Kurnia sari *
Dr.Nidia Suriani SP.S,.M.Biomed
1
LEMBAR PENGESAHAN
Case Report Session (CRS)
Oleh:
KURNIA SARI
G1A220120
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan YME karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat ini. Selama
pembuatan ilmiah ini penulis mendapat banyak dukungan dan juga bantuan dari
berbagai pihak, maka dari itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada orang tua penulis, dokter pembimbing referat dr.Nidia Suriani
SP.S,.M.Biomed serta teman-teman kepaniteraan klinik Ilmu Saraf.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini jauh dari
sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan
demi kesempurnaan referat ini. Akhir kata penulis memohon maaf atas segala
kekurangan yang ada dalam pembuatan kasus ini.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
40% meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20% menimbulkan gejala
sindroma lobus
frontalis. Sindroma lobus frontalis sendiri merupakan gejala ketidakmampuan
mengatur perilaku seperti impulsive, apati, disorganisasi, defisit memori, dan
2
atensi, disfungsi eksekutif, dan ketidakmampuan mengatur mood .
Meningioma simtomatik biasanya dapat diobati baik dengan radiosurgery
atau operasi konvensional. Bagi mereka yang tidak memenuhi syarat operasi
atau dengan operasi pengangkatan tidak lengkap, radioterapi dapat
2
memperlambat atau menghentikan pertumbuhan meningioma .
Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai klasifikasi,
epidemiologi, faktor resiko, patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan,
dan prognosis meningioma. Diharapkan dengan mengerti lebih baik mengenai
meningioma dapat membuat manajemen hal ini lebih efektif.
5
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 29 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Indragiri Tembilahan
Pekerjaan : IRT
No RM : 1002345
MRS : 15 Februari 2022
Ruang Perawatan : Neurologi
6
tinggi,saat itu tekanan darahya 160/100 tetapi pasien mengatakan sakit kepala
tidak berkurang dan membuat penglihatan kabur.
±9 bulan setelah berobat dari dokter, sakit tidak berkurang pasien
megatakan semakin hari pandangan semakin kabur dan sakit kepala semakin
memberat, disertai demam dan muntah,setelah itu pasien dibawa lagi ke dokter
mata di RS.Tungkal,untuk berobat mata,dokter memberikan obat untuk obat
mata,obat tablet dan obat tetes,pasien lupa nama obatnya,setelah memakan obat
mata semakin hari pandangan semakin kabur dan gelap,dan membuat mata
pasien tidak bisa melihat.
±8 bulan SMRS pasien mengalami kelemahan pada kaki dan tangan
dan membuat pasien tidak bisa berjalan lagi,sakit kepala pasien muncul lagi,
lalu tidak bisa melihat dan perlahan kaki dan tangan pasien lemah,tidak bisa
digerakkan,tetapi masih bisa duduk,pasien masih merasakan ketika di beri
rangsangan,masih terasa kalau di cubit,hanya saja lemah dan nyeri,semakin
hari pasien tidak bisa bergerak.suara pelo (-) demam (+) nyeri kepala (+)
muntah (+) BAK normal,dan BAB normal.
Pasien merupakan dari poli klinik neurologi RSUD Raden Mattaher datang
dengan keluhan aggota gerak yang semakin melemah,dan kadang-kadang
terasa nyeri,tetapi masih bisa dirasakan rangsangan nyeri dan juga pada saat di
pegang,pasien juga mengeluhkan sakit kepala,dan mata yang tidak bisa
melihat,bicara pelo (-) sakit kepala (+) demam (+) muntah terakhir 1 bulan
yang lalu,BAK normal dan BAB 3 kali seminggu.
7
Riwayat Penyakit Keluarga:
- Tidak terdapat riwayat keluarga dengan keluhan yang sama
2. Status Generalis
Kepala : Normocephal (+)
Mata : Exothalmus (+/+),Edema palpebra (-/-),
conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat, isokor, ± 3 mm/± 3 mm, refleks cahaya
(+/+), katarak -/-
THT : Dalam batas normal
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa kering (-), lidah
hiperemis (-), T1-T1, faring hiperemis (-).
