I L M U P E N YA K I T M ATA
DR. MARCELA YOLINA
Jakarta
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872
WA. 081380385694/081314412212
Medan
Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Sari, Kec. Medan Selayang 20132 WA/Line 082122727364
w w w. o p t i m a p r e p . c o . i d
ANAMNESIS
Medical Management
– Symptomatic Grade 1 and 2 pterygium
– Eye drops – Tear substitutes, Decongestants
– Local injections – anti VEGFs, Steroid
Surgical Management
Surgery for pterygium is indicated in the following situations:
– Induced astigmatism that causes visual impairment
– Opacity in the visual axis
– Documented growth that is threatening to affect the visual axis via astigmatism or
opacity
– Restriction of eye movement
– Significant cosmetic impact or intractable irritation
7
PTERIGIUM – DIAGNOSIS BANDING
EPISKLERITIS &
SKLERITIS
Episkleritis vs Skleritis
Episcleritis Scleritis
Patofisiologi Peradangan pada sclera superfisial Peradangan pada sclera profunda
sering disertai dengan penyakit
penyerta lainnya
Gejala Mata merah, lakrimasi dan fotofobia Mata merah, lakrimasi, fotofobia dan
nyeri, Visus dapat turun
Pemeriksaan Tes fenilefrin blanching (mata Tes fenilefrin blanching (-)
memutih) Slit lamp pembuluh yang lebih dalam
Slit lamp injeksi berwarna lebih + edema gangguan penglihatan
kemerahan dan tidak ada edema
Terapi Topikal: artificial tears, NSAID, KS Sistemik: NSAID, KS, rituximab
Classification of Scleral inflammation
Azitromisin 1 gram PO SD
bersifat akut s.d kronik (minggu-
Doksisiklin 2x 100 mg PO (1-4
C. trachomatis bulan), sekret mukopurulen, reaksi
minggu)
(konjungtivitis folikular (lama-kelamaan disertai
Erytromisin 4x500 mg PO (1-4
inklusi dewasa) dengan hipertrofi papil). Masa
minggu)
inkubasi 5-14 hari
bisa ditambah AB topikal
Patologi Etiologi/Jenis Gejala dan tanda Pengobatan
Klasifikasi:
• Tear-deficient dry eye:
– There is a disorder of lacrimal function or a failure of transfer of
lacrimal fluid into the conjunctival sac
• Tear-sufficient dry eye (peningkatan evaporasi):
– Lacrimal function is normal, the tear abnormality is due to increased
tear evaporation
TEAR - DEFICIENT
Lacrimal Lacrimal
Primary Secondary Reflex
Disease obstruction
Blink,
Secondary Aperture Xerophthalmia
Primary
abnormal
Blepharitis
Absent
Meibomian Lid surface
glands
gland incongruity
Distichiasis
disease
Dry Eye Syndrome
Gejala Pemeriksaan
• Burning or itching • Slit lamp examination
• Fluctuating vision • Demonstration of tear instability
(Tear film break up time, TBUT)
• Foreign body sensation
with Tearscope/ Xeroscope
• Grittiness or irritation • Ter film measurement (e.g: tear
• Sore or tired eyes meniscus height)
• History of Styes • Demonstration of ocular surface
• Ocular discharge damage
– Schirmer’s test
• Light sensitivity – Fluorescein Staining
• Contact lens discomfort – Rose bengal stain
• Watering or excessive tearing – Lissamine Green Staining
• Demonstration of tear
hyperosmolarity
SCHIRMER’S TEST
Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Uveitis anterior
• Inflamasi di iris (iritis) dan badan siliar (siklitis).
Bila inflamasi meliputi iris dan badan siliar maka
disebut iridosiklitis
• Etiologi :
– kelainan sistemik seperti spondiloartropati, artritis
idiopatik juvenil, sindrom uveitis fuchs, kolitis ulseratif,
penyakit chron, penyakit whipple, tubulointerstitial
nephritis and uveitis
– Infeksi yang sering menyebabkan uveitis anterior
adalah virus herpes simpleks (VHS), virus varisela
zoster (VVZ), tuberkulosis, dan sifilis.
Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Diagnosis Uveitis Anterior
• Gejala Klinis : • Tanda
– mata merah – injeksi siliar akibat
– visus turun akibat kekeruhan vasodilatasi arteri siliaris
cairan akuos dan edema posterior longus dan arteri
kornea walaupun uveitis tidak siliaris anterior yang
selalu menyebabkan edema memperdarahi iris serta
kornea badan siliar.
– Nyeri tumpul berdenyut, dan – Bilik mata depan : pelepasan
fotofobia akibat spasme otot sel radang, pengeluaran
siliar dan sfingter pupil protein (cells and flare) dan
– Jika disertai nyeri hebat, endapan sel radang di endotel
perlu dicurigai peningkatan kornea (presipitat keratik).
tekanan bola mata. – Presipitat keratik halus
– Spasme sfingter pupil inflamasi nongranulomatosa;
mengakibatkan miosis dan – Presipitat keratik kasar
memicu sinekia posterior. inflamasi granulomatosa
Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Uveitis Intermediet
• Peradangan di pars plana yang sering diikuti vitritis dan uveitis posterior.
• Penyakit tersebut biasanya terjadi pada usia dekade ketiga-keempat dan
20% terjadi pada anak.
• Etiologi:
– Idiopatik (69,1%), sarkoidosis (22,2%), multiple sclerosis (7,4%), dan lyme
disease (0,6%). Selain itu, dapat juga disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis, Toxoplasma, Candida, dan sifilis.
• Gejala :
– Gejala biasanya ringan yaitu penurunan tajam penglihatan tanpa disertai nyeri
dan mata merah, namun jika terjadi edema makula dan agregasi sel di vitreus
penurunan tajam penglihatan dapat lebih buruk.
– Pars planitis berupa bercak putih akibat agregasi sel inflamasi dan jaringan
fibrovaskular (snowbank) yang menunjukkan inflamasi berat dan memerlukan
terapi agresif.
– Komplikasinya adalah edema makula (12-51%), glaukoma (20%), dan katarak
(15-50%)
Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Uveitis Posterior
• Peradangan lapisan koroid yang sering melibatkan jaringan sekitar seperti
vitreus, retina, dan nervus optik.
• Etiologi:
– Infeksi paling sering disebabkan oleh T.gondii, M.tuberculosis, sifilis, VHS, VVZ,
cytomegalovirus (CMV), dan HIV.
– Non-infeksi, uveitis posterior disebabkan oleh koroiditis multifokal, birdshot
choroidopathy, sarkoidosis, dan neoplasma
• Gejala klinis :
– Penglihatan kabur yang tidak disertai nyeri, mata merah, dan fotofobia.
– Komplikasi dapat berupa katarak, glaukoma, kekeruhan vitreus, edema
makula, kelainan pembuluh darah retina, parut retina, ablasio retinae, dan
atrofi nervus optik.
– Prognosis uveitis posterior lebih buruk dibandingkan uveitis anterior karena
menurunkan tajam penglihatan dan kebutaan apabila tidak ditatalaksana
dengan baik.
Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Panuveitis
• Peradangan seluruh uvea dan struktur
sekitarnya seperti retina dan vitreus.
• Etiologi:
– Penyebab tersering adalah tuberkulosis, sindrom
VKH, oftalmia simpatika, penyakit behcet, dan
sarkoidosis.
– Diagnosis panuveitis ditegakkan bila terdapat
koroiditis, vitritis, dan uveitis anterior
Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Penatalaksanaan Uveitis
1. Menekan reaksi inflamasi
• Kortikosteroid topikal merupakan terapi pilihan untuk mengurangi
inflamasi : 1).prednisolon 0,5%,; 2). prednisolon asetat 1%; 3).
betametason 1% ; 4). deksametason 0,1%, dan 5). fluorometolon
0,1%.
• Injeksi kortikosteroid periokular diberikan pada kasus yang
membutuhkan depo steroid dan menghindari efek samping
kortikosteroid jangka panjang.
• Kortikosteroid sistemik diberikan untuk mengatasi uveitis berat atau
uveitis bilateral
• Imunosupresan dapat dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama
pada penyakit behcet, granulomatosis wegener, dan skleritis
nekrotik karena penyakit tersebut dapat mengancam jiwa.
Imunosupresan dibagi menjadi golongan antimetabolit, supresor sel
T, dan sitotoksik.
2. Mencegah dan memperbaiki kerusakan struktur
Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Penatalaksanaan Uveitis
3. Memperbaiki fungsi penglihatan
• Terapi bedah diindikasikan untuk memperbaiki penglihatan.
• Operasi dilakukan pada kasus uveitis yang telah tenang (teratasi)
tetapi mengalami perubahan permanen akibat komplikasi seperti
katarak, glaukoma sekunder, dan ablasio retina.
• Kortikosteroid diberikan 1-2 hari sebelum operasi dan steroid
intraokular atau periokular dapat diberikan pasca-operasi
• Vitrektomi ditujukan untuk memperbaiki tajam penglihatan bila
kekeruhan menetap setelah pengobatan.
4. Menghilangkan nyeri dan fotofobia.
• NSAID digunakan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi
sedangkan siklopegik diberikan untuk mencegah sinekia
posterior.
• Obat yang diberikan adalah siklopentolat 0,5-2% dan homatropin
Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
E N D O F TA L M I T I S
Endophthalmitis
• An inflammation of the inner structures of the
eyeball
– Uveal tissue
– Retina
• associated with pouring of exudates in the
vitreous cavity, anterior chamber and
posterior chamber.
Classification
Mode of Etiological
Infectivity
entry agent
Non-
Endogenous Fungal
infective
Modes of infection
Secondary
Exogenous Endogenous
infections
• Perforating • Bloodstream • Extension of
injuries • Caries teeth infection
• Perforation of • Generalised • Orbital cellulitis
infected corneal septicaemia • Thrombophlebitis
ulcers • Puerperal sepsis • Infected corneal
• Postoperative ulcers
infections
Acute postoperative endophthalmitis
• Acute postoperative endophthalmitis -
complication of intraocular surgery with an
incidence of about 0.1%.
• Source of infection - periocular bacterial flora
of the eyelids, conjunctiva, and lacrimal sac.
• Other potential sources of infection -
contaminated solutions and instruments, and
environmental flora
Risk factors
• Eye trauma • Ophthalmic risk factors:
• Eye surgery – Contact lens wear (poor
– Previous presence of hygiene).
infection – Chronic corneal
– Poor surgical technique. ulceration.
– Contaminated • Non-ophthalmic risk
intraocular lens. factors:
• Intraocular injection – Immunosuppression.
• Bloodstream infection – Intravenous drug use.
– AIDS.
Clinical features Signs
• Sudden onset • Visual acuity may be reduced.
• Severe pain • Lids → red and swollen.
• Redness of eye • Conjunctiva → chemosis and
marked circumcorneal
• Marked visual loss congestion.
• Swollen eyelid • Cornea → oedematous, cloudy
• Lacrimation and ring infiltration may be
• Photophobia formed.
• Anterior chamber → hypopyon
• Iris → oedematous and muddy
• Pupil → yellow reflex, absent red reflex (with
ophthalmoscope)
• Vitreous exudation - yellowish white mass is
seen through fixed dilated pupil (amaurotic
cat’s-eye reflex)
• Intraocular pressure → raised in early stages
• but in severe cases – hypotony
• Edges of wound → yellow and necrotic and
wound may gape
Diagnosis
• Culture and sensitivity studies on aqueous and
vitreous samples
– Anterior chamber tap
– Vitreous tap
– Vitreous biopsy
• Full infection screen
– FBC, blood cultures and culture of all indwelling lines
and catheters
• B-scan ultrasound
– the degree of vitritis and integrity of retina
Acute postoperative endophthalmitis
TATALAKSANA Pertimbangkan:
• Berdasarkan mekanisme :
– Sudut terbuka Terjadinya peningkatan aquas
humor dan gangguan akses aquas humor ke
system drainase. Pada genioskopi tampak COA
sedang
– Sudut tertutup gangguan aliran keluar aquas
humor akibat kelainan system drainase. Pada
genioskopi tampak COA dangkal, injeksi kornea,
injeksi silier
Glaukoma
• Berdasarkan penyebab :
– Primer timbul pada mata yang punya bakat bawaan, bisanya
bilateral dan diturunkan
– Sekunder komplikasi penyakit mata lainnya seperti uveitis, hifema
dan katarak atau penggunaan steroid yang berlebihan. Bersifat
unilateral
• Berdasarkan waktu :
– Akut terjadi peningkatan TIO secara tiba tiba, ditandai dengan nyeri
kepala, mual dan muntah
– Kronik jarang terjadi peningkatan TIO, ditandai dengan gejala
penyempitan lapang pandang.
– Glaukoma kongenital terjadi pada bayi ditandai dengan gejala
epifora dan megalokornea (>11mm)
– Glaukoma absolut End stage pada setiap jenis glaucoma ditandai
dengan no vision, relkes pupil (-) dan nyeri mata berat
Normal Tension Glaukoma
• Normal Tension Glaukoma yang terdapat pada satu ujung
spektrum glaukoma sudut terbuka kronis merupakan bentuk yang
tersering menyebabkan pengecilan lapangan pandang bilateral
progressif asimptomatik yang muncul perlahan dan sering tidak
terdeteksi sampai terjadi pengecilan lapangan pandang yang
ekstensif.
• Tipe glaukoma dimana nervus optic rusak dan kehilangan
kemampuan melihat dan lapangan pandang, muncul pada
glaukoma sudut terbuka namun tekanan intra okuler yang normal
(<22 mmHg)
Vessels:
Arterial/venous
Arterioles
diameter ratio 2 to 3;
the arteries appear a
bright red, the veins a
slightly purplish Optic cup
colour.
Fovea
Optic disc
Vein
Disc: Clear outline
optic cup is pale and
centrally located.
Normal cup/disc ratio <
0.5
http://cms.revoptom.com/osc/3146/Analysis.jpg
Obat Glaukoma
• Supresi produksi aqueous humor
– Beta bloker topikal: Timolol maleate 0.25% dan 0.5%, betaxolol 0.25% dan 0.5%,
levobunolol 0.25% dan 0.5%, metipranolol 0.3%, dan carteolol 1% dua kali sehari dan
timolol maleate 0.1%, 0.25%, dan 0.5% gel satu kali sehari (bekerja dalam 20 menit,
reduksi maksimum TIO 1-2 jam stlh diteteskan)
– Pemberian timolol topikal tidak cukup efektif dalam menurunkan TIO glaukoma akut
sudut tertutup.
– Apraclonidine: 0.5% tiga kali sehari
– Brimonidine: 0.2% dua kali sehari
– Inhibitor karbonat anhidrase:
• Topikal: Dorzolamide hydrochloride 2% dan brinzolamide 1% (2-3 x/hari)
• Sistemik: Acetazolamide 500 mg iv dan 4x125-250 mg oral (pada glaukoma akut
sudut tertutup harus segera diberikan, efek mulai bekerja 1 jam, puncak pada 4
jam)
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
Tatalaksana Glaukoma Akut
• Tujuan : merendahkan tekanan bola mata secepatnya kemudian bila
tekanan normal dan mata tenang → operasi iridotomi sebagai definitif
• Obat yang dipakai: (ABCD) asetazolamide – Beta bloker topikal –
piloCarpin – Diuretik osmosis (gliserol/manitol); selain itu juga bisa
memakai alfa2 agonis topikal (alpraclonidine)
• Irodotomi: membuat lubang dengan laser pada iris sehingga aliran
aqueous humour yang terhambat akibat pupillary block dari COP bisa
mengalir ke COA.
• Laser pheripheral iridotomi dilakukan pada glaukoma akut sudut
tertutup walau TIO telah diturunkan oleh obat-obatan, karena serangan
ulang bisa sewaktu-waktu terjadi
• Iridektomi: mengangkat sebagian jaringan iris untuk bisa mengalirkan
pupillary block
http://www.allaboutvision.com/conditions/glaucoma-surgery.htm
Tatalaksana Glaukoma Kronik Sudut terbuka
Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Patogenesis
Abnormalitas anatomi trabeluar meshwork penumpukan
cairan aqueous humor peninggian tekanan intraokuler
bisa terkompensasi krn jaringan mata anak masih lembek
sehingga seluruh mata membesar (panjang bisa 32 mm,
kornea bisa 16 mm buftalmos & megalokornea) kornea
menipis sehingga kurvatura kornea berkurang
Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Gejala & Diagnosis
• Tanda dini: fotofobia, • Diagnosis glaukoma
epifora, dan blefarospasme kongenital tahap lanjut
• Terjadi pengeruhan kornea dengan mendapati:
– Megalokornea
• Penambahan diameter
kornea (megalokornea; – Robekan membran
descement
diameter ≥ 13 mm)
– Pengeruhan difus kornea
• Penambahan diameter bola
mata (buphtalmos/ ox eye)
• Peningkatan tekanan
intraokuler
Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
Glaukoma kongenital, perhatikan
Megalocornea adanya pengeruhan kornea dan
buftalmos
http://www.pediatricsconsultant360.com/content/buphthalmos
http://emedicine.medscape.com/article/1196299-overview
Tatalaksana
• Medikamentosa hingga • Operasi:
TIO normal – Goniotomi (memotong
– Acetazolamide jaringan yg menutup
– Pilokarpin trabekula atau
memotong iris yg
– BB topikal
berinsersi pada
trabekula
– Trabekulotomi
– Trabekulektomi
Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury
K E R AT I T I S & U L K U S
KO R N E A
Keratitis & Ulkus Kornea
ULKUS KORNEA
• Ulkus kornea adalah hilangnya • Gejala Subjektif
sebagian permukaan kornea – Eritema pada kelopak mata dan
akibat kematian jaringan kornea konjungtiva
• ditandai dengan adanya infiltrat – Sekret mukopurulen
supuratif disertai defek kornea – Merasa ada benda asing di mata
bergaung, dan diskontinuitas
jaringan kornea yang dapat – Pandangan kabur
terjadi dari epitel sampai stroma. – Mata berair
• Etiologi: Infeksi, bahan kimia, – Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi
trauma, pajanan, radiasi, sindrom ulkus
sjorgen, defisiensi vit.A, obat- – Silau
obatan, reaksi hipersensitivitas, – Nyeri
neurotropik
• Gejala Objektif
– Injeksi siliar
– Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan
adanya infiltrat
– Hipopion
ULKUS KORNEA
• Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 Penatalaksanaan :
: – harus segera ditangani oleh
1. Ulkus kornea sentral spesialis mata
– Ulkus kornea bakterialis – Pengobatan tergantung
penyebabnya, diberikan obat
– Ulkus kornea fungi tetes mata yang mengandung
– Ulkus kornea virus antibiotik, anti virus, anti
– Ulkus kornea acanthamoeba jamur,
2.Ulkus kornea perifer – sikloplegik
– Mengurangi reaksi
– Ulkus marginal
peradangan dengan steroid.
– Ulkus mooren (ulkus – Berikan analgetik jika nyeri
serpinginosa kronik/ulkus
– Jangan menggosok-gosok
roden) mata yang meradang
– Peripheral ulcerative keratitis – Mencegah penyebaran infeksi
(PUK) dengan mencuci tangan
Fluorescein Staining (Test)
• Assessment of ocular surface integrity
• Fluorescein staining helps identify a corneal epithelial
defect.
• Frequently used to detect lesions of ocular surface owing to
its high degree of ionization, it neither penetrates the intact
corneal epithelium nor forms a firm bond with any vital
tissue.
• Instillation of dye in cul-de-sac allows determination of
corneal & conjunctival lesions such as abrasions ulcers &
edema & aids in detection of foreign bodies.
• Epithelial defect appears as vivid green fluorescence
Staining of corneal infiltrate
Keratitis varicella
• Bentuk infeksi primer pada mata dari virus Varicella
• Ciri khas: lesi pseudodendritik disertai lesi pada stroma kornea
dan uveitis
Keratitis marginal
• Keratitis non infeksius, sekunder setelah konjungtivitis bakteri, terutama Staphylococcus
• Keratitis ini merupakan hasil dari sensitisasi tubuh terhadap produk bakteri. Antibodi dari
pembuluh darah di limbus bereaksi dgn antigen yang terdifusi ke dalam epitel kornea
Keratitis bakteri
• Biasanya unilateral, terjadi pd org dengan penyakit mata sebelumnya atau mata
org yang menggunakan kontak lens
• Infiltrat stroma berwarna putih, edema stroma, pembentukan hipopion
Keratitis Herpes Simpleks
• Herpes simpleks virus (HSV) keratitis, sama dengan penyakit herpes simpleks
lainnya dapat ditemukan dalam dua bentuk: primer atau rekuren.
