Anda di halaman 1dari 43

Case Report Session (CRS)

* Program Studi Profesi Dokter/ G1A220120 /08 Maret 2022


** Pembimbing dr.Nidia suriani SP.S,.M.Biomed

POST TRAUMA OSTEOMIELITIS

Kurnia sari *
Dr.Nidia Suriani SP.S,.M.Biomed

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU SARAF


RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022

1
LEMBAR PENGESAHAN
Case Report Session (CRS)

Oleh:
KURNIA SARI
G1A220120

Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi
RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi
2022

Jambi, 08 Maret 2022


Pembimbing
Dr.Nidia Suriani SP.S,.M.Biomed

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan YME karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat ini. Selama
pembuatan ilmiah ini penulis mendapat banyak dukungan dan juga bantuan dari
berbagai pihak, maka dari itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada orang tua penulis, dokter pembimbing referat dr.Nidia Suriani
SP.S,.M.Biomed serta teman-teman kepaniteraan klinik Ilmu Saraf.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini jauh dari
sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan
demi kesempurnaan referat ini. Akhir kata penulis memohon maaf atas segala
kekurangan yang ada dalam pembuatan kasus ini.

Jambi, 0 8 Maret 2022

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

SOP (Space Occupying Procces) merupakan generalisasi masalah


tentang adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak.
Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio
serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial (Long C , 1996 :
130). Tumor otak adalah sebuah lesi terletak pada intrakranial yang menempati
ruang di dalam tengkorak (Brunner & Suddarth, 2002).
Karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang
terfiksasi maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi
yang meluas pertama kali diakomodasi dengan cara mengeluarkan cairan
serebrospinal dari rongga cranium. Akhirnya vena mengalami kompresi, dan
gangguan sirkulasi darah otak dan cairan serebrospinal mulai timbul dan
tekanan intracranial mulai naik. Kongesti venosa menimbulkan peningkatan
produksi dan penurunan absorpsi cairan serebrospinal dan meningkatkan
volume dan terjadi kembali hal-hal seperti diatas.
Meningioma merupakan tumor yang timbul dari meningen, lapisan
membran yang mengelilingi sistem saraf pusat. Tumor ini pertama kali
digambarkan oleh Mattew Bailie dalam bukunya Morbid Anatomy (1787) dan
pertama kali dikenal oleh Bright pada tahun 1931, sebagai tumor yang berasal
1,2
dari duramater atau arachnoid .
Kasus meningioma ditemukan kurang lebih 15% dari seluruh tumor otak.
Dalam sumber lain dikatakan bahwa meningioma terjadi sebanyak 20% dari
tumor intrakranial pada pria, dan 38% pada wanita. Perbandingan angka
kejadian pada wanita dan pria adalah 2:1 dengan usia terbanyak pada dekade
keenam dan ketujuh kehidupan. Pertumbuhan tumor ini biasanya lambat, jadi
terkadang lama menimbulkan gejala klinis. Kebanyakan meningioma bersifat
benign, sedangkan meningioma malignant jarang terjadi. Meningioma dapat
terjadi dimana saja di sepanjang meningen dan dapat menimbulkan manifestasi
klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang terganggu. Sekitar

4
40% meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20% menimbulkan gejala
sindroma lobus
frontalis. Sindroma lobus frontalis sendiri merupakan gejala ketidakmampuan
mengatur perilaku seperti impulsive, apati, disorganisasi, defisit memori, dan
2
atensi, disfungsi eksekutif, dan ketidakmampuan mengatur mood .
Meningioma simtomatik biasanya dapat diobati baik dengan radiosurgery
atau operasi konvensional. Bagi mereka yang tidak memenuhi syarat operasi
atau dengan operasi pengangkatan tidak lengkap, radioterapi dapat
2
memperlambat atau menghentikan pertumbuhan meningioma .
Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai klasifikasi,
epidemiologi, faktor resiko, patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan,
dan prognosis meningioma. Diharapkan dengan mengerti lebih baik mengenai
meningioma dapat membuat manajemen hal ini lebih efektif.

5
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 29 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Indragiri Tembilahan
Pekerjaan : IRT
No RM : 1002345
MRS : 15 Februari 2022
Ruang Perawatan : Neurologi

II. DATA SUBYEKTIF


Anamnesis
Keluhan Utama :
Lemah anggota gerak kiri sejak kurang lebih 1 tahun SMRS
Riwayat penyakit Sekarang
Pasien datang dibawa oleh suaminya kepoli klinik neurologi dengan
keluhan kelemahan tangan dan kaki sejak 1 tahun yang lalu.
±2 tahun yang lalu SMRS Pasien mengalami sakit kepala hebat,sakit
terasa sangat berat dan membuat pasien tidak bisa tidur dan beraktivitas,lalu
pasien dibawa oleh suaminya ke dokter umum dan diperiksa tekanan darahnya
dan pada wktu itu tekanan darah pasien tinggi,dan didiagnosa oleh dokter
pasien mengalami darah tinggi dan mengkonsumsi obat darah tinggi setiap
pasien mengalami sakit kepala
±1 tahun yang lalu pasien mengalami kelemahan pada tangan dan kaki
pasien,awalnya pasien merasakan sakit kepala yang hebat seperti tertusuk-
tusuk,pasien dibawa oleh suaminya kedokter dan diberikan obat darah

6
tinggi,saat itu tekanan darahya 160/100 tetapi pasien mengatakan sakit kepala
tidak berkurang dan membuat penglihatan kabur.
±9 bulan setelah berobat dari dokter, sakit tidak berkurang pasien
megatakan semakin hari pandangan semakin kabur dan sakit kepala semakin
memberat, disertai demam dan muntah,setelah itu pasien dibawa lagi ke dokter
mata di RS.Tungkal,untuk berobat mata,dokter memberikan obat untuk obat
mata,obat tablet dan obat tetes,pasien lupa nama obatnya,setelah memakan obat
mata semakin hari pandangan semakin kabur dan gelap,dan membuat mata
pasien tidak bisa melihat.
±8 bulan SMRS pasien mengalami kelemahan pada kaki dan tangan
dan membuat pasien tidak bisa berjalan lagi,sakit kepala pasien muncul lagi,
lalu tidak bisa melihat dan perlahan kaki dan tangan pasien lemah,tidak bisa
digerakkan,tetapi masih bisa duduk,pasien masih merasakan ketika di beri
rangsangan,masih terasa kalau di cubit,hanya saja lemah dan nyeri,semakin
hari pasien tidak bisa bergerak.suara pelo (-) demam (+) nyeri kepala (+)
muntah (+) BAK normal,dan BAB normal.
Pasien merupakan dari poli klinik neurologi RSUD Raden Mattaher datang
dengan keluhan aggota gerak yang semakin melemah,dan kadang-kadang
terasa nyeri,tetapi masih bisa dirasakan rangsangan nyeri dan juga pada saat di
pegang,pasien juga mengeluhkan sakit kepala,dan mata yang tidak bisa
melihat,bicara pelo (-) sakit kepala (+) demam (+) muntah terakhir 1 bulan
yang lalu,BAK normal dan BAB 3 kali seminggu.