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Dada : Simetris ka=ki
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
8
Auskultasi : BJ I dan BJ II regular, gallop (-),murmur(-)
Paru :
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), fremitus
taktil sama kanan dan kiri
Perkusi : Fremitusvokal sama kiri dan kanan, Sonor +/+
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-), masa (-).
Palpasi :Soepel, nyeri tekan epigastrium (-), undulasi (-),
shifting dullness (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas :
Superior :Akral hangat, edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)
Inferior :Akral hangat, edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)
3. Status Psikitus
Cara berpikir : Baik
Perasaan hati : Biasa
Tingkah laku : Normoaktif
Ingatan : Baik
Kecerdasan : Baik
4. Status Neurologi
a. Kepala
Bentuk : Normochepal
Nyeri tekan : (-)
Simetri : (+)
9
Pulsasi : (+)
b. Leher
Sikap : Normal
Pergerakan : baik
c. Tanda Rangsang meningeal :
Kaku kuduk :-
Brudzinsky 1 : -/+
Brudzinsky 2 : -|-
Brudzinsky 3 : -|-
Brudzinsky 4 : -|-
Guillain Sign : -|-
Edelmann test : -|-
Laseque : >700 / >700
Kernig : >1350 / >1350
d. Nervus kranialis
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N I (Olfaktorius)
Subjektif Normal Normal
Objektif (dengan
Normal (normosmia) Normal (normosmia)
bahan)
N II (Optikus)
Tajam penglihatan 1/tak hingga 1/tak hingga
Lapangan pandang menyempit menyempit
Melihat warna Normal Normal
N III (Okulomotorius)
Sela mata Simetris Simetris
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Pergerakan bola mata Normal Normal
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Strabismus Tidak ada Tidak ada
10
Ekso/endotalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil
Bentuk, besar Bulat, isokor, 3 mm Bulat, isokor, 3 mm
reflex cahaya + +
langsung
reflex konvergensi + +
reflex konsensual + +
Diplopia Tidak ada Tidak ada
N IV (Trochlearis)
Pergerakan bola mata Normal Normal
ke bawah-dalam
Diplopia Tidak ada Tidak ada
N V (Trigeminus)
Motorik
Membuka mulut Normal
Mengunyah Normal
Mengigit Normal
Sensibilitas Muka
Oftalmikus Normal Normal
Maksila Normal Normal
Mandibula Normal Normal
Reflek Kornea Normal Normal
Reflek Masseter Normal Normal
N VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata Normal Normal
(lateral)
Diplopia Tidak ada Tidak ada
N VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi Simetris Simetris
11
Menutup mata Normal Normal
Memperlihatkan gigi Normal Normal
Bersiul Normal Normal
Senyum Normal Normal
Sensasi lidah 2/3 Normal Normal
depan
N VIII (Vestibularis)
Suara berbisik Normal Normal
Detik arloji Normal Normal
Rinne test + +
Weber test Tidak ada lateralisasi
Swabach test Normal Normal
N IX (Glossofaringeus)
Sensasi lidah 1/3 blkg Normal
Sensibilitas faring Normal
N X (Vagus)
Arkus faring Simetris
Berbicara Normal
Menelan Baik
Refleks muntah Tidak dilakukan
Nadi Normal
N XI (Assesorius)
Memalingkan kepala Normal
Mengangkat bahu Normal Normal
N XII (Hipoglosus)
Kedudukan lidah Tidak ada deviasi
dijulurkan
Atropi papil -
Tremor lidah -
12
d. Badan dan Anggota Gerak
1. Badan
Motorik Kanan Kiri
Respirasi Simetris Simetris
Duduk Simetris Simetris
Bentuk kolumna Normal Normal
Vertebralis
Pergerakan kolumna Normal Normal
Sensibilitas
Raba Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Normal Normal
Refleks
Reflek kulit perut atas Normal Normal
Reflek kulit perut tengah Normal Normal
Reflek kulit perut bawah Normal Normal
Reflek kremaster tidak dilakukan tidak dilakukan
Sensibilitas
Raba Normal Normal
Nyeri Normal Normal
13
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Fisiologis
Biseps ++ ++
Triseps ++ ++
Radius ++ ++
Ulna ++ ++
Refleks Patologis
Hoffman-Tromner - -
