Anda di halaman 1dari 218

MASTERCLASS OPTIMA

I L M U P E N YA K I T M ATA
DR. MARCELA YOLINA
Jakarta
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872
WA. 081380385694/081314412212

Medan
Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Sari, Kec. Medan Selayang 20132 WA/Line 082122727364

w w w. o p t i m a p r e p . c o . i d
ANAMNESIS

MATA MERAH MATA MERAH MATA TENANG


MATA TENANG VISUS
VISUS NORMAL VISUS TURUN VISUS TURUN
TURUN MENDADAK
• struktur yang PERLAHAN
mengenai media
bervaskuler 
refraksi (kornea, • uveitis posterior • Katarak
sklera konjungtiva •
uvea, atau perdarahan vitreous • Glaukoma (kronik)
• tidak • Ablasio retina • retinopati
seluruh mata)
menghalangi • oklusi arteri atau vena penyakit sistemik
media refraksi retinal • retinitis
• neuritis optik pigmentosa
• Keratitis
• Konjungtivitis murni • neuropati optik akut • kelainan refraksi
• Keratokonjungtivitis
• Trakoma karena obat (misalnya
• Ulkus Kornea
• mata kering, etambutol), migrain,
• Uveitis
tumor otak
xeroftalmia • glaukoma akut
• Pterigium • Endoftalmitis
• Pinguekula • panoftalmitis
• Episkleritis
• skleritis
PTERIGIUM
PTERIGIUM
• Pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva,
bersifat degeneratif dan invasif
• Terletak pada celah kelopak bagian nasal
ataupun temporal konjungtiva yang meluas
ke daerah kornea
• Mudah meradang
• Etiologi: iritasi kronis karena debu, cahaya
matahari, udara panas
• Keluhan : asimtomatik, mata iritatif, merah,
mungkin terjadi astigmat (akibat kornea
tertarik oleh pertumbuhan pterigium), tajam
penglihatan menurun
• Tes sonde (-)  ujung sonde tidak kelihatan
pterigium
• Pengobatan : konservatif; Pada pterigium
derajat 1-2 yang mengalami inflamasi,
pasien dapat diberikan obat tetes mata
kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari
selama 5-7 hari. Pada pterigium derajat 3-4
dilakukan tindakan bedah
Grade Pterigium

• Grade I : Pterigium terbatas pada limbus kornea


• Grade II : Pterigium sudah melewati tepi limbus kornea, tapi tidak lebih dari 2 mm
• Grade III : Pterigium sudah melewati tepi limbus lebih dari 2 mm, tapi tidak melewati
pinggiran pupil dalam keadaan cahaya normal (Ø pupil 3-4 mm)
• Grade IV : Pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga sudah ada
gangguan penglihatan
Pterygium- Management
 Observation
– Asymptomatic , grade 1 pterygium

 Medical Management
– Symptomatic Grade 1 and 2 pterygium
– Eye drops – Tear substitutes, Decongestants
– Local injections – anti VEGFs, Steroid

 Surgical Management
Surgery for pterygium is indicated in the following situations:
– Induced astigmatism that causes visual impairment
– Opacity in the visual axis
– Documented growth that is threatening to affect the visual axis via astigmatism or
opacity
– Restriction of eye movement
– Significant cosmetic impact or intractable irritation

7
PTERIGIUM – DIAGNOSIS BANDING
EPISKLERITIS &
SKLERITIS
Episkleritis vs Skleritis
Episcleritis Scleritis
Patofisiologi Peradangan pada sclera superfisial Peradangan pada sclera profunda
sering disertai dengan penyakit
penyerta lainnya

Gejala Mata merah, lakrimasi dan fotofobia Mata merah, lakrimasi, fotofobia dan
nyeri, Visus dapat turun
Pemeriksaan Tes fenilefrin  blanching (mata Tes fenilefrin  blanching (-)
memutih) Slit lamp  pembuluh yang lebih dalam
Slit lamp  injeksi berwarna lebih + edema  gangguan penglihatan
kemerahan dan tidak ada edema
Terapi Topikal: artificial tears, NSAID, KS Sistemik: NSAID, KS, rituximab
Classification of Scleral inflammation

Lalit Varma. Scleral Inflammations: An update. 2013


Episcleritis
• Episcleritis is not usually associated Nodular episcleritis
with any systemic disease, although • Sudden onset of FB sensation,
discomfort, tearing ± photophobia.
around 10% may have a connective It may be recurrent.
tissue disease. • Red nodule arising from the
episclera
Simple episcleritis • can be moved separately from the
• Sudden onset of mild discomfort, tearing sclera (cf. nodular scleritis) and
± photophobia; may be recurrent. conjunctiva
• Sectoral (occasionally diffuse) redness • blanches with topical
that blanches with topical vasoconstrictor (e.g.,
phenylephrine 10%)
vasoconstrictor (e.g., phenylephrine
• does not stain with fluorescein;
10%); globe nontender; spontaneous
resolution 1–2 weeks. • globe nontender
• Spontaneous resolution occurs in
5–6 weeks.
Scleritis: Etiology
1. Idiopathic:
– These autoimmune reactions are usually idiopathic and mostly mediated
by type IV delayed type of hypersensitivity reaction.
2. Systemic rheumatic diseases or collagen vascular disorders:
– Half of patients with scleritis have evidence of an underlying systemic
disease.
– Rheumatoid arthritis is the most common systemic condition associated
with scleritis.
– Scleral inflammations in such systemic rheumatic disorders are mostly due
to vascular involvement which results from deposition of circulating
immune complexes in superfi cial and deeper episcleral vessels.
3. Infectious:
– Endogenous spread of microorganisms can give rise to scleral infections.
– Neurotropic viruses like Herpes viruses can invade the scleral nerves and
causes scleral infl ammation.
4. Surgery induced scleritis (SINS)
– rare but serious complication of ocular surgery
– SINS typically occurs after surgery as intense scleral infl ammation
associated with necrosis near the site of scleral incision.
Scleritis: Diagnosis
• Symptoms
– Redness and pain  The onset is usually gradual,
• Signs
extending over several
– scleral edema and
– Ocular pain is severe and typically dull and boring
(piercing) in nature, exacerbated by eye congestion of the deep
movement, and occasionally may worsen at night
and waken the patient from sleep.
episcleral plexus
– The pain often radiates to the ear, scalp, face,
temple and jaw.
– The extraocular muscles insert into the sclera, thus
ocular movements exacerbate the pain associated
with scleral inflammation.
– Additionally, patients may report headache;
watering of the eye; ocular redness, particularly in
patients with non-necrotizing anterior scleritis; and
photophobia, which is variably present.
– When there is tissue necrosis in severe disease,
there is loss of peripheral innervation which leads
to "paradoxic" lessening of symptoms:
1. Diffuse anterior scleritis
2. Nodular Anterior Scleritis
Necrotizing Scleritis without
inflammation
KO N J U N G T I V I T I S
Etiologi Diagnosis Karakteristik
Viral Konjungtivitis folikuler Merah, berair mata, sekret minimal, folikel sangat
akut mencolok di kedua konjungtiva tarsal
Klamidia Trachoma Seringnya pd anak, folikel dan papil pd konjungtiva
tarsal superior disertai parut, perluasan pembuluh
darah ke limbus atas
Konjungtivitis inklusi Mata merah, sekret mukopurulen (pagi hari), papil
dan folikel pada kedua konjungtiva tarsal (terutama
inferior)
Alergi/hiper- Konjungtivitis vernalis Sangat gatal, sekret berserat-serat, cobblestone pd
sensitivitas konjungtiva tarsal superior, horner-trantas dots
(limbus)
Konjungtivitis atopik Sensasi terbakar, sekret berlendir, konjungtiva
putih spt susu, papil halus pada konjungtiva tarsal
inferior
Konjungtivitis Reaksi hipersensitif tersering akibat protein TB,
fliktenularis nodul keabuan di limbus atau konjungtiva bulbi,
mata merah dan berair mata
Bervariasi Keratokonjungtivitis sicca Akibat kurangnya film air mata, tes shcirmer
abnormal, konjungtiva bulbi hiperemia, sekret
mukoid, semakin sakit menjelang malam dan
berkurang pagi
Patologi Etiologi/Jenis Gejala dan tanda Pengobatan

Staphylococcus Antibiotic topical seperti:


, Eritromisin salep
Streptococcus, Kotrimoksasol eye drops
Akut, sekret purulent, reaksi papiler
Hemophillus Ofloxacin/ Ciprofloxaxin Eye
drops (t.u jika pengguna lensa
kontak)

Hiperakut, bisa bersifat berat dan


Bakteri mengancam penglihatan
(menyebabkan ulserasi dan perforasi Ceftriaxone 1 gram IM SD
N. Gonorrhea
kornea), sekret purulen profuse + AB topikal
dengan masa inkubasi 2-5 hari, KGB
preaurikular membesar dan nyeri

Azitromisin 1 gram PO SD
bersifat akut s.d kronik (minggu-
Doksisiklin 2x 100 mg PO (1-4
C. trachomatis bulan), sekret mukopurulen, reaksi
minggu)
(konjungtivitis folikular (lama-kelamaan disertai
Erytromisin 4x500 mg PO (1-4
inklusi dewasa) dengan hipertrofi papil). Masa
minggu)
inkubasi 5-14 hari
bisa ditambah AB topikal
Patologi Etiologi/Jenis Gejala dan tanda Pengobatan

Adenovirus, Artificial tears, antihistamin-


sekret serosa, fotofobia, edema pada
HSV dan dekongestan topikal
Viral kedua mata, reaksi folikular.
varicella Antiviral pada HSV dan
Pseudomembran (+/-)
zoster varicella zoster

usia anak-anak (terutama laki-laki),


Hindari pencetus
sekret mukoid (ropey, benang maxwell-
Suportif: basic eye care
Vernal lyons), cobblestone (tarsal), horner
seperti no eye rubbing,
trantas dots (limbus), shield ulcer,
kompres dingin dan
bersifat seasonal
refrigerated artificial tears
1st line:
Alergi
Antihistamin topical dan cell
mast stabilizer
usia dewasa, sekret serosa, reaksi Lainnya: NSAID topikal (less
Atopi
papilar, bersifat sepanjang tahun effective than AH); KS topikal
(only for refractory
symtomps)
Table. Major Differentiating Factors Between VKC and AKC

Characteristics VKC (vernal) AKC (atopic)


Age at onset Generally presents at a younger age -
than AKC
Sex Males are affected preferentially. No sex predilection
Seasonal variation Typically occurs during spring months Generally perennial
Discharge Thick mucoid discharge Watery and clear discharge
Conjunctival - Higher incidence of
scarring conjunctival scarring
Horner-Trantas Horner-Trantas dots and shield ulcers Presence of Horner-Trantas
dots are commonly seen. dots is rare.
Corneal Not present Deep corneal
neovascularization neovascularization tends to
develop
Presence of Conjunctival scraping reveals Presence of eosinophils is
eosinophils in eosinophils to a greater degree in less likely
conjunctival VKC than in AKC
scraping
Konjungtivitis Neonatal
Neisseria gonorrhoeae Chlamydia trachomatis
• manifests in the first five days of life • 5 to 12 days after birth
• marked bilateral purulent discharge • Mucopurulent discharge
• local inflammation  palpebral edema • less inflamed  eyelid swelling,
• Complication  diffuse epithelial edema chemosis, and pseudomembrane
and ulceration, perforation of the cornea formation
and endophthalmitis • Microscopic: PMNs, lymphocytes,
• Gram-negative intracellular diplococci on plasma cells, Leber cells,
Gram stain intracytoplasmic basophilic inclusions
• Culture  Thayer-Martin agar • Complication  pneumonitis (range 2
• Terapi: ceftriakson 50 mg/kgBB IM/IV SD weeks – 19 weeks after delivery)
maksimal dosis 125 mg + irigasi sekret + • Blindness rare and much slower to
Ab topikal menifest caused by eyelid scarring and
• Pencegahan: Erythromycin (0.5%) pannus
ophthalmic ointmen atau Tetracycline • Terapi eritromisin 40-50 mg/kgBB/hari
(1%) ophthalmic ointment pada dibagi 4 dosis PO selama 14 hari;
neonatus alternatif azitromisin 20 mg/kg/hari PO
selama 3 hari
DRY EYE SYNDROME
Dry Eye Syndrome
(Keratokonjungtivitis Sicca)
• Mata kering merupakan penyakit multifaktorial pada produksi air
mata dan permukaan mata yang menyebakan rasa tidak nyaman,
gangguan penglihatan, dan instabilitas lapisan air mata yang
beresiko menyebabkan kerusakan permukaan okular.
• Kondisi ini disertai pula dengan peningkatan osmolaritas lapisan air
mata dan peradangan pada permukaan mata.

