Anda di halaman 1dari 8

TUGAS BLOK MATA

( SKLERITIS )

Disusun oleh :

NAMA : R. ANNISA WILDANI


NIM : J500180037

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS


MUHAMMADIYAH SURAKARTA
TAHUN 2021
SKLERITIS

1. Pendahuluan

Skleritis adalah peradangan pada lapisan sklera yang ditandai dengan adanya infiltrasi seluler,
kerusakan kolagen, dan perubahan vaskuler. Proses peradangan ini terjadi karena adanya proses
imunologis, atau karena suatu infeksi. Trauma lokal juga dapat mencetuskan proses peradangan
tersebut. Skleritis sering berasosiasi dengan suatu infeksi sistemik ada suatu penyakit autoimun.

Skleritis merupakan penyakit yang jarang ditemui. Insidensi di Amerika Serikat diperkirakan 6
kasus per 10.000 populasi penduduk. Dari kasus skleritis yang ditemukan, sekitar 94% merupakan
skleritis anterior dan sisanya ialah skleritis posterior. Skleritis lebih sering dijumpai pada wanita, pada
umumnya sekitar umur 20-60 tahun. Hampir separuh dari kasus skleritis terjadi secara bilateral. Dari
data internasional, tidak ada distribusi geografis yang pasti mengenai insiden skleritis. Pada 15% kasus,
skleritis bermanifestasi sebagai gangguan kolagen vaskular guan kolagen vaskular dan gejala dan gejala
bertambah hingga bah hingga beberapa bulan. Angka morbiditas ditentukan oleh penyakit primer
skleritis itu sendiri dan penyakit sistemik yang menyertai. Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah
1,6:1. Berdasarkan umur skleritis biasanya terjadi pada usia 11-87 tahun, dan rata-rata orang yang
menderita skleritia adalah usia 52 tahun.

Adapun gejala-gejala umum yang biasa terjadi pada skleritis yaitu rasa nyeri berat yang dapat
menyebar ke dahi, alis, dan dagu. Rasa nyeri ini terkadang dapat membangunkan dari tidur akibat
sakitnya yang sering kambuh. Pergerakan bola mata dan penekanan pada bulbus okuli juga dapat
memperparah rasa nyeri tersebut. Rasa nyeri yang berat pada skleritis dapat dibedakan dari rasa nyeri
ringan yang terjadi pada episkleritis yang lebih sering dideskripsikan pasien sebagai sensasi benda asing
di dalam mata. Selain itu terdapat pula mata merah berair, fotofobia, dan penurunan tajam penglihatan.

Skleritis dapat menimbulkan berbagai komplikasi jika tidak ditangani dengan baik berupa baik
berupa keratit keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina oma, granuloma subretina, ablasio
ablasio retina eksudatif, retina eksudatif, proptosis, katarak katarak, dan hipermetropia.
Penatalaksanaan skleritis tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Oleh karena itu perlu diagnosis
yang tepat sesuai dengan etiologinya guna penatalaksanaan lebih lanjut.