Sensibilitas
Raba Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Fisiologis
Patella ++ ++
Achilles ++ ++
Refleks Patologis
Babinsky - -
Oppenheim - -
Chaddock - -
14
Schaefer - -
Rosolimo - -
Mendel-Bechtrew - -
Bing - -
Klonus paha - -
Klonus kaki - -
e. Gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Atetosis : (-)
Miokloni : (-)
Khorea : (-)
Rigiditas : (-)
f. Alat Vegetatif
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
h. Pemeriksaan Penunjang :
15
a. Darah rutin :
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai
Hematologi
WBC 7,74 10^9/L 3,70 – 10,1
RBC 5,22 10^12/L 4,06 – 4,69
HGB 15 g/dL 12,9 – 14.2
HCT 43,4 % 37,7 – 53,7
PLT 349 10^9/L 100 – 300
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Elektrolit
Natrium (Na) 134,7 mmol/L 135 – 148
Kalium (K) 3,24 mmol/L 3,5 – 5,3
Chlorida (Cl) 105,1 mmol/L 98 – 110
Kalsium (Ka) 1,15 mmol/L 1,10-1,35
B. MRI Kepala
Kesan :
Ditemukan massa padat besar ekstraaksial diparasagital kanan yang
mendesak hemisfer cerebri kanan kiri, menyebabkan midkine shift ke kiri
(+/- 2,5 cm) herniasi tonsilar cerebelum, herniasi basal lobus frontal kanan
kiri ke sinus ethmoidalis kanan kiri, scalloping os parietal kanan,
menginfasi falx cerebri dan sedikit meluas ke kontralateral, serta curiga
meninfasi sebagian segmen sinus sagitalis superior kemungkinan
meningioma
IV. Diagnosis
Diagnosa Klinis : 1. Hemiparesis sinistra
2. Disfungsi NII Bilateral
Diagnosa Topis : Hemisfer cerebri dextra, lobus parietal dextra
Diagnosa Etiologi : SOP cerebri ec meningioma
V. Tatalaksana
Non Medikamentosa :
- Bed Rest
Medikamentosa :
IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
Inj. Omeprazole 1x 40mg
Inj. dexamethason 3x1 amp
PO B Complex 1x1 tab
V. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam
RIWAYAT PERKEMBANGAN PASIEN
S O A P
2.1.3 KLASIFIKASI
Tumor otak ada bermacam-macam menurut Price, Sylvia Ardeson,2000,
yaitu:
a. Glioma adalah tumor jaringan glia (jaringan penunjang dalam system
saraf pusat (misalnya euroligis), bertanggung jawab atas kira-kira 40
sampai 50 % tumor otak.
b. Tumor meningen (meningioma) merupakan tumor asal meningen, sel-
sel mesofel dan sel-sel jaringan penyambung araknoid dan dura dari
paling penting.
c. Tumor hipofisis berasal dari sel-sel kromofob, eosinofil atau basofil
dari hipofisis anterior
d. Tumor saraf pendengaran (neurilemoma) merupakan 3 sampai 10 %
tumor intrakranial. Tumor ini berasal dari sel schawan selubung saraf.
e. Tumor metastatis adalah lesi-lesi metastasis merupakan kira-kira 5-10
% dari seluruh tumor otak dan dapat berasal dari sembarang tempat
primer.
f. Tumor congenital (gangguan perkembangan). Tumor kongenital yang
jarang antara lain kondoma, terdiri atas sel-sel yang berasal dari sisa-
sisa horokoida embrional dan dijumpai pada dasar tengkorak.
g. Tumor pembuluh darah antara lain :
1) Angioma adalah pembesaran massa pada pembuluh darah
abnormal yang didapat didalam atau diluar daerah otak. Tumor
ini diderita sejak lahir yang lambat laun membesar.
2) Hemangiomablastoma adalah neoplasma yang terdiri dari
unsur-unsur vaskuler embriologis yang paling sering dijumpai
dalam serebelum
3) Sindrom non hippel-lindan adalah gabungan antara
hemagioblastoma serebelum, angiosmatosis retina dan kista
ginjal serta pancreas.
2.1.4 PATOFISIOLOGI
Menurut Brunner dan Suddarth 1987, gangguan neurologi pada tumor
otak disebabkan oleh 2 faktor yaitu gangguan fokal disebabkan oleh tumor dan
kenaikan TIK.
a. Gangguan fokal, terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak dan
infiltrasi atau invasi langsung pada parekim otak dengan kerusakan
jaringan neuron. Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor
yang tumbuh paling cepat (misalnya glioblastama multiforme).