• Kebanyakan infeksi HSV pada kornea disebabkan oleh HSV tipe 1, namun
pada balita dan orang dewasa, dapat juga disebabkan oleh HSV tipe 2. Lesi
kornea yang disebabkan kedua virus tersebut tidak dapat dibedakan.
• Kerokan dari lesi epitel pada keratitis HSV mengandung sel-sel raksasa berinti
banyak.
• Virus dapat dibiakkan di dalam membran khorioallantoik embrio telur ayam
dan di dalam jaringan seperti sel-sel HeLa .
• Identifikasi akurat virus dilakukan menggunakan metode PCR
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007
• Tanda dan gejala:
– Infeksi primer biasanya berbentuk
blefarokonjungtivitis vesikular, kadang disertai
keterlibatan kornea. Umumnya self-limmited tanpa
menyebabkan kerusakan mata yang signifikan.
– Iritasi, fotofobia, peningkatan produksi air mata,
penurunan penglihatan, anestesi pada kornea,
demam.
– Kebanyakan unilateral, namun pada 4-6% kasus dapat
bilateral
– Lesi: Superficial punctate keratitis -- stellate erosion --
dendritic ulcer -- Geographic ulcer
• Dendritic ulcer: Lesi yang paling khas pd keratitis HSV.
Berbentuk linear, bercabang, tepi menonjol, dan memiliki
tonjolan di ujungnya (terminal bulbs), dapat dilihat dengan
tes flurosensi.
• Geographic ulcer. Lesi defek epitel kornea berbentuk spt
amuba
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007
Tatalaksana Keratitis Herpes Simpleks
• Tatalaksana:
– Dokter umum: RUJUK SEGERA
– Debridement
– Antivirus topikal, kortikosteroid (pertimbangan khusus)
– Trifluorothymidine 1% is given one drop every two hours (eight or nine doses
daily) and leads to healing in 89 percent after one week and 99 percent after
two weeks
– Topical ganciclovir 0.15% gel is given as one drop five times daily until
epithelial healing occurs and then three times daily for one week.
– Oral acyclovir, 400 mg five times daily, is equivalent to topical treatment and
avoids corneal epithelial toxicity
– Other oral antiviral drugs, such as valacyclovir, famciclovir, and ganciclovir are
thought to be effective for ocular infection
– Bedah
– Mengontrol reaktivasi HSV: hindari demam, pajanan sinar matahari
berlebihan, imunosupresi, dll
Slit lamp photo demonstrating classic epithelial dendrites in our
patient after fluorescein staining.
Herpes Zooster Ophtalmicus
• First described by Hutchinson in 1865
• Involves the reactivation of VZV in the trigeminal ganglia with
ophthalmic involvement
• Accounts for 10%-25% of zoster episodes
– Nasociliary branch of the ophthalmic nerve innervates the skin of the
eyelids, conjunctiva, sclera, cornea, iris, choroid, and the tip of the
nose
• Hutchinson’s sign Signs
– Presence of vesicles at the • External
side of the tip of the nose
– Lid edema and vesicles
– Indicator of nasociliary – Conjunctival hyperemia
involvement
– Episcleritis and scleritis
– Associated with a 50-76%
chance of ocular – Cornea
complications • Punctate epithelial keratitis
• Pseudodendrites
– The risk lowers to 34%
• Anterior stromal infiltrates
without nasociliary
• Keratouveitis
involvement
• Uveitis
Figure 1A
Shaikh S, Cristopher N. Evaluation and Management of Herpes zooster ophtalmicus. (Am Fam Physician 2002;66:1723-30,1732.
Ulkus Kornea Jamur
• Indolen, disertai infiltrat kelabu, sering dgn hipopion,
peradangan nyata bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi satelit.
• The most common pathogens are Fusarium and Aspergillus
(filamentous fungi) in warmer climates and Candida (a yeast) in
cooler climates.
Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.
Ulkus Kornea Jamur
Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi).
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas ; dasar – teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata, sidarta Ilyas
HIPERMETROPIA
• Pengobatan : Pemberian lensa sferis
positif akan meningkatkan kekuatan
refraksi mata sehingga bayangan
akan jatuh di retina
• koreksi dimana tanpa siklopegia
didapatkan ukuran lensa positif
maksimal yang memberikan tajam
penglihatan normal (6/6), hal ini
untuk memberikan istirahat pada
mata.