a. Anatomi dan Fisiologi Sklera


 Anatomi
Sklera merupakan lanjutan ke belakang dari kornea. Sklera merupakan dinding bola
mata yang paling keras. Sklera tersusun atas jaringan fibrosa yang padat, yang terdiri dari
kolagen tipe 1, proteoglikan, elastin, dan glikoprotein. Berbeda dengan kornea, susunan
jaringan fibrosa kornea relatif tidak teratur dibandingkan kornea, sehingga ia tidak bening
seperti kornea. Tebal sklera pada polus posterior 1 mm dan ekuator 0,5 mm.
Sklera memiliki dua lubang utama yaitu foramen skleralis anterior dan foramen
skleralis posterior. Foramen skleralis anterior terbentuk sebagai perbatasan dengan kornea, dan
merupakan tempat melekatnya kornea pada sklera (bandingkan kornea dengan kaca arloji).
Foramen skleralis posterior atau kanalis skleralis merupakan pintu keluar saraf optik. Pada
foramen ini terdapat lamina kribrosa yang terdiri dari sejumlah membrane seperti saringan yang
tersusun transversal melintas foramen skleralis posterior. Serabut saraf optic melewati lubang
ini untuk menuju otak.
Disamping kedua foramina tadi, sclera juga ditembus oleh berbagai kanal yang dilewati
oleh saraf dan pembuluh darah yang keluar masuk bola mata.
 Fisiologi
Sklera berfungsi untuk menyediakan perlindungan terhadap komponen intra
okular. Pembungkus okular yang bersifat viskoelastis ini memungkinkan pergerakan
bola mata tanpa menimbulkan deformitas otot-otot penggeraknya. !endukung dasar
dari sklera adalah adanya aktifitas sklera yang rendah dan vaskularisasi yang baik pada
sklera dan koroid. 8idrasi yang terlalu tinggi pada sclera menyebabkan kekeruhan pada
jaringan sklera. 3aringan kolagen sklera dan jaringan pendukungnya berperan seperti
cairan sinovial yang memungkinkan perbandingan perbandingan yang normal
sehingga terjadi hubungan antara bola mata dan socket . !erbandingan ini sering
terganggu sehingga menyebabkan beberapa penyakit yang mengenai struktur
artikular sampai pembungkus sklera dan episklera.
b. Definisi
Skleritis didefinisikan sebagai gangguan granulomatosa kronik yang ditandai oleh
destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan adanya vaskulitis.
c. Etiologi
Pada banyak kasus, kelainan-kelainan skelritis murni diperantarai oleh proses
imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan tipe III (kompleks
imun) dan disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus, mungkin terjadi invasi mikroba
langsung, dan pada sejumlah kasus proses imunologisnya tampaknya dicetuskan oleh proses-
proses lokal, misalnya bedah katarak.
Berikut ini adalah beberapa penyebab skleritis, yaitu :
d. Faktor Risiko
 Berusia 40-50 tahun.
 Berjenis kelamin wanita.
 Menderita penyakit jaringan ikat, seperti vaskulitis.
 Memiliki infeksi mata.
 Pernah mengalami cedera pada mata.
 Memiliki riwayat operasi mata.

e. Patofisiologi
Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang meliputi sel T dan
makrofag pada sklera memegang peranan penting terjadinya skleritis. Inflamasi dari sklera bisa
berkembang menjadi iskemia dan nekrosis yang akan menyebabkan penipisan pada sklera dan
perforasi dari bola mata.
Inflamasi yang mempengaruhi sklera berhubungan erat dengan penyakit imun sistemik
dan penyakit kolagen pada vaskular. Disregulasi pada penyakit auto imun secara umum
merupakan faktor predisposisi dari skleritis. Proses inflamasi bisa disebabkan oleh kompleks
imun yang berhubungan dengan kerusakan vaskular (reaksi hipersensitivitas tipe III) dan
respon kronik granulomatous (reaksi hipersensitivitas tipe IV). Interaksi tersebut adalah bagian
dari sistem imun aktif dimana dapat menyebabkan kerusakan sklera akibat deposisi kompleks
imun pada pembuluh di episklera dan sklera yang menyebabkan perforasi kapiler dan
venula post kapiler dan respon imun sel perantara.
f. Diagnosis
 Anamnesis
o Nyeri hebat pada bola mata, konstan, dan tumpul. Nyeri dapat menyebar ke
dahi, alis, dan dagu.
o Intensitas nyeri sangat berat hingga membuat pasien terbangun pada malam
hari.
o Ketajaman penglihatan berkurang.
o Mata merah berair.
o Fotofobia
 Pemeriksaan Fisik
o Bola mata sangat nyeri bila ditekan.
o Injeksi hebat pada pembuluh darah skleral dan episkleral (Bola mata berwarna
ungu gelap akibat dilatasi pleksus vaskular profunda di sclera dan episklera,
yang mungkin nodular, sektoral, atau difus).
o Tekanan intra okuler meningkat.
o Dengan penetesan fenilefrin 10% tidak akan terjadi vasokonstriksi.