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang
bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah
arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut
dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan perubahan
serebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan
kepekaan neuron dihubungkan dengan kompresi, invasi dan perubahan
suplai darah kejaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga
menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan
neurologis fokal.
b. Peningkatan TIK dapat diakibatkan oleh bebrapa faktor: bertambahnya
massa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan
sirkulasi cairan serebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan
bertambahnya massa karena ia mengambil tempat dalam ruang yang relatif
tetap dari ruangan tengkorak yang kaku. Tumor ganas menyebabkan
oedema dalam jaringan otak sekitarnya. Mekanismenya belum seluruhnya
dipahami, tetapi diduga disebabkan oleh selisih osmotik yang
menyebabkan penyeparan cairan tumor. Beberapa tumor dapat
menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan oedema yang disebabkan
oleh kerusakan sawar darah-otak, semuanya menimbulkan kenaikan
volume intrakranial dan kenaikan TIK.
Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel
lateral ke ruangan sub araknoid menimbulkan hidrosepalus. Peningkatan
TIK akan membahayakan jiwa bila terjadi cepat akibat salah satu penyebab
yang akan telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi
memerlukan waktu berhari-hari atau berbulan-bulan untuk menjadi efektif
dan oleh karena itu tidak berguna apabila TIK timbul cepat. Mekanisme
kompensasi antara lain: bekerja menurunkan volume darah intrakranial,
volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intra sel dan mengurangi
sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan
herniasi ulkus / serebellum. Herniasi ulkus menekan mensesefalon
menyebabkan hilangnya kesadaran saraf otak ketiga. Pada herniasi
cerebellum tergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa
posterior. Kompresi medulla oblongata dari henti pernafasan terjadi
dengan cepat. Perubahan fisiologis lain terjadi dengan cepat. Perubahan
fisiologis lain terjadi akibat peningkatan TIK yang cepat adalah
bradikardia progesif, hipertensi sitemik, (pelebaran tekanan nadi) dan
gangguan pernafasan.
2.1.7 PENATALAKSANAAN
Orang dengan tumor otak memiliki beberapa pilihan pengobatan. Tergantung
pada jenis dan stadium tumor, pasien dapat diobati dengan operasi pembedahan,
radioterapi, atau kemoterapi. Beberapa pasien menerima kombinasi dari
perawatan diatas (Barbara L. Bullock 2000).
1. Pembedahan
Pembedahan adalah pengobatan yang paling umum untuk tumor otak.
Tujuannya adalah untuk mengangkat sebanyak tumor dan meminimalisir
sebisa mungkin peluang kehilangan fungsi otak.Operasi untuk membuka
tulang tengkorak disebut kraniotomi.
2. Radiosurgery stereotactic
Radiosurgery stereotactic adalah tehnik "knifeless" yang lebih baru untuk
menghancurkan tumor otak tanpa membuka tengkorak. CT scan atau MRI
digunakan untuk menentukan lokasi yang tepat dari tumor di otak. Energi
radiasi tingkat tinggi diarahkan ke tumornya dari berbagai sudut untuk
menghancurkan tumornya. Alatnya bervariasi, mulai dari penggunaan pisau
gamma, atau akselerator linier dengan foton, ataupun sinar proton.
3. Radioterapi
Radioterapi menggunakan X-ray untuk membunuh sel-sel tumor. Sebuah
mesin besar diarahkan pada tumor dan jaringan di dekatnya. Mungkin kadang
radiasi diarahkan ke seluruh otak atau ke syaraf tulang belakang.
4. Kemoterapi
Kemoterapi yaitu penggunaan satu atau lebih obat-obatan untuk
membunuh sel-sel kanker. Kemoterapi diberikan secara oral atau dengan
infus intravena ke seluruh tubuh. Obat-obatan biasanya diberikan dalam 2-4
siklus yang meliputi periode pengobatan dan periode pemulihan.