Riwayat Penyakit Dahulu:


- Riwayat keluhan yang sama (-)
- Riwayat hipertensi (+) kurang lebih 2 tahun yll
- Riwayat Trauma fisik (+)waktu umur 5 tahun os pernah di timpa kayu.
- Riwayat DM (-)
- Riwayat kolesterol dan asam urat (-)

7
Riwayat Penyakit Keluarga:
- Tidak terdapat riwayat keluarga dengan keluhan yang sama

Riwayat Sosial Ekonomi:


- Pasien merupakan seorang pekerja ibu rumah tangga

III. PEMERIKSAAN FISIK (OBJEKTIF)


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 15 Februari 2022
1. Keadaan Umum dan Tanda Vital
 Kesadaran : Compos Mentis GCS : 15 ( E4 V5 M6)
 Tekanan Darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 109 kali/ menit
 Respirasi : 20 kali/ menit, pernapasan regular
 Suhu : 36,1 °C

2. Status Generalis
 Kepala : Normocephal (+)
 Mata : Exothalmus (+/+),Edema palpebra (-/-),
conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat, isokor,  ± 3 mm/± 3 mm, refleks cahaya
(+/+), katarak -/-
 THT : Dalam batas normal
 Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa kering (-), lidah
hiperemis (-), T1-T1, faring hiperemis (-).
 Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
 Dada : Simetris ka=ki
 Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

8
Auskultasi : BJ I dan BJ II regular, gallop (-),murmur(-)
 Paru :
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), fremitus
taktil sama kanan dan kiri
Perkusi : Fremitusvokal sama kiri dan kanan, Sonor +/+
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
 Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-), masa (-).
Palpasi :Soepel, nyeri tekan epigastrium (-), undulasi (-),
shifting dullness (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Ekstremitas :
Superior :Akral hangat, edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)
Inferior :Akral hangat, edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)

3. Status Psikitus
 Cara berpikir : Baik
 Perasaan hati : Biasa
 Tingkah laku : Normoaktif
 Ingatan : Baik
 Kecerdasan : Baik

4. Status Neurologi
a. Kepala
Bentuk : Normochepal
Nyeri tekan : (-)
Simetri : (+)

9
Pulsasi : (+)
b. Leher
Sikap : Normal
Pergerakan : baik
c. Tanda Rangsang meningeal :
Kaku kuduk :-
Brudzinsky 1 : -/+
Brudzinsky 2 : -|-
Brudzinsky 3 : -|-
Brudzinsky 4 : -|-
Guillain Sign : -|-
Edelmann test : -|-
Laseque : >700 / >700
Kernig : >1350 / >1350

d. Nervus kranialis
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N I (Olfaktorius)
Subjektif Normal Normal
Objektif (dengan
Normal (normosmia) Normal (normosmia)
bahan)
N II (Optikus)
Tajam penglihatan 1/tak hingga 1/tak hingga
Lapangan pandang menyempit menyempit
Melihat warna Normal Normal
N III (Okulomotorius)
Sela mata Simetris Simetris
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Pergerakan bola mata Normal Normal
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Strabismus Tidak ada Tidak ada

10
Ekso/endotalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil
Bentuk, besar Bulat, isokor,  3 mm Bulat, isokor,  3 mm
reflex cahaya + +
langsung
reflex konvergensi + +
reflex konsensual + +
Diplopia Tidak ada Tidak ada
N IV (Trochlearis)
Pergerakan bola mata Normal Normal
ke bawah-dalam
Diplopia Tidak ada Tidak ada
N V (Trigeminus)
Motorik
Membuka mulut Normal
Mengunyah Normal
Mengigit Normal
Sensibilitas Muka
Oftalmikus Normal Normal
Maksila Normal Normal
Mandibula Normal Normal
Reflek Kornea Normal Normal
Reflek Masseter Normal Normal
N VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata Normal Normal
(lateral)
Diplopia Tidak ada Tidak ada
N VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi Simetris Simetris

11
Menutup mata Normal Normal
Memperlihatkan gigi Normal Normal
Bersiul Normal Normal
Senyum Normal Normal
Sensasi lidah 2/3 Normal Normal
depan
N VIII (Vestibularis)
Suara berbisik Normal Normal
Detik arloji Normal Normal
Rinne test + +
Weber test Tidak ada lateralisasi
Swabach test Normal Normal
N IX (Glossofaringeus)
Sensasi lidah 1/3 blkg Normal
Sensibilitas faring Normal
N X (Vagus)
Arkus faring Simetris
Berbicara Normal
Menelan Baik
Refleks muntah Tidak dilakukan
Nadi Normal
N XI (Assesorius)
Memalingkan kepala Normal
Mengangkat bahu Normal Normal
N XII (Hipoglosus)
Kedudukan lidah Tidak ada deviasi
dijulurkan
Atropi papil -
Tremor lidah -

12
d. Badan dan Anggota Gerak
1. Badan
Motorik Kanan Kiri
Respirasi Simetris Simetris
Duduk Simetris Simetris
Bentuk kolumna Normal Normal
Vertebralis
Pergerakan kolumna Normal Normal

Sensibilitas
Raba Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Normal Normal

Refleks
Reflek kulit perut atas Normal Normal
Reflek kulit perut tengah Normal Normal
Reflek kulit perut bawah Normal Normal
Reflek kremaster tidak dilakukan tidak dilakukan

2. Anggota Gerak atas


Motorik Kanan Kiri
Pergerakan menurun Baik
Kekuatan 5 4
Tonus Eutoni Eutoni
Trofi Eutrofi Eutrofi

Sensibilitas
Raba Normal Normal
Nyeri Normal Normal

13
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks Fisiologis
Biseps ++ ++
Triseps ++ ++
Radius ++ ++
Ulna ++ ++

Refleks Patologis
Hoffman-Tromner - -

3. Anggota gerak bawah


Motorik Kanan Kiri
Pergerakan Menurun Baik
Kekuatan 5 3
Tonus Eutoni Eutoni
Trofi Eutrofi Eutrofi

Sensibilitas
Raba Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks Fisiologis
Patella ++ ++
Achilles ++ ++

Refleks Patologis
Babinsky - -
Oppenheim - -
Chaddock - -

14
Schaefer - -
Rosolimo - -
Mendel-Bechtrew - -
Bing - -
Klonus paha - -
Klonus kaki - -

e. Gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Atetosis : (-)
Miokloni : (-)
Khorea : (-)
Rigiditas : (-)

f. Alat Vegetatif
Miksi : Normal
Defekasi : Normal

g. Koordinasi, gait dan keseimbangan


Cara berjalan : Tidak dilakukan
Romberg Test : Tidak dilakukan
Disdiadokokinesis : Tidak dilakukan
Dismetri : Tidak dilakukan
Ataxia : Tidak dilakukan
Rebound Phenomena : Tidak dilakukan

h. Pemeriksaan Penunjang :

15
a. Darah rutin :
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai
Hematologi
WBC 7,74 10^9/L 3,70 – 10,1
RBC 5,22 10^12/L 4,06 – 4,69
HGB 15 g/dL 12,9 – 14.2
HCT 43,4 % 37,7 – 53,7
PLT 349 10^9/L 100 – 300
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Elektrolit
Natrium (Na) 134,7 mmol/L 135 – 148
Kalium (K) 3,24 mmol/L 3,5 – 5,3
Chlorida (Cl) 105,1 mmol/L 98 – 110
Kalsium (Ka) 1,15 mmol/L 1,10-1,35

B. MRI Kepala

Kesan :
Ditemukan massa padat besar ekstraaksial diparasagital kanan yang
mendesak hemisfer cerebri kanan kiri, menyebabkan midkine shift ke kiri
(+/- 2,5 cm) herniasi tonsilar cerebelum, herniasi basal lobus frontal kanan
kiri ke sinus ethmoidalis kanan kiri, scalloping os parietal kanan,
menginfasi falx cerebri dan sedikit meluas ke kontralateral, serta curiga
meninfasi sebagian segmen sinus sagitalis superior kemungkinan
meningioma
IV. Diagnosis
Diagnosa Klinis : 1. Hemiparesis sinistra
2. Disfungsi NII Bilateral
Diagnosa Topis : Hemisfer cerebri dextra, lobus parietal dextra
Diagnosa Etiologi : SOP cerebri ec meningioma

V. Tatalaksana
Non Medikamentosa :
- Bed Rest
Medikamentosa :
 IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
 Inj. Omeprazole 1x 40mg
 Inj. dexamethason 3x1 amp
 PO B Complex 1x1 tab

V. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam
RIWAYAT PERKEMBANGAN PASIEN
S O A P

16februari 2022 GCS: 15 A:SOP cerebri  IVFD NaCl 0,9% 20 tpm


tumor intracranial
S:lemah pada TD:120/80 mmHg  Inj.Omeprazole 1x 40mg
e.c meningioma
anggota gerak  1 amp tramadol
N:109 x
Sebelah  IV dexamethasone 3x1
kiri,nyeri RR:20 x
mg
kepala,mota
Spo2: 98%  Po.B comp 1x1 tab
kabur.
o
T:36,1 C

17februari 2022 GCS: 15 A: SOP cerebri  IVFD NaCl 0,9% 20 tpm


tumor intracranial
S: lemah pada TD: 126/82mmhg  Inj.Omeprazole 1x 40mg
e.c meningioma
anggota gerak  1 amp tramadol
N:115 x/i
sebelah kiri dan  IV dexamethasone 3x1
tangan kanan RR: 22x/i
mg
Spo2:98%  PO.B comp 1x1 tab
o
T:37 C

18februari 2022 GCS: 15 A: SOP cerebri  IVFD NaCl 0,9% 20 tpm


tumor intracranial
S:lemah pada TD: 126/85 mmhg  Inj.Omeprazole 1x 40mg
e.c meningioma
Anggotagerak  1 amp tramadol
N: 110x/i
sebelah kiri dan  IV dexamethasone 3x1
tangan kanan RR:22x/i
mg
Spo2: 99%  Po.B comp 1x1 tab
o
T: 37,1 C
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SOP (SPACE OCCUPAYING PROCCES) CEREBRI


2.1.1 DEFINISI
SOP (Space Occupying Procces) merupakan generalisasi masalah tentang
adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak
penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri,
hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial (Long C , 1996 : 130). Tumor
otak adalah sebuah lesi terletak pada intrakranial yang menempati ruang di dalam
tengkorak (Brunner & Suddarth, 2002).
Karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang
terfiksasi maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi
yang meluas pertama kali diakomodasi dengan cara mengeluarkan cairan
serebrospinal dari rongga cranium. Akhirnya vena mengalami kompresi, dan
gangguan sirkulasi darah otak dan cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan
intracranial mulai naik. Kongesti venosa menimbulkan peningkatan produksi dan
penurunan absorpsi cairan serebrospinal dan meningkatkan volume dan terjadi
kembali hal-hal seperti diatas.
Posisi tumor dalam otak dapat mempunyai pengaruh yang dramatis pada
tanda-tanda dan gejala. Misalnya suatu tumor dapat menyumbat aliran keluar dari
cairan serebrospinal atau yang langsung menekan pada vena-vena besar,
meyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial dengan cepat. Tanda-
tanda dan gejala memungkinkan dokter untuk melokalisirlesi akan tergantung
pada terjadinya gangguan dalam otak serta derajat kerusakan jaringan saraf yang
ditimbulkan oleh lesi. Nyeri kepala hebat, kemungkinan akibat peregangan
durameter dan muntah-muntah akibat tekanan pada batang otak merupakan
keluhan yang umum.
2.1.2 ETIOLOGI
Penyebab tumor otak belum diketahui pasti, namun faktor resiko terjadinya
tumor otak antara lain:
1. Genetik
Tumor susunan saraf pusat primer merupakan komponen besar dari
beberapa gangguan yang diturunkan sebagi kondisi autosomal, dominant
termasuk sklerasis tuberose, neurofibromatosis.
2. Kimia dan Virus
Pada binatang telah ditemukan bahwa karsinogen kimia dan virus
menyebabkan terbentuknya neoplasma primer susunan saraf pusat tetapi
hubungannya dengan tumor pada manusia masih belum jelas.
3. Radiasi
Pada manusia susunan saraf pusat pada masa kanak-kanak
menyebabkan terbentuknya neoplasma setelah dewasa.
4. Trauma
Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma
(neoplasma selaput otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma
susunan saraf pusat belum diketahui.

2.1.3 KLASIFIKASI
Tumor otak ada bermacam-macam menurut Price, Sylvia Ardeson,2000,
yaitu:
a. Glioma adalah tumor jaringan glia (jaringan penunjang dalam system
saraf pusat (misalnya euroligis), bertanggung jawab atas kira-kira 40
sampai 50 % tumor otak.
b. Tumor meningen (meningioma) merupakan tumor asal meningen, sel-
sel mesofel dan sel-sel jaringan penyambung araknoid dan dura dari
paling penting.
c. Tumor hipofisis berasal dari sel-sel kromofob, eosinofil atau basofil
dari hipofisis anterior
d. Tumor saraf pendengaran (neurilemoma) merupakan 3 sampai 10 %
tumor intrakranial. Tumor ini berasal dari sel schawan selubung saraf.
e. Tumor metastatis adalah lesi-lesi metastasis merupakan kira-kira 5-10
% dari seluruh tumor otak dan dapat berasal dari sembarang tempat
primer.
f. Tumor congenital (gangguan perkembangan). Tumor kongenital yang
jarang antara lain kondoma, terdiri atas sel-sel yang berasal dari sisa-
sisa horokoida embrional dan dijumpai pada dasar tengkorak.
g. Tumor pembuluh darah antara lain :
1) Angioma adalah pembesaran massa pada pembuluh darah
abnormal yang didapat didalam atau diluar daerah otak. Tumor
ini diderita sejak lahir yang lambat laun membesar.
2) Hemangiomablastoma adalah neoplasma yang terdiri dari
unsur-unsur vaskuler embriologis yang paling sering dijumpai
dalam serebelum
3) Sindrom non hippel-lindan adalah gabungan antara
hemagioblastoma serebelum, angiosmatosis retina dan kista
ginjal serta pancreas.

2.1.4 PATOFISIOLOGI
Menurut Brunner dan Suddarth 1987, gangguan neurologi pada tumor
otak disebabkan oleh 2 faktor yaitu gangguan fokal disebabkan oleh tumor dan
kenaikan TIK.
a. Gangguan fokal, terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak dan
infiltrasi atau invasi langsung pada parekim otak dengan kerusakan
jaringan neuron. Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor
yang tumbuh paling cepat (misalnya glioblastama multiforme).
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang
bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah
arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut
dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan perubahan
serebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan
kepekaan neuron dihubungkan dengan kompresi, invasi dan perubahan
suplai darah kejaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga
menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan
neurologis fokal.
b. Peningkatan TIK dapat diakibatkan oleh bebrapa faktor: bertambahnya
massa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan
sirkulasi cairan serebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan
bertambahnya massa karena ia mengambil tempat dalam ruang yang relatif
tetap dari ruangan tengkorak yang kaku. Tumor ganas menyebabkan
oedema dalam jaringan otak sekitarnya. Mekanismenya belum seluruhnya
dipahami, tetapi diduga disebabkan oleh selisih osmotik yang
menyebabkan penyeparan cairan tumor. Beberapa tumor dapat
menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan oedema yang disebabkan
oleh kerusakan sawar darah-otak, semuanya menimbulkan kenaikan
volume intrakranial dan kenaikan TIK.
Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel
lateral ke ruangan sub araknoid menimbulkan hidrosepalus. Peningkatan
TIK akan membahayakan jiwa bila terjadi cepat akibat salah satu penyebab
yang akan telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi
memerlukan waktu berhari-hari atau berbulan-bulan untuk menjadi efektif
dan oleh karena itu tidak berguna apabila TIK timbul cepat. Mekanisme
kompensasi antara lain: bekerja menurunkan volume darah intrakranial,
volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intra sel dan mengurangi
sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan
herniasi ulkus / serebellum. Herniasi ulkus menekan mensesefalon
menyebabkan hilangnya kesadaran saraf otak ketiga. Pada herniasi
cerebellum tergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa
posterior. Kompresi medulla oblongata dari henti pernafasan terjadi
dengan cepat. Perubahan fisiologis lain terjadi dengan cepat. Perubahan
fisiologis lain terjadi akibat peningkatan TIK yang cepat adalah
bradikardia progesif, hipertensi sitemik, (pelebaran tekanan nadi) dan
gangguan pernafasan.