 Daylight
Sklera bisa terlihat merah kebiruan atau keunguan yang difus. Setelah
serangan yang berat dari inflamasi sklera, daerah penipisan sklera dan
translusen juga dapat muncul dan juga terlihat uvea yang gelap. Area hitam,
abu-abu dan coklat yang dikelilingi oleh inflamasi yang aktif yang
mengindikasikan adanya proses nekrotik. Jika jaringan nekrosis berlanjut, area
pada sklera bisa menjadi avaskular yang menghasilkan sekuester putih di
tengah yang dikelilingi lingkaran coklat kehitaman. Proses pengelupasan bisa
diganti secara bertahap dengan jaringan granulasi meninggalkan uvea yang
kosong atau lapisan tipis dari konjungtiva.
 Pemeriksaan Slit Lamp
Pada skleritis, terjadi bendungan yang masif di jaringan dalam episklera
dengan beberapa bendungan pada jaringan superfisial episklera. Pada tepi
anterior dan posterior cahaya slit lamp bergeser ke depan karena episklera dan
sklera edema. Pada skleritis dengan Pemakaian fenilefrin hanya terlihat
jaringan superfisial episklera yang pucat tanpa efek yang signifikan pada
jaringan dalam episklera.
 Pemeriksaan Red'free Light
Pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan area yang mempunyai
kongesti vaskular yang maksimum, area dengan tampilan vaskular yang baru
dan juga area yang avaskular total. Selain itu perlu pemeriksaan secara umum
pada mata meliputi otot ekstra okular, kornea, uvea, lensa, tekanan intraokular
dan fundus.
 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mencari etiologi dari skleritis. Beberapa
pemeriksaan laboratorium dan radiologi yang dapat dilakukan yaitu :
o Pemeriksaan darah lengkap dan laju endap darah
o Faktor rheumatoid dalam serum
o Antibodi antinuklear serum (ANA)
o Serum antineutrophil cytoplasmic antibodies (ANCA)
o PPD (purified protein derivative/mantoux test)
o Serum asam urat
o B-Scan Ultrasonography dapat membantu mendeteksi adanya
skleritis posterior.
g. Diagnosis Banding
 konjungtivitis alergika
 Episkleritis
 Gout
 Herpes zoster
 Rosasea ocular
 Karsinoma sel skuamosa pada konjunctiva
 Karsinoma sel skuamosa pada palpebra
 Uveitis anterior non granulomatosa
h. Tatalaksana
 Obat anti-inflamasi non-steroid sistemik :
o Indometasin 100 mg sekali sehari selama 4 hari, kemudian turunkan menjadi
75 mg per oral sekali sehari sampai peradangan hilang, atau
o Ibuprofen 600 mg/hari
 Terapi antimikroba spesifik harus diberikan jika diketahui terdapat penyebab infeksi
i. Komplikasi dan Prognosis
 Komplikasi
Penyulit skleritis adalah keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina,
ablasio retina eksudatif, proptosis, katarak, dan hipermetropia. Keratitis bermanifestasi
sebagai pembentukan alur perifer, vaskularisasi perifer, atau vaskularisasi dalam
dengan atau tanpa pengaruh kornea. Uveitis adalah tanda buruk karena sering
tidak berespon terhadap terapi. Kelainan ini sering disertai oleh penurunan
penglihatan akibat edema makula. Dapat terjadi galukoma sudut terbuka dan tertutup.
Juga dapat terjadi glaukom akibat steroid.
Skleritis biasanya disertai dengan peradangan di daerah sekitarnya seperti
uveitis atau keratitis sklerotikan. Pada skleritis akibat terjadinya nekrosis sklera atau
skleromalasia maka dapat terjadi perforasi pada sklera. !enyulit pada kornea dapat
dalam bentuk keratitis sklerotikan, dimana terjadi kekeruhan kornea akibat peradangan
sklera terdekat. Bentuk keratitis sklerotikan adalah segitiga yang terletak dekat
skleritis yang sedang meradang. Hal ini terjadi akibat gangguan susunan serat kolagen
stroma. Pada keadaan initidak pernah terjadi neovaskularisasi ke dalam stroma kornea.
Proses penyembuhan kornea yaitu berupa menjadi jernihnya kornea yang dimulai dari
bagian sentral. Sering bagian sentral kornea tidak terlihat pada keratitis sklerotikan
 Prognosis
Prognosis skleritis tergantung pada penyakit penyebabnya. Skleritis pada
spondiloartropati atau pada SLE biasanya relatif jinak dan sembuh sendiri dimana
termasuk tipe skleritis difus atau skleritis nodular tanpa komplikasi pada mata.
Skleritis pada penyakit Bagener adalah penyakit berat yang dapat
menyebabkan buta permanen dimana termasuk tipe skleritis nekrotik dengan
komplikasi pada mata. Skleritis pada rematoid artritis atau polikondritis adalah tipe
skleritis difus, nodular atau nekrotik dengan atau tanpa komplikasi pada mata. Skleritis
pada penyakit sistemik selalu lebih jinak daripada skleritis dengan penyakit infeksi atau
autoimun. Pada kasus skleritis idiopatik dapat ringan, durasi yang pendek, dan lebih
respon terhadap tetes mata steroid. Skleritis tipe nekrotik merupakan tipe yang paling
destruktif dan skleritis dengan penipisan sklera yang luas atau yang telah
mengalami perforasi mempunyai prognosis yang lebih buruk daripada tipe skleritis
yang lainnya.
j. Edukasi dan Pencegahan

