Anda di halaman 1dari 19

Rhegmatogenous retinal detachment:

a review of current practice in


diagnosis and
Management

Pembimbing : dr. Maya Primagustya Achmad, Sp.M


Siti Hediaty, S.Ked
Kurnia Sari
ABSTRAK
• Ablasio retina regmatogenosa (RRD) adalah suatu kondisi umum dengan insidensi yang
terus meningkat, terkait dengan demografi penuaan pada banyak populasi dan
meningkatnya prevalensi miopia secara global, yang keduanya merupakan faktor risiko
yang sudah diketahui
• RRD kini mencapai tingkat keberhasilan bedah primer lebih dari 80% –90% dengan
kasus-kasus kompleks yang juga dapat diobati
• Penatalaksanaan RRD yang optimal menimbulkan banyak perdebatan karena pilihan
utama retinopeksi pneumatik, tekuk sklera, dan vitrektomi, semuanya didukung
berdasarkan pengalaman dan preferensi ahli bedah, kombinasi kasus, dan ketersediaan
peralatan.
• Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk memberikan gambaran bagi spesialis non-retina
yang akan membantu dan menginformasikan pemahaman dan diskusi mereka dengan
pasien
PERKENALAN
• Ablasio retina regmatogenosa (RRD) (gambar 1) adalah bentuk RD yang paling umum terjadi pada sekitar 1 dalam
10.000 tahun
• Penyakit ini terjadi cacat ketebalan penuh pada retina neurosensori ( NSR) yang memungkinkan masuknya cairan dari
rongga vitreous ke dalam ruang subretinal, mengakibatkan pemisahan NSR dari epitel pigmen retina (RPE) di
bawahnya
• tinjauan ini, kami terutama membahas RRD progresif akut dengan onset kurang dari 2 minggu , sedangkan RRD
kronis didefinisikan sebagai RRD yang terjadi lebih dari 2 minggu
• awal tahun 1900-an, RD merupakan kelainan yang membutakan dengan patogenesis yang tidak jelas
Patofisiologi Glaukoma

Glaukoma sudut terbuka primer Glaukoma sudut tertutup primer


Definisi

Skleritis didefinisikan sebagai gangguan


granulomatosa kronik yang ditandai oleh destruksi
kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang
mengisyaratkan adanya vaskulitis
Epidemiologi

• Skleritis adalah penyakit yang jarang dijumpai di Amerika Serikat insidensi


kejadian diperkirakan 6 kasus per 10.000 populasi
• Di Indonesia belum ada penelitian mengenai penyakit ini
• pasien - pasien yang ditemukan , didapatkan 94% adalah skleritis anterior,
sedangkan 6% adalah skleritis posterior
• Penyakit ini dapat terjadi unilateral atau bilateral, dengan onset perlahan atau
mendadak, dan dapat berlangsung sekali atau kambuh – kambuhan
• Wanita lebih banyak terkena daripada pria dengan perbandingan 1,6 : 1.
Insiden skleritis terutama terjadi antara 11- 87 tahun, dengan usia rata-rata 52
tahun
Etiopatogenesis

• Skleritis infeksius terjadi akibat invasi dan kolonisasi jaringan sklera dan
episklera oleh mikroba
• mekanisme skleritis infeksius terbagi menjadi eksogen dan endogen
• Infeksi eksogen dapat disebabkan oleh inokulasi yang terjadi setelah trauma
atau operasi, penyebaran langsung dari area di sekitarnya seperti pada
keratitis mikrobial dengan keterlibatan sklera, atau penyebaran dari dalam
mata seperti pada endoftalmitis atau panuveitis
• Mekanisme infeksi endogen disebabkan oleh penyebaran infeksi sistemik
seperti pada syphilis atau tuberkulosis
Klasifikasi Skleritis
Skeleritis dapat di klasifikasikan menjadi skleritis
anterior dan skleritis posterior

Skleritis Anterior

Berbagai varian skleritis anterior kebanyakan jinak


dimana tipe nodular lebih nyeri. Tipe nekrotik lebih
bahaya dan sulit diobati.