Klasifikasi:
• Tear-deficient dry eye:
– There is a disorder of lacrimal function or a failure of transfer of
lacrimal fluid into the conjunctival sac
• Tear-sufficient dry eye (peningkatan evaporasi):
– Lacrimal function is normal, the tear abnormality is due to increased
tear evaporation
TEAR - DEFICIENT

Sjogren syndrome Non- Sjogren tear deficient

Lacrimal Lacrimal
Primary Secondary Reflex
Disease obstruction

Rh arthritis Primary Contact


SLE Cong Secondary lens
Wegener’s Trachoma
alacrimia Sarcoid VII n
Granulomatosis Pemphigoid
Primary HIV Palsy
Systemic Burns
lacrimal Vit A def Neurop-
sclerosis disease keratitis
EVAPORATIVE

Oil Ocular surface


Lid related Contact lens
deficient disorder

Blink,
Secondary Aperture Xerophthalmia
Primary
abnormal
Blepharitis
Absent
Meibomian Lid surface
glands
gland incongruity
Distichiasis
disease
Dry Eye Syndrome
Gejala Pemeriksaan
• Burning or itching • Slit lamp examination
• Fluctuating vision • Demonstration of tear instability
(Tear film break up time, TBUT)
• Foreign body sensation
with Tearscope/ Xeroscope
• Grittiness or irritation • Ter film measurement (e.g: tear
• Sore or tired eyes meniscus height)
• History of Styes • Demonstration of ocular surface
• Ocular discharge damage
– Schirmer’s test
• Light sensitivity – Fluorescein Staining
• Contact lens discomfort – Rose bengal stain
• Watering or excessive tearing – Lissamine Green Staining
• Demonstration of tear
hyperosmolarity
SCHIRMER’S TEST

• Measurement of the aqueous layer quantity only


• 5x30 strips of Whatman filter paper
• The amount of moistening is of the exposed paper is recorded
at the end of 5 minutes
• Normals will wet approximately 10 to 30mm at the end of
5minutes.
Treatment
• Education and environmental or dietary
modifications
• Elimination of offending systemic medications
• Preserved artificial tear substitutes, gels, and
ointments
• Eyelid therapy: warm compress for meibomian
obstruction
• Topical cyclosporin (solution 0,09%)
• Topical lfitegrast 5% (integrin antagonist)
UVEITIS
Klasifikasi
• The International Uveitis Study Group (IUSG) dan The Standardization of Uveitis
Nomenclatur (SUN) membagi uveitis berdasarkan anatomi, etiologi, dan
perjalanan penyakit
• Anatomi :
– uveitis anterior, uveitis intermediet, uveitis posterior, dan panuveitis
• Etiologi:
– infeksi (bakteri, virus, jamur, dan parasit), non-infeksi, dan idiopatik.
• Perjalanan penyakit
– Akut (onset mendadak dan durasi kurang dari empat minggu),
– Rekuren (episode uveitis berulang),
– Kronik (uveitis persisten atau kambuh sebelum tiga bulan setelah pengobatan
dihentikan), dan
– Remisi (tidak ada gejala uveitis selama tiga bulan atau lebih)
• Four major complications exist
– Cataract
– Secondary glaucoma
– Band keratopathy
– Cystoid macular oedema

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Uveitis anterior
• Inflamasi di iris (iritis) dan badan siliar (siklitis).
Bila inflamasi meliputi iris dan badan siliar maka
disebut iridosiklitis
• Etiologi :
– kelainan sistemik seperti spondiloartropati, artritis
idiopatik juvenil, sindrom uveitis fuchs, kolitis ulseratif,
penyakit chron, penyakit whipple, tubulointerstitial
nephritis and uveitis
– Infeksi yang sering menyebabkan uveitis anterior
adalah virus herpes simpleks (VHS), virus varisela
zoster (VVZ), tuberkulosis, dan sifilis.

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Diagnosis Uveitis Anterior
• Gejala Klinis : • Tanda
– mata merah – injeksi siliar akibat
– visus turun akibat kekeruhan vasodilatasi arteri siliaris
cairan akuos dan edema posterior longus dan arteri
kornea walaupun uveitis tidak siliaris anterior yang
selalu menyebabkan edema memperdarahi iris serta
kornea badan siliar.
– Nyeri tumpul berdenyut, dan – Bilik mata depan : pelepasan
fotofobia akibat spasme otot sel radang, pengeluaran
siliar dan sfingter pupil protein (cells and flare) dan
– Jika disertai nyeri hebat, endapan sel radang di endotel
perlu dicurigai peningkatan kornea (presipitat keratik).
tekanan bola mata. – Presipitat keratik halus 
– Spasme sfingter pupil inflamasi nongranulomatosa;
mengakibatkan miosis dan – Presipitat keratik kasar 
memicu sinekia posterior. inflamasi granulomatosa

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Uveitis Intermediet
• Peradangan di pars plana yang sering diikuti vitritis dan uveitis posterior.
• Penyakit tersebut biasanya terjadi pada usia dekade ketiga-keempat dan
20% terjadi pada anak.
• Etiologi:
– Idiopatik (69,1%), sarkoidosis (22,2%), multiple sclerosis (7,4%), dan lyme
disease (0,6%). Selain itu, dapat juga disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis, Toxoplasma, Candida, dan sifilis.
• Gejala :
– Gejala biasanya ringan yaitu penurunan tajam penglihatan tanpa disertai nyeri
dan mata merah, namun jika terjadi edema makula dan agregasi sel di vitreus
penurunan tajam penglihatan dapat lebih buruk.
– Pars planitis berupa bercak putih akibat agregasi sel inflamasi dan jaringan
fibrovaskular (snowbank) yang menunjukkan inflamasi berat dan memerlukan
terapi agresif.
– Komplikasinya adalah edema makula (12-51%), glaukoma (20%), dan katarak
(15-50%)

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Uveitis Posterior
• Peradangan lapisan koroid yang sering melibatkan jaringan sekitar seperti
vitreus, retina, dan nervus optik.
• Etiologi:
– Infeksi paling sering disebabkan oleh T.gondii, M.tuberculosis, sifilis, VHS, VVZ,
cytomegalovirus (CMV), dan HIV.
– Non-infeksi, uveitis posterior disebabkan oleh koroiditis multifokal, birdshot
choroidopathy, sarkoidosis, dan neoplasma
• Gejala klinis :
– Penglihatan kabur yang tidak disertai nyeri, mata merah, dan fotofobia.
– Komplikasi dapat berupa katarak, glaukoma, kekeruhan vitreus, edema
makula, kelainan pembuluh darah retina, parut retina, ablasio retinae, dan
atrofi nervus optik.
– Prognosis uveitis posterior lebih buruk dibandingkan uveitis anterior karena
menurunkan tajam penglihatan dan kebutaan apabila tidak ditatalaksana
dengan baik.

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Panuveitis
• Peradangan seluruh uvea dan struktur
sekitarnya seperti retina dan vitreus.
• Etiologi:
– Penyebab tersering adalah tuberkulosis, sindrom
VKH, oftalmia simpatika, penyakit behcet, dan
sarkoidosis.
– Diagnosis panuveitis ditegakkan bila terdapat
koroiditis, vitritis, dan uveitis anterior

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Penatalaksanaan Uveitis
1. Menekan reaksi inflamasi
• Kortikosteroid topikal merupakan terapi pilihan untuk mengurangi
inflamasi : 1).prednisolon 0,5%,; 2). prednisolon asetat 1%; 3).
betametason 1% ; 4). deksametason 0,1%, dan 5). fluorometolon
0,1%.
• Injeksi kortikosteroid periokular diberikan pada kasus yang
membutuhkan depo steroid dan menghindari efek samping
kortikosteroid jangka panjang.
• Kortikosteroid sistemik diberikan untuk mengatasi uveitis berat atau
uveitis bilateral
• Imunosupresan dapat dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama
pada penyakit behcet, granulomatosis wegener, dan skleritis
nekrotik karena penyakit tersebut dapat mengancam jiwa.
Imunosupresan dibagi menjadi golongan antimetabolit, supresor sel
T, dan sitotoksik.
2. Mencegah dan memperbaiki kerusakan struktur

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Penatalaksanaan Uveitis
3. Memperbaiki fungsi penglihatan
• Terapi bedah diindikasikan untuk memperbaiki penglihatan.
• Operasi dilakukan pada kasus uveitis yang telah tenang (teratasi)
tetapi mengalami perubahan permanen akibat komplikasi seperti
katarak, glaukoma sekunder, dan ablasio retina.
• Kortikosteroid diberikan 1-2 hari sebelum operasi dan steroid
intraokular atau periokular dapat diberikan pasca-operasi
• Vitrektomi ditujukan untuk memperbaiki tajam penglihatan bila
kekeruhan menetap setelah pengobatan.
4. Menghilangkan nyeri dan fotofobia.
• NSAID digunakan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi
sedangkan siklopegik diberikan untuk mencegah sinekia
posterior.
• Obat yang diberikan adalah siklopentolat 0,5-2% dan homatropin

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
E N D O F TA L M I T I S
Endophthalmitis
• An inflammation of the inner structures of the
eyeball
– Uveal tissue
– Retina
• associated with pouring of exudates in the
vitreous cavity, anterior chamber and
posterior chamber.
Classification
Mode of Etiological
Infectivity
entry agent

Infective Exogenous Bacterial

Non-
Endogenous Fungal
infective
Modes of infection

Secondary
Exogenous Endogenous
infections
• Perforating • Bloodstream • Extension of
injuries • Caries teeth infection
• Perforation of • Generalised • Orbital cellulitis
infected corneal septicaemia • Thrombophlebitis
ulcers • Puerperal sepsis • Infected corneal
• Postoperative ulcers
infections
Acute postoperative endophthalmitis
• Acute postoperative endophthalmitis -
complication of intraocular surgery with an
incidence of about 0.1%.
• Source of infection - periocular bacterial flora
of the eyelids, conjunctiva, and lacrimal sac.
• Other potential sources of infection -
contaminated solutions and instruments, and
environmental flora
Risk factors
• Eye trauma • Ophthalmic risk factors:
• Eye surgery – Contact lens wear (poor
– Previous presence of hygiene).
infection – Chronic corneal
– Poor surgical technique. ulceration.
– Contaminated • Non-ophthalmic risk
intraocular lens. factors:
• Intraocular injection – Immunosuppression.
• Bloodstream infection – Intravenous drug use.
– AIDS.
Clinical features Signs
• Sudden onset • Visual acuity may be reduced.
• Severe pain • Lids → red and swollen.
• Redness of eye • Conjunctiva → chemosis and
marked circumcorneal
• Marked visual loss congestion.
• Swollen eyelid • Cornea → oedematous, cloudy
• Lacrimation and ring infiltration may be
• Photophobia formed.
• Anterior chamber → hypopyon
• Iris → oedematous and muddy
• Pupil → yellow reflex, absent red reflex (with
ophthalmoscope)
• Vitreous exudation - yellowish white mass is
seen through fixed dilated pupil (amaurotic
cat’s-eye reflex)
• Intraocular pressure → raised in early stages
• but in severe cases – hypotony
• Edges of wound → yellow and necrotic and
wound may gape
Diagnosis
• Culture and sensitivity studies on aqueous and
vitreous samples
– Anterior chamber tap
– Vitreous tap
– Vitreous biopsy
• Full infection screen
– FBC, blood cultures and culture of all indwelling lines
and catheters
• B-scan ultrasound
– the degree of vitritis and integrity of retina
Acute postoperative endophthalmitis
TATALAKSANA Pertimbangkan:

• Antibiotic intravitreus: vancomycin 1 • Moxifloxacin atau gatifloxacin oral


mg dlm 0.1 mL (gram positive (broad spectrum dan penetrasi
coverage) dikombinasikan dengan intraokular baik)
amikacin 0.4 mg dlm 0.1 mL atau • Antibiotik topikal (per jam):
ceftazidime 2 mg dlm 0.1 mL (gram- (moxifloxacin or gatifloxacin) atau
negative coverage). vancomycin DS (50 mg/mL), amikacin
• Ceftazidime bisa menimbulkan (20 mg/mL), atau ceftazidime (100
presipitasi dengan vankomisin shg spuit mg/mL)
harus dipisah • Corticosteroids topikal (cth
dexamethasone 0.1%/ jam), intravitreal
• Vitrectomy: jika tajam penglihatan
(dexamethasone 0.4 mg in 0.1 mL),
hanya berupa light perception atau
atau sistemic (prednisone PO 1
lebih buruk
minggu) untuk mengurangi inflamasi.

Oxford American Handbook of Ophthalmology


G L A U KO M A
Glaukoma
• Glaukoma adalah penyakit
saraf mata yang berhubungan
dengan peningkatan tekanan
bola mata (TIO Normal : 10-21
mmHg)
• Ditandai : meningkatnya
tekanan intraokuler yang
disertai oleh pencekungan
diskus optikus dan pengecilan
lapangan pandang
• TIO tidak harus selalu tinggi,
Tetapi TIO relatif tinggi untuk
individu tersebut.
Vaughn DG, Oftalmologi Umum, ed.14
Glaukoma

• Berdasarkan mekanisme :
– Sudut terbuka Terjadinya peningkatan aquas
humor dan gangguan akses aquas humor ke
system drainase. Pada genioskopi tampak COA
sedang
– Sudut tertutup gangguan aliran keluar aquas
humor akibat kelainan system drainase. Pada
genioskopi tampak COA dangkal, injeksi kornea,
injeksi silier
Glaukoma
• Berdasarkan penyebab :
– Primer  timbul pada mata yang punya bakat bawaan, bisanya
bilateral dan diturunkan
– Sekunder  komplikasi penyakit mata lainnya seperti uveitis, hifema
dan katarak atau penggunaan steroid yang berlebihan. Bersifat
unilateral
• Berdasarkan waktu :
– Akut  terjadi peningkatan TIO secara tiba tiba, ditandai dengan nyeri
kepala, mual dan muntah
– Kronik  jarang terjadi peningkatan TIO, ditandai dengan gejala
penyempitan lapang pandang.
– Glaukoma kongenital  terjadi pada bayi ditandai dengan gejala
epifora dan megalokornea (>11mm)
– Glaukoma absolut  End stage pada setiap jenis glaucoma ditandai
dengan no vision, relkes pupil (-) dan nyeri mata berat
Normal Tension Glaukoma
• Normal Tension Glaukoma yang terdapat pada satu ujung
spektrum glaukoma sudut terbuka kronis merupakan bentuk yang
tersering menyebabkan pengecilan lapangan pandang bilateral
progressif asimptomatik yang muncul perlahan dan sering tidak
terdeteksi sampai terjadi pengecilan lapangan pandang yang
ekstensif.
• Tipe glaukoma dimana nervus optic rusak dan kehilangan
kemampuan melihat dan lapangan pandang, muncul pada
glaukoma sudut terbuka namun tekanan intra okuler yang normal
(<22 mmHg)

Vaughn DG, Oftalmologi Umum, ed.14


GLAUKOMA SEKUNDER
• Glaucoma sekunder merupakan glaukoma yang diketahui penyebab
yang menimbulkannya. Hal tersebut disebabkan oleh proses patologis
intraokular yang menghambat aliran cairan mata (cedera, radang,
tumor)
• Glaukoma terjadi bersama-sama dengan kelainan lensa seperti :
 Luksasi lensa anterior, dimana terjadi gangguan pengaliran cairan mata ke sudut bilik
mata.
 Katarak imatur, dimana akibat mencembungnya lensa akan menyebabkan penutupan
sudut bilik mata (glaukoma fakomorfik)
 Katarak hipermatur, dimana bahan lensa keluar dari lensa sehingga menutupi jalan
keluar cairan mata (glaukoma fakolitik)
• Glaukoma yang terjadi akibat penutupan sudut bilik mata oleh bagian
lensa yang lisis ini disebut glaukoma fakolitik, pasien dengan galukoma
fakolitik akan mengeluh sakit kepala berat, mata sakit, tajam
pengelihatan hanya tinggal proyeksi sinar.
• Pada pemeriksaan objektif terlihat edema kornea dengan injeksi silier, flare berat
dengan tanda-tanda uveitis lainnya, bilik mata yang dalam disertai dengan katarak
hipermatur. Tekanan bola mata sangat tinggi
Ilyas, Sidarta., 2004. Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Glaukoma
• Pemeriksaan
– Tonometri: mengukur tekanan Intraokuler (TIO)
– Funduskopi untuk menilai diskus optikus: pembesaran
cekungan diskus optikus dan pemucatan diskus
– Lapang pandang
– Gonioskopi: menilai sudut kamera anterior
Normal Ocular Fundus

Vessels:
Arterial/venous
Arterioles
diameter ratio 2 to 3;
the arteries appear a
bright red, the veins a
slightly purplish Optic cup
colour.
Fovea

Optic disc

Vein
Disc: Clear outline
optic cup is pale and
centrally located.
Normal cup/disc ratio <
0.5

http://cms.revoptom.com/osc/3146/Analysis.jpg
Obat Glaukoma
• Supresi produksi aqueous humor
– Beta bloker topikal: Timolol maleate 0.25% dan 0.5%, betaxolol 0.25% dan 0.5%,
levobunolol 0.25% dan 0.5%, metipranolol 0.3%, dan carteolol 1% dua kali sehari dan
timolol maleate 0.1%, 0.25%, dan 0.5% gel satu kali sehari (bekerja dalam 20 menit,
reduksi maksimum TIO 1-2 jam stlh diteteskan)
– Pemberian timolol topikal tidak cukup efektif dalam menurunkan TIO glaukoma akut
sudut tertutup.
– Apraclonidine: 0.5% tiga kali sehari
– Brimonidine: 0.2% dua kali sehari
– Inhibitor karbonat anhidrase:
• Topikal: Dorzolamide hydrochloride 2% dan brinzolamide 1% (2-3 x/hari)
• Sistemik: Acetazolamide 500 mg iv dan 4x125-250 mg oral (pada glaukoma akut
sudut tertutup harus segera diberikan, efek mulai bekerja 1 jam, puncak pada 4
jam)

Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006


Obat Glaukoma
• Fasilitasi aliran keluar aqueous • Pengurangan volume vitreus
humor – Agen hiperosmotik: Dapat juga
– Analog prostaglandin: bimatoprost diberikan Manitol 1.5-2MK/kgBB
0.003%, latanoprost 0.005%, dan dalam larutan 20% atau urea IV;
travoprost 0.004% (1x/hari), dan Gliserol 1g/kgBB badan dalam
unoprostone 0.15% 2x/hari larutan 50%
– Agen parasimpatomimetik: – isosorbide oral, urea iv
Pilocarpine • Extraocular symptoms:
– Epinefrin 0,25-2% 1-2x/hari – analgesics
– Pilokarpin 2% setiap menit selama 5 – antiemetics
menit,lalu 1 jam selama 24 jam
– Placing the patient in the supine
• Biasanya diberikan satu setengah jam position → lens falls away from the
pasca tatalaksana awal
iris decreasing pupillary block
• Mata yang tidak dalam serangan juga
diberikan miotik untuk mencegah • Pemakaian simpatomimetik yang
serangan melebarkan pupil berbahaya pada
glaukoma akut sudut tertutup

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
Tatalaksana Glaukoma Akut
• Tujuan : merendahkan tekanan bola mata secepatnya kemudian bila
tekanan normal dan mata tenang → operasi iridotomi sebagai definitif
• Obat yang dipakai: (ABCD) asetazolamide – Beta bloker topikal –
piloCarpin – Diuretik osmosis (gliserol/manitol); selain itu juga bisa
memakai alfa2 agonis topikal (alpraclonidine)
• Irodotomi: membuat lubang dengan laser pada iris sehingga aliran
aqueous humour yang terhambat akibat pupillary block dari COP bisa
mengalir ke COA.
• Laser pheripheral iridotomi dilakukan pada glaukoma akut sudut
tertutup walau TIO telah diturunkan oleh obat-obatan, karena serangan
ulang bisa sewaktu-waktu terjadi
• Iridektomi: mengangkat sebagian jaringan iris untuk bisa mengalirkan
pupillary block
http://www.allaboutvision.com/conditions/glaucoma-surgery.htm
Tatalaksana Glaukoma Kronik Sudut terbuka

• Topical glaucoma medications are the first choice of therapy


• There are five main classes of drugs: prostaglandin derivatives, beta-blockers,
carbonic anhydrase inhibitors, sympathomimetics and miotics.
• Currently prostaglandin analogues and beta-blockers are licensed for first and
second line use; the remainder are licensed for second line use only.
• Miotics are no longer commonly used for the treatment of open angle glaucoma
and ocular hypertension mainly because of poor tolerance of side effects of these
drugs.
• Beta bloker topikal: Timolol maleate 0.25% dan 0.5%, betaxolol 0.25% dan 0.5%,
levobunolol 0.25% dan 0.5%, metipranolol 0.3%, dan carteolol 1% dua kali sehari
dan timolol maleate 0.1%, 0.25%, dan 0.5% gel satu kali sehari
• Analog prostaglandin: bimatoprost 0.003%, latanoprost 0.005%, dan travoprost
0.004% (1x/hari), dan unoprostone 0.15% 2x/hari
• Surgical treatment: Trabeculectomy
Tatalaksana Surgikal Glaukoma Sudut Terbuka

• Surgery is indicated when glaucomatous optic neuropathy worsens


(or is expected to worsen) at any given level of IOP and the patient
is on maximum tolerated medical therapy (MTMT)
• Trabekuloplasti (argon laser trabeculoplasty, selective laser
trabeculoplasty) merupakan prosedur laser untuk memodifikasi
jaringan trabekula sehingga meningkatkan aliran keluar aqueous
humour.
• Trabekulektomi mengangkat sebagian jaringan trabekula untuk
membuat jalan keluar aqueous humour
– Prosedur bedah non laser yang dilakukan ketika TIO tidak lagi bisa
dikendalikan oleh obat-obatan ataupun laser trabekuloplasti
Tatalaksana Glaukoma Kronik Sudut Tertutup

• The first step in the management of chronic angle-closure glaucoma


(CACG) is often a surgical procedure to open up the closed angle
• Options may include laser peripheral iridotomy, argon laser peripheral
iridoplasty, and lens extraction, depending on the mechanism(s) of angle
closure.
• Intraocular pressure (IOP) may, however, remain increased after these
procedures, which may be the result of extensive residual synechial angle
closure.
• IOP-lowering medications are indicated if a safe IOP level cannot be
reached after angle-opening procedures.
• In the past, timolol and pilocarpine were extensively used in CACG.
• Recent studies have demonstrated the superior IOP-lowering efficacy of
prostaglandin analogue monotherapy over these conventional drugs, and
even some combination therapies, in CACG.
G L A U KO M A KO N G E N I TA L
GLAUKOMA KONGENITAL
• 0,01% diantara 250.000 • Klasifikasi lainnya:
penderita glaukoma – Glaukoma kongenital primer
• 2/3 kasus pada Laki-laki dan anomali perkembangan yang
mempengaruhi trabecular
2/3 kasus terjadi bilateral meshwork.
• 50% manifestasi sejak lahir; – Glaukoma kongenital
70% terdiagnosis dlm 6 bln sekunder: kelainan kongenital
pertama; 80% terdiagnosis mata dan sistemik lainnya,
dalam 1 tahun pertama kelainan sekunder akibat
trauma, inflamasi, dan tumor.
• Klasifikasi menurut Schele:
– Glaukoma infantum: tampak
waktu lahir/ pd usia 1-3 thn
– Glaukoma juvenilis: terjadi
pada anak yang lebih besar

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Patogenesis
 Abnormalitas anatomi trabeluar meshwork  penumpukan
cairan aqueous humor  peninggian tekanan intraokuler 
bisa terkompensasi krn jaringan mata anak masih lembek
sehingga seluruh mata membesar (panjang bisa 32 mm,
kornea bisa 16 mm  buftalmos & megalokornea)  kornea
menipis sehingga kurvatura kornea berkurang

 Ketika mata tidak dapat lagi meregang  bisa terjadi


penggaungan dan atrofi papil saraf optik

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Gejala & Diagnosis
• Tanda dini: fotofobia, • Diagnosis glaukoma
epifora, dan blefarospasme kongenital tahap lanjut
• Terjadi pengeruhan kornea dengan mendapati:
– Megalokornea
• Penambahan diameter
kornea (megalokornea; – Robekan membran
descement
diameter ≥ 13 mm)
– Pengeruhan difus kornea
• Penambahan diameter bola
mata (buphtalmos/ ox eye)
• Peningkatan tekanan
intraokuler

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Glaukoma kongenital, perhatikan
Megalocornea adanya pengeruhan kornea dan
buftalmos

http://www.pediatricsconsultant360.com/content/buphthalmos

http://emedicine.medscape.com/article/1196299-overview
Tatalaksana
• Medikamentosa hingga • Operasi:
TIO normal – Goniotomi (memotong
– Acetazolamide jaringan yg menutup
– Pilokarpin trabekula atau
memotong iris yg
– BB topikal
berinsersi pada
trabekula
– Trabekulotomi
– Trabekulektomi

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
K E R AT I T I S & U L K U S
KO R N E A
Keratitis & Ulkus Kornea
ULKUS KORNEA
• Ulkus kornea adalah hilangnya • Gejala Subjektif
sebagian permukaan kornea – Eritema pada kelopak mata dan
akibat kematian jaringan kornea konjungtiva
• ditandai dengan adanya infiltrat – Sekret mukopurulen
supuratif disertai defek kornea – Merasa ada benda asing di mata
bergaung, dan diskontinuitas
jaringan kornea yang dapat – Pandangan kabur
terjadi dari epitel sampai stroma. – Mata berair
• Etiologi: Infeksi, bahan kimia, – Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi
trauma, pajanan, radiasi, sindrom ulkus
sjorgen, defisiensi vit.A, obat- – Silau
obatan, reaksi hipersensitivitas, – Nyeri
neurotropik
• Gejala Objektif
– Injeksi siliar
– Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan
adanya infiltrat
– Hipopion
ULKUS KORNEA
• Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 Penatalaksanaan :
: – harus segera ditangani oleh
1. Ulkus kornea sentral spesialis mata
– Ulkus kornea bakterialis – Pengobatan tergantung
penyebabnya, diberikan obat
– Ulkus kornea fungi tetes mata yang mengandung
– Ulkus kornea virus antibiotik, anti virus, anti
– Ulkus kornea acanthamoeba jamur,
2.Ulkus kornea perifer – sikloplegik
– Mengurangi reaksi
– Ulkus marginal
peradangan dengan steroid.
– Ulkus mooren (ulkus – Berikan analgetik jika nyeri
serpinginosa kronik/ulkus
– Jangan menggosok-gosok
roden) mata yang meradang
– Peripheral ulcerative keratitis – Mencegah penyebaran infeksi
(PUK) dengan mencuci tangan
Fluorescein Staining (Test)
• Assessment of ocular surface integrity
• Fluorescein staining helps identify a corneal epithelial
defect.
• Frequently used to detect lesions of ocular surface owing to
its high degree of ionization, it neither penetrates the intact
corneal epithelium nor forms a firm bond with any vital
tissue.
• Instillation of dye in cul-de-sac allows determination of
corneal & conjunctival lesions such as abrasions ulcers &
edema & aids in detection of foreign bodies.
• Epithelial defect appears as vivid green fluorescence
Staining of corneal infiltrate

Corneal abrasion Conjunctival lesion


• Ulkus kornea pneumokokal Ulkus kornea
– Streptokokus pneumonia
– Muncul 24-48 jam setelah
inokulasi pd kornea yg abrasi
Bakterial
– Khas sebagai ulkus yang • Ulkus kornea stafilokokus
menjalar dari tepi ke arah – Ulkus sering indolen, mungkin disertai
tengah kornea (serpinginous). sedikit infiltrat dan hipopion
– Ulkus seringkali superfisial
– Ulkus bewarna kuning keabu-
– Obat: vankomisin
abuan berbentuk cakram
dengan tepi ulkus yang • Ulkus kornea pseudomonas
– Pseudomonas aeruginosa
menggaung.
– Awalnya berupa infiltrat kelabu/ kuning di
– Ulkus cepat menjalar ke tempat yang retak
dalam dan menyebabkan – Terasa sangat nyeri
perforasi kornea, karena – Menyebar cepat ke segala arah krn adanya
eksotoksin yang dihasilkan enzim proteolitik dr organisme
oleh streptokok pneumonia. – Infiltrat dan eksudat mungkin berwarna
hijau kebiruan
– Efek merambat  ulkus – Berhubungan dengan penggunaan soft
serpiginosa akut lens
– Obat: mofifloxacin, – Obat: mofifloxacin, gatifloxacin,
siprofloksasin, tobramisin, gentamisin
gatifloxacin, cefazolin
Keratitis herpes zoster
• Bentuk rekuren dari keratitis Varicella
• Lesi pseudodenditik: lesi epitel yang menonjol dengan ujung
mengerucut, sedikit tonjolan pada ujungnya (terminal bulbs)

Keratitis varicella
• Bentuk infeksi primer pada mata dari virus Varicella
• Ciri khas: lesi pseudodendritik disertai lesi pada stroma kornea
dan uveitis

Keratitis marginal
• Keratitis non infeksius, sekunder setelah konjungtivitis bakteri, terutama Staphylococcus
• Keratitis ini merupakan hasil dari sensitisasi tubuh terhadap produk bakteri. Antibodi dari
pembuluh darah di limbus bereaksi dgn antigen yang terdifusi ke dalam epitel kornea

Keratitis bakteri
• Biasanya unilateral, terjadi pd org dengan penyakit mata sebelumnya atau mata
org yang menggunakan kontak lens
• Infiltrat stroma berwarna putih, edema stroma, pembentukan hipopion
Keratitis Herpes Simpleks

• Herpes simpleks virus (HSV) keratitis, sama dengan penyakit herpes simpleks
lainnya dapat ditemukan dalam dua bentuk: primer atau rekuren.
• Kebanyakan infeksi HSV pada kornea disebabkan oleh HSV tipe 1, namun
pada balita dan orang dewasa, dapat juga disebabkan oleh HSV tipe 2. Lesi
kornea yang disebabkan kedua virus tersebut tidak dapat dibedakan.
• Kerokan dari lesi epitel pada keratitis HSV mengandung sel-sel raksasa berinti
banyak.
• Virus dapat dibiakkan di dalam membran khorioallantoik embrio telur ayam
dan di dalam jaringan seperti sel-sel HeLa .
• Identifikasi akurat virus dilakukan menggunakan metode PCR

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007
• Tanda dan gejala:
– Infeksi primer biasanya berbentuk
blefarokonjungtivitis vesikular, kadang disertai
keterlibatan kornea. Umumnya self-limmited tanpa
menyebabkan kerusakan mata yang signifikan.
– Iritasi, fotofobia, peningkatan produksi air mata,
penurunan penglihatan, anestesi pada kornea,
demam.
– Kebanyakan unilateral, namun pada 4-6% kasus dapat
bilateral
– Lesi: Superficial punctate keratitis -- stellate erosion --
dendritic ulcer -- Geographic ulcer
• Dendritic ulcer: Lesi yang paling khas pd keratitis HSV.
Berbentuk linear, bercabang, tepi menonjol, dan memiliki
tonjolan di ujungnya (terminal bulbs), dapat dilihat dengan
tes flurosensi.
• Geographic ulcer. Lesi defek epitel kornea berbentuk spt
amuba
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007
Tatalaksana Keratitis Herpes Simpleks
• Tatalaksana:
– Dokter umum: RUJUK SEGERA
– Debridement
– Antivirus topikal, kortikosteroid (pertimbangan khusus)
– Trifluorothymidine 1% is given one drop every two hours (eight or nine doses
daily) and leads to healing in 89 percent after one week and 99 percent after
two weeks
– Topical ganciclovir 0.15% gel is given as one drop five times daily until
epithelial healing occurs and then three times daily for one week.
– Oral acyclovir, 400 mg five times daily, is equivalent to topical treatment and
avoids corneal epithelial toxicity
– Other oral antiviral drugs, such as valacyclovir, famciclovir, and ganciclovir are
thought to be effective for ocular infection
– Bedah
– Mengontrol reaktivasi HSV: hindari demam, pajanan sinar matahari
berlebihan, imunosupresi, dll
Slit lamp photo demonstrating classic epithelial dendrites in our
patient after fluorescein staining.
Herpes Zooster Ophtalmicus
• First described by Hutchinson in 1865
• Involves the reactivation of VZV in the trigeminal ganglia with
ophthalmic involvement
• Accounts for 10%-25% of zoster episodes
– Nasociliary branch of the ophthalmic nerve innervates the skin of the
eyelids, conjunctiva, sclera, cornea, iris, choroid, and the tip of the
nose
• Hutchinson’s sign Signs
– Presence of vesicles at the • External
side of the tip of the nose
– Lid edema and vesicles
– Indicator of nasociliary – Conjunctival hyperemia
involvement
– Episcleritis and scleritis
– Associated with a 50-76%
chance of ocular – Cornea
complications • Punctate epithelial keratitis
• Pseudodendrites
– The risk lowers to 34%
• Anterior stromal infiltrates
without nasociliary
• Keratouveitis
involvement
• Uveitis
Figure 1A

Shaikh S, Cristopher N. Evaluation and Management of Herpes zooster ophtalmicus. (Am Fam Physician 2002;66:1723-30,1732.
Ulkus Kornea Jamur
• Indolen, disertai infiltrat kelabu, sering dgn hipopion,
peradangan nyata bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi satelit.
• The most common pathogens are Fusarium and Aspergillus
(filamentous fungi) in warmer climates and Candida (a yeast) in
cooler climates.

Tabel 1. Pengobatan Keratitis Fungal


Organisme Rute obat Pilihan pertama Pilihan kedua Alternatif
Organisme Topikal Natamycin Amphotericin B Nystatin
mirip ragi = Subkonjungtiva Natamycin Miconazole -
Candida sp Sistemik Flycytosine Ketoconazole -
Organisme Topikal Natamycin Amphotericin B Miconazole
mirip hifa = Subkonjungtiva Amphotericin B Miconazole -
ulkus fungi Sistemik Fluconazole Ketoconazole -

Sources: Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.


Fungal Ulcer
• Gejala  nyeri biasanya dirasakan diawal, namun lama-lama
berkurang krn saraf kornea mulai rusak.
• Pemeriksaan oftalmologi :
– Grayish-white corneal infiltrate with a rough, dry texture and feathery
borders; infiltrat berada di dalam lapisan stroma
– Lesi satelit, hipopion, plak/presipitat endotelilal
– Bisa juga ditemukan epitel yang intak atau sedikit meninggi di atas
infiltrat stroma
• Faktor risiko meliputi :
– Trauma mata (terutama akibat tumbuhan)
– Terapi steroid topikal jangka panjang
– Preexisting ocular or systemic immunosuppressive diseases

Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.
Ulkus Kornea Jamur

Lesi satelit (panah merah) pada


keratitis jamur

Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi).

Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.


MIOPIA
KELAINAN REFRAKSI -MIOPIA
• MIOPIA  bayangan difokuskan di depan retina, ketika
mata tidak dalam kondisi berakomodasi (dalam kondisi
cahaya atau benda yang jauh)
• Etiologi:
– Aksis bola mata terlalu panjang  miopia aksial
– Miopia refraktif  media refraksi yang lebih refraktif
dari rata-rata: kelengkungan kornea terlalu tajam (steep)
• Dapat ditolong dengan menggunakan kacamata negatif
(cekung)
KELAINAN REFRAKSI -MIOPIA
• Miopia secara klinis :
– Simpleks: kelainan fundus ringan, < -6D
– Patologis: Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau
miopia progresif, adanya progresifitas kelainan fundus yang khas pada
pemeriksaan oftalmoskopik, > -6D
• Miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa :
– Ringan (lavior) : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri
– Sedang (moderate): lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
– Berat (grandior): lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.
• Miopia berdasarkan umur :
– Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak.
– Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun.
– Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 thn.
– Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun).
KELAINAN REFRAKSI – KOREKSI MIOPIA
• Pada miopia, pemilihan kekuatan
lensa untuk koreksi prinsipnya adalah
dengan dioptri yang terkecil dengan
visual acuity terbaik.
• Pemberian lensa dgn kekuatan yg
lebih besar akan memecah berkas
cahaya terlalu kuat sehingga bayangan
jatuh di belakang retina, akibatnya
lensa mata harus berakomodasi agar
bayangan jatuh di retina.
• Sedangkan lensa dgn kekuatan yg
lebih kecil akan memecah berkas
cahaya dan jatuh tepat di retina tanpa
lensa mata perlu berakomodasi lagi.
HIPERMETROPIA
HIPERMETROPIA
• Gangguan kekuatan pembiasan mata dimana
sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga
titik fokusnya terletak di belakang retina (di
belakang makula lutea)
• Etiologi :
– sumbu mata pendek (hipermetropia aksial),
– indeks bias kurang pada sistem optik mata
(hipermetropia refraktif) misal akibatlengkung kornea
yang terlalu landai
• Gejala : penglihatan jauh dan dekat kabur, sakit
kepala, silau, rasa juling atau diplopia

Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas ; dasar – teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata, sidarta Ilyas
HIPERMETROPIA
• Pengobatan : Pemberian lensa sferis
positif akan meningkatkan kekuatan
refraksi mata sehingga bayangan
akan jatuh di retina
• koreksi dimana tanpa siklopegia
didapatkan ukuran lensa positif
maksimal yang memberikan tajam
penglihatan normal (6/6), hal ini
untuk memberikan istirahat pada
mata.
• Jika diberikan dioptri yg lebih kecil,
berkas cahaya berkonvergen namun
tidak cukup kuat sehingga bayangan
msh jatuh dibelakang retina,
akibatnya lensa mata harus
berakomodasi agar bayangan jatuh
tepat di retina.
• Contoh bila pasien dengan +3.0 atau
dengan +3.25 memberikan tajam
penglihatan 6/6, maka diberikan
kacamata +3.25
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
BENTUK HIPERMETROPIA
• Hipermetropia total = laten + manifest
– Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia
• Hipermetropia manifes = absolut + fakultatif
– Yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal dengan hasil visus 6/6
– Terdiri atas hipermetropia absolut + hipermetropia fakultatif
– Hipermetropia ini didapatkan tanpa siklopegik
• Hipermetropia absolut :
– “Sisa”/ residual dari kelainan hipermetropia yang tidak dapat diimbangi
dengan akomodasi
– Hipermetropia absolut dapat diukur, sama dengan lensa konveks terlemah
yang memberikan visus 6/6

Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas


BENTUK HIPERMETROPIA

• Hipermetropia fakultatif :
– Dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi sepenuhnya dengan
akomodasi
– Bisa juga dikoreksi oleh lensa
– Dapat dihitung dengan mengurangi nilai hipermetrop manifes – hipermetrop
absolut
• Hipermetropia laten:
– Hipermetropia yang hanya dapat diukur bila diberikan siklopegia
– bisa sepenuhnya dikoreksi oleh tonus otot siliaris
– Umumnya lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan dewasa.
– Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten, makin tua akan
terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi fakultatif
dan kemudia menjadi absolut

Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas & Manual of ocular diagnosis and therapy
• Contoh pasien hipermetropia, 25 tahun, tajam penglihatan
OD 6/20
– Dikoreksi dengan sferis +2.00  tajam penglihatan OD 6/6
– Dikoreksi dengan sferis +2.50  tajam penglihatan OD 6/6
– Diberi siklopegik, dikoreksi dengan sferis +5.00  tajam penglihatan
OD 6/6
ARTINYA pasien memiliki:
– Hipermetropia absolut sferis +2.00 (masih berakomodasi)
– Hipermetropia manifes Sferis +2.500 (tidak berakomodasi)
– Hipermetropia fakultatif sferis +2.500 – (+2.00)= +0.50
– Hipermetropia laten sferis +5.00 – (+2.50) = +2.50
A S T I G M AT I S M E
ASTIGMATISME - DEFINISI
• Ketika cahaya yang
masuk ke dalam
mata secara paralel
tidak membentuk
satu titik fokus di
retina.

