan bagi penempatan
otot-otot ekstra okular. Sklera ditembus oleh banyak saraf dan pembuluh darah yang melewati

3
foramen skleralis posterior. Pada cakram optikus, 2/3 bagian sklera berlanjut menjadi sarung
dural, sedangkan 1/3 lainnya berlanjut dengan beberapa jaringan koroidalis yang membentuk
suatu penampang yakni lamina kribrosa yang melewati nervus optikus yang keluar melalui
serat optikus atau fasikulus. Kedalaman sklera bervariasi mulai dari 1 mm pada kutub
posterior hingga 0,3 mm pada penyisipan muskulus rektus atau akuator.

Gambar 2. Sklera
Sklera mempunyai 2 lubang utama yaitu:
 Foramen sklerasis anterior, yang berdekatan dengan kornea dan merupakan tempat
meletaknya kornea pada sklera.
 Foramen sklerasis posterior atau kanalis sklerasis, merupakan pintu keluar nervus optikus.
Pada foramen ini terdapat lamina kribosa yang terdiri dari sejumlah membran seperti saringan
yang tersusun transversal melintas foramen sklerasis posterior. Serabut saraf optikus lewat
lubang ini untuk menuju ke otak.
Secara histologis, sklera terdiri dari pita padat yang sejajar dan berkas-berkas anyaman
jaringan kolagen yang masing-masing memiliki tebal 10-16 µm dan lebar 100-140 µm.

2.2 Skleritis
2.2.1 Definisi Skleritis

2.2.2 Etiologi Skleritis

4
2.2.3 Patofisiologi Skleritis

2.2.4 Manifestasi Skleritis

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit sistemik yang


terkait dengan skleritis yaitu:

 Hitung darah lengkap dan laju endap darah


 Faktor rheumatoid serum (RF)
 Antibodi antinukleus serum (ANA)
 Antibodi sitoplasmik antineutrofil serum (ANCA)
 Kadar asam urat serum
 Urinalisa
 Rontgen thoraks
 VDRL serum

Klasifikasi

skleritis anterior

Insidensi skleritis anterior sebesar 40% dan skleritis anterior nodular terjadi
sekitar 45% setiap tahunnya. Skleritis nekrotik terjadi sekitar 14% yang biasanya
berbahaya. Bentuk spesifik dari skleritis biasanya tidak dihubungkan dengan penyebab
penyakit khusus, walaupun penyebab klinis dan prognosis diperkirakan berasal dari
suatu inflamasi. Skleritis nodular lebih nyeri. Tipe nekrotik lebih bahaya dan sulit
diobati.

Gambar Skleritis Anterior (Bolumleri, 2008)

a. Difus

Bentuk ini dihubungkan dengan artritis rematoid, herpes zoster oftalmikus dan
gout.

5
b. Nodular

Bentuk ini dihubungkan dengan herpes zoster oftalmikus

c. Necrotizing

Bentuk ini lebih berat dan dihubungkan sebagai komplikasi sistemik atau
komplikasi okular pada sebagian pasien. 40% menunjukkan penurunan visus. 29%
pasien dengan skleritis nekrotik meninggal dalam 5 tahun. Bentuk skleritis nekrotik
terbagi 2 yaitu skleritis nekrotik dengan inflamasi atau tanpa inflamasi
(scleromalacia perforans) yang biasanya terjadi pada pasien dengan rheumatoid
arthritis.

2.2.5 Penatalaksanaan Skleritis

2.26 Komplikasi Skleritis

2.2.7 Prognosis Skleritis

2.3 Episkleritis

2.3.1 Definisi Episkleritis

Episkleritis merupakan reaksi radang pada episklera yaitu jaringan ikat vaskuler.
Penyakit ini biasanya terjadi pada usia 20-50 tahun dan membaik dalam beberapa hari sampai
minggu.

2.3.2 Etiologi Episkleritis

2.3.3 Patofisiologi Episkleritis

2.3.4 Manifestasi Episkleritis

2.3.5 Penatalaksanaan Episkleritis

2.3.6 Komplikasi Episkleritis

2.3.7 Prognosis Episkleritis

6
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

7
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai