Anda di halaman 1dari 13

REFERAT EPISKLERITIS

Pembimbing :
dr. Erin Arsianti, Sp.M.M.Sc

Disusun oleh:
Yolanda Inggriani 11.2015.133
Sunny 11.2015.165

KEPANITERAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RS MATA DR.YAP
PERIODE 4 APRIL 2016 7 MEI 2016

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan
pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera berhubungan erat dengan kornea
dalam bentuk lingkaran yang disebut limbus. Sklera berjalan dari papil saraf optic
sampai kornea. Sklera anterior ditutupi oleh 3 lapis jaringan ikat vascular. Sklera
mempunyai kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola
mata. Walaupun sklera kaku dan tipisnya 1 mm ia masih tahan terhadap kontusi
trauma tumpul. Kekakuan sclera dapat meninggi pada pasien diabetes mellitus, atau
merendah pada eksoftalmus goiter, miotika, dan minum air banyak.1
Sklera berfungsi untuk menyediakan perlindungan terhadap komponen intra
okular. Pembungkus okular yang bersifat viskoelastis ini memungkinkan pergerakan
bola mata tanpa menimbulkan deformitas otot-otot penggeraknya. Pendukung dasar
dari sklera adalah adanya aktifitas sklera yang rendah dan vaskularisasi yang baik
pada sklera dan koroid. Hidrasi yang terlalu tinggi pada sklera menyebabkan
kekeruhan pada jaringan sklera. Jaringan kolagen sklera dan jaringan pendukungnya
berperan seperti cairan sinovial yang memungkinkan perbandingan yang normal
sehingga terjadi hubungan antara bola mata dan socket. Perbandingan ini sering

terganggu sehingga menyebabkan beberapa penyakit yang mengenai struktur artikular


sampai pembungkus sklera dan episklera.1
Episklera merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak antara
konjungtiva dan permukaan sklera.1 Kelainan ini bersifat unilateral pada dua-pertiga
kasus. Episklera dapat tumbuh di tempat yang sama atau di dekatnya di jaringan
palpebra. Di Indonesia belum ada penelitian mengenai penyakit ini. Penyakit ini dapat
terjadi unilateral atau bilateral, dengan onset perlahan atau mendadak, dan dapat
berlangsung sekali atau kambuh-kambuhan. Peningkatan insiden skleritis tidak
bergantung pada geografi maupun ras. Wanita lebih banyak terkena daripada pria
dengan perbandingan 3 : 1. Insiden skleritis terutama terjadi antara 11-87 tahun,
dengan usia rata-rata 52 tahun.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Sklera
Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar, yang hampir
seluruhnya terdiri atas kolagen. Jaringan ini padat dan berwarna putih serta berbatasan
dengan kornea di sebelah anterior dan durameter nervus opticus di posterior. Pita-pita
kolagen dan jaringan elastin membentang di sepanjang foramen sklera posterior,
membentuk lamina cribosa, yang diantaranya dilalui oleh berkas akson nervus
opticus. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan tipis jaringan
elastik halus, episklera, yang mengandung banyak pembuluh darah yang mendarahi
sklera. Lapisan berpigmen coklat pada permukaan sklera adalah lamina fusca, yang
membentuk lapisan luar ruang subprakoid. Pada tempat insersi musculi recti, tebal
sklera sekitar 0,3 mm; di tempat lain tebalnya sekitar 0,6 mm. Di sekitar nervus
opticus,sklera ditembus oleh arteria siliaris posterior longus dan brevis, dan nervus
siliaris longus dan brevis.2 Arteria siliaris posterior longus dan nervus siliaris longus
melintas dari nervus opticus ke corpus siliaris disebuah lengkungan dangkal pada
permukaan dalam sklera di meridian jam 3 dan jam 9. Sedikit posterior dari ekuator, 4
vena vortichosa mengalirkan darah keluar dari koroid menuju sklera, biasanya satu
disetiap kuadaran. Sekitar 4 mm di sebelah posterior limbus, sedikit anterior dari
insersi tiap-tiap muskulus rektus, 4 arteria dan vena siliaris anterior menembus sklera.
Persarafan sklera berasal dari saraf-saraf siliaris. 2

