Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi

akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat

keduanya. Biasanya kekeruhan mengenai pada kedua mata dan berjalan progresif

ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama (Sidarta dan

Sri,2015). Katarak senilis adalah katarak pada usia setelah 50 tahun yang ditandai

dengan hilangnya transparansi dan opaksifikasi lensa mata (Vaughan dan

Asbury,2014). Katarak merupakan proses degeneratif yang sangat dipengaruhi oleh

faktor usia, oleh karena itu kasus ini akan terus meningkat sejalan dengan

meningkatnya jumlah lanjut usia (Kemenkes,2018).

Katarak merupakan penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan

di Indonesia dan di dunia. Dari semua kebutaan pada masyarakat, lebih dari 50%

disebabkan oleh katarak (Kemenkes,2018). Menurut WHO (World Health

Organisation) tahun 2002, katarak menjadi penyebab 17 juta (47,8%) kebutaan dari

37 juta kebutaan di seluruh dunia, dan ini diperkirakan akan meningkat menjadi 40

juta pada 2020. Prevalensi ini meningkat sampai sekitar 50% untuk mereka yang

berusia antara 65 dan 74 tahun serta sampai sekitar 70% untuk usia lebih dari 75

tahun (AAO, 2008). Di Indonesia hasil survei kebutaan dengan menggunakan

metode Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) yang baru dilakukan di

3 provinsi (NTB, Jabar dan Sulsel) tahun 2013-2014 didapatkan prevalensi

kebutaan pada masyarakat usia > 50 tahun rata-rata di 3 provinsi tersebut adalah

3,2 % dengan penyebab utama adalah katarak (71%). Diperkirakan setiap tahun

1
kasus baru buta katarak akan selalu bertambah sebesar 0,1% dari jumlah penduduk

atau kira-kira 250.000 orang/tahun (Kemenkes,2018). Oleh karena itu, diperlukan

adanya deteksi dini kelainan pada mata khususnya katarak sehingga angka kebutaan

maupun komplikasi dapat dihindarkan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Bagaimana anatomi dan fisiologi pada lensa?

1.2.2 Apa definisi dan klasifikasi katarak?

1.2.3 Apa saja etiologi katarak?

1.2.4 Bagaimana epidemiologi katarak?

1.2.5 Bagaimana patofisiologi katarak?

1.2.6 Apa saja stadium katarak?

1.2.7 Bagaimana manifestasi klinis katarak?

1.2.8 Bagaimana penegakan diagnosa katarak?

1.2.9 Bagaimana penatalaksanaan katarak?

1.2.10 Apa saja komplikasi pada katarak?

1.2.11 Bagaimana prognosis katarak?

1.3 TUJUAN

1.3.1 Untuk mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi lensa

1.3.2 Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi katarak

1.3.3 Untuk mengetahui dan memahami etiologi katarak

1.3.4 Untuk mengetahui dan memahami epidemiologi katarak

1.3.5 Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi katarak

2
1.3.6 Untuk mengetahui dan memahami stadium katarak

1.3.7 Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis katarak

1.3.8 Untuk mengetahui dan memahami penegakan diagnosa katarak

1.3.9 Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan katarak

1.3.10 Untuk mengetahui dan memahami komplikasi katarak

1.3.11 Untuk mengetahui dan memahami prognosis katarak

1.4 MANFAAT

Penulisan laporan kasus ini diharapkan meningkatkan keilmuan sebagai

dokter dalam mengetahui dan memahami tentang katarak, sehingga apabila

menemui kasus tersebut mampu mendiagnosis, memberikan terapi awal, maupun

merujuk dengan tepat.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI LENSA

Lensa merupakan elemen refraktif terpenting kedua setelah kornea pada

mata (Bruce et al,2005). Lensa memiliki struktur bikonveks avaskuler, tidak

memiliki persyarafan, tak berwarna, dan hampir transparan sempurna, serta

tebalnya sekitar 4 mm, diameter 9 mm, dan berat sekitar 255 mg. Dibelakang iris

lensa digantung oleh zonula yang berhubungan dengan korpus siliaris. Pada anterior

lensa terdapat humor aquous dan pada posterior terdapat vitreous humor. Lensa

memiliki bagian diantaranya kapsul, epitel lensa, korteks, dan nukleus. Kapsul

lensa bersifat elastis, transparan, serta mengandung kolagen tipe 4 dan

glikosaminoglikan. Kapsul lensa merupakan membran semipermeabel yang

menyebabkan air dan elektrolit dapat masuk. Kapsul lensa adalah suatu membran

basalis yang mengelilingi substansi lensa. Sel-sel epitel dekat ekuator lensa

membelah sepanjang hidup dan terus berdiferensiasi membentuk serat-serat lensa

baru sehingga serat-serat lensa yang lebih tua dipampatkan ke nukleus sentral, serat-

serat muda yang kurang padat, disekeliling nukleus menyusun korteks lensa. Nutrisi

lensa berasal dari aqueous humor (Vaughan dan Asbuary,2014; Khalilullah,2010;

AAO,2016).