Difus

Bentuk ini dihubungkan dengan artritis rematoid, herpes


zoster oftalmikus dan gout. Ditandai dengan peradangan
yang meluas pada seluruh permukaan sklera. Merupakan
skleritis yang paling umum terjadi
Klasifikasi Skleritis

Nodular

Bentuk ini dihubungkan dengan herpes zoster


oftalmikus. Ditandai dengan adanya satu atau
lebih nodul radang yang eritem, tidak dapat
digerakkan, dan nyeri pada sklera anterior.
Sekitar 20% kasus berkembang menjadi
skleritis nekrosis

a) Nodular Anterior skleritis.


b) Penipisan dari sclera setelah resolusi dari nodul
Bentuk skleritis nekrotik terbagi 2 yaitu :

Necrotizing • Dengan inflamasi. Biasa mengikuti


• Bentuk ini lebih berat dan dihubungkan penyakit sistemik seperti rheumatoid
sebagai komplikasi sistemik atau komplikasi arthtitis. Nyeri sangat berat dan kerusakan
okular pada sebagian pasien. 40% pada sklera terlihat jelas, apabila disertai
menunjukkan penurunan visus. 29% pasien dengan inflamasi kornea, dikenal sebagai
dengan skleritis nekrotik meninggal dalam 5 sklerokeratitis.
tahun. • Tanpa inflamasi (scleromalacia perforan)
• Skleritis nekrotik yang diakibatkan operasi Biasa terjadi pada pasien yang sudah lama
biasanya dapat terjadi setelah operasi menderita rheumatoid arthritis.
katarak, trabekulektomi, dan operasi retina Diakibatkan oleh pembentukan nodul
• Muncul sebagai akibat dari imflamasi pada rematoid dan tanpa gejala. Juga dikenal
fokal area akibat insisi sklera atau limbus. sebagai skleromalasia perforans
Skleritis Posterior
• Biasanya skleritis posterior ditandai dengan rasa
nyeri dan penurunan kemampuan melihat. melihat.
• Dari pemeriksaan objektif didapatkan adanya perubahan
fundus, adanya perlengketan massa eksudat eksudat di
sebagian sebagian retina, perlengketan cincin koroid, massa
di retina, udem makular
• Terdapat perataan dari bagian posterior bola mata, penebalan
lapisan posterior mata (koroid dan sclera) dan edema
retrobulbar.
• Pada skleritis posterior dapat dijumpai penglepasan retina
eksudatif, edema macular, dan papilledema
Diagnosis
Skleritis dapat ditegakkan berdasarkan :

• Anamnesis
• Pemeriksaan fisik dan Oftalmologi
• Pemeriksaan Penunjang
Diagnosa Banding

Episkleritis
• Episkleritis adalah reaksi radang jaringan ikat
vaskular yang terletak antara konjungtiva dan
permukaan sclera.
• Episkleritis dapat merupakan suatu reaksi
toksik, alergik, bagian dari infeksi, serta dapat
juga terjadi secara spontan dan idiopatik.
• Episkleritis umumnya mengenai satu mata,
terutama pada wanita usia pertengahan dengan
riwayat penyakit reumatik
• Keluhan pasien episkleritis berupa mata kering,
rasa nyeri ringan, dan rasa mengganjal
Episkleritis
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan skleritis dibagi menjadi pengobatan pada skleritis yang tidak infeksius, pengobatan pada skleritis
yang infeksius, serta konsultasi kepada bagian terkait apabila dicurigai ada penyakit sistemik yang menyertai
a. Pengobatan pada skleritis yang tidak infeksius. NSAIDs, kortikosteroid, atau obat imunomodulator dapat
digunakan. Pengobatan secara topikal saja tidak mencukupi. Pengobatan tergantung pada keparahan
skleritis, respon pengobatan, efek samping, dan penyakit penyerta lainnya
Diffuse scleritis atau nodular scleriti

• Pengobatan awal menggunakan NSAIDs. Jika gagal dapat menggunakan 2 jenis NSAIDs yang berbeda. Cntuk
pasien resiko tinggi, berikan juga misoprostol atau omeprazole untuk perlindungan gastrointestinal
• Jika NSAIDs tidak efektif, gunakan kortikosteroid oral. Jika terjadi remisi, dipertahankan menggunakan
NSAIDs.
• Jika oral kortikosteroid gagal, obat - obatan imunosupresif dapat digunakan. Methotrexate adalah obat pilihan
pertama, tapi dapat juga digunakan azathioprine, mycophenolate, mofetil, cyclophosphamide, atau
cyclosporine. Cntuk pasien dengan Wegeners granulomatosis atau polyarteritis nodosa, cyclophosphamide
adalah pilihan utama
• Jika masih gagal, dapat diberikan obat - obatan imunomodulator seperti infliEimab atau adalimumab yang
diharapkan dapat efektif
Penatalaksanaan
Necrotizing scleritis