Secara histologis, sklera terdiri atas banyak pita padat yang sejajar dan berkasberkas jaringan kolagen teranyam, yang masing-masing mempunyai tebal 10-16 Um
dan lebar 100-140 Um. Struktur histologis sklera sangat mirip dengan struktur kornea.
Alasan tranparan kornea dan opaknya sklera adalah deturgesensi relatif kornea.2
Episklera
Episklera mengandung banyak pembuluh darah yang menyediakan nutrisi
untuk sklera dan permeabel terhadap air, glukosa dan protein. Episklera juga
berfungsi sebagai lapisan pelicin bagi jaringan kolagen dan elastis dari sklera dan
akan bereaksi hebat jika terjadi inflamasi pada sklera.3
Jaringan fibroelastis dari episklera mempunyai dua lapisan yaitu lapisan
viseral yang lebih dekat ke sklera dan lapisan parietal yang bergabung dengan fasia
dari otot dan konjungtiva dekat limbus.3
Pleksus episklera posterior berasal dari siliari posterior , sementara itu di
episklera anterior berhubungan dengan pleksus konjungtiva, pleksus episklera
superfisial dan pleksus episkera profunda.3

Gambar 1. Anatomi Mata

2.2 Definisi
Episkleritis adalah suatu reaksi inflamasi pada jaringan episklera yang terletak
di antara konjungtiva dan sklera, bersifat ringan, dapat sembuh sendiri, dan bersifat
rekurensi. Episkleritis adalah penyakit pada episklera yang sering, ringan, dapat
sembuh sendiri dan biasanya mengenai orang dewasa dan berhubungan dengan
penyakit sistemik penyertanya tetapi tidak dapat berkembang menjadi skleritis.4
2.3 Etiologi
Radang episklera disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap penyakit
sistemik seperti tuberkulosis, reumatoid arthritis, lues, SLE, dll. Merupakan suatu
reaksi toksik, alergi atau merupakan bagian daripada infeksi. Dapat juga terjadi secara
spontan dan idiopatik.1 Pada banyak kasus, kelainan-kelainan skelritis murni
diperantarai oleh proses imunologi yakni terjadi reaksi hipersensitivitas tipe III
(kompleks imun) dan menyertai penyakit sistemik. 1
Tabel 1. Etiologi Episkleritis

2.4 Epidemiologi
Angka kejadian pasti tidak diketahui karena banyaknya pasien yang tidak
berobat. Tidak ada perbedaan jenis kelamin, namun terdapat laporan 74 % kasus
terjadi pada perempuan dan sering terjadi pada usia dekade 4-5. Pada anak-anak
episkleritis biasanya menghilang dalam 7-10 hari dan jarang rekuren. Pada dewasa,
30 % kasus berhubungan dengan penyakit jaringan ikat penyertanya, penyakit
inflamasi saluran

cerna, infeksi herpes, gout, dan vaskulitis. Penyakit sistemik

biasanya jarang pada anak-anak. 3


2.5 Patofisiologi
Patofisiologi belum diketahui secara pasti namun ditemukan respon inflamasi
yang terlokalisir pada superficial episcleral vascular network, patologinya
menunjukkan inflamasi nongranulomatous

dengan dilatasi vascular dan infiltrasi

perivascular. Penyebab tidak diketahui, paling banyak bersifat idiopatik namun


sepertiga kasus berhubungan dengan penyakit sistemik dan reaksi hipersensitivitas
mungkin berperan.5
Terdapat dua tipe klinik yaitu simple dan nodular. Tipe yang paling sering
dijumpai adalah simple episcleritis (80%), merupakan penyakit inflamasi moderate
hingga severe yang sering berulang dengan interval 1-3 bulan, terdapat kemerahan
yang bersifat sektoral atau dapat bersifat diffuse (jarang), dan edema episklera. Tiap
serangan berlangsung 7-10 hari dan paling banyak sembuh spontan dalam 1-2 atau 23 minggu. Dapat lebih lama terjadi pada pasien dengan penyakit sistemik. Pada anak
kecil jarang kambuh dan jarang berhubungan dengan penyakit sistemik. Beberapa
pasien melaporkan serangan lebih sering terjadi saat musim hujan atau semi. Faktor
presipitasi jarang ditemukan namun serangan dapat dihubungkan dengan stress dan
perubahan hormonal. Pasien dengan nodular episcleritis mengalami serangan yang
lebih lama, berhubungan dengan penyakit sistemik (30% kasus, 5% berhubungan
dengan artritis rematoid, 7% berhubungan dengan herpes zoster ophthalmicus atau
herpes simplex dan 3% dengan gout atau atopy) dan lebih nyeri dibandingkan tipe

simple. Nodular episcleritis (20%) terlokalisasi pada satu area, membentuk nodul
dengan injeksi sekelilingnya.3,5