2.1.8 KOMPLIKASI
a. Ganguan Fungsi Luhur
Komplikasi tumor otak yang paling ditakuti selain kematian adalah
gangguan fungsi luhur. Gangguan ini sering diistilahkan dengan gangguan
kognitif dan neurobehavior sehubungan dengan kerusakan fungsi pada area
otak yang ditumbuhi tumor atau terkena pembedahan maupun radioterapi.
b. Ganguan Wicara
Gangguan wicara sering menjadi komplikasi pasien tumor otak. Dalam hal
ini kita mengenal istilah disartria dan aphasia. Disartria adalah gangguan
wicara karena kerusakan di otak atau neuromuscular perifer yang
bertanggung jawab dalam proses bicara. Tiga langkah yang menjadi
prinsip dalam terapi disartria adalah meningkatkan kemampuan verbal,
mengoptimalkan fonasi, serta memperbaiki suara normal.
i. Hidrosephalus
Hidrosephalus terjadi apabila tumor yang terbentuk menghalangi
aliran LCS, akibatnya aliran LCS akan terhambat dan mengakibatkan
terbentuknya hidrosephalus. Selain itu peningkatan tekanan intrakranial juga
dapat menghambat aliran LCS.
j. Cerebral Hernia
Cerebral hernia adalah kondisi, progresif fatal di mana otak terpaksa
melalui pembukaan dalam tengkorak. Tumor otak akan menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial, yang kemudian menyebabkan
penggeseran parenkim otak ke foramen Magnum atau transtentorial
k. Ganguan Seksualitas
Tumor otak sendiri dapat mempengaruhi seksualitas, terutama jika
tumor melibatkan daerah otak yang mengontrol pelepasan hormon yang
mempengaruhi libido, termasuk estrogen, progesteron testosteron, dan.
Daerah-daerah yang sama dari otak dapat rusak oleh terapi radiasi, yang
yang dapat juga mengurangi kesuburan dan libido selain itu dapat pula
menyababkan menopouse dini.
l. Terbentuknya Gumpalan Darah
Adanya Tumor otak mempunyai resiko tinggi terjadinya pembekuan
darah. Pembekuan ini disebut "trombosis vena dalam" (DVT) dan terjadi di
pembuluh darah kaki. Gejala yang DVT meliputi nyeri betis, bengkak, dan
perubahan warna kaki, meskipun itu DVT juga bisa terjadi tanpa gejala.
Bahaya itu DVT adalah bahwa mereka dapat pecah dan dibawa oleh aliran
darah ke paru-paru, di mana mereka menyebabkan "thromboemboli paru"
(PTE) pembekuan darah di arteri paru.
Adanya Tumor otak mempunyai resiko tinggi terjadinya pembekuan
darah. Pembekuan ini disebut "trombosis vena dalam" (DVT) dan terjadi di
pembuluh darah kaki. Gejala yang DVT meliputi nyeri betis, bengkak, dan
perubahan warna kaki, meskipun itu DVT juga bisa terjadi tanpa gejala.
Bahaya itu DVT adalah bahwa mereka dapat pecah dan dibawa oleh aliran
darah ke paru-paru, di mana mereka menyebabkan "thromboemboli paru"
(PTE) pembekuan darah di arteri paru.
2.2 Meningioma
2.2.1 Definisi
Meningioma merupakan tumor meningen jinak, yang biasanya terjadi dekat
dengan duramater, kemungkinan dari sel yang berhubungan dengan vili
arakhnoid. Di antara sel-sel meningen itu sendiri belum dapat dipastikan sel mana
yang membentuk tumor tetapi terdapat hubungan erat antara tumor ini dengan
villi arachnoid. Meningioma biasanya akan tumbuh ke bagian dalam dan menekan
otak ataupun medulla spinalis, akan tetapi meningioma dapat tumbuh ke bagian
luar dan menyebabkan terjadinya penebalan di bagian tengkorak 4.
Tumor ini mempunyai sifat yang khas yaitu tumbuh lambat dan cendrung terjadi
peningkatan vaskularisasi tulang yang berdekatan, hiperostosis tengkorak serta
penekanan jaringan sekitarnya5.
2.2.2 Klasifikasi
WHO mengklasifikasikan meningioma berdasarkan jenis sel yang terlihat
melalui mikroskop, yaitu6:
a. Grade I: benign meningioma (85-90%)
− Meningothelial meningioma
− Fibrous (fibroblastic) meningioma Transitional (mixed) meningioma
− Psammomatous meningioma
− Angiomatous meningioma
− Mycrocystic meningioma
− Lymphoplasmacyte-rich meningioma
− Metaplastic meningioma
− Secretory meningioma
2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu
sendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai
pilihan pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa
tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan
pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi
sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan
tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor.
Tindakan operasi tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk
dura, jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan kejadian rekurensi.
2.1.8 Medikamentosa13
A. Pemberian kortikosteroid
Steroid memberikan efek anti edema, lebih bermakna pada tumor otak
metastase dibandingkan dengan tumor otak primer spt meningioma. Dosis
dexamethason :
a. Pasien yang belum mendapat steroid sebelumnya
Dewasa : 10 mg loading intravena, diikuti dosis rumatan 6 mg peroral
atau intravena tiap 6 jam. Pada kasus dengan edema vasogenik yang berat
maka dosis dapat ditingkatkan sampai 10 mg tiap 4 jam.
Anak :0,5 - 1 mg/kg loading intravena, dilanjutkan dosis rumatan 0,25 –
0,5 mg/kg/hari (peroral/intravena) dalam dosis terbagi tiap 6 jam. Hindari
pemberian jangka panjang karena efek menghambat pertumbuhan.
b. Pasien dengan terapi kortikosteroid sebelumnya :
Pada kondisi penurunan kesadaran akut, maka perlu dicoba diberikan dosis
dua kali lipat dari dosis yang biasa diberikan.
Operasi
Pembedahan adalah pengobatan yang paling umum untuk meningioma.
Jika meningioma jinak dan di bagian otak dimana ahli bedah saraf dapat dengan
aman mengangkat tumor tersebut, operasi kemungkinan menjadi satu-satunya
pengobatan yang dibutuhkan. Pada beberapa kasus, operasi reseksi total adalah
semua yang diperlukan untuk pengobatan, diikuti oleh pencitraan berkala untuk
memantau terulangnya tumor.13
Jenis operasi yang paling umum untuk mengangkat meningioma adalah
craniotomi. Prosedur ini melibatkan membuat sayatan di kulit kepala dan
mengeluarkan sepotong tulang dari tengkorak. Ahli bedah saraf kemudian dapat
mengakses dan mengangkat sebanyak mungkin tumor tanpa resiko kerusakan
berat pada otak. Ahli bedah saraf kemudian menggantikan tulang dan menutup
sayatan.
Lengkapnya operasi pengangkatan merupakan fitur prognosis paling
penting. Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial :
Grade I : Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal
Grade II : Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura
Grade III : Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari
perlekatan dura atau mungkin perluasan ekstradural (misalnya sinus
yang terserang atau tulang yang hiperostotik)
Grade IV : Reseksi parsial tumor
Grade V : Dekompresi sederhana (biopsi)
Radioterapi
Terapi radiasi adalah pengobatan tumor menggunakan sinar-X dan bentuk
lain dari radiasi untuk menghancurkan sel-sel kanker atau mencegah pertumbuhan
tumor. Hal ini juga disebut sebagai radioterapi. Terapi radiasi dapat digunakan
untuk mengobati meningioma dengan lokasi ganas, yang berarti bahwa meskipun
tumor itu sendiri mungkin tidak ganas, namun lokasi tumor berbahaya. Adapun
indikasi radioterapi 13:
Memiliki bukti tumor persisten setelah tindakan operasi.
Kondisi pasien tidak cukup baik untuk dilakukan pembedahan.
Pembedahan tidak memungkinkan dilakukan karena letak meningioma.
Mencegah tumbuh kembalinya tumor.
Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak
dipakai untuk terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy
dilaporkan efektif untuk melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi
subtotal, kasus-kasus rekurensi baik yang didahului dengan operasi sebelumnya
ataupun tidak. Pada kasus meningioma yang tidak dapat dioperasi karena lokasi
yang sulit, keadaan pasien yang buruk, atau pada pasien yang menolak
dilakukan operasi, external beam irradiation masih belum menunjukkan
keefektifitasannya. Teori terakhir menyatakan terapi external beam irradiation
tampaknya akan efektif pada kasus meningioma yang agresif (atypical,
maligna), tetapi informasi yang mendukung teori ini belum banyak
dikemukakan13.
Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan
pertimbangan komplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf
optikus sangat rentan mengalami kerusakan akibat radioterapi. Komplikasi lain
yang dapat ditimbulkan berupa insufisiensi pituitari ataupun nekrosis akibat
radioterapi13.
Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu
penggunaan stereotaktik radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk
meningioma. Sumber energi yang digunakan didapat melalui teknik yang
bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar foton yang berasal dari
Co gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC) dan partikel berat
(proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi dengan
stereotaktik ini dapat mengurangi komplikasi, terutama pada lesi dengan
diameter kurang dari 2,5 cm. Steiner dan koleganya menganalisa pasien
meningioma yang diterapi dengan gamma knife dan diobservasi selama 5
tahun. Mereka menemukan sekitar 88% pertumbuhan tumor ternyata dapat
dikontrol. Kondziolka dan kawan-kawan memperhitungkan pengontrolan
pertumbuhan tumor dalam 2 tahun pada 96% kasus. Baru-baru ini peneliti yang
sama melakukan studi dengan sampel 99 pasien yang diikuti selama 5 hingga
10 tahun dan didapatkan pengontrolan pertumbuhan tumor sekitar 93 % kasus
dengan 61 % massa tumor mengecil. Kejadian defisit neurologis baru pada
pasien yang diterapi dengan stereotaktik tersebut kejadiannya sekitar 5 %.13
Kemoterapi
Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum
banyak diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna.
Kemoterapi sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak
baru sedikit sekali diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi menggunakan
regimen kemoterapi (baik intravena atau intraarterial cis-platinum, decarbazine
(DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan
(DeMonte dan Yung), walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik
pada tumor jaringan lunak. Laporan dari Chamberlin pemberian terapi
kombinasi menggunakan cyclophos- phamide, adriamycin, dan vincristine
dapat memperbaiki angka harapan hidup dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun.
Pemberian obat kemoterapi lain seperti hydroxyurea sedang dalam penelitian.
Pertumbuhan sel pada meningioma dihambat pada fase S dari siklus sel dan
menginduksi apoptosis dari beberapa sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan
dilaporkan pada satu kasus pemberian hydroxyurea ini memberikan efek pada
pasien-pasien dengan rekurensi dan meningioma yang tidak dapat direseksi.
Pemberian Alfainterferon dilaporkan dapat memperpanjang waktu terjadinya
rekurensi pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan juga terapi ini
kurang menimbulkon toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi.14
Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus
dengan meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen)
dan mifepristone (anti progesteron). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4
hari dan dilanjutkan 10 mg 2 kali/hari) telah digunakan oleh kelompok
onkolologi Southwest pada 19 pasien dengan meningioma yang sulit dilakukan
reseksi dan refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada 10 pasien, stabilisasi
sementara pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal atau parsial
pada tiga pasien.14
Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486)
200mg perhari selama 2 hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5
dari 14 pasien menunjukkan perbaikan secara objektif yaitu sedikit
pengurangan massa tumor pada empat pasien dan satu pasien gangguan lapang
pandangnya membaik walaupun tidak terdapat pengurangan massa tumor;
terdapat pertumbuhan ulang pada salah satu pasien tersebut. Pada studi yang
kedua dari kelompok Netherlands dengan jumlah pasien 10 orang menunjukkan
pertumbuhan tumor berlanjut pada empat pasien, stabil pada tiga pasien, dan
pengurangan ukuran yang minimal pada tiga pasien. Tiga jenis obat tersebut
sedang dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar pada
meningioma tetapi sampai sekarang belum ada terapi yang menjadi prosedur
tetap untuk terapi pada tumor ini.14
2.1.9 Prognosis
Berikut ini adalah beberapa hal yang mempengaruhi prognosis pasien
meningioma14:
1. Usia
Usia pasien saat pengangkatan tumor akan mempengaruhi hasilnya.
Pasien yang lebih muda cenderung memiliki prognosis yang lebih baik
setelah operasi dibandingkan pasien yang lebih tua. Namun, pasien yang
lebih tua dengan kesehatan yang baik tidak membuat kesempatan
mendapatkan hasil yang baik berkurang.