• Obat - obatan imunosupresif ditambahkan dengan kortikosteroid pada bulan pertama, kemudian jika mungkin
dikurangi perlahan - lahan.
• Jika gagal, pengobatan imunomodulator dapat digunakan.
• Injeksi steroid periokular tidak boleh dilakukan karena dapat memperparah proses nekrosis yang terjadi.

b. Pengobatan untuk skleritis yang infeksius. Pengobatan sistemik dengan atau tanpa antimikrobial
topikal dapat digunakan. Sementara kortikosteroid dan imunosupresif tidak boleh digunakan.
c. Konsultasi. Dapat dilakukan kepada ahli penyakit dalam untuk penyakit penyerta, dan konsultasi
dengan spesialis hematologi atau onkologi untuk pengawasan terapi imunosupresif
d. Tindakan bedah jarang bedah jarang dilakukan kecuali ukan kecuali untuk memperbaiki perforasi
rbaiki perforasi sklera atau kornea. Tindakan ini kemungkinan besar diperlukan apabila terjadi kerusakan
hebat akibat invasi langsung mikroba, atau pada granulomatosis wegener atau poliarteritis nodosa yang
disertai penyulit perforasi kornea
Komplikasi

• Keratitis bermanifestasi bermanifestasi sebagai sebagai pembentukan pembentukan alur perifer,


perifer, vaskularisasi vaskularisasi perifer, perifer, atau vaskularisasi dalam dengan atau tanpa
pengaruh kornea
• Skleritis biasanya disertai dengan peradangan di daerah sekitarnya seperti uveitis atau keratitis
sklerotikan
• Pada skleritis akibat terjadinya nekrosis sklera atau skleromalasia maka dapat terjadi perforasi
pada sklera
• Penyulit pada kornea dapat dalam bentuk keratitis sklerotikan, dimana terjadi
kekeruhan kornea akibat peradangan peradangan sklera terdekat
• Bentuk keratitis sklerotikan adalah segitiga yang terletak dekat skleritis yang sedang meradang
• Proses penyembuhan kornea yaitu berupa menjadi berupa menjadi jernihnya kornea jernihnya
kornea yang dimulai yang dimulai dari bagian sentral. Sering bagian sentral kornea tidak terlihat
pada keratitis sklerotikan
Prognosis

• Prognosis skleritis tergantung pada penyakit penyebabnya. Skleritis pada spondiloartropati


atau pada SLE biasanya relatif jinak dan sembuh sendiri dimana termasuk tipe skleritis difus
atau skleritis nodular tanpa komplikasi pada mata Skleritis pada penyakit Wagener adalah
penyakit berat yang dapat menyebabkan buta permanen dimana termasuk tipe skleritis
nekrotik dengan komplikasi pada mata
• Skleritis pada rematoid artritis atau polikondritis adalah tipe skleritis difus, nodular atau
nekrotik dengan atau tanpa komplikasi pada mata. Skleritis pada penyakit sistemik selalu
lebih jinak daripada skleritis dengan penyakit infeksi atau autoimun
• . Pada kasus skleritis idiopatik dapat ringan, durasi yang pendek, dan lebih respon terhadap
tetes mata steroid. Skleritis tipe nekrotik merupakan tipe yang paling destruktif dan skleritis
dengan penipisan sklera yang luas atau yang telah mengalami perforasi mempunyai
prognosis yang lebih buruk
KESIMPULAN
• Skleritis didefinisikan sebagai gangguan granulomatosa kronik yang ditandai
oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang mengisyaratk
adanya vaskulitis
• Skleritis disebabkan oleh berbagai macam penyakit baik penyakit autoimun
ataupun penyakit sistemik, infeksi, trauma dan idiopatik
• Skleritis dapat diklasifikasikan menjadi episkleritis, skleritis anterior dan
skleritis posterior
• Gejala - gejala pada skleritis dapat meliputi rasa nyeri, mata berair, fotofobia,
spasme, dan penurunan ketajaman penglihatan.
• Terapi skleritis meliputi terapi medikamentosa dan pembedahan. Komplikasi
berupa keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina, ablasio retina
eksudatif, proptosis, katarak, dan hipermetropia
• Prognosis skleritis tergantung pada penyakit penyebabnya
TERIMA KASIH!
DO YOU HAVE ANY QUESTIONS?
youremail@freepik.com
+91 620 421 838
yourwebsite.com

Please keep this slide for attribution

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,


including icons by Flaticon and infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai