Anda di halaman 1dari 20

skeleritis

Definisi
Skleritis adalah peradangan pada lapisan sklera yang
ditandai dengan adanya infiltrasi seluler, kerusakan
kolagen, dan perubahan vaskuler.1 Proses peradangan ini
terjadi karena adanya proses imunologis, atau karena
suatu infeksi. Trauma lokal juga dapat mencetuskan
proses peradangan tersebut. Skleritis sering berasosiasi
dengan suatu infeksi sistemik pada suatu penyakit
autoimun.

Anatomi dan fisiologi


Pada sklera juga terdapat konjungtiva untuk menjaga
kelembapan mata. Sklera terdiri dari jaringan fibrosa
dengan ketebalan 10 14 mikron, dan kaya akan serat
elastik serta mengandung otot halus.9 Sklera berfungsi
untuk melindungi struktur bola mata yang halus dan
tempat melekatnya otot bola mata.

Sklera tertipis terletak pada insersio dari otot rektus,


yaitu 0.3 mm
Pada garis ekuator ketebalan sklera sekitar 0.4 0.5
mm
pada bagian posterior mencapai 1 mm.
. Perbedaan ketebalan sklera ini relevan terhadap daerah
yang rentan tersobek karena trauma. Trauma tumpul
cenderung merobek mata pada bagian tertipisnya, yaitu
di belakang insersio otot rektus.

Sklera juga membentuk lengkungan untuk membuat


jalan untuk saraf optik, yang disebut sebagai lamina
kribosa.
Pada sekitar saraf optik terdapat jalur yang dilewati oleh
arteri dan saraf siliar posterior.
Sekitar 4 mm posterior dari ekuator terdapat jalan
untuk vena vorteks. Pada bagian anterior terdapat jalan
untuk pembuluh darah siliaris anterior yang
memperdarahi otot rektus.

Etiologi

Skleritis dapat merupakan insiden tersendiri (43%) atau


berkaitan dengan penyakit sistemik lainnya (57%).
Adapun beberapa etiologi dari skleritis ialah:
Autoimun (48%)
Infeksi dan Granulomatosa (7%)
Lain-lain (2%)
Idiopatik

Patofisiologi

Skleritis adalah peradangan primer pada sclera rheumatoid arthritis,


ankylosing spondylitis, systemic lupus erythematosus, polyarteritis
nodosa, Wegener's granulomatosis, herpes zoster virus, gout dan
sifilis.
Faktor pencetus dapat berupa organisme menular, bahan endogen,
atau trauma. Proses peradangan dapat disebabkan oleh kompleks
imun yang mengakibatkan kerusakan vaskular (hipersensitivitas tipe
III) ataupun respon granulomatosa kronik (hipersensitivitas tipe IV).
Jaringan imun yang terbentuk dapat mengakibatkan kerusakan sklera,
yaitu deposisi kompleks imun di kapiler episklera, sklera dan venul
poskapiler (peradangan mikroangiopati). Tidak seperti episkleritis,
peradangan pada skleritis dapat menyebar pada bagian anterior atau
bagian posterior mata.

klasifikasi
1. Diffuse anterior scleritis. Ditandai dengan peradangan yang
meluas pada seluruh permukaan sklera. Merupakan skleritis yang
paling umum terjadi.
2. Nodular anterior scleritis. Ditandai dengan adanya satu atau lebih
nodul radang yang eritem, tidak dapat digerakkan, dan nyeri pada
sklera anterior. Sekitar 20% kasus berkembang menjadi skleritis
nekrosis.
3. Necrotizing anterior scleritis with inflammation. Biasa
mengikuti penyakit sistemik seperti rheumatoid arthtitis. Nyeri
sangat berat dan kerusakan pada sklera terlihat jelas. Apabila disertai
dengan inflamasi kornea, dikenal sebagai sklerokeratitis.
4. Necrotizing anterior scleritis without inflammation. Biasa
terjadi pada pasien yang sudah lama menderita rheumatoid arthritis.
Diakibatkan oleh pembentukan nodul rematoid dan absennya gejala.
Juga dikenal sebagai skleromalasia perforans.

Diffuse Anterior Scleritis


Penipisan
nodul

. a) Nodular Anterior Scleritis. b)


dari sklera setelah resolusi dari

Skleromalasia perforans

Diagnosis
Pasien dengan necrotizing anterior scleritis with
inflammation akan mengeluhkan rasa nyeri yang hebat
disertai tajam penglihatan yang menurun, bahkan dapat
terjadi kebutaan.
Tajam penglihatan pasien dengan non-necrotizing
scleritis biasanya tidak akan terganggu, kecuali bila
terjadi komplikasi seperti uveitis
Rasa nyeri yang dirasakan pasien akan memburuk
dengan pergerakan bola mata dan dapat menyebar ke
arah alis mata, dahi, dan dagu. Rasa nyeri juga dapat
memburuk pada malam hari, bahkan dapat
membangunkan pasien dari tidurnya

Pemeriksaan Fisik dan Oftalmologi


Visus dapat berada dalam keadaan normal atau menurun.
Gangguan visus lebih jelas pada skleritis posterior.
Pemeriksaan umum pada kulit, sendi, jantung dan paru
paru dapat dilakukan apabila dicurigai adanya penyakit
sistemik.
Pada pemeriksaan skelera Sklera tampak difus, merah kebiru
biruan dan setelah beberapa peradangan, akan terlihat daerah
penipisan sklera dan menimbulkan uvea gelap.
Area berwarna hitam, abu abu, atau coklat yang dikelilingi oleh
peradangan aktif menandakan proses nekrosis. Apabila proses
berlanjut, maka area tersebut akan menjadi avaskular dan
menghasilkan sequestrum berwarna putih di tengah, dan di kelilingi
oleh lingkaran berwarna hitam atau coklat gelap.

Pemeriksaan skleritis posterior11


Dapat ditemukan tahanan gerakan mata, sensitivitas pada
palpasi dan proptosis.
Dilatasi fundus dapat berguna dalam mengenali skleritis
posterior. Skleritis posterior dapat menimbulkan amelanotik
koroidal.
Pemeriksaan funduskopi dapat menunjukan papiledema,
lipatan koroid, dan perdarahan atau ablasio retina. 17

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap dan laju endap darah
Faktor rheumatoid dalam serum
Antibodi antinuklear serum (ANA)
Serum antineutrophil cytoplasmic antibodies (ANCA)
PPD (Purified protein derivative/mantoux test), rontgen toraks
Serum FTA-ABS, VDRL
Serum asam urat
B-Scan Ultrasonography dapat membantu mendeteksi adanya
skleritis posterior.5

B-Scan Ultrasonography pada skleritis posterior


menunjukkan adanya akumulasi cairan pada kapsul
tenon

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan skleritis dibagi menjadi pengobatan
pada skleritis yang tidak infeksius, pengobatan pada
skleritis yang infeksius, serta konsultasi kepada bagian
terkait apabila dicurigai ada penyakit sistemik yang
menyertai

Diffuse scleritis atau nodular scleritis


Pengobatan awal menggunakan NSAIDs. Jika gagal dapat
menggunakan 2 jenis NSAIDs yang berbeda. Untuk pasien resiko tinggi,
berikan juga misoprostol atau omeprazole untuk perlindungan
gastrointestinal.
Jika NSAIDs tidak efektif, gunakan kortikosteroid oral. Jika terjadi remisi,
dipertahankan menggunakan NSAIDs.

Jika oral kortikosteroid gagal, obat obatan imunosupresif dapat


digunakan. Methotrexate adalah obat pilihan pertama, tapi dapat juga
digunakan azathioprine, mycophenolate, mofetil, cyclophosphamide,
atau cyclosporine. Untuk pasien dengan Wegeners granulomatosis
atau polyarteritis nodosa, cyclophosphamide adalah pilihan utama.
Jika masih gagal, dapat diberikan obat obatan imunomodulator
seperti infliximab atau adalimumab yang diharapkan dapat efektif.

Necrotizing scleritis
Obat obatan imunosupresif ditambahkan dengan kortikosteroid pada
bulan pertama, kemudian jika mungkin dikurangi perlahan lahan.
Jika gagal, pengobatan imunomodulator dapat digunakan.
Injeksi steroid periokular tidak boleh dilakukan karena dapat memperparah
proses nekrosis yang terjadi.

Komplikasi
Skleritis dapat mengakibatkan terjadinya beberapa
komplikasi. Makular edema dapat terjadi karena
perluasan peradangan di sklera bagian posterior sampai
koroid, retina, dan saraf optik.

Prognosis
Individu dengan skleritis ringan biasanya tidak akan
mengalami kerusakan penglihatan yang permanen. Hasil
akhir cenderung tergantung pada penyakit penyerta
yang mengakibatkan skleritis. Necrotizing scleritis
umumnya mengakibatkan hilangnya penglihatan dan
memiliki 21% kemungkinan meninggal dalam 8 tahun.

Anda mungkin juga menyukai