2.1.5 MANIFESTASI KLINIS


a. Sakit kepala
Sakit kepala merupakan gejala umum yang paling sering dijumpai pada
penderita tumor otak. Rasa sakit dapat digambarkan bersifat dalam dan terus
menerus, tumpul dan kadang-kadang hebat sekali. Nyeri ini paling hebat
pada pagi hari dan lebih menjadi lebih hebat oleh aktivitas yang biasanya
meningkatkan TIK seperti membungkuk, batuk, mengejan pada waktu BAB.
Nyeri sedikit berkurang jika diberi aspirin dan kompres dingin pada tempat
yang sakit.
b. Nausea dan muntah
Terjadi sebagai akibat rangsangan pusat muntah pada medulla
oblongata. Muntah paling sering terjadi pada anak-anak berhubungan
dengan peningkatan TIK diserta pergeseran batang otak. Muntah dapat
terjadoi tanpa didahului nausea dan dapat proyektif.
c. Papiledema
Disebabkan oleh statis vena yang menimbulkan pembengkakan papilla
nervioptist. Bila terlihat pada pemeriksaan funduskopi akan mengingatkan
pada kenaikan TIK. Seringkali sulit untuk menggunakan tanda ini sebagai
diagnosis tumor otak oleh karena pada beberapa individu fundus tidak
memperlihatkan edema meskipun TIK tidak amat tinggi. Dalam
hubungannya dengan papiledema mungkin terjadi beberapa gangguan
penglihatan. Ini termasuk pembesaran bintik buta dan amaurusis fugun
(perasaan berkurangnya penglihatan).
d. Gejala fokal
Tanda-tanda dan gejala-gejala tumor otak antara lainnya juga terjadi,
tetapi ini lebih cenderung mempunyai nilai melokalisasi :
1) Tumor korteks motorik, memanifestasikan diri dengan menyebabkan
gerakan seperti kejang yang terletak pada satu sisi tubuh yang
disebut Kejang Jacksonian.
2) Tumor lobus oksipital menimbulkan gejala visual, hemiaropsia
humunimus kontralateral (hilangnya penglihatan pada setengah
lapang pandang, pada sisi yang berlawanan dari tumor) dan
halusinasi penglihatan.
3) Tumor serebelum, menyebabkan pusing, ataksia (kehilangan
keseimbangan) atau gaya berjalan yang sempoyongan dengan
kecenderungan jatuh ke sisi yang lesi, otot-otot tidak terkoordinasi
dan nistagmus (gerakan mata berirama tidak disengaja) biasanya
menunjukkan gerakan horizontal.
4) Tumor lobus frontal sering menyebabkan gangguan kepribadian
perubahan status emosional dan tingkah laku, dan disintegrasi
perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrem yang tidak teratur
dan kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.
5) Tumor sudut serebroponsin biasanya diawali pada sarung saraf akustik
dan member rangkaian gejala yang timbul dengan semua karakteriatik
gejala pada tumor otak :
a) Pertama, tinnitus dan kelihatan vertigo, diikuti terjadinya tuli (saraf
cranial-8)
b) Berikutnya kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah (saraf
cranial-5)
c) Selanjutnya, terjadi kelemahan atau paralisis (saraf cranial-7)
d) Akhirnya, karena pembesaran tumor menekan serebelum, mungkin
ada abnormalitas pada fungsi motorik.
e. Tumor ventrikel dan hipotalamus mengakibatkan somnolensia, diabetes
insipidus, obesitas, dan gangguan pengaturan suhu.
f. Tumor intrakranial dapat menghasilkan gangguan kepribadian, konfusi,
gangguan fungsi bicara dan gangguan gaya berjalan.

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. CT Scan, memberikan informasi spesifik yang menyangkut
jumlah ukuran dan kepadatan jejas tumor dan meluasnya tumor
serebral sekunder, selain itu alat ini juga member informasi
tentang system ventrikuler.
b. MRI, digunakan untuk menghasilkan deteksi jejas yang kecil,
membantu dalam mendeteksi tumor didalam batang otak dan
daerah hipofisis.
c. Biopsi stereotaktik bantuan computer (3 dimensi) dapat
digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam
dan untuk memberikan dasadasarpengobatan dan informasi
prognosis.
d. Angiografi serebral, memberikan gambaran pembuluh darah
serebral dan letak tumor serebral.
e. EEG, dapat mendekati gelombang otak abnormal pada daerah
yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk
mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.
f. Penelitian sitologis pada CSF, untuk mendekati sel-sel ganas,
karena tumor-tumor pada system saraf pusat mampu menggusur
sel-sel ke dalam cairan serebrospinal.
g. Ventriculogram / Arteriografi, apabila diagnose yang diduga
sedemikian rumitnya sehingga pungsi spinal atau pungsi lumbal
tidak bias dilakukan karena kontra indikasi peningkatan TIK.

2.1.7 PENATALAKSANAAN
Orang dengan tumor otak memiliki beberapa pilihan pengobatan. Tergantung
pada jenis dan stadium tumor, pasien dapat diobati dengan operasi pembedahan,
radioterapi, atau kemoterapi. Beberapa pasien menerima kombinasi dari
perawatan diatas (Barbara L. Bullock 2000).
1. Pembedahan
Pembedahan adalah pengobatan yang paling umum untuk tumor otak.
Tujuannya adalah untuk mengangkat sebanyak tumor dan meminimalisir
sebisa mungkin peluang kehilangan fungsi otak.Operasi untuk membuka
tulang tengkorak disebut kraniotomi.
2. Radiosurgery stereotactic
Radiosurgery stereotactic adalah tehnik "knifeless" yang lebih baru untuk
menghancurkan tumor otak tanpa membuka tengkorak. CT scan atau MRI
digunakan untuk menentukan lokasi yang tepat dari tumor di otak. Energi
radiasi tingkat tinggi diarahkan ke tumornya dari berbagai sudut untuk
menghancurkan tumornya. Alatnya bervariasi, mulai dari penggunaan pisau
gamma, atau akselerator linier dengan foton, ataupun sinar proton.
3. Radioterapi
Radioterapi menggunakan X-ray untuk membunuh sel-sel tumor. Sebuah
mesin besar diarahkan pada tumor dan jaringan di dekatnya. Mungkin kadang
radiasi diarahkan ke seluruh otak atau ke syaraf tulang belakang.
4. Kemoterapi
Kemoterapi yaitu penggunaan satu atau lebih obat-obatan untuk
membunuh sel-sel kanker. Kemoterapi diberikan secara oral atau dengan
infus intravena ke seluruh tubuh. Obat-obatan biasanya diberikan dalam 2-4
siklus yang meliputi periode pengobatan dan periode pemulihan.

2.1.8 KOMPLIKASI
a. Ganguan Fungsi Luhur
Komplikasi tumor otak yang paling ditakuti selain kematian adalah
gangguan fungsi luhur. Gangguan ini sering diistilahkan dengan gangguan
kognitif dan neurobehavior sehubungan dengan kerusakan fungsi pada area
otak yang ditumbuhi tumor atau terkena pembedahan maupun radioterapi.
b. Ganguan Wicara
Gangguan wicara sering menjadi komplikasi pasien tumor otak. Dalam hal
ini kita mengenal istilah disartria dan aphasia. Disartria adalah gangguan
wicara karena kerusakan di otak atau neuromuscular perifer yang
bertanggung jawab dalam proses bicara. Tiga langkah yang menjadi
prinsip dalam terapi disartria adalah meningkatkan kemampuan verbal,
mengoptimalkan fonasi, serta memperbaiki suara normal.

c. Gangguan Pola Makan


Disfagi merupakan komplikasi lain dari penderita ini yaitu ketidakmampuan
menelan makanan karena hilangnya refleks menelan. Gangguan bisa terjadi
di fase oral, pharingeal atau oesophageal. Komplikasi ini akan menyebabkan
terhambatnya asupan nutrisi bagi penderita serta berisiko aspirasi pula
karena muntahnya makanan ke paru. Etiologi yang mungkin adalah parese
nervus glossopharynx dan nervus vagus. Bisa juga karena komplikasi
radioterapi.
d. Kelemahan Otot
Kelemahan otot pada pasien tumor otak umumnya dan yang mengenai saraf
khususnya ditandai dengan hemiparesis, paraparesis dan tetraparesis.
Pendekatan terapi yang dilakukan menggunakan prinsip stimulasi
neuromusculer dan inhibisi spastisitas. Cara lain adalah dengan EMG
biofeedback, latihan kekuatan otot, koordinasi endurasi dan pergerakan
sendi.
e. Ganguan Penglihatan Dan Pendengaran
Tumor otak yang merusak saraf yang terhubung ke mata atau bagian dari
otak yang memproses informasi visual (visual korteks) dapat menyebabkan
masalah penglihatan, seperti penglihatan ganda atau penurunan lapang
pandang. Tumor otak yang mempengaruhi saraf pendengaran - terutama
neuromas akustik - dapat menyebabkan gangguan pendengaran di telinga
pada sisi yang terlibat otak.
f. Stroke
Seseorang dengan stroke memiliki gangguan dalam suplai darah ke area
otak, yang menyebabkan otak tidak berfungsi. Otak sangat sensitif terhadap
setiap gangguan dalam aliran darah. Sel-sel otak mulai mati dalam beberapa
menit kehilangan pasokan oksigen dan glukosa.
g. Epilepsi
Kejadian sekitar 30% dari tumor otak. Alasannya sebagian besar
disebabkan karena rangsangan langsung atau represi dari tumor yang
menyebabkan ganguan listrik pada otak dan juga tumor otak dapat
menyebabkan iritasi pada otak yang dapat menyebabkan kejang
h. Depresi
Depresi dapat disebabkan karena tumor pada pusat emosi (system
limbic) atau karena keadaan klinis yang disebabkan oleh tumor tersebut,
Gejala yang timbul dapat berupa menangis terus-menerus, kesedihan yang
mendalam, social withdrawal, Mudah marah, kecemasan, penurunan libido,
gangguan tidur, tingkah laku yang tidak wajar. Dapat juga karena efek
steroid : mood and sleep changes, ganguan bipolar (manicdepression).

i. Hidrosephalus
Hidrosephalus terjadi apabila tumor yang terbentuk menghalangi
aliran LCS, akibatnya aliran LCS akan terhambat dan mengakibatkan
terbentuknya hidrosephalus. Selain itu peningkatan tekanan intrakranial juga
dapat menghambat aliran LCS.
j. Cerebral Hernia
Cerebral hernia adalah kondisi, progresif fatal di mana otak terpaksa
melalui pembukaan dalam tengkorak. Tumor otak akan menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial, yang kemudian menyebabkan
penggeseran parenkim otak ke foramen Magnum atau transtentorial
k. Ganguan Seksualitas
Tumor otak sendiri dapat mempengaruhi seksualitas, terutama jika
tumor melibatkan daerah otak yang mengontrol pelepasan hormon yang
mempengaruhi libido, termasuk estrogen, progesteron testosteron, dan.
Daerah-daerah yang sama dari otak dapat rusak oleh terapi radiasi, yang
yang dapat juga mengurangi kesuburan dan libido selain itu dapat pula
menyababkan menopouse dini.
l. Terbentuknya Gumpalan Darah
Adanya Tumor otak mempunyai resiko tinggi terjadinya pembekuan
darah. Pembekuan ini disebut "trombosis vena dalam" (DVT) dan terjadi di
pembuluh darah kaki. Gejala yang DVT meliputi nyeri betis, bengkak, dan
perubahan warna kaki, meskipun itu DVT juga bisa terjadi tanpa gejala.
Bahaya itu DVT adalah bahwa mereka dapat pecah dan dibawa oleh aliran
darah ke paru-paru, di mana mereka menyebabkan "thromboemboli paru"
(PTE) pembekuan darah di arteri paru.
Adanya Tumor otak mempunyai resiko tinggi terjadinya pembekuan
darah. Pembekuan ini disebut "trombosis vena dalam" (DVT) dan terjadi di
pembuluh darah kaki. Gejala yang DVT meliputi nyeri betis, bengkak, dan
perubahan warna kaki, meskipun itu DVT juga bisa terjadi tanpa gejala.
Bahaya itu DVT adalah bahwa mereka dapat pecah dan dibawa oleh aliran
darah ke paru-paru, di mana mereka menyebabkan "thromboemboli paru"
(PTE) pembekuan darah di arteri paru.

2.2 Meningioma
2.2.1 Definisi
Meningioma merupakan tumor meningen jinak, yang biasanya terjadi dekat
dengan duramater, kemungkinan dari sel yang berhubungan dengan vili
arakhnoid. Di antara sel-sel meningen itu sendiri belum dapat dipastikan sel mana
yang membentuk tumor tetapi terdapat hubungan erat antara tumor ini dengan
villi arachnoid. Meningioma biasanya akan tumbuh ke bagian dalam dan menekan
otak ataupun medulla spinalis, akan tetapi meningioma dapat tumbuh ke bagian
luar dan menyebabkan terjadinya penebalan di bagian tengkorak 4.
Tumor ini mempunyai sifat yang khas yaitu tumbuh lambat dan cendrung terjadi
peningkatan vaskularisasi tulang yang berdekatan, hiperostosis tengkorak serta
penekanan jaringan sekitarnya5.

2.2.2 Klasifikasi
WHO mengklasifikasikan meningioma berdasarkan jenis sel yang terlihat
melalui mikroskop, yaitu6:
a. Grade I: benign meningioma (85-90%)
− Meningothelial meningioma
− Fibrous (fibroblastic) meningioma Transitional (mixed) meningioma
− Psammomatous meningioma
− Angiomatous meningioma
− Mycrocystic meningioma
− Lymphoplasmacyte-rich meningioma
− Metaplastic meningioma
− Secretory meningioma

b. Grade II: atypical meningioma (5-10%)


− Atypical meningioma
− Clear cell meningioma
− Chordoid meningioma
c. Grade III: malignant meningioma (3-5%)
− Rhabdoid meningioma
− Papillary meningioma
− Anaplastic meningioma
Meningioma juga dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi dari tumor7:
1. Meningioma falks dan parasagital (25% dari semua kasus
meningioma): meningioma di dalam atau di sebelah falks serebri,
sedangkan meningioma parasagittal terletak di sebelah sibus sagitalis
superior.
2. Meningioma convexitas (20%): meningioma yang terletak di dalam
sulkus otak, biasanya anterior terhadap fossa rolandik.
3. Meningioma sphenoid (20%): meningioma yang terletak di sepanjang
crista sphenoidalis. Tipe ini banyak terjadi pada wanita.
4. Meningioma olfactorius (10%): meningioma yang berada di fossa
ethmoidalis (sulkus olfaktorius).
5. Meningioma fossa posterior (10%): meningioma dalam fossa cranii
posterior, termasuk meningioma clival, tentorial, dan angulus
pontocerebellaris.
6. Meningioma suprasella (10%): meningioma di bagian atas sella
tursica.
7. Spinal meningioma (kurang dari 10%): meningioma pada medulla
spinalis yang biasanya terjadi pada segmen thoracalis. Banyak terjadi
pada wanita usia 40 sampai 70 tahun.
8. Meningioma intraorbital (kurang dari 10%): meningioma pada atau di
sekitar cavum orbita.
9. Meningioma intraventrikular (2%): meningioma pada ventrikel otak.

Gambar 2. Lokasi meningioma


2.1.3 Epidemiologi
Kasus meningioma ditemukan kurang lebih 15% dari seluruh tumor otak.
Dalam sumber lain dikatakan bahwa meningioma terjadi sebanyak 20% dari
tumor intrakranial pada pria, dan 38% pada wanita. Perbandingan angka kejadian
pada wanita dan pria adalah 2:1 dengan usia terbanyak pada dekade keenam dan
ketujuh kehidupan. Di beberapa rumah sakit di Amerika Serikat, didapatkan
meningioma sebagai kasus tumor primer sebanyak 20% dengan angka insiden 2
per 100.000 orang8.

2.1.4 Faktor Risiko9


 Radiasi pengion
Faktor risiko lingkungan yang utama untuk meningioma adalah paparan
radiasi pengion dengan risiko enam hingga sepuluh kali lipat. Suatu studi
dilakukan di Israel tahun 1948-1960 mengenai hubungan radiasi ionisasi
dengan risiko terjadinya meningioma. Radiasi dosis rendah digunakan
dalam terapi tinea capitis pada anak-anak. Dalam 10-20 tahun kemudian
didapatkan risiko relatif terjadinya meningioma 10 kali lebih tinggi pada
anak yang mendapat radiasi dibandingkan mereka yang tidak mendapat
terapi radiasi.
 Hormon
Estrogen dan progesteron diduga memiliki peranan dalam terjadinya
meningioma berhubungan dengan tingginya angka kejadian meningioma
pada wanita, terutama pada kanker mamae. Pada wanita hamil sering
didapatkan peningkatan ukuran tumor.
 Trauma kepala
Trauma kepala diduga merupakan faktor risiko terjadinya meningioma,
walaupun hasil beberapa studi tidak konsisten.
 Genetik
Umumnya meningioma merupakan tumor sporadik yaitu tumor yang
timbul pada pasien yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan penderita
tumor otak jenis apapun. Meningioma sering dijumpai pada penderita
dengan Neurofibromatosis tipe 2 (NF2), yaitu kelainan gen autosomal
dominan yang jarang dan disebabkan oleh mutasi germline pada
kromosom 22q12 (insiden di US: 1 per 30.000-40.000 jiwa).9
2.1.4 Etiologi dan Patofisiologi
Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun
beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromosom
yang jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma. Para peneliti sedang
mempelajari beberapa teori tentang kemungkinan asal-usul meningioma. Di
antara 40% dan 80% dari meningiomas berisi kromosom 22 yang abnormal
pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen supresor tumor
pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik. Pasien
dengan NF2 dan beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain dapat
berkembang menjadi meningioma multiple, dan sering terjadi pada usia muda.
Di samping itu, deplesi gen yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan
meningioma.10
Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan tumor.
Penyebab kelainan ini tidak diketahui. Meningioma juga sering memiliki
salinan tambahan dari platelet diturunkan faktor pertumbuhan (PDGFR) dan
epidermis reseptor faktor pertumbuhan (EGFR) yang mungkin memberikan
kontribusi pada pertumbuhan tumor ini. Sebelumnya radiasi ke kepala, sejarah
payudara kanker, atau neurofibromatosis tipe 2 dapat resiko faktor untuk
mengembangkan meningioma. Multiple meningioma terjadi pada 5% sampai
15% dari pasien, terutama mereka dengan neurofibromatosis tipe 2. Beberapa
meningioma memiliki reseptor yang berinteraksi dengan hormon seks
progesteron, androgen, dan jarang estrogen. Ekspresi progesteron reseptor
dilihat paling sering pada meningioma yang jinak, baik pada pria dan wanita.
Fungsi reseptor ini belum sepenuhnya dipahami, dan demikian, sering kali
menantang bagi dokter untuk menasihati pasien perempuan mereka tentang
penggunaan hormon jika mereka memiliki sejarah suatu meningioma.
Meskipun peran tepat hormon dalam pertumbuhan meningioma belum
ditentukan, peneliti telah mengamati bahwa kadang-kadang mungkin
meningioma tumbuh lebih cepat pada saat kehamilan.10
2.1.5 Manifestasi Klinis
Meningioma adalah tumor yang tumbuh lambat, sehingga sering tidak
menimbulkan gejala nyata hingga berukuran cukup besar. Tanda dan gejala
meningioma tergantung pada ukuran dan lokasi tumor. Gejala meningioma
dapat bersifat umum, akibat penekanan tumor pada otak dan medulla spinalis,
maupun khusus yang disebabkan oleh terganggunya fungsi normal dari bagian
tertentu otak. Gejala umum dapat berupa10:
 Sakit kepala
 Perubahan mental atau perilaku
 Kejang
 Mual muntah
 Gangguan visual

Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi meningioma tersebut.Contohnya


sebagai berikut11:
 Falx dan parasagittal: gangguan penalaran dan memori. Jika terletak
di bagian tengah, kemungkinan dapat terjadi kelemahan tungkai,
hipestesi atau kejang.
 Convexity: kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal.
 Sphenoid: kurangnya sensibilitas wajah, dan gangguan penglihatan.
 Olfactorius: kurangnya kepekaan penciuman. Apabila tumor cukup
besar, gangguan penglihatan dapat terjadi karena kompresi saraf
optik.
 Fossa posterior: gejala pada wajah atau kehilangan pendengaran
akibat kompresi saraf kranial, gangguan dan masalah koordinasi.
 Suprasella: gangguan penglihatan akibat kompresi saraf optik/kiasma.
 Spinal: nyeri radikuler di sekeliling dinding dada, nyeri punggung,
gangguan kencing, dan nyeri tungkai.
 Intraorbital: penurunan visus dan penonjolan bola mata.
 Intraventrikular: terganggunya aliran cairan serebrospinal, sehingga
terjadi hidrosefalus obstruktif yang berpotensi menyebabkan sakit
kepala, pusing, dan perubahan status mental.

 Lobus frontalis: ditandai dengan sindroma lobus frontalis


berupa perubahan perilaku, emosi, dan kepribadian seperti
perilaku impulsif dan tanpa rasa malu, afek tumpul,
emosional dan penarikan diri dari lingkungan sosial, pasif,
kurangnya spontanitas, amotivasi, apatis, disorganisasi,
agresif, serta disfungsi eksekutif, atensi, dan memori.
 Lobus temporalis: gangguan psikis, gangguan piramidal,
epilepsi, afasia sensorik, dan hemianopsia.
 Lobus parietalis: epilepsi, hemiparesis, dan hemihipestesia.
 Lobus oksipitalis: hemianopsia homonim, terkadang
didapatkan hemiakromatopsia, dan hemianopsia kuadran.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang12


Pemeriksaan radiologi untuk diagnosis meningioma terdiri dari CT-Scan
kontras, MRI, dan arteriografi, yang menunjukkan kecenderungan tumor untuk
kalsifikasi dan vaskularisasi yang meningkat, perubahan tercermin dari
peningkatan kontras homogen pada CT-Scan dan MRI atau “tumor blush” pada
angiografi. Tumor ini khas berupa massa berkontur halus, terkadang berlobulasi,
dengan satu sisi berbatasan dengan permukaan dalam tengkorak atau falcine atau
tentorial dura. Pada CT-Scan tanpa kontras, meningioma akan memberikan
gambaran isodense hingga sedikit hiperdense dan kalsifikasi. Sedangkan CT-scan
dengan kontras akan memberikan gambaran massa dengan peningkatan kontras
yang kuat dan homogen. Gambaran hiperostosis, edema peritumoral dan nekrosis
sentral juga dapat dijumpai.

Gambar 3. CT-scan non kontras meningioma fossa media

2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu
sendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai
pilihan pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa
tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan
pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi
sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan
tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor.
Tindakan operasi tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk
dura, jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan kejadian rekurensi.

2.1.8 Medikamentosa13
A. Pemberian kortikosteroid
Steroid memberikan efek anti edema, lebih bermakna pada tumor otak
metastase dibandingkan dengan tumor otak primer spt meningioma. Dosis
dexamethason :
a. Pasien yang belum mendapat steroid sebelumnya
Dewasa : 10 mg loading intravena, diikuti dosis rumatan 6 mg peroral
atau intravena tiap 6 jam. Pada kasus dengan edema vasogenik yang berat
maka dosis dapat ditingkatkan sampai 10 mg tiap 4 jam.
Anak :0,5 - 1 mg/kg loading intravena, dilanjutkan dosis rumatan 0,25 –
0,5 mg/kg/hari (peroral/intravena) dalam dosis terbagi tiap 6 jam. Hindari
pemberian jangka panjang karena efek menghambat pertumbuhan.
b. Pasien dengan terapi kortikosteroid sebelumnya :
Pada kondisi penurunan kesadaran akut, maka perlu dicoba diberikan dosis
dua kali lipat dari dosis yang biasa diberikan.

Tabel. Jenis kortikosteroid yang dapat digunakan


Nama Obat Dosis Cara Dosis
Equivalent Pemberian
Cortisone 25 PO, IM 2/3 pagi
1/3 malam
Hydrocortisone 20 PO, IV, IM 2/3 pagi
1/3 malam
Prednisone 5 PO Terbagi
2 – 3 kali perhari
Methylprednisolon 4 PO, IV, IM Terbagi 2 kali
E
Dexamethasone 0,75 PO, IV Terbagi 2x atau 4x
Perhari

B. Pemberian profilasis anti kejang


− Pasien dengan riwayat kejang yang berhubungan dengan tumor otak,
direkomendasikan pemberian obat anti kejang.
− Pasien tumor otak tanpa riwayat kejang dan tidak ada riwayat
pembedahan, tidak direkomendasikan pemberian profilaksis anti
kejang.
− Pasien tumor otak tanpa riwayat kejang dan dilakukan pembedahan,
direkomendasikan pemberian profilaksis anti kejang.
C. Pemberian anti ulcer berupa H2 Blocker maupun PPI dan simtomatik anti
nyeri kepala bila diperlukan

Operasi
Pembedahan adalah pengobatan yang paling umum untuk meningioma.
Jika meningioma jinak dan di bagian otak dimana ahli bedah saraf dapat dengan
aman mengangkat tumor tersebut, operasi kemungkinan menjadi satu-satunya
pengobatan yang dibutuhkan. Pada beberapa kasus, operasi reseksi total adalah
semua yang diperlukan untuk pengobatan, diikuti oleh pencitraan berkala untuk
memantau terulangnya tumor.13
Jenis operasi yang paling umum untuk mengangkat meningioma adalah
craniotomi. Prosedur ini melibatkan membuat sayatan di kulit kepala dan
mengeluarkan sepotong tulang dari tengkorak. Ahli bedah saraf kemudian dapat
mengakses dan mengangkat sebanyak mungkin tumor tanpa resiko kerusakan
berat pada otak. Ahli bedah saraf kemudian menggantikan tulang dan menutup
sayatan.
Lengkapnya operasi pengangkatan merupakan fitur prognosis paling
penting. Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial :
 Grade I : Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal
 Grade II : Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura
 Grade III : Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari
perlekatan dura atau mungkin perluasan ekstradural (misalnya sinus
yang terserang atau tulang yang hiperostotik)
 Grade IV : Reseksi parsial tumor
 Grade V : Dekompresi sederhana (biopsi)

Radioterapi
Terapi radiasi adalah pengobatan tumor menggunakan sinar-X dan bentuk
lain dari radiasi untuk menghancurkan sel-sel kanker atau mencegah pertumbuhan
tumor. Hal ini juga disebut sebagai radioterapi. Terapi radiasi dapat digunakan
untuk mengobati meningioma dengan lokasi ganas, yang berarti bahwa meskipun
tumor itu sendiri mungkin tidak ganas, namun lokasi tumor berbahaya. Adapun
indikasi radioterapi 13:
 Memiliki bukti tumor persisten setelah tindakan operasi.
 Kondisi pasien tidak cukup baik untuk dilakukan pembedahan.
 Pembedahan tidak memungkinkan dilakukan karena letak meningioma.
 Mencegah tumbuh kembalinya tumor.
Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak
dipakai untuk terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy
dilaporkan efektif untuk melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi
subtotal, kasus-kasus rekurensi baik yang didahului dengan operasi sebelumnya
ataupun tidak. Pada kasus meningioma yang tidak dapat dioperasi karena lokasi
yang sulit, keadaan pasien yang buruk, atau pada pasien yang menolak
dilakukan operasi, external beam irradiation masih belum menunjukkan
keefektifitasannya. Teori terakhir menyatakan terapi external beam irradiation
tampaknya akan efektif pada kasus meningioma yang agresif (atypical,
maligna), tetapi informasi yang mendukung teori ini belum banyak
dikemukakan13.
Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan
pertimbangan komplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf
optikus sangat rentan mengalami kerusakan akibat radioterapi. Komplikasi lain
yang dapat ditimbulkan berupa insufisiensi pituitari ataupun nekrosis akibat
radioterapi13.
Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu
penggunaan stereotaktik radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk
meningioma. Sumber energi yang digunakan didapat melalui teknik yang
bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar foton yang berasal dari
Co gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC) dan partikel berat
(proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi dengan
stereotaktik ini dapat mengurangi komplikasi, terutama pada lesi dengan
diameter kurang dari 2,5 cm. Steiner dan koleganya menganalisa pasien
meningioma yang diterapi dengan gamma knife dan diobservasi selama 5
tahun. Mereka menemukan sekitar 88% pertumbuhan tumor ternyata dapat
dikontrol. Kondziolka dan kawan-kawan memperhitungkan pengontrolan
pertumbuhan tumor dalam 2 tahun pada 96% kasus. Baru-baru ini peneliti yang
sama melakukan studi dengan sampel 99 pasien yang diikuti selama 5 hingga
10 tahun dan didapatkan pengontrolan pertumbuhan tumor sekitar 93 % kasus
dengan 61 % massa tumor mengecil. Kejadian defisit neurologis baru pada
pasien yang diterapi dengan stereotaktik tersebut kejadiannya sekitar 5 %.13