http://www.mastereyeassociates.com/Portals/60407/images//astig
Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry matism-Cross_Section_of_Astigmatic_Eye.jpg
ASTIGMATISME
• Kornea seharusnya berbentuk hampir sferis
sempurna (bulat)  pada astigmat kornea
berbentuk seperti bola rugby.
• Bagian lengkung yang paling landai dan yang
paling curam mengakibatkan cahaya
direfraksikan secara berbeda dari kedua
meridian  mengakibatkan distorsi bayangan
• Kekuatan refraksi pada horizontal plane
memproyeksikan gambar/ garis vertikal.
• Kekuatan refraksi pada vertical plane
memproyeksikan gambar/ garis horizontal.
• The amount of astigmatism is equal to the
difference in refracting power of the two
principal meridians

http://www.improveeyesighthq.com/Corrective-Lens-Astigmatism.html
Klasifikasi Astigmatisme Berdasarkan Kedudukan Titik Bayangan

http://www.improveeyesighthq.com/Corrective-Lens-Astigmatism.html
Toric/Spherocylinder lens pada koreksi
Astigmatisme

They have a different focal power in different meridians.

http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/graphics/figures/v1/051a/010f.gif
http://vision.zeiss.com/content/dam/Vision/Vision/International/images/image-text/opticaldesigns_asphere_atorus_atoroidal-surface_500x375.jpg
TIPS & TRIK
• Rumus hapalan ini bisa digunakan untuk menentukan jenis jenis
astigmatisme berdasarkan kedudukannya di retina kalau disoal
diberikan rumus astigmatnya sbb
1. sferis (-) silinder (-)  pasti miop kompositus
2. Sferis (+); silinder (+)  pasti hipermetrop kompositus
3. Sferis (tidak ada); silinder (-) pasti miop simpleks
4. Sferis (tidak ada); silinder (+)  pasti hipermetrop simpleks

• Agak sulit dijawab jika di soal diberikan rumus astigmat sbb:


1. Sferis (-) silinder (+)
2. Sferis (+) silinder (-)
 BELUM TENTU astigmatisme mikstus!!
Harus melalui beberapa tahap penjelasan untuk menemui
jawabannya
cara menentukan jenis astigmatisme berdasarkan kedudukannya di
retina kalau disoal diberi rumus S(-) Cyl(+) atau S(+) Cyl(-)

• PERTAMA, rumus kacamata astigmat adalah

SFERIS ± X SILINDER ±Y x AKSIS Z


• Sferis tidak harus selalu ada, kadang jika tidak ada,
nilai sferis akan dihilangkan penulisannya menjadi
C (silinder) ± .… x …..°
atau menjadi
pl (plano) C (silinder) ± …. x …..°
KEDUA, TRANSPOSISI
• Transposisi itu artinya: notasi silinder bisa ditulis dalam nilai minus atau
plus
• Rumus ini bisa ditransposisikan (dibolak-balik) tetapi maknanya sama.

Cara transposisi:
• To convert plus cyl to minus cyl:
– Add the cylinder power to the sphere power
– Change the sign of the cyl from + to –
– Add 90 degrees to the axis is less than 90 or subtract 90 if the original axis is
greater than 90.
• To convert minus cyl to plus cyl:
– add the cylinder power to the sphere
– Change the sign of the cylinder to from - to +
– Add 90 to the axis if less than 90 or subtract if greater than 90

• Misalkan pada soal OD ∫-4,00 C-1,00 X 1800minus cylinder notation yang


jika ditransposisi maknanya sama dengan ∫-5,00 C+1,00 X 900 (plus cylinder
notation)
KETIGA, CARA MEMBACA
• OD ∫-4,00 C-1,00 X 1800 artinya adalah kekuatan
lensa pada aksis 180 adalah -4.00 D. Kemudian
kita transposisikan menjadi ∫-5,00 C+1,00 X 900
artinya kekuatan lensa pada 90 adalah -5,00 D

• OS ∫-5,00 C-1,00 X 900 artinya adalah kekuatan


lensa pada aksis 90 adalah -5.00 D dan
Kemudian kita transposisikan menjadi ∫-6,00
C+1,00 X 1800 artinya kekuatan lensa pada 180
adalah -6,00 D
KEEMPAT, MENENTUKAN JENIS ASTIGMATISME BERDASARKAN
KEDUDUKANNYA DI RETINA

• Prinsipnya: selalu lihat besarnya sferis di kedua rumus baik


rumus silinder plus maupun silinder minus (makanya
kenapa harus tahu transposisi)
• Contoh: OD rumusnya ∫-4,00 C+1,00 X 1800  sferis= -4D
(MIOP di aksis 180) dan rumus satu lagi ∫-3,00 C-1,00 X 90
 sferis= -3D (MIOP di aksis 90) untuk mata kanan.
• Bayangan di kedua aksis jatuh di depan retina maka jenis
astigmatnya miopik kompositus, bukannya astigmat mikstus
Contoh Soal
• Pada soal diketahui OS dikoreksi dengan lensa
S-1.00 C+1.50 dengan aksis (90o)
• Jika di transposisi maka menjadi S+0.5 C-1.50
aksis (180o)
Artinya satu titik
jatuh di depan
retina (miopia)

S-1.00 C+1.50 dengan aksis (90o)


S+0.5 C-1.50 aksis (180o)
Artinya satu titik jatuh di Sehingga bisa diambil kesimpulan bahwa OS
belakang retina pada pasien tersebut memiliki astigmatisma
(Hipermetropia) mikstus
PRESBIOPIA
Presbiopia
Pemeriksaan dengan
kartu Jaeger untuk
melihat ketajaman
penglihatan jarak
dekat.
– The card is held 14
inches (356 mm) from
the persons's eye for
• Koreksi→ lensa positif untuk menambah
kekuatan lensa yang berkurang sesuai usia the test. A result of
• Kekuatan lensa yang biasa digunakan: 14/20 means that the
+ 1.0 D → usia 40 tahun person can read at 14
+ 1.5 D → usia 45 tahun inches what someone
+ 2.0 D → usia 50 tahun with normal vision can
+ 2.5 D → usia 55 tahun read at 20 inches.
+ 3.0 D → usia 60 tahun
http://www.ivo.gr/files/items/1/145/51044.jpg
K ATA R A K
http://sdhawan.com/ophthalmology/lens&cataract.pdf E-mail: sdhawan@sdhawan.com

Cataract
• Any opacity of the lens or loss of transparency of the lens that causes
diminution or impairment of vision
• Classification : based on etiological, morphological, stage of maturity
• Etiological classification :
 Senile
 Traumatic (penetrating, concussion, infrared irradiation, electrocution)
 Metabolic (diabetes, hypoglicemia, galactosemia, galactokinase deficiency,
hypocalcemia)
 Toxic (corticosteroids, chlorpromazine, miotics, gold, amiodarone)
 Complicated (anterior uveitis, hereditary retinal and vitreoretinal disorder, high myopia,
intraocular neoplasia)
 Maternal infections (rubella, toxoplasmosis, CMV)
 Maternal drug ingestion (thalidomide, corticosteroids)
 Presenile cataract (myotonic dystrophy, atopic dermatitis)
 Syndromes with cataract (down’s syndrome, werner’s syndrome, lowe’s syndrome)
 Hereditary
 Secondary cataract
Cataract
• Morphological classification : • Sign & symptoms:
 Capsular – Near-sightedness (myopia
 Subcapsular shift) Early in the
 Nuclear development of age-related
cataract, the power of the
 Cortical lens may be increased
 Lamellar – Reduce the perception of
 Sutural blue colorsgradual
• Chronological classification: yellowing and opacification of
 Congenital (since birth) the lens
 Infantile ( first year of life) – Gradual vision loss
 Juvenile (1-13years) – Almost always one eye is
 Presenile (13-35 years) affected earlier than the
other
 Senile
– Shadow test +
Morfologi Katarak Senilis

Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011


Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006

KATARAK-SENILIS
• Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang • 4 stadium: insipien, imatur (In some patients, at
terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 this stage, lens may become swollen due to
tahun
continued hydration  ‘intumescent cataract’),
matur, hipermatur
• Epidemiologi : 90% dari semua jenis katarak • Gejala : distorsi penglihatan, penglihatan
• Etiologi :belum diketahui secara pasti  kabur/seperti berkabut/berasap, mata tenang
multifaktorial: • Penyulit : Glaukoma, uveitis
 Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan • Tatalaksana : operasi (ICCE/ECCE),
pengaruh genetik phacoemulsification
 Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi
yang sangat kuat mempunyai efek buruk
terhadap serabu-serabut lensa.
 Faktor imunologik
 Gangguan yang bersifat lokal pada lensa,
seperti gangguan nutrisi, gangguan
permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi
cahaya matahari.
 Gangguan metabolisme umum
Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan
Lokasi
Katarak nuklear
• kekeruhan terutama pada nukleus • Akibat myiopic shift,individu dengan
dibagian sentral lensa. presbiopia dapat membaca tanpa
• Terjadi akibat sklerosis nuklear; kacamata (disebut penglihatan
nukleus cenderung menjadi gelap kedua/second sight).
dan keras (sklerosis), berubah dari • Menyebabkan gangguan yang lebih besar
jernih menjadi kuning sampai coklat. pada penglihatan jauh daripada
• Biasanya mulai timbul sekitar usia 60- penglihatan dekat
70 tahun dan progresivitasnya • Bisa terjadi pada pasien diabetes melitus
lambat. dan miopia tinggi
• Pengerasan yang progresif dari • Bisa timbul diplopia monokular (akbibat
nukleus lensa peningkatan indeks perubahan mendadak indeks refraksi
refraksi lensa terjadi perpindahan antara korteks dan nuklear) dan
miopik (myopic shift), dikenal sbg gangguan diskriminasi warna (terutama
miopia lentikularis. biru dan ungu, akibat kuningnya lensa)
Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan
Lokasi
Katarak kortikal
• Kekeruhan pada korteks lensa ( bisa di • Gejala katarak kortikal adalah
daerah anterior, posterior dan equatorial fotofobia dari sumber cahaya
korteks) fokal yang terus-menerus dan
• Muncul pada usia 40-60 tahun dan diplopia monokular
progresivitasnya lambat. • Kekeruhan dimulai dari celah dan
• Terdapat wedge-shape opacities/cortical vakoula antara serabut lensa oleh
spokes atau gambaran seperti ruji. karena hidrasi oleh korteks.
• Efeknya terhadap fungsi penglihatan • Disebabkan oleh berkurangnya
bervariasi, tergantung dari jarak protein total, asam amnio, dan
kekeruhan terhadap aksial penglihatan
kalium yang dihubungkan dengan
• Katarak kortikal umumnya tidak memberi peningkatan konsentrasi natrium
gejala sampai tingkat progresifitas lanjut dan hidrasi lensa, diikuti oleh
ketika jari-jari korteks membahayakan axis koagulasi protein.
penglihatan (penglihatan dirasakan lebih
baik pada cahaya terang ketika pupil
miosis.)
Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan
Lokasi
Katarak subkapsular posterior
(katarak cupuliformis)
• Terdapat pada korteks di dekat kapsul • Kadang mengalami diplopia
posterior bagian sentral dan biasanya di monokular.
aksial.
• Sering terlihat pada pasien
• Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 yang lebih muda dibandingkan
tahun dan progresivitasnya cepat.
dengan pasien katarak nuklear
• Sejak awal, menimbulkan gangguan
/ kortikal.
penglihatan karena adanya keterlibatan
sumbu penglihatan. • Sering ditemukan pada pasien
• Gejala yang timbul adalah fotofobia dan DM, miopia tinggi dan retinitis
penurunan visus dibawah kondisi cahaya pigmentosa, akibat trauma,
terang, akomodasi, atau miotikum. penggunaan kortikosteroid
• Penglihatan dirasakan lebih baik ketika sistemik atau topikal,
pupil midriasis pada malam hari dengan inflamasi, dan paparan radiasi
cahaya yang suram (day blindness) ion.
• Ketajaman penglihatan dekat menjadi
lebih berkurang daripada penglihatan
jauh.
BEDAH KATARAK
Lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau
ekstrakapsular:
• Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK) :
 Mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsulnya
 Tidak boleh dilakukan pada pasien usia <40thn, yang masih mempunyai
ligamen hialoidea kapsular
• Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK):
 Dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dapat keluar melalui robekan tersebut
 Dilakukan pada pasien muda, dengan kelainan endotel, bersama-sama
keratoplasti, implantasi lensa intraokuler posterior, perencanaan implastasi
sekunder lensa intraokuler, kemungkinan akan dilakukan bedah glaukoma,
mata dengan predisposisi terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya pasien
mengalami ablasio retina, mata dengan makular edema, pasca bedah ablasi.
• Fakofragmentasi dan Fakoemulsifikasi : teknik ekstrakapsular menggunakan
getaran ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi
lumbus yang kecil

Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata


Jenis katarak lainnya
• Katarak Traumatik  akibat • Katarak Komplikata 
cedera benda asing di lensa sekunder akibat penyakit
atau trauma tumpul pada intraokuler
bola mata. • Berawal dari subkapsular
• terdapat gambaran bintang posterior seluruh struktur
pada kapsula posterior lensa
• tatalaksana • Katarak akibat Penyakit
– Benda asing intraokular harus Sistemik
segera dikeluarkan – Katarak bilateral
– Antibiotik sistemik dan – Contoh penyakit sistemik:DM,
topikal Hipoparatiroidisme, Distrofi
– Kortikosteroid topikal miotonik
– Atropin sulfat 1%, 1 tetes 3
kali sehari untuk mencegah
sinekia posterior
KATARAK TRAUMATIK

Typical stellate/rosette/flower-shaped cortical


lens opacity
R E T I N O PAT I D I A B E T I K U M
RETINOPATI DIABETIK
Signs and Symptoms Pemeriksaan :
• Seeing spots or floaters in the • Tajam penglihatan
field of vision • Funduskopi dalam keadaan
• Blurred vision pupil dilatasi : direk/indirek
• Foto Fundus
• Having a dark or empty spot in
• USG bila ada perdarahan
the center of the vision vitreus
• Difficulty seeing well at night
• On funduscopic exam : cotton
wool spot, flame Tatalaksana :
hemorrhages, dot-blot • Fotokoagulasi laser
hemorrhages, hard exudates
RETINOPATI DIABETIK
• Riwayat DM yang lama, biasa > 20 tahun
• Mata tenang visus turun perlahan
• Pemeriksaan Oftalmoskop
– Mikroaneurisma (penonjolan dinding kapiler)
– Perdarahan dalam bentuk titik, garis, bercak yang letaknya dekat
dengan mikroaneurisma di polus posterior (dot blot hemorrhage)
– Dilatasi vena yang lumennya ireguler dan berkelok
– Hard exudate (infiltrasi lipid ke dalam retina akibat dari peningkatan
permeabiitas kapiler), warna kekuningan
– Soft exudate (cotton wall patches) adalah iskemia retina tampak
sebagai bercak kuning bersifat difus dan warna putih
– Neovaskularisasi
– Edema retina
RETINOPATI DIABETIK - KLASIFIKASI

RETINOPATI DIABETIK NONPROLIFERATIF


• ditandai dengan kebocoran darah dan serum pada
pembuluh darah kapiler
• menyebabkan edema jaringan retina dan
terbentuknya deposit lipoprotein (hard exudates)
• Tidak menyebabkan gangguan penglihatan 
mengenai makula
• Edema makula  penebalan daerah makula
sebagai akibat kebocoran kapiler perifoveal
RETINOPATI DIABETIK - KLASIFIKASI
RETINOPATI DIABETIK PROLIFERATIF
• ditandai dengan adanya proliferasi jaringan
fibrovaskular atau neovaskularisasi pada
permukaan retina & papil saraf optik serta vitreus
• Proliferasi  respon dari oklusi luas pembuluh
darah kapiler retina yang menyebabkan iskemia
retina
• menyebabkan gangguan penglihatan sampai
kebutaan melalui mekanisme;
– Perdarahan vitreus
– Tractional retinal detachment
– Glaukoma neovaskular
Dot blot hemorrhage
Flame-shaped hemorrhage

Microaneurysm / dot blot hemorrhage


Macular edema
Neovascularization
Proliferative diabetic retinopathy
Tatalaksana
1. Laser Photocoagulation 2. Medical Treatment :
• Early Treatment Diabetic • Vascular Endothelial Growth
Retinopathy Study (ETDRS) : factor Inhibitor (anti VEGF)
Fotokoagulasi dini • Aldose reduktase inhibitor
menurunkan incident ggn (sorbinil)  Penelitian
visus 50% menurunkan proses retinopati
• Terapi pilihan utama pada • Aminoguanidin (mengikat
retinopati diabetes yang telah protein yang mengalami
mengancam penglihatan glikolisis
• Indikasi : • Pentoxypilin (memperbaiki
– Perdarahan vitreous atau sirkulasi perifer)
preretinal terokalisasi
– Kontraksi progresif proliferasi
fibrin
– Neovaskularisasi ekstensif di
COA
3. Bedah Vitrektomi :
• Vitrektomi dini pada PDR dapat menyebabkan
regresi NVD dan NVE
• Indikasi :
– Vitrektomi dipertimbangkan dilakukan jika terjadi
rekurensi, kegagalan terapi dengan foto koagulasi,
ataupun perdarahan vitreus yang massif hingga polus
posterior tidak terlihat.
– Perdarahan vitreous yang lama (3 – 6 bln)
– PDR (retinopati diabetik proliferatif) yang aktif dengan
visus baik
– Adanya traksi pada papil, peripapil, makula
– Adanya ablasio retina yang melibatkan makula
– Penurunan tajam penglihatan dari 10/50 menjadi
10/100 atau lebih buruk
R E T I N O PAT I H I P E R T E N S I
RETINOPATI HIPERTENSI

• Kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah


tinggi  arteri besarnya tidak teratur, eksudat pada retina,
edema retina, perdarahan retina
• Kelainan pembuluh darah dapat berupa : penyempitan
umum/setempat, percabangan yang tajam, fenomena crossing,
sklerose

Ilmu Penyakit Mata, Sidarta Ilyas, 2005


• Modified Scheie Classification of Hypertensive Retinopathy:
– Grade 0: No changes
– Grade 1: Barely detectable arterial narrowing
– Grade 2: Obvious arterial narrowing with focal irregularities
– Grade 3: Grade 2 plus retinal hemorrhages, exudates, cotton wool spots,
or retinal edema
– Grade 4: Grade 3 plus papilledema
Gambaran Funduskopi Akibat Sklerosis pada
Retinopati Hipertensi
• Lumen pembuluh irreguler • Perubahan refleks aksial
• A-V crossing phenoment pembuluh darah Ratio
– Assess using arterio-venous crossing AV menyempit (Normal
changes 2:3)
– Due to compression of hard artery an – Assess using the arteriolar reflex
veins (sharing common adventitia) • brightness
• venous deflection at crossing site • thickness ratio
(Salus’ sign) – A:V ratio of 25% (1:4) &
arterial reflex ratio of 60%
• localised venous narrowing (Tapering of
“copper wiring” (tembaga)
vein on either side of crossing) (nipping; – A:V ratio of <20% (1:5) &
Gunns sign) arterial reflex ratio of 100%
• right-angled crossing caused by venous “silver wiring” (perak)
deflection
• venous distal banking (dilating)
(Bonnet’s sign)
Gambaran Funduskopi (cont…)
• Perdarahan vena (flame shaped)
• Pembuluh darah retina pucat
• Kaliber pembuluh lebih kecil
• Percabangan arteriol lebih tegas
• Soft exudates, cotton wool spot
• Hard Exudates
• macular star
• Papil edema (pada hipertensi maligna)
• Dinding arteriol normalny tidak terlihat;
arteri terlihat sebagai “erythrocyte
column” / “pipa merah” dengan “central • Penebalan yg progresif akan
light reflex” pada funduskopi  terjadi menutup gambaran “pipa
penebalan dinding pada retinopati HT  merah” sepenuhnya
“central light reflex” lebih difus dan lebar menjadi silver wire
memberikan gambaran dinding arteriol yg
kekuningan/copper wire appearance. • Bersamaan dengan itu,
terjadi fenomena
arteriovenous crossing (AV
crossing)  vena yang
berjalan bersilangan di
bawah arteri yang
mengalami arterosklerosis
mengalami deformitas,
berbelok, bulging,
menyempit seperti jam
pasir, atau tampak seperti
terputus akibat penekanan
dari arteri.
Schema of ophthalmoscopic grading of arteriolar sclerosis. (Scheie HG:
Evaluation of ophthalmoscopic changes of hypertension and arteriolar
sclerosis. Arch Ophthalmol 49:117, 1953) http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v3/v3c013.html

http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v3/ch013/005f.html
Hypertensive Retinopathy – Classification
Grade 2
Hypertensive Retinopathy Grade 3 –
Diagnostic Techniques & Signs

Early malignant
Dot and blot haemorrhages
Hard and soft exudates
Diffuse arteriolar narrowing
Arterio-venous crossing defects
Hypertensive Retinopathy Grade 4 –
Diagnostic Techniques & Signs

Advanced malignant
Macular star
Pailloedema
http://www.theeyepractice.com.au/optometrist-sydney/high_blook_pressure_and_eye_disease
Defini dan gejala
ARMD Degenerasi makula terkait usia. Penyebab pasti belum diketahui.
Insidens meningkat pada usia > 50 tahun. Predominansi pada wanita,
riwayat keluarga, dan riwayat merokok. Gangguan penglihatan sentral
(mata kabur, distorsi atau skotoma). Ditandai oleh atrofi dan
degenerasi retina bagian luar, epitel pigmen retina, membran Bruch,
dan koriokapilaris dengan derajat bervariasi. Funduskopi: drusen
(endapan putih, kuning, bulat, diskret tersebar di seluruh makula
dan kutub posterior). Tatalaksana bisa berupa Antioksidan serta
Fotokoagulasi laser

Retinopati suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi retina


hipertensi pada populasi yang menderita hipertensi. Mata tenang visus turun
perlahan dengan tanda AV crossing – cotton wol spot- hingga edema
papil; copperwire; silverwire

Retinopati Mikroaneorisme, Hard Exudate, Daerah Hipoksia dan Iskemik (cotton


Diabetik wool spot); Neovaskularisasi (NVD, NVE); perdarahan bintik dan
bercak; perdarahan intraretinal
ABLASIO RETINA
Pathophysiology
• Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya
sel kerucut dan batang retina (retina sensorik)
dari sel epitel pigmen retina
• Mengakibatkan gangguan nutrisi retina
pembuluh darah yang bila berlangsung lama akan
mengakibatkan gangguan fungsi penglihatan
• Retinal detachments can be :
– Rhegmatogenous (caused by a break in the retina;
“rhegma” is Greek for tear)
– Nonrhegmatogenous
• [exudative retinal detachment] caused by leakage or
exudation from beneath the retina
• [traction retinal detachment] Vitreous traction pulling on
the retina.
Etiologi Ablasio Retina
• Rhegmatogenosa: • Serosa / hemoragik:
– Miopia – Hipertensi
– Trauma okular – Oklusi vena retina sentral
– Afakia – Vaskulitis
– Degenerasi lattice – Papilledema
– Tumor intraokular
• Traksi:
– Retinopati DM proliferatif
– Vitreoretinopati proliferatif
– Retinopati prematuritas
– Trauma okular

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology


17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
Ablasio Retina
• Anamnesis: • Funduskopi :
– Riwayat trauma adanya robekan retina, retina
– Riwayat operasi mata yang terangkat berwarna keabu-
– Riwayat kondisi mata abuan, biasanya ada fibrosis
sebelumnya (cth: uveitis, vitreous atau fibrosis preretinal
perdarahan vitreus, miopia bila ada traksi. Bila tidak
berat) ditemukan robekan kemungkinan
– Durasi gejala visual & suatu ablasio nonregmatogen
penurunan penglihatan

• Gejala & Tanda:


– Fotopsia (kilatan cahaya) 
gejala awal yang sering
– Defek lapang pandang 
bertambah seiring waktu
– Floaters
Tatalaksana
• Ablasio retina 
kegawatdaruratan mata
• Tatalaksana awal:
– Puasakan pasien u/ persiapan
operasi
– Hindari tekanan pada bola
mata
– Batasi aktivitas pasien sampai
diperiksa spesialis mata
– Segera konsultasi spesialis
retina  konservatif (untuk
nonregmatogen), pneumatic
retinopexy, bakel sklera,
vitrektomi tertutup

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
OKLUSI ARTERI DAN
OKLUSI VENA RETINA
OKLUSI ARTERI RETINA
• Kelainan retina akibat sumbatan Gejala Klinis:
akut arteri retina sentral yang • Visus hilang mendadak tanda nyeri
ditandai dengan hilangnya • Amaurosis Fugax (transient visual
penglihatan mendadak. loss)
• Predisposisi • Lebih sering laki-laki diatas 60thn
– Usia > 50 th
– Emboli paling sering • Fase awal setelah obstruksi
• hipertensi, aterosclerosis, penyakit
gambaran fundus normal.
katup jantung, trombus pasca MCI, • Setelah 30 menit retina
tindakan angiografi,
polusposterior pucat kecuali di
– Penyakit spasme pembuluh darah daerah foveola dimana RPE dan
karena endotoksin
• keracunan alkohol, tembakau, timah
koroid dapat terlihat  Cherry
hitam Red Spot
– Trauma • Setelah 4-6 minggu : fundus
• frakturorbita normal kembali kecuali arteri
– Koagulopati halus, dan berakhir papil atropi
• kehamilan, oral kontrasepsi
– Neuritis optik, arteritis, SLE
Kuliah SUB BAG. VITREORETINA
ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN
Kuliah SUB BAG. VITREORETINA
ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN
Penatalaksanaan :
• Tx berkaitan dengan • Gradient perfusion
penyakit sistemik pressure :
• Untuk memperbaiki visus – Parasentesis sumbatan di
harus waspada sebab 90 bawah 1 jam 0,1 – 0,4cc
menit setelah sumbatan – Masase bola mata (dilatasi
kerusakan retina arteri retina)
ireversible. – ß blocker
– acetazolamide
• Prinsip “gradient – Streptokinase (fibrinolisis)
perfusion pressure”
(menurunkan TIO secara – Mixtur O2 95% dengan
CO2 5% (vasodilatasi)
mendadak sehingga
terjadi referfusi dengan
menggeser sumbatan)

Kuliah SUB BAG. VITREORETINA


ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN
OKLUSI VENA RETINA SENTRALIS (CENTRAL
RETINA VEIN OCCLUSION)
• Kelainan retina akibat • Predisposisi :
sumbatan akut vena retina – Usia diatas 50 thn
sentral yang ditandai – Hipertensi sistemik 61%
dengan penglihatan hilang – DM 7% -Kolestrolemia
mendadak. – TIO meningkat
• Funduskopi: Vena dilatasi – Periphlebitis (Sarcoidosis,
dan berkelok, Perdarahan Behset disease)
dot dan flame shaped , – Sumbatan trombus vena
retina sentralis pada daerah
Perdarahan masif pada ke 4 posterior lamina cribrosa)
kuadran , Cotton wool spot,
dapat disertai dengan atau
tanpa edema papil
CRVO: Klasifikasi
Tipe Noniskemik Tipe Iskemik
• FFA (Fundus Fluorescein • FFA area nonperfusi diatas 10 disc
Angiography) area nonperfusi • Gejala lebih ekstensif
kecil 10 disc
• Gejala lebih ringan
Vena dilatasi ringan dan sedikit Vena dilatasi lebih nyata
berkelok
Perdarahan dot dan flame shaped Perdarahan masif pada keempat
kuadran
Dengan atau tanpa edema papil Cotton wool spot
• Perdarahan vitreous,
neovaskularisasi pada iris
(rubeosis iridis)
• Marcus gunn (+)
Edema retina dan makula
• Pemeriksaan : • Penatalaksanaan :
– FFA (Fundus Fluorescein • Memperbaiki
Angiography) underlying disease
– ERG
(Electroretinogram)
• Fotokoagulasi laser
– Tonometri • Vitrektomi
• Kortikosteroid belum
terbuti efektivitasnya
• Anti koagulasi sistemik
tidak direkomendasikan
Defini dan gejala

Oklusi arteri Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan
sentral emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant
retina cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara
oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang
memperlihatkan bercak merah cherry(cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang
timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus
mendadak biasanya disebabkan oleh emboli
Oklusi vena Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan
sentral penglihatan hilang mendadak.
retina Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke
4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil

Ablatio suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Gejala:floaters,
retina photopsia/light flashes, penurunan tajam penglihatan, ada semacam tirai tipis berbentuk
parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah hingga menutup

Perdarahan Perdarahan pada selaput vitreous sampai ke dalam vitreous. Gejala: penglihatan buram
vitreous tiba-tiba, peningkatan floaters,dan kilatan cahaya

Amaurosis Kehilangan penglihatan tiba-tiba secara transient/sementara tanpa adanya nyeri,


Fugax biasanya monokular, dan terkait penyakit kardiovaskular
X E R O F TA L M I A
Defisiensi vitamin A
• Vitamin A meliputi retinol, retinil ester, retinal
dan asam retinoat. Provitamin A adalah semua
karotenoid yang memiliki aktivitas biologi β-
karoten
• Sumber vitamin A: hati, minyak ikan, susu &
produk derivat, kuning telur, margarin, sayuran
hijau, buah & sayuran kuning
• Fungsi: penglihatan, diferensiasi sel, keratinisasi,
kornifikasi, metabolisme tulang, perkembangan
plasenta, pertumbuhan, spermatogenesis,
pembentukan mukus

Kliegman RM. Nelson’s textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011


• Konjungtiva normalnya memiliki sel goblet.
Hilangnya/ berkurangnya sel goblet secara
drastis bisa ditemukan pada xerosis
konjungtiva.
• Gejala defisiensi:
– Okular (xeroftalmia): rabun senja, xerosis
konjungtiva & kornea, keratomalasia, bercak Bitot,
hiperkeratosis folikular, fotofobia
– Retardasi mental, gangguan pertumbuhan,
anemia, hiperkeratosis folikular di kulit
Xerophthalmia (Xo)
Stadium :
XN : night blindness (hemeralopia)
X1A : xerosis conjunctiva
X1B : xerosis conjunctiva (with bitot’s spot)
X2 : xerosis cornea
X3A : Ulcus cornea < 1/3
X3B : Ulcus cornea > 1/3, keratomalacea
XS : Corneal scar
XF : Xeroftalmia fundus
X3A keratomalacia < 1/3
X3A keratomalacia < 1/3 X3B keratomalacia >1/3

XF (Xeroftalmia fundus)
Pemeriksaan Penunjang
• A serum retinol study is a costly • The serum retinol level may be
but direct measure using high- low during infection because of a
performance liquid transient decrease in the RBP.
chromatography. • A zinc level is useful because zinc
– A value of less than 0.7 mg/L in deficiency interferes with RBP
children younger than 12 years is production.
considered low.
• A serum RBP study • An iron panel is useful because
iron deficiency can affect the
– easier to perform and less metabolism of vitamin A.
expensive than a serum retinol
study, because RBP is a protein and • Albumin levels are indirect
can be detected by an measures of vitamin A levels.
immunologic assay.
• Obtain a complete blood count
– RBP is also a more stable (CBC) with differential if anemia,
compound than retinol
– However, RBP levels are less
infection, or sepsis is a possibility.
accurate, because they are
affected by serum protein
concentrations and because types
of RBP cannot be differentiated.
Therapy and Prevention
• For treatment of xerophthalmia, vitamin A is given in three doses at
the age-specific doses:
– Infants < 6 months of age: 50,000 international units orally
– Infants 6 to 12 months of age: 100,000 international units orally
– Children >12 months: 200,000 international units orally
– Adolescent and adults is 200,000 international units orally

• The first dose is given immediately on diagnosis, the second on the


following day, and the third dose at least two weeks later.

• Women of reproductive age or who are pregnant and have night


blindness should be treated with frequent small doses of vitamin A,
rather than high doses used for other adults
DAKRIOADENITIS &
DAKRIOSISTITIS
ANATOMI DUKTUS LAKRIMALIS
DAKRIOSISTITIS
• Partial or complete obstruction of the nasolacrimal duct
with inflammation due to infection (Staphylococcus aureus
or Streptococcus B-hemolyticus), tumor, foreign bodies,
after trauma or due to granulomatous diseases.
• Clinical features : epiphora, acute, unilateral, painful
inflammation of lacrimal sac, pus from lacrimal punctum,
fever, general malaise, pain radiates to forehead and teeth
• Diagnosis : Anel test(+) :not dacryocystitis, probably skin
abcess; (-) or regurgitation (+) : dacryocystitis. Swab and
culture
• Treatment : Systemic and topical antibiotic, irrigation of
lacrimal sac, Dacryocystorhinotomy
Dakrioadenitis
• Peradangan dari kelenjar • Gejala: nyeri, kemerahan, dan
lakrimalis gejala penekanan pada unilateral
supratemporal orbita
• Kelenjar lakrimalis berada di • Tanda: Khemosis
supratemporal orbita + lobus – Injeksi konjungtiva
palpebral – Sekret mukopurulent
– Kelopak merah
• Patofisiologi masih belum
– Limfadenopati submandibular
dimengerti, diperkirakan akibat – Bengkak pada 1/3 lateral kelopak
ascending infection kuman dari mata (S-shaped lid)
duktus lakrimalis ke dalam – Proptosis
kelenjar – Gangguan gerak bola mata
– Pembesaran kelenjar parotis
• Lobus palpebral biasanya juga – Demam
ikut terkena – ISPA
• Penyebab: mumps, EBV, – Malaise
stafilokokus, GO
Tatalaksana
• Viral (paling sering) - Self-
limiting, tx suportif
(kompres hangat, NSAID
oral)
• Bacterial – 1st generation
cephalosporins
• Protozoa / fungal –
antiamoebic/ antifungal
• Inflammatory
(noninfectious) – cek
penyebab sistemik,
tatalaksana berdasarkan
penyebabnya.
Dakriostenosis

• Congenital Nasolacrimal Duct • Terapi yang bisa dilakukan adalah


Obstruction/ dacryostenosis masase sakus lakrimalis (disebut
merupakan penyebab epifora Crigler Massage) hingga usia 6-10
tersering pada bayi. bulan (alternatif lain bisa juga
• Pemeriksaan anel test akan dilakukan hingga 12 bulan).
memberikan hasil (-) atau • Jika hinga usia 6-10 bulan (atau
ditemukan adanya regurgitasi (+). hingga usia 12 bulan) tidak
• Sumbatan nasolakrimalis mengalami resolusi, dilakukan
kongenital biasanya mengalami probing (probing bisa diulang jika
resolusi spontan pada 90% kasus. belum berhasil).
• Tetapi, kondisi ini jarang • Invasive surgical interventions
mengalami resolusi spontan jika (balloon dacryoplasty,
bayi sudah berusia 12 bulan. dacryocystorhinostomy)
dilakukan sebagai usaha terakhir
jika terapi lainnya tidak berhasil.
KALAZION &
HORDEOLUM
HORDEOLUM
• Peradangan supuratif kelenjar kelopak mata
• Infeksi staphylococcus pada kelenjar sebasea
• Gejala: kelopak bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal,
merah, nyeri bila ditekan, ada pseudoptosis/ptosis akibat
bertambah berat kelopak
• Gejala
– nampak adanya benjolan pada kelopak mata bagian atas atau
bawah
– berwarna kemerahan.
– Pada hordeolum interna, benjolan akan nampak lebih jelas
dengan membuka kelopak mata.
– Rasa mengganjal pada kelopak mata
– Nyeri takan dan makin nyeri saat menunduk.
– Kadang mata berair dan peka terhadap sinar.
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
• 2 bentuk :
 Hordeolum internum: infeksi kelenjar Meibom di dalam
tarsus. Tampak penonjolan ke daerah kulit kelopak, pus
dapat keluar dari pangkal rambut
 Hordeolum eksternum: infeksi kelenjar Zeiss atau Moll.
Penonjolan terutama ke daerah konjungtiva tarsal

http://www.huidziekten.nl/zakboek/dermatosen/htxt/Hordeolum.htm

Hordeolum Eksterna Hordeolum Interna


Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
• Pengobatan
– Self-limited dlm 1-2 mingu
– Kompres hangat selama sekitar 10-15 menit, 4x/hari
– Antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya:
Gentamycin, Neomycin, Polimyxin B,
Chloramphenicol
– Jika tidak menunjukkan perbaikan : Antibiotika oral
(diminum), misalnya: Ampisilin, Amoksisilin,
Eritromisin, Doxycyclin
– Insisi bila pus tidak dapat keluar
• Pada hordeolum interna, insisi vertikal terhadap margo
palpebra supaya tidak memotong kelenjar meibom lainnya
• Pada hordeolum eksterna, insisi horizontal supaya kosmetik
tetap baik
Kalazion
• Inflamasi idiopatik, steril, dan kronik dari kelenjar Meibom
• Ditandai oleh pembengkakan yang tidak nyeri, muncul berminggu-
minggu.
• Dapat diawali oleh hordeolum, dibedakan dari hordeolum oleh
ketiadaan tanda-tanda inflamasi akut.
• Pada pemeriksaan histologik ditemukan proliferasi endotel asinus
dan peradangan granullomatosa kelenjar Meibom
• Tanda dan gejala:
– Benjolan tidak nyeri pada bagian dalam kelopak mata. Kebanyakan
kalazion menonjol ke arah permukaan konjungtiva, bisa sedikit merah.
Jika sangat besar, dapat menekan bola mata, menyebabkan
astigmatisma.
• Tatalaksana: steroid intralesi (bisa membuat remisi terutama untuk
kalazion lesi kecil), Insisi dan kuretase untuk lesi kecil; eksisi
(pengangkatan granuloma untuk lesi yang besar)

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia:
McGraw-Hill, 2007.
B L E FA R I T I S
Blepharitis
• Terdiri dari blefaritis anterior dan • Blefaritis posterior:
posterior • peradangan palpebra akibat difungsi
• Blefaritis anterior: radang kelenjar meibom bersifat kronik dan
bilateral kronik di tepi palpebra bilateral
– Blefaritis stafilokokus: sisik • Kolonisasi stafilokokus
kering, palpebra merah, • Terdapat peradangan muara meibom,
terdapat ulkus-ulkus kecil sumbatan muara oleh sekret kental
sepanjang tepi palpebra, bulu • Blefaritis Angularis
mata cenderung rontok  – Infeksi Staphyllococcus pada tepi
antibiotik stafilokokus kelopak di sudut kelopak atau kantus
– Blefaritis seboroik: sisik – Gangguan pada fungsi pungtum
berminyak, tidak terjadi lakrimal, rekuren, dapat menyumbat
ulserasi, tepi palpebra tidak duktus lakrimal sehingga mengganggu
begitu merah fungsi lakrimali
– Blefaritis tipe campuran
Blepharitis
• Inflammation of the eyelids Physical examination:
• Signs and symptoms: • Skin  erythema, papules, pustules
(rosacea)
– Redness/irritation • Eyelids  abnormal eyelid position,
– Burning/tearing hyperemia, ulceration, scaling,
scarring
– Itching • Eyelashes  malposition/
– Crusting of eyelashes misdirection, loss, pediculosis nits,
– Loss of eyelashes (madarosis_ cylindrical sleeves, collarettes
• Tarsal conjunctiva 
– Eyelid sticking dilation/inflammation of meibomian
– Blurring/fluctuating vision glands, capping of meibomian
orifices, papillary/folicular reaction
– Contact lens intolerance • Bulbar conjunctiva  hyperemia,
– Photophobia phylctenules, follicles
– Increased frequency of blinking • Cornea  epithelial defect, edema,
infiltrates

Clinical Ophthalmology. Kanski. 7th ed.