2.6 Manifestasi Klinis


1. Mata terasa kering
2. Nyeri ringan pada mata
3. Mata terasa mengganjal
4. Konjungtiva kemotik
5. Radang dengan gambaran yang khusus berupa benjolan setempat dengan batas
tegas dan warna merah ungu di bawah konjungtiva, bila benjolan ditekan
dengan kapas atau ditekan pada kelopak di atas benjolan, akan memberikan
rasa sakit yang menjalar sekiktar mata.
6. Jika pasien mengalami episkleritis nodular, pasien mungkin memiliki satu atau
lebih benjolan kecil atau benjolan pada daerah putih mata. Pasien mungkin
merasakan bahwa benjolan tersebut dapat bergerak di permukaan bola mata.1

Gambar 2. Episkleritis

2.7 Diagnosis
1. Anamnesis (gejala klinis)
2. Pemeriksaan Fisik Sklera
a. Daylight
Sklera bisa terlihat merah kebiruan atau keunguan yang difus. Setelah
serangan yang berat dari inflamasi sklera, daerah penipisan sklera dan
translusen juga dapat muncul dan juga terlihat uvea yang gelap. Area
hitam, abu-abu dan coklat yang dikelilingi oleh inflamasi yang aktif yang
mengindikasikan adanya proses nekrotik. Jika jaringan nekrosis berlanjut,
area pada sklera bisa menjadi avaskular yang menghasilkan sekuester
putih di tengah yang dikelilingi lingkaran coklat kehitaman. Proses
pengelupasan bisa diganti secara bertahap dengan jaringan granulasi
meninggalkan uvea yang kosong atau lapisan tipis dari konjungtiva.4
b. Pemeriksaan Slit Lamp
Pada skleritis, terjadi bendungan yang masif di jaringan dalam episklera
dengan beberapa bendungan pada jaringan superfisial episklera. Pada tepi
anterior dan posterior cahaya slit lamp bergeser ke depan karena episklera
dan sklera edema. Pada skleritis dengan pemakaian fenilefrin hanya
terlihat jaringan superfisial episklera yang pucat tanpa efek yang signifikan
pada jaringan dalam episklera.4
c.

Pemeriksaan Red-free Light


Pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan area yang mempunyai
kongesti vaskular yang maksimum, area dengan tampilan vaskular yang
baru dan juga area yang avaskular total. Selain itu perlu pemeriksaan
secara umum pada mata meliputi otot ekstra okular, kornea, uvea, lensa,

tekanan intraokular dan fundus.4


3. Pemeriksaan Lab
Berdasarkan riwayat penyakit dahulu, pemeriksaan sistemik dan pemeriksaan
fisik dapat ditentukan tes yang cocok untuk memastikan atau menyingkirkan

penyakit-penyakit yang berhubungan dengan episkleritis. Adapun pemeriksaan


laboratorium tersebut meliputi :
a. Hitung darah lengkap (CBC) dan laju endap darah
b. Faktor rheumatoid serum
c. Urinalisis
d. Asam urat
e. Antinuclear antibody (ANA)
f. Antibodi sitoplasmik antineutrofil serum (ANCA)2
2.8 Diagnosis Banding

Konjungtivitis
Disingkirkan dengan sifat episkleritis

yang lokal dan tidak adanya keterlibatan

konjungtiva palpebra.5 Pada konjungtivitis ditandai dengan adanya sekret dan


tampak adanya folikel atau papil pada konjungtiva tarsal inferior. 6

Skleritis
Dalam hal ini misalnya noduler episklerits dengan sklerits noduler
mendeteksi keterlibatan sklera dalam dan membedakannya dengan

.untuk

episkleritis,

konjungtivitis, dan injeksi siliar, pemeriksaan dilakukan di bawah sinar matahari