Edukasi dan promosi kesehatan pada skleritis meliputi penjelasan definisi, etiologi, gejala, serta
penatalaksanaan dan prognosisnya. Skleritis merupakan kondisi inflamasi yang apabila tidak
diterapi dengan baik akan menyebabkan perburukan gejala serta kehilangan penglihatan.

Skleritis lebih sering terjadi pada pasien dengan penyakit autoimun sistemik tertentu, salah
satunya adalah penyakit lupus eritematosus sistemik, sehingga pada pasien-pasien tersebut perlu
dilakukan pemeriksaan mata berkala serta diedukasi untuk tetap melakukan kontrol berkala untuk
mengontrol etiologi.
Daftar Pustaka

Ahmed A, Foster CS. Cyclophosphamide or Rituximab Treatment of Scleritis and Uveitis for
Patients with Granulomatosis with Polyangiitis. Ophthalmic Res. 2019;61(1):44–50.

Cao JH, Oray M, Cocho L, Foster CS. Rituximab in the Treatment of Refractory Noninfectious
Scleritis. Am J Ophthalmol. 2016 Apr;164:22–8.

Episkleritis und Skleritis. Klinische Monatsblätter für Augenheilkunde, 232(04), 601-


614. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Oftalmologi. 1st ed. Sitorus RS, Sitompul
R, Widyawati S, Bani AP, editors. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2017.
Kumar A, Ghose A, Biswas J, Majumder P. Clinical profile of patients with posterior scleritis: A report
from Eastern India. Indian J Ophthalmol. 2018;66(8):1109.

Lang, S. J., Böhringer, D., & Reinhard, T. (2020). Nekrotisierende Skleritis nach
Akanthamöbenkeratitis. Der Ophthalmologe, 1-3.Sobolewska, B., & Zierhut, M. (2015).
Pohlmann, D., & Pleyer, U. (2018). Skleritis–Fortschritte zur Diagnose und Therapie. Klinische
Monatsblätter für Augenheilkunde, 235(05), 603-610.

Riordan-Eva P, Augsburger JJ, editors. General Ophthalmolgy. 19th ed. McGraw-Hill


Education; 2018.

Stem MS, Todorich B, Faia LJ. Ocular Pharmacology for Scleritis: Review of Treatment and a
Practical Perspective. J Ocul Pharmacol Ther. 2017 May;33(4):240–6.

Tappeiner, C., Walscheid, K., & Heiligenhaus, A. (2016). Diagnose und Therapie der
Episkleritis und Skleritis. Der Ophthalmologe, 113(9), 797-810.

Walter, P. (2018). Tag 1: Sklera, Iris, Uveitis. In Augenheilkunde, Dermatologie, HNO in 5


Tagen (pp. 43-50). Springer, Berlin, Heidelberg.

Anda mungkin juga menyukai