Staphylococcal anterior blepharitis
• Hardscales and crusting around
bases of the lashes (collarettes;
figure A)
• Mild papillary conjunctivitis and
chronic conjunctival
hyperaemia
• Chronic cases  scarring and
notching (tylosis) of lid margin Seborrhoeic blepharitis:
(figure B), madarosis, trichiasis, • Hyperaemic and greasy anterior lid margins
and poliosis with sticking together of lashes (figure C)
• Secondary changes  marginal • Scales are soft and located anywhere on the
keratitis, phlyctenulosis lid margin and lashes
• Tear film instability and dry eye
syndrome

Posterior blepharitis/Meibomian gland dysfunction (MGD)


• Excessive and abnormal meibomian gland secretion manifest as
capping of meibomian gland orifices with oil globules (Fig. 1)
• Plugging of the meibomian gland orifices (Fig. 2)
• Hyperaemia and telangiectasis of the posterior lid margin.
1 2 • Pressure on the lid margin results in expression of meibomian
fluid that may be turbid or toothpaste-like (Fig. 3)
• Lid transillumination may show gland loss and cystic dilatation
of meibomian ducts.
• The tear film is oily and foamy, and froth may accumulate on
the lid margins or inner canthi.
• Secondary changes include papillary conjunctivitis and inferior
3 corneal punctate epithelial erosions.

Clinical Ophthalmology. Kanski. 7th ed.


Treatment
• Warm compresses to soften adherent scurf and scales, warm the
meibomian secretions  once or twice daily
• Eyelid cleansing, including eyelid massage in cases of MGD  once
or twice daily
• Antibiotics (topical and/or systemic)
– Topical bacitracin or erythromycin on eyelid margins
– Metronidazole gel if unresponsive to antibiotic treatment (off-label)
– Patients with MGD  oral + topical
• Doxycycline 100 mg or tetracycline 1000 mg in divided doses, tapered
to doxycycline 40-50 mg or tetracycline 250 mg after clinical
improvement
• Alternative: erythromycin 250-500 mg daily or azithromycin 250-500
mg one to three times a week
• Topical corticosteroid
– for ocular surface inflammation eg severe conjunctival infection,
marginal keratitis, or phlyctenules. Applied several times daily to the
eyelids or ocular surface.
• Artificial tears
Bleoharitis. American Academy of Ophthalmology.
Treatment
• Good lid hygiene is the mainstay of treatment for all forms of blepharitis.
• The goal is to alleviate symptoms and to develop a maintenance regimen to
prevent or minimize future exacerbations.
• Mild to moderate symptoms :
– can generally be managed with symptomatic measures, including warm
compresses, lid massage, lid washing, and artificial tears.
• Severe or refractory symptoms :
– may require additional therapies such as topical or oral antibiotics, topical
glucocorticoids, or typical cyclosporine.
– Because of the potential for systemic side effects with oral drugs, topical therapy is
usually tried first.
– Antibiotic ointment (eg, bacitracin, erythromycin) is placed directly onto the lid
margin once daily at bedtime.
– Once symptoms improve (generally one to two weeks), treatment can be stopped,
but lid hygiene measures should be continued.
– Oral antibiotic therapy (eg, doxycycline, tetracycline, azithromycin) can be given if
the response to topical therapy is inadequate.
– Topical steroid/ topical cyclosporine: for those who unresponsive to other therapies
• All patients should be advised to eliminate or limit potential triggers or
exacerbating factors (eg, allergens, cigarette smoking, contact lenses).
T R A U M A K I M I A M ATA
TRAUMA KIMIA MATA
• Merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpaparnya
bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak
struktur bola mata tersebut.

• Keadaan kedaruratan oftalmologi karena dapat menyebabkan


cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan sampai kehilangan
penglihatan.

• Etiologi : 2 macam bahan yaitu yang bersifat asam (pH < 7) dan yang
bersifat basa (pH > 7,6).

• Pemeriksaan Penunjang :
 Kertas Lakmus : cek pH berkala
 Slit lamp : cek bag. Anterior mata dan lokasi luka
 Tonometri
 Funduskopi direk dan indirek

http://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/trauma-kimia-pada-mata.pdf
Klasifikasi Trauma Kimia

Derajat I Derajat II
• Prognosis baik. • Prognosa baik
• Terdapat erosi epitel kornea • Pada kornea terdapat kekeruhan
(kornea Jernih) yang ringan. kornea berkabut
• Tidak ada iskemia dan nekrosis dengan gambaran iris yang masih
kornea. ataupun konjungtiva terlihat
• Iskemia < 1/3 limbus
Klasifikasi Trauma Kimia

Derajat III Derajat IV


• Prognosis kurang • Prognosis buruk
• epitel kornea hilang total, stroma • Kekeruhan kornea yang opak,
berkabut dengan gambaran iris & pupil pupil tidak dapat dilihat
tidak jelas • Konjungtiva dan sclera pucat.
• Terdapat iskemia 1/3 sampai ½ limbus & • Iskemia > ½ limbus
nekrosis ringan kornea dan konjungtiva
TATALAKSANA TRAUMA KIMIA MATA
• Early irrigation is critical in limiting the duration of chemical exposure.
– Goal: remove the offending substance and restore the physiologic pH.
– It may be necessary to irrigate as much as 20 liters to achieve this.
– To optimize patient comfort and ensure effective delivery of the irrigating
solution, a topical anesthetic is generally administered.
– If normal saline is not available, any other generally nontoxic and unpolluted
solutions (eg, carbonated beverages) can also be used to avoid delaying
treatment.

• Treatment is based on the grade of injury.


– For most injuries, the goal of treatment is to promote epithelial healing and
reduce pain while decreasing inflammation and preventing bacterial
superinfection.

https://www.aao.org/eyenet/article/treating-acute-chemical-injuries-of-cornea
Tatalaksana Trauma Kimia Mata
• A mild topical antibiotic ointment such as bacitracin or erythromycin typically
is prescribed, along with preservative-free artificial tears as needed.

Grade 1 • A topical steroid such as prednisolone acetate, applied four times a day for
approximately a week, is usually sufficient to control inflammation and
facilitate re-epithelialization.
• For comfort, a topical cycloplegic agent three times a day is often sufficient.

• For more severe burns, the control of inflammation in the acute phase,
particularly the first week after injury, is of utmost importance.
Grade 2-4 • Hourly application of topical prednisolone acetate 1 percent is recommended
while the patient is awake for the first seven to 10 days. This should be rapidly
tapered between days 10 and 14 to minimize the risk of corneal melting.

Debridement • Necrotic corneal and/or conjunctival epithelium should be debrided with


surgical sponges or excised at the slit lamp under topical anesthesia.\
& Surgery
https://www.aao.org/eyenet/article/treating-acute-chemical-injuries-of-cornea
BENDA ASING
Tatalaksana Benda Asing di Mata
• Irrigation after the instillation of topical anesthetic
– Esp.in the case of multiple superficial foreign bodies (eg, sand).
– Irrigation of the ocular surface and upper and lower fornices can
be performed after the procedure to wash out any residual
loose foreign body material.

• Cotton tip removal


– Superficial foreign bodies with no surrounding corneal reaction
can often be removed in a dabbing or nudging motion with a
cotton tip soaked with local anaesthetic or saline.

• Hypodermic needle (25G 16 mm) or 15 blade removal


– Superficial foreign bodies poses a low risk for perforation.

https://www.uptodate.com/contents/corneal-abrasions-and-corneal-foreign-bodies-management
https://www.racgp.org.au/afp/2017/march/managing-corneal-foreign-bodies-in-office-based-general-practice/
Setelah Prosedur
• Antibiotic ointment such as chloramphenicol 0.5%
should be instilled and a double eye pad applied, with
the inner one doubled over in a manner that the eyelid
cannot be opened.

• The patient needs instruction not to drive or operate


machinery while wearing the eye pad. This must be
documented clearly in the patient’s medical notes.

• Generally, eye pads are kept on for a period of 24 hours


to expedite healing of the epithelial defect and for pain
relief.

https://www.racgp.org.au/afp/2017/march/managing-corneal-foreign-bodies-in-office-based-general-practice/
HIFEMA
Hifema
• Kondisi ketika darah masuk terkumpul pada bilik mata
depan, antara kornea dan iris
• Paling sering disebabkan ruptur pembuluh darah iris atau
badan siliaris anterior
• Bisa terjadi perdarahan sekunder dalam 3-5 hari setelah
kejadian karena lisis bekuan darah serta retraksi pada
pembuluh darah
• Diagnosis:
1. Penurunan tajam penglihatan mendadak tergantung derajat hifema
2. Ditemukan darah pada bilik mata depan, bisa dengan pemeriksaan slit
lamp
3. Gonioskopi untuk menilai luas trauma bisa ditunda sampai setelah fase
akut 5 hari
Penanganan Hifema
Tujuan penanganan:
1. Cegah trauma mata berulang dan perdarahan
ulang
2. Membantu mengurangi darah dari aksis
penglihatan
3. Kontrol uveitis anterior traumatic
4. Monitor untuk menginisiasi pencegahan atau
penanganan pada galukoma sekunder hingga
corneal blood staining
Pasien rawat jalan atau rawat inap?
• Rawat jalan
– Kooperatif, hifema ringan derajat 2 atau kurang
dari derajat 2, tidak ada kondisi sickle cell disease
• Rawat inap
– Bisa dilakukan pada semua pasien yang tidak
memenuhi kriteria diatas atau sulit merawat
luka/tanpa dukungan keluarga yang merawat

Referensi: https://www.aao.org/focalpointssnippetdetail.aspx?id=248e1998-310a-4f6a-b6a9-b470c60c9773
Tata Laksana Hifema Traumatik
• Tangani
– life-threatening (pada kasus trauma)
– Vision-theatening:
• Orbital Compartment Syndrome  proptosis, penurunan visus
signifikan, perdarahan subkonjungtiva luas, kelopak mata tegang,
defek pupil aferen, kimosis, penurunan retropulsi  Canthotomy
• Ruptur bola mata  tutup bola mata, obat anti nyeri dan anti
mual-muntah untuk mencegah keluarnya isi okular  Operasi
repair
• Tutup mata + lampu redup
– cegah akomodasi berlebih
• Bedrest & Elevasi kepala 30 derajat
• Cegah mual-muntah
– menghindari peningkatan TIO
• Obat nyeri topikal (ex: proparacaine 0,5%), bila kurang
dapat ditambahkan antinyeri sistemik
Andreoli CM, Gardiner MF. Traumatic hyphema: Management. Uptodate: 2018.
Tatalaksana Hifema Traumatik
• Kortikosteroid topical Dexametason 0.1% atau Prednisolon acetate 1% 4x1
gtt
• Tujuan:
• untuk stabilisasi blood ocular barrier menurunkan risiko perdarahan ulang
• inhibisi langsung fibrinolysis,
• mengurangi inflamasimencegah sinekia posterior
• Sikloplegik  Atropine sulfate 1% 1-2 gtt
• Bila tidak ada ruptur bola mata
• Tujuan:
• untuk mengurangi gerak struktur intraokuler,
• mencegah sinekia posterior, dan spasme siliar yang terkait iritis
• Penggunaan antifibrinolitik untuk 5 hari  Asam traneksamat 3x25 mg/kgBB
tidak lebih dari 1.5 gram/hari
• masih kontroversial, namun berpotensi menurunkan perdarahan ulang
• Analgesikhindari NSAID serta aspirin, bisa gunakan acetaminophene 500-
1000 mg p.o tiap 6 jam
• Paracentesis bila tidak respon dengan medikamentosa
Referensi: https://www.aao.org/focalpointssnippetdetail.aspx?id=248e1998-310a-4f6a-b6a9-b470c60c9773
• Monitor TIO harian
– bila hipertensi, terapi menekan aliran aquous humor
• ex: beta adrenergik bloker topikal (timolol) dan karbonik
anhidrase inhibitor topikal (dorzolamide) atau tambahkan
oral asetazolamide/methazolamide bila efek topikal tidak
adekuat
– Rujuk untuk intervensi dan pemberian manitol bila
hipertensi intraokular tidak terkontrol:
• > 50 mmHg selama 5 hari atau
• >35 mmHg selama 7 hari atau
• Pasien dengan hemoglobinopati
• >25 mmHg selama >24 jam
• Hipertensi intraokular, hifema Grade III dan IV lebih dari
10 hari, early corneal blood staining
• evakuasi clot dengan pembedahan
• Rujuk
• pada sindrom kompartemen orbital, ruptur bola mata, hifema
grade III-IV, hifema pada pasien risiko perdarahan, hifema
dengan peningkatan TIO Andreoli CM, Gardiner MF. Traumatic hyphema:
clinical feature and diagnosis. Uptodate: 2018.

Anda mungkin juga menyukai