Letak epitel berada pada bawah kapsul dan hanya memiliki satu lapis sel

kuboid yang terletak pada anterior lensa. Sel epitel melakukan semua aktifitas

termasuk biosintesis DNA, RNA, protein, lipid, serta pembentukan ATP yang

digunakan sebagai energi untuk lensa. Sel epitel dapat memanjang untuk

membentuk sel serat lensa. Pada saat yang bersamaan sel-sel epitel yang

4
membentuk serat kehilangan organel sel seperti nukleus, ribosom, maupun

mitokondria. Serat-serat ini kemudian diisi dengan protein lensa kristallin untuk

meningkatkan indeks refraksi lensa (Jusuf, 2003). Sedangkan korteks dan nukleus

terletak pada bagian dalam lensa. Nukleus pada lensa mata lebih keras daripada

korteksnya. Seiring dengan bertambahnya usia, lensa menjadi lebih besar dan

kurang elastik oleh karena adanya produksi serat lamellar subepitel secara terus

menerus. Nukleus dan korteks terbentuk dari serat lamellar panjang yang memiliki

inti gepeng didalamnya (Eva et al., 2011).

Gambar 2.1 Skematik Lensa Mata (AAO,2016)

Metabolisme tertinggi lensa mata terjadi di sel epitel dan terluar dari

korteks. Sel-sel seuperfisialis inilah yang memengang peranan dalam penggunaan

oksigen maupun glukosa serta dalam pengangkutan elektrolit, karbohidrat, dan

asam amino kedalam lensa. Oleh karena sifat lensa yang avaskuler dan bagian lensa

harus tetap mendapat nutrisi agar transparansi tetap terjaga. Air dan elektrolit pada

lensa harus terjaga keseimbangannya oleh karena berperan penting dalam

transparansi lensa. Normalnya lensa mengandung 66% air dan 35% protein yang

akan berubah apabila telah menua. Lensa memiliki kandungan kalium sekitar

20mM dan asam amino yang tinggi serta rendah natrium, klorida, dan air. Sesuai

dengan pump-leak theory menyebutkan bahwa kalium dan asam amino secara aktif

5
masuk ke epitel anterior lensa lalu berdifusi dengan gradien konsentrasi melalui

bagian belakang lensa. Sebaliknya pada natrium mengalir dari belakang lensa

kemudian bertukar dengan kalium sehingga membutuhkan ATP. Sebagian besar

aktivitas Na+ ,K+ -ATPase terjadi pada epitel lensa dan sel serat korteks superfisial

(AAO, 2016).

Gambar 2.2 Pump-leak theory (AAO, 2016)

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina (Vaughan

dan Asbury,2014). Lensa mampu membiaskan cahaya karena kemampuan indeks

pembiasannya, normalnya sekitar 1,4 pada sentral dan 1,36 pada perifer. Pada

keadaan non akomodasi, lensa menyumbangkan kekuatan sebesar 15-20 dioptri

(D). Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh m. ciliaris berelaksasi,

menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai

ukuran terkecil; dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas

cahaya akan terfokus pada retina. Sementara untuk cahaya yang berjarak dekat

m.ciliaris berkontrasi sehingga tegangan zonula berkurang, artinya lensa yang

elastis menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerja sama

6
fisiologis antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda jatuh

pada retina dikenal dengan akomodasi. Seiring bertambahnya usia penebalan

korteks meningkat, lensa semakin melengkung, serta peningkatan protein yang

tidak larut sehingga menimbulkan gangguan pada mata (Vaughan dan

Asbuary,2014; Khalilullah,2010; AAO,2016).