Kemoterapi
Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum
banyak diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna.
Kemoterapi sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak
baru sedikit sekali diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi menggunakan
regimen kemoterapi (baik intravena atau intraarterial cis-platinum, decarbazine
(DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan
(DeMonte dan Yung), walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik
pada tumor jaringan lunak. Laporan dari Chamberlin pemberian terapi
kombinasi menggunakan cyclophos- phamide, adriamycin, dan vincristine
dapat memperbaiki angka harapan hidup dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun.
Pemberian obat kemoterapi lain seperti hydroxyurea sedang dalam penelitian.
Pertumbuhan sel pada meningioma dihambat pada fase S dari siklus sel dan
menginduksi apoptosis dari beberapa sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan
dilaporkan pada satu kasus pemberian hydroxyurea ini memberikan efek pada
pasien-pasien dengan rekurensi dan meningioma yang tidak dapat direseksi.
Pemberian Alfainterferon dilaporkan dapat memperpanjang waktu terjadinya
rekurensi pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan juga terapi ini
kurang menimbulkon toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi.14
Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus
dengan meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen)
dan mifepristone (anti progesteron). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4
hari dan dilanjutkan 10 mg 2 kali/hari) telah digunakan oleh kelompok
onkolologi Southwest pada 19 pasien dengan meningioma yang sulit dilakukan
reseksi dan refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada 10 pasien, stabilisasi
sementara pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal atau parsial
pada tiga pasien.14
Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486)
200mg perhari selama 2 hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5
dari 14 pasien menunjukkan perbaikan secara objektif yaitu sedikit
pengurangan massa tumor pada empat pasien dan satu pasien gangguan lapang
pandangnya membaik walaupun tidak terdapat pengurangan massa tumor;
terdapat pertumbuhan ulang pada salah satu pasien tersebut. Pada studi yang
kedua dari kelompok Netherlands dengan jumlah pasien 10 orang menunjukkan
pertumbuhan tumor berlanjut pada empat pasien, stabil pada tiga pasien, dan
pengurangan ukuran yang minimal pada tiga pasien. Tiga jenis obat tersebut
sedang dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar pada
meningioma tetapi sampai sekarang belum ada terapi yang menjadi prosedur
tetap untuk terapi pada tumor ini.14

2.1.9 Prognosis
Berikut ini adalah beberapa hal yang mempengaruhi prognosis pasien
meningioma14:
1. Usia
Usia pasien saat pengangkatan tumor akan mempengaruhi hasilnya.
Pasien yang lebih muda cenderung memiliki prognosis yang lebih baik
setelah operasi dibandingkan pasien yang lebih tua. Namun, pasien yang
lebih tua dengan kesehatan yang baik tidak membuat kesempatan
mendapatkan hasil yang baik berkurang.
2. Lokasi tumor dan aksesibilitas
Tumor pada permukaan luar cenderung memiliki prognosus yang lebih
baik dibandingkan tumor yang sulit dijangkau, seperti tumor-tumor di
infratentorial, di daerah yang berdekatan dengan struktur penting seperti
pusat pernafasan atau gerakan, atau dekat pembulug darah besar.
Pengangkatan semua bagian tumor sering tidak dilakukan, biasanya
karena keterbatasan yang disebabkan oleh lokasi tumor, hal ini berkaitan
dengan kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya rekurensi.
Residual tumor merupakan sumber potensial pertumbuhan tumor baru.
- Tingkat pengangkatan
Faktor klinis utama dalam terjadinya rekurensi adalah luasnya reseksi.
Reseksi itu sendiri dipengaruhi oleh lokasi tumor, apakah berdekatan atau
menempel pada bagian lain.
- Jenis meningioma
Terdapat perbedaan perkiraan kelangsungan hidup pada masing-masing
jenis tumor. Meningioma jinak memiliki tingkat kelangsungan hidup
tertinggi, diikuti oleh meningioma atipikal, dan meningioma ganas.

BAB IV
ANALISIS MASALAH
Pada kasus ini dilaporkan Ny.A 29 tahun datang dengan keluhan anggota
gerak kiri lemah secara perlahan sejak kurang lebih satu tahun SMRS. Dari hasil
anamnesis diketahui bahwa pada pasien ini mengalami defisit neurologis yang
terjadi secara bertahap, yaitu gejala muncul perlahan dan terasa semakin
memburuk, diantaranya:
- Nyeri kepala hebat
- Muntah proyektil
- Kelemahan anggota gerak kiri (hemiparesis)
- Mata kabur
Hasil ini sesuai dengan gejala peningkatan TIK (tekanan intrakranial), dimana
terdapat trias peningkatan TIK yaitu nyeri kepala, muntah proyektil, dan
papiledema. Selain itu terdapat gejala klinis lain yang mendukung peningkatan
tekanan intrakranial yaitu perubahan motorik menjadi lemah.Tekanan intrakranial
ini diperngaruhi oleh 3 faktor yaitu: volume jaringan otak, volume darah dan
cairan serebrospianal. Apabila terdapat peningkatan salah satu faktor tersebut,
makan akan meningkatkan tekanan intrakranial. Kelemahan anggota gerak
sebelah kiri merupakan suatu hemiparesis sisnistra.
Hasil anamnesis ini didukung dengan hasil pemeriksaan fisik yang
menunjukkan adanya defisit neurologis pada pasien ini seperti kedua mata
terdapat penurunan visus menjadi 1 per tak hingga, dan hemiparesis sinistra.
Sehingga pada pasien ini terdapat tanda-tanda red flag nyeri kepala, yaitu:
- Mendadak
- Semakin lama semakin berat dan frekuensi dan intensitasnya
- Nyeri terus menerus selam 72 jam
- Terdapat defisit neurologis seperti kelemahan anggota gerak , penurunan
kesadaran.
Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk memastikan
diagnosis maka dilakukan pemeriksaan penunjang berupa CT Scan Kepala dan
didapatkan hasil adanya SOL dengan kecurigaan meningioma. Dan disarankan
untuk operasi penggangkatan sel tumor terebut.
Tatalaksana awal yang diberikan adalah IVFD NaCl 0,9% 20 tpm, Inj.
Omeprazole 1x 40mg, Inj. dexamethason 3x1 amp, PO B Complex 1x1 tab. Infus
dilakukan atas darsar untuk mempertahankan keadaan euvolumik, pemberian
dexametasin untuk mengurangi udem pada otak karena terjadinya kebocooran
sawar darah otak, pemberian omeprazole dengan alasan intake pasien kurang
karena pasien sering muntah.

BAB V
KESIMPULAN
SOP (Space Occupying Procces) merupakan generalisasi masalah tentang
adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak
penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri,
hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial (Long C , 1996 : 130). Tumor
otak adalah sebuah lesi terletak pada intrakranial yang menempati ruang di dalam
tengkorak.
Meningioma merupakan tumor meningen jinak, yang biasanya terjadi
dekat dengan duramater, kemungkinan dari sel yang berhubungan dengan vili
arakhnoid
Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu
sendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan
pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini
antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh
terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau
radioterapi.

Anda mungkin juga menyukai