2. Lokasi tumor dan aksesibilitas
Tumor pada permukaan luar cenderung memiliki prognosus yang lebih
baik dibandingkan tumor yang sulit dijangkau, seperti tumor-tumor di
infratentorial, di daerah yang berdekatan dengan struktur penting seperti
pusat pernafasan atau gerakan, atau dekat pembulug darah besar.
Pengangkatan semua bagian tumor sering tidak dilakukan, biasanya
karena keterbatasan yang disebabkan oleh lokasi tumor, hal ini berkaitan
dengan kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya rekurensi.
Residual tumor merupakan sumber potensial pertumbuhan tumor baru.
- Tingkat pengangkatan
Faktor klinis utama dalam terjadinya rekurensi adalah luasnya reseksi.
Reseksi itu sendiri dipengaruhi oleh lokasi tumor, apakah berdekatan atau
menempel pada bagian lain.
- Jenis meningioma
Terdapat perbedaan perkiraan kelangsungan hidup pada masing-masing
jenis tumor. Meningioma jinak memiliki tingkat kelangsungan hidup
tertinggi, diikuti oleh meningioma atipikal, dan meningioma ganas.
BAB IV
ANALISIS MASALAH
Pada kasus ini dilaporkan Ny.A 29 tahun datang dengan keluhan anggota
gerak kiri lemah secara perlahan sejak kurang lebih satu tahun SMRS. Dari hasil
anamnesis diketahui bahwa pada pasien ini mengalami defisit neurologis yang
terjadi secara bertahap, yaitu gejala muncul perlahan dan terasa semakin
memburuk, diantaranya:
- Nyeri kepala hebat
- Muntah proyektil
- Kelemahan anggota gerak kiri (hemiparesis)
- Mata kabur
Hasil ini sesuai dengan gejala peningkatan TIK (tekanan intrakranial), dimana
terdapat trias peningkatan TIK yaitu nyeri kepala, muntah proyektil, dan
papiledema. Selain itu terdapat gejala klinis lain yang mendukung peningkatan
tekanan intrakranial yaitu perubahan motorik menjadi lemah.Tekanan intrakranial
ini diperngaruhi oleh 3 faktor yaitu: volume jaringan otak, volume darah dan
cairan serebrospianal. Apabila terdapat peningkatan salah satu faktor tersebut,
makan akan meningkatkan tekanan intrakranial. Kelemahan anggota gerak
sebelah kiri merupakan suatu hemiparesis sisnistra.
Hasil anamnesis ini didukung dengan hasil pemeriksaan fisik yang
menunjukkan adanya defisit neurologis pada pasien ini seperti kedua mata
terdapat penurunan visus menjadi 1 per tak hingga, dan hemiparesis sinistra.
Sehingga pada pasien ini terdapat tanda-tanda red flag nyeri kepala, yaitu:
- Mendadak
- Semakin lama semakin berat dan frekuensi dan intensitasnya
- Nyeri terus menerus selam 72 jam
- Terdapat defisit neurologis seperti kelemahan anggota gerak , penurunan
kesadaran.
Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk memastikan
diagnosis maka dilakukan pemeriksaan penunjang berupa CT Scan Kepala dan
didapatkan hasil adanya SOL dengan kecurigaan meningioma. Dan disarankan
untuk operasi penggangkatan sel tumor terebut.
Tatalaksana awal yang diberikan adalah IVFD NaCl 0,9% 20 tpm, Inj.
Omeprazole 1x 40mg, Inj. dexamethason 3x1 amp, PO B Complex 1x1 tab. Infus
dilakukan atas darsar untuk mempertahankan keadaan euvolumik, pemberian
dexametasin untuk mengurangi udem pada otak karena terjadinya kebocooran
sawar darah otak, pemberian omeprazole dengan alasan intake pasien kurang
karena pasien sering muntah.
BAB V
KESIMPULAN
SOP (Space Occupying Procces) merupakan generalisasi masalah tentang
adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak
penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri,
hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial (Long C , 1996 : 130). Tumor
otak adalah sebuah lesi terletak pada intrakranial yang menempati ruang di dalam
tengkorak.
Meningioma merupakan tumor meningen jinak, yang biasanya terjadi
dekat dengan duramater, kemungkinan dari sel yang berhubungan dengan vili
arakhnoid
Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu
sendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan
pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini
antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh
terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau
radioterapi.