2.2 DEFINISI DAN KLASIFIKASI

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi

akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat

keduanya. Biasanya kekeruhan mengenai pada kedua mata dan berjalan progresif

ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Berdasarkan

usia, katarak diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu katarak kongenital,

juvenil, dan senilis. Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum

atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun. Katarak kongenital

merupakan penyebab kebutaan pada bayi terutama akibat penanganannya yang

kurang tepat. Katarak kongenital digolongkan dalam katarak kapsulolentikular dan

lentikular. Kekeruhan lensa yang terjadi sebagai kejadian primer atau berhubungan

dengan penyakit ibu dan janin, namun hampir 50% dari katarak kongenital tidak

diketahui penyebabnya. Katarak kongenital prognosisnya kurang memuaskan

karena bergantung pada bentuk katarak dan mungkin sekali pada mata tersebut telah

terjadi ambliopia. Apabila terdapat nistagmus maka keadaan ini menunjukkan hal

yang buruk. Pada pupil mata bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat

bercak putih atau suatu leukokoria. Pemeriksaan leukokoria dilakukan dengan

melebarkan pupil. Pada katarak kongenital total penyulit yang dapat terjadi adalah

7
makula lutea yang tidak cukup mendapat rangsangan. Makula tidak berkembang

sempurna walaupun dilakukan dilakukan ekstraksi katarak maka visus biasanya

tidak akan mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia sensoris (amblyopia ex anopsia).

Katarak kongenital dapat menimbulkan komplikasi lain berupa nistagmus dan

strabismus. Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh

ibu yang menderita penyakit rubella, galaktosemia, homosisteinuri, diabetes

mellitus, hipoparatiroidsm, dan lain-lain. Tindakan pada katarak kongenital adalah

operasi. Operasi dilakukan bila reflex fundus tidak tampak. Biasanya bila katarak

bersifat total, operasi dilakukan pada usia dua bulan atau lebih muda bila telah dapat

dilakukan pembiusan (Sidarta dan Sri,2015).

Katarak juvenil adalah katarak yang terjadi sesudah usia satu tahun.

Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital (Vaughan dan

Asbury,2014; Sidarta dan Sri,2015).

Katarak senilis adalah katarak pada usia setelah 50 tahun yang ditandai

dengan hilangnya transparansi dan opaksifikasi lensa mata. Penyebabnya sampai

sekarang tidak diketahui secara pasti (Vaughan dan Asbury,2014; Sreelakshmi dan

Abraham, 2016). Kekeruhan lensa pada katarak senilis diklasifikasikan menjadi

tiga bagian yaitu katarak nuklear, katarak kortikal, dan katarak subkapsular

posterior (Eva et al., 2011). Katarak nuklear terjadi karena proses kondensasi

normal dalam nukleus lensa menyebabkan sklerosis nuklear setelah usia

pertengahan. Gejala yang paling dini mungkin berupa membaiknya penglihatan

dekat tanpa kacamata. Hal ini akibat meningkatnya kekuatan fokus lensa bagian

sentral, menyebabkan refraksi bergeser ke miopia. Gejala lain dapat berupa

diskriminasi warna yang buruk atau diplopia monokular. Katarak kortikal adalah

8
kekeruhan pada korteks lensa. Perubahan hidrasi serat lensa menyebabkan

terbentuknya celah-celah dalam pola radial disekeliling daerah ekuator. Katarak ini

cenderung bilateral, tetapi sering asimetrik. Katarak subkapsular posterior terdapat

pada korteks dekat kapsul posterior bagian sentral. Diawal perkembangannya,

katarak ini cenderung menimbulkan gangguan penglilhatan karena adanya

keterlibatan sumbu penglihatan. Gejala yang umum yaitu “glare” dan penurunan

penglihatan pada kondisi pencahayaan yang terang. Kekeruhan lensa disini dapat

timbul akibat trauma, penggunaan kortikosteroid topikal atau sistemik, peradangan,

atau pajanan radiasi pengion (Vaughan dan Asbury,2014).

Gambar 2.3 Katarak Nuklear (AAO,2016)

Gambar 2.4 Katarak Kortikal (AAO,2016)

9
Gambar 2.5 Katarak Sukapsular Posterior (AAO,2016)

Gambar 2.6 a) Katarak Nuklear b) Katarak Kortikal c) Katarak


Subkapsular Posterior (Vicente,2013)

2.3 ETIOLOGI

Penuaan merupakan penyebab katarak terbanyak, tetapi banyak juga faktor

lain yang mungkin terlibat, antara lain trauma, toksin, penyakit sistemik (misal

diabetes), merokok, dan herediter (Vaughan dan Asbury 2014).

10
2.4 EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), katarak

merupakan kelainan mata yang menyebabkan kebutaan dan gangguan penglihatan

yang paling sering ditemukan. Pada penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat

didapatkan adanya 10% orang menderita katarak, dan prevalensi ini meningkat

sampai 50% pada mereka yang berusia 65-75 tahun dan meningkat lagi sekitar 70%

pada usia 75 tahun. Katarak kongenital, katarak traumatik dan katarak jenis jenis

lain lebih jarang ditemukan

Di Indonesia hasil survei kebutaan dengan menggunakan metode Rapid

Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) yang baru dilakukan di 3 provinsi

(NTB, Jabar dan Sulsel) tahun 2013-2014 didapatkan prevalensi kebutaan pada

masyarakat usia > 50 tahun rata-rata di 3 provinsi tersebut adalah 3,2 % dengan

penyebab utama adalah katarak (71%). Diperkirakan setiap tahun kasus baru buta

katarak akan selalu bertambah sebesar 0,1% dari jumlah penduduk atau kira-kira

250.000 orang/tahun (Kemenkes,2018).

2.5 PATOFISIOLOGI

Patofisiologi katarak belum sepenuhnya di mengerti. Walaupun demikian,

pada lensa katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat protein yang

menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi transparansinya. Perubahan

protein lainnya akan mengakibatkan perubahan warna lensa menjadi kuning atau

coklat. Temuan tambahan mungkin berupa vesikel di antara serat-serat lensa atau

migrasi sel epitel dan pembesaran sel epital yang menyimpang. Sejumlah faktor

yang diduga turut berperan dalam terbentuknya katarak antara lain kerusakan

11
oksidatif (dari proses radikal bebas), sinar ultraviolet, dan malnutrisi. Hingga kini

belum ditemukan pengobatan yang dapat memperlambat atau membalikkan

perubahan-perubahan kimiawi yang mendasari perubahan katarak. Beberapa

penelitian terbaru mengisyaratkan efek protektif dari karotenoid dalam makanan

(lutein) (Vaughan dan Asbury,2014).

2.6 STADIUM

Katarak senilis dibagi dalam empat stadium, yaitu katarak insipien, imatur,

matur, dan hipermatur. Pada katarak insipien akan terlihat hal-hal berikut,

kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji menuju korteks anterior dan

posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak

subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior,

celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda

morgagni) pada katarak insipien. Katarak intumesen, kekeruhan lensa disertai

pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air. Masuknya air ke

dalam celah lensa mengakibatkan lensa menjadi bengkak dan besar yang

mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan

normal. Pencembungan lensa ini akan dapat menimbulkan penyulit glaukoma

(Sidarta dan Sri,2015).

Katarak imatur, terjadi kekeruhan pada sebagian lensa yang belum

mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume

lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada

keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga

terjadi glaukoma sekunder (Sidarta dan Sri,2015). Katarak imatur memiliki

12
sebagian protein transparan. Jika mengambil air, lensa akan menjadi intumesen

(Vaughan dan Asbury,2014).

Katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan ini bisa

terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen

tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada

ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang lebih lama akan

mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman

normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji

bayangan iris negatif (Sidarta dan Sri,2015). Katarak matur adalah bentuk katarak

yang seluruh proteinnya telah mengalami kekeruhan (Vaughan dan Asbury,2014).

Katarak hipermatur, katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut,

dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi

keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning, dan

kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa.

Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula zinni

menjadi kendor. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang

tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks

akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang

terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai

katarak morgagni (Sidarta dan Sri,2015). Pada katarak hipermatur, protein-protein

di bagian korteks lensa telah mencair. Cairan ini bisa keluar dari kapsul yang utuh,

meniggalkan lensa yang mengerut dengan kapsul keriput. Katarak hipermatur yang

nukleus lensanya mengambang dengan bebas di dalam kantung kapsulnya disebut

sebagai katarak morgagni (Vaughan dan Asbury,2014).

13
Gambar 2.7 Stadium Katarak Senilis

Keterangan : (a) Katarak Imatur; (b) Katarak Matur; (c) Katarak Hipermatur; (d)
Katarak Morgagnian (Jack,2011)

Tabel 2.1 Perbedaan Stadium Katarak Senilis

Insipien Imatur Matur Hipermatur


Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah (air Normal Berkurang
masuk) (air+masa
lensa
keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Normal Dangkal Normal Dalam
Depan
Sudut Bilik Mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis+gla
ukoma
Keterangan : Perbedaan antara stadium katarak insipien, imatur, matur dan
hipermatur berdasarkan kekeruhan, cairan lensa, iris, bilik mata depan, sudut bilik
mata, shadow test serta penyulit (Sidarta dan Sri, 2015)

14
2.7 MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang berhubungan dengan kelainan lensa pada umumnya berupa

gangguan penglihatan (Vaughan dan Asbury,2014). Ganguan penglihatan dapat

berupa merasa silau, berkabut atau berasap, sukar melihat dimalam hari atau

penerangan redup, melihat ganda, melihat warna terganggu, melihat halo sekitar

sinar, dan penglihatan menurun (Sidarta dan Sri,2015; Elfina et al,2010).

Silau terjadi akibat adanya peningkatan fotosensitifitas pada keadaan terlalu

terang pada siang hari atau terkena sorot lampu pada malam hari. Perubahan miopi

juga biasa di temukan pada pasien katarak senilis. Pasien dengan gangguan

presbiopi akan melaporkan pada dokter jika penglihatan dekat mereka kembali

normal. Gejala ini akan mucul pada tipe katarak nuklear tetapi tidak muncul pada

katarak kortikal dan katarak subkapsular posterior. Gejala lain yang bisa di

dapatkan pada pasien katarak senilis adalah diplopia monokular karena perubahan

dari inti sklerotik dan korteks lensa (AOA, 2010).

2.8 PENEGAKAN DIAGNOSA

Katarak umumnya didiagnosis melalui pemeriksaan rutin mata. Pada

katarak matur atau hipermatur yang memiliki kekeruhan cukup padat, sebagian

besar dapat dilihat oleh pengamat awam dan menimbulkan kebutaan. Semakin

keruh lensa, maka semakin sulit dalam mencari fundus okuli yang biasanya terjadi

pada katarak yang telah matur selain tampak pupil yang berwarna putih. Lensa

paling baik diperiksa dalam keadaan pupil yang berdilatasi. Gambaran lensa yang

diperbesar dapat terlihat dengan menggunakan slitlamp atau dengan menggunakan

oftalmoskop dengan pengaturan plus tinggi (Vaughan dan Asbury,2014).

15
2.9 PENATALAKSANAAN

The Cataract Management Guideline Panel menganjurkan penilaian

berdasarkan gambaran klinis yang dikombinasi dengan uji ketajaman penglihatan

Snellen sebagai petunjuk terbaik untuk menentukan perlu tidaknya tindakan bedah

(Vaughan dan Asbury,2014).

Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika

gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan.

Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Beberapa

prosedur operasi pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE,

fakoemulsifikasi, dan SICS. Intra Capsuler Cataract Ekstraction (ICCE) adalah

tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Seluruh

lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan dipindahkan dari mata

melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan

hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi

katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer.

ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40

tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat

terjadi pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan

perdarahan (Khalilullah,2010).

Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE) adalah tindakan pembedahan

pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau

merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat keluar

melalui robekan. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat

terjadinya katarak sekunder (Khalilullah,2010).

16
Phakoemulsifikasi (phaco) maksudnya membongkar dan memindahkan

kristal lensa. Pada tehnik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di

kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak,

selanjutnya mesin PHACO akan menyedot masa katarak yang telah hancur sampai

bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan

tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan

sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan

aktivitas sehari-hari (Khalilullah,2010).

Small Incision Cataract Surgery (SICS) merupakan teknik pembedahan

kecil. Teknik ini dipandang lebih menguntungkan karena lebih cepat sembuh dan

murah (Khalilullah,2010).

2.10 KOMPLIKASI

Komplikasi tersering adalah glaukoma. Glaukoma terjadi karena adanya

proses fakolitik, fakotopik, dan fakotoksik. Glaukoma fakolitik yaitu lensa yang

keruh akan terdapat kerusakan maka substansi lensa keluar dan akan menumpuk

pada sudut kamera okuli anterior atau bilik mata depan terutama bagian kapsul

lensa. Hal tersebut akan menyebabkan menumpuknya fagosit atau makrofag yang

berfungsi mereabsorbsi substansi lensa tersebut akibatnya menutup sudut kamera

okuli anterior sehingga mengakibatkan timbulnya glaukoma (Kanski,2003; Sidarta

dan Sri,2015).

Glaukoma fakotopik dilihat berdasarkan dari posisi lensa. Oleh karena

proses intumesensi, lensa terdorong ke depan sudut kamera okuli anterior. Hal ini

menyebabkan menyempitnya sudut kamera okuli anterior yang akan menghambat

17
dari aliran humor aquous sedangkan produksi terus berjalan. Sehingga

menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler (Kanski,2003; Sidarta dan

Sri,2015).

Glaukoma fakotoksik adalah adanya zat toksik bagi mata sendiri

(autotoksik) oleh substansi lensa di kamera okuli anterior sehingga terjadi reaksi

antigen antibodi sehingga timbul uveitis yang kemudian menjadi glaukoma

(Kanski,2003; Sidarta dan Sri,2015).

Gambar 2.8 Komplikasi Sebelum, Saat, dan Sesudah Operasi

(Cataract Surgery Guiedeline,2010)

18
2.11 PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam

Ad Functionam : dubia ad bonam

Ad Sanationam : dubia ad bonam

Katarak senilis biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan

pasien mungkin meninggal sebelum timbul indikasi pembedahan. Namun, jika

katarak dapat dengan cepat terdeteksi serta mendapatkan pengobatan dan

pembedahan katarak yang tepat maka 95% pasien dapat melihat kembali dengan

normal (Vaughan dan Asbury,2014).

19
BAB III
STATUS PASIEN

3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny.D

Usia : 72 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Kepanjen

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Status pernikahan : Menikah

Suku : Jawa

Tanggal periksa : 19 Februari 2019

3.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama : Penglihatan pada mata kanan dan kiri kabur

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poliklinik mata dengan keluhan penglihatan mata

kanan kabur sejak dua tahun yang lalu. Mata kiri pasien lebih kabur

dibandingkan dengan mata kanannya. Kabur dirasa terjadi perlahan-lahan

dan semakin lama memberat hingga mengganggu aktivitas pasien sehari-

hari. Pasien juga mengeluh silau apabila terkena cahaya dan adanya kabut

pada mata kanannya. Pasien tidak mengeluhkan mata merah, nyeri, dan

mual atau muntah.

20
Riwayat Penyakit Dahulu

1. Penyakit serupa : mata kiri buram dan sudah dioperasi katarak

2. Gangguan penglihatan : mata merah, berair, belekan (disangkal)

3. Penggunaan kacamata : menggunakan kacamata baca

4. Diabetes : ada, rutin minum obat dari puskesmas

5. Hipertensi : ada

6. Pembedahan : post operasi katarak mata kiri 1 tahun lalu,

7. Alergi obat/makanan : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

1. Penyakit serupa : disangkal

2. Gangguan penglihatan : disangkal

3. Penggunaan kacamata : disangkal

4. Diabetes : disangkal

5. Hipertensi : disangkal

6. Pembedahan : disangkal

7. Alergi obat/makanan : disangkal

Riwayat Pengobatan

1. Tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan.

2. Belum pernah diobati.

Riwayat Kebiasaan

1. Merokok : disangkal

2. Minum kopi : disangkal

3. Minum alkohol : disangkal

4. Olahraga : disangkal

21
Riwayat Sosial dan Ekonomi

Pasien berasal dari golongan menengah kebawah.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Baik, status gizi kesan baik

Kesadaran

Kompos mentis, GCS 456

Vital Sign (tidak dilakukan)

Status generalisata

1. Kepala : Dalam Batas Normal

2. Leher : Dalam Batas Normal

3. Thoraks : Tidak dilakukan

4. Abdomen : Tidak dilakukan

5. Genetalia : Tidak dilakukan

6. Ekstremitas : Tidak dilakukan

Status Oftalmologi

Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Mata Ny.D

OD Pemeriksaan OS
Visus
Tidak dilakukan TIO Tidak dilakukan
Orthophoria Posisi mata Orthophoria
Ke segala arah Pergerakan Ke segala arah

Normal Super silia Normal


Edema (-) Palpebra Edema (-)
Ptosis (-) Ptosis (-)
Lagophtalmus (-) Lagophtalmus (-)
Tumor (-) Tumor (-)

22
Xantelesma (-) Xantelesma (-)
Entropion (-) Entropion (-)
Ektropion (-) Ektropion (-)
Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Lakrimasi (-) Apparatus lakrimalis Lakrimasi (-)
Sekret (-) Silia Sekret (-)
Hiperemis (-), Konjungtiva Hiperemis (-),
perdarahan Tarsalis perdarahan
subkonjungtiva (-) Bulbi subkonjungtiva (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Pterigium (-) Pterigium (-)
Jernih Kornea Jernih
Kedalaman dangkal Bilik mata depan Normal
Kedalaman cukup
Coklat, Iris Coklat,
kripte (+/jernih) kripte (+/jernih)
Bulat, regular, sentral, Pupil Bulat, regular, sentral,
Refl. cahaya langsung/tak Refl. cahaya langsung/tak
langsung (+/+) langsung (+/+)
Keruh tidak rata Lensa Jernih
Iris shadow (+) Iris shadow (-)
(Tidak dilakukan) Fundus (Tidak dilakukan)
Pembesaran (-) Glandula pre-aurikuler Pembesaran (-)
Gambar mata

3.4 DIAGNOSIS

OD Katarak senilis imatur

OS Normal

3.5 USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan slitlamp

23
2. Pemeriksaan funduskopi

3.6 DIFERENSIAL DIAGNOSIS

OD Kekeruhan Badan Kaca

OD Ablasio Retina

3.7 PENATALAKSANAAN

1. Non Operatif

Non medikamentosa : KIE terhadap pasien bahwa terapi satu-satunya yang paling

efektif adalah dengan operasi.

Medikamentosa : Cendotimolol 0,25% (2xOD)

2. Operatif

Rencana terapi : Operasi menggunakan metode Small Incision Cataract Surgery

(SICS) dengan Implan Intraocular Lens (IOL)

3.8 PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam

Ad sanam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

24
BAB IV
PEMBAHASAN

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi

akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat

keduanya. Biasanya kekeruhan mengenai pada kedua mata dan berjalan progresif

ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Berdasarkan

usia, katarak diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu katarak kongenital,

juvenil, dan senilis (Sidarta dan Sri,2015).

Katarak senilis adalah katarak pada usia setelah 50 tahun yang ditandai

dengan hilangnya transparansi dan opaksifikasi lensa mata. Penyebabnya sampai

sekarang tidak diketahui secara pasti (Vaughan dan Asbury,2014).

Pada kasus, pasien mengeluhkan penurunan penglihatan (mata kabur),

seperti ada kabut, dan silau. Penurunan penglihatan terjadi secara progresif sejak

satu tahun yang lalu dan dirasa cukup mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien baru

merasakan penurunan penglihatan yang nyata pada saat ini. Dalam penurunan

penglihatan, pasien tidak mengeluhkan nyeri pada mata. Pada hasil pemeriksaan

didapatkan tajam penglihatan mata kanan dengan menggunakan kartu Snellen

berkurang yaitu 0,5/60, lensa tampak keruh tak rata dan iris shadow positif.

Pasien telah berumur 71 tahun dan baru pertama kali memeriksakan mata di

poli mata. Selain itu pasien tidak sedang menderita penyakit sistemik seperti

diabetes mellitus dan lain-lain, oleh sebab itu katarak komplikata dapat

disingkirkan. Kemungkinan penyebab dari kasus diatas adalah karena faktor usia

maupun pajanan kumulatif seperti merokok, sebab pasien memiliki riwayat

25
merokok. Kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut yaitu diatas 50 tahun

disebut sebagai katarak senilis.

Meski telah banyak usaha yang dilakukan untuk memperlambat

progresivitas atau mencegah terjadinya katarak, tatalaksana masih tetap dengan

pembedahan. Tidak perlu menunggu katarak menjadi “matang”. Sebelum

dilakukan pembedahan, pasien harus dilakukan komunikasi, informasi, dan edukasi

terlebih dahulu serta persetujuan dalam pembedahan (Bruce et al,2005). Pasien

diberikan informasi mengenai prognosis visual mereka dan mengenai hal-hal yang

mungkin terjadi bersamaan yang bisa mempengaruhi hasil pembedahan katarak.

Terutama pada pasien yang misalnya sudah memiliki retinopati. Harus di

informasikan bahwa penglihatan tidak dapat kembali secara normal karena sudah

terjadi gangguan pada retina.

Pemberian obat dalam mencegah komplikasi sangat diperlukan sebelum

dilakukannya operasi. Komplikasi katarak tersering adalah terjadinya glaukoma.

Meskipun dari hasil pemeriksaan tekanan intraokuli yang dilakukan dengan

menggunakan tonometri shioz didapatkan hasil 17,3 yang masuk dalam kategori

normal, namun pasien tetap harus diberikan medikamentosa dalam mencegah

komplikasi glaukoma. Normal tekanan intraokuler sebesar 15,5 mmHg. Batas

ditentukan sebagai 2 standar deviasi di atas dan di bawah rata-rata (11-21 mmHg)

(Bruce et al, 2005). Pada pasien Tn.Y, diberikan cendotimolol 0,25% dua kali

sehari pada mata kanan. Cendotimolol merupakan antagonis beta adrenergik yang

berkerja dengan cara menurunkan produksi aquous humor oleh badan silier

(Virgana,2007). Dan perlu dilakukan observasi terus secara berkala hingga pasien

selesai dilakukan operasi.

26
Teknik operasi yang direncanakan untuk pasien Tn.Y dengan menggunakan

metode SICS Small Incision Cataract Surgery (SICS) dengan implan intraocular

lens (IOL). SICS Small Incision Cataract Surgery (SICS) merupakan teknik

pembedahan kecil. Teknik ini dipandang lebih menguntungkan karena lebih cepat

sembuh dan murah (Khalilullah,2010).

27
BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu

usia di atas 50 tahun. Katarak merupakan penyebab kebutaan di dunia saat ini yaitu

setengah dari 45 juta kebutaan yang ada. Sembilan puluh persen dari penderita

katarak berada di negara berkembang seperti Indonesia, India dan lainnya. Katarak

juga merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia, yaitu 50% dari seluruh

kasus yang berhubungan dengan penglihatan (Kemenkes,2018).

Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan,

pasien mengalami katarak stadium imatur. Hasil anamnesis didapatkan keluhan

pada mata kanan kabur secara perlahan semenjak satu tahun yang lalu, silau, dan

seperti ada kabut. Dari pemeriksaan fisik didapatkan mata kanan dengan visus

0,5/60 dan mata kiri 6/9. Lensa pada mata kanan keruh tidak rata, bilik mata depan

dangkal, dan iris shadow test positif. Pemeriksaan penunjang yang dapat diusulkan

antara lain slitlamp dan funduskopi. Diberikan terapi medikamentosa untuk

mencegah komplikasi dan diusulkan terapi pembedahan metode SICS Small

Incision Cataract Surgery (SICS) dengan implan intraocular lens (IOL).

5.2 SARAN

Diperlukan pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi kepada

masyarakat mengenai katarak serta komplikasi yang akan timbul apabila tidak

ditatalaksana dengan baik dan benar. Pendekatan lebih dalam juga terkait edukasi

kepada pasien setelah operasi seperti senantiasa membuat mata tetap tertutup,

28
dilarang mengangkat benda berat maupun tetap menjaga kesehatan dan rutin untuk

mengkonsumsi serta memberikan tetes mata atau salep mata sesuai anjuran dokter.

29
DAFTAR PUSTAKA

AAO. 2016. Lens and Cataract. San Fransisco: American Academy of

Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course.

Bruce et al.2005.Oftalmologi.Erlangga Medical Series.Jakarta

D. Vaughan, T.Asbury.2017.Oftamologi Umum.EGC.Ed 17.Jakarta.

Cataract Surgery Guidelines.2010.Scientific Department The Royal Collage of

Ophtalmologist.London

Elfina et al. 2010. Pedoman Diagnosis dan Terapi. RSSA Fakultas Kedokteran

Universitas Brawijaya.Malang

Eva, et al. 2011. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 18 th edition.

London: The Mc Graw-Hill Companies.

Jack JK. Clinical ophthalmology: a systematic approach, 7th edition. London:

Elsevier Saunders; 2011.

Kanski, J. Jack. Lens. InL Clinical Ophthalmology : a systematic approach, 5th

ed. Toronto. Butterworth heinemann. 2003. p 168.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2018.Katarak Sebabkan 50%

Kebutaan.

Khalilullah. Patologi dan penatalaksanaan pada katarak senilis. Yogyakarta; 2010.

Sidarta dan Sri.2015.Ilmu Penyakit Mata.Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.Ed 5.Jakarta

Vicente Victor D Ocampo, MD et al. Cataract, Senile. 22 Juni 2013.

http://www.emedicine.com/oph/topic49.htm

Virgana.2007.Ocular Pharmacotherapi in Glaucoma. Ilmu Kesehatan Mata

Fakultas Kedokteran Unpad.Bandung.

30
31

Anda mungkin juga menyukai