(jangan pencahayaan artifisial) disertai penetesan epinefrin 1:1000 atau fenilefrin
10% yang menimbulkan konstriksi pleksus vaskular episklera superfisial dan
konjungtiva. 5

Iritis
Pada iritis ditemukan adanya sel dan flare pada kamera okuli anterior. 6

2.9 Tatalaksana
1.Simple Lubrikan atau Vasokonstriktor
Digunakan pada kasus yang ringan 4
2.Steroid Topikal
Mungkin cukup berguna, akan tetapi penggunaannya dapat menyebabkan rekurensi. Oleh
karena itu dianjurkan untuk memberikannya dalam periode waktu yang pendek. 5 Terapi
topikal

dengan Deksametason 0,1 % meredakan peradangan dalam 3-4 hari.

Kortikosteroid lebih efektif untuk episkleritis sederhana daripada daripada episkleritis


noduler. 5

3.Oral Non Steroid Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs)


Obat yang termasuk golongan ini adalah Flurbiprofen 300 mg sehari, yang diturunkan
menjadi 150 mg sehari setelah gejala terkontrol, atau Indometasin 25 mg tiga kali sehari.
Obat ini mungkin bermanfaat untuk kedua bentuk episkleritis, terutama pada kasus
rekuren. 5 Pemberian aspirin 325 sampai 650 mg per oral 3-4 kali sehari disertai dengan
makanan atau antasid. 6
4. Episkleritis memiliki hubungan yang paling signifikan dengan hiperurisemia (Gout), oleh
karena itu Gout harus diterapi secara spesifik.

2.10 Komplikasi
Sebuah komplikasi episkleritis yang mungkin terjadi adalah iritis. Sekitar satu
dari 10 orang dengan episkleritis akan berkembang ke arah iritis ringan. Skleritis
biasanya disertai dengan peradangan di daerah sekitarnya seperti uveitis atau keratitis
sklerotikan. Pada skleritis akibat terjadinya nekrosis sklera atau skleromalasia maka
dapat terjadi perforasi pada sklera. Penyulit pada kornea dapat dalam bentuk keratitis
sklerotikan, dimana terjadi kekeruhan kornea akibat peradangan sklera terdekat.5
BAB III
Kesimpulan
Episklera merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak antara
konjungtiva dan permukaan sklera. Kelainan ini bersifat unilateral pada dua-pertiga
kasus. Radang episklera disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap penyakit
sistemik seperti tuberkulosis, reumatoid arthritis, lues, SLE, dll. Merupakan suatu
reaksi toksik, alergi atau merupakan bagian daripada infeksi. Dapat juga terjadi secara
spontan dan idiopatik.
Gejala klinis episklera yaitu mata terasa kering, nyeri ringan pada mata, mata

terasa mengganjal, konjungtiva kemotik, radang dengan gambaran yang khusus


berupa benjolan setempat dengan batas tegas dan warna merah ungu di bawah
konjungtiva, bila benjolan ditekan dengan kapas atau ditekan pada kelopak di atas
benjolan, akan memberikan rasa sakit yang menjalar sekiktar mata.
Pengobatan yang diberikan pada episkleritis adalah vasokonstriktor. Pada
keadaan yang berat diberikan kortikosteroid tetes mata, sistemik atau salisilat.

Daftar Pustaka

1. Ilyas, Sidharta. 2013. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Indonesia.
2. Whitcher JP, Eva PR. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum, Edisi 17,
Jakarta: EGC; 2015.h.97-124.
3. Pavan-Langston, Cornea and External Disease in Manual of Ocular Diagnosis
and Therapy 5th Edition pp. 125-126. Philadelphia. 2002. Lippincott Williams
& Wilkins.
4. Kanski J. Jack, Disorders of the Cornea and Sclera in Clinical Ophthalmology
5th Edition pp. 151-2. Great Britain. 2003. Butterworth-Heinemann.
5. Riordan Paul-Eva, Episkleritis dalam Oftalmologi Umum edisi 14 hal.170171. Jakarta. 2000. Widya Medika.
6. Rhee Douglas and Pyfer Mark, Episcleritis in The Wills Eye Manual 3 rd
Edition pp133-134. United States of America. 1999. Lippincott Williams &
Wilkins

Anda mungkin juga menyukai