• Jika diberikan dioptri yg lebih kecil,
berkas cahaya berkonvergen namun
tidak cukup kuat sehingga bayangan
msh jatuh dibelakang retina,
akibatnya lensa mata harus
berakomodasi agar bayangan jatuh
tepat di retina.
• Contoh bila pasien dengan +3.0 atau
dengan +3.25 memberikan tajam
penglihatan 6/6, maka diberikan
kacamata +3.25
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
BENTUK HIPERMETROPIA
• Hipermetropia total = laten + manifest
– Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia
• Hipermetropia manifes = absolut + fakultatif
– Yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal dengan hasil visus 6/6
– Terdiri atas hipermetropia absolut + hipermetropia fakultatif
– Hipermetropia ini didapatkan tanpa siklopegik
• Hipermetropia absolut :
– “Sisa”/ residual dari kelainan hipermetropia yang tidak dapat diimbangi
dengan akomodasi
– Hipermetropia absolut dapat diukur, sama dengan lensa konveks terlemah
yang memberikan visus 6/6
• Hipermetropia fakultatif :
– Dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi sepenuhnya dengan
akomodasi
– Bisa juga dikoreksi oleh lensa
– Dapat dihitung dengan mengurangi nilai hipermetrop manifes – hipermetrop
absolut
• Hipermetropia laten:
– Hipermetropia yang hanya dapat diukur bila diberikan siklopegia
– bisa sepenuhnya dikoreksi oleh tonus otot siliaris
– Umumnya lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan dewasa.
– Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten, makin tua akan
terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi fakultatif
dan kemudia menjadi absolut
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas & Manual of ocular diagnosis and therapy
• Contoh pasien hipermetropia, 25 tahun, tajam penglihatan
OD 6/20
– Dikoreksi dengan sferis +2.00 tajam penglihatan OD 6/6
– Dikoreksi dengan sferis +2.50 tajam penglihatan OD 6/6
– Diberi siklopegik, dikoreksi dengan sferis +5.00 tajam penglihatan
OD 6/6
ARTINYA pasien memiliki:
– Hipermetropia absolut sferis +2.00 (masih berakomodasi)
– Hipermetropia manifes Sferis +2.500 (tidak berakomodasi)
– Hipermetropia fakultatif sferis +2.500 – (+2.00)= +0.50
– Hipermetropia laten sferis +5.00 – (+2.50) = +2.50
A S T I G M AT I S M E
ASTIGMATISME - DEFINISI
• Ketika cahaya yang
masuk ke dalam
mata secara paralel
tidak membentuk
satu titik fokus di
retina.
http://www.mastereyeassociates.com/Portals/60407/images//astig
Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry matism-Cross_Section_of_Astigmatic_Eye.jpg
ASTIGMATISME
• Kornea seharusnya berbentuk hampir sferis
sempurna (bulat) pada astigmat kornea
berbentuk seperti bola rugby.
• Bagian lengkung yang paling landai dan yang
paling curam mengakibatkan cahaya
direfraksikan secara berbeda dari kedua
meridian mengakibatkan distorsi bayangan
• Kekuatan refraksi pada horizontal plane
memproyeksikan gambar/ garis vertikal.
• Kekuatan refraksi pada vertical plane
memproyeksikan gambar/ garis horizontal.
• The amount of astigmatism is equal to the
difference in refracting power of the two
principal meridians
http://www.improveeyesighthq.com/Corrective-Lens-Astigmatism.html
Klasifikasi Astigmatisme Berdasarkan Kedudukan Titik Bayangan
http://www.improveeyesighthq.com/Corrective-Lens-Astigmatism.html
Toric/Spherocylinder lens pada koreksi
Astigmatisme
http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/graphics/figures/v1/051a/010f.gif
http://vision.zeiss.com/content/dam/Vision/Vision/International/images/image-text/opticaldesigns_asphere_atorus_atoroidal-surface_500x375.jpg
TIPS & TRIK
• Rumus hapalan ini bisa digunakan untuk menentukan jenis jenis
astigmatisme berdasarkan kedudukannya di retina kalau disoal
diberikan rumus astigmatnya sbb
1. sferis (-) silinder (-) pasti miop kompositus
2. Sferis (+); silinder (+) pasti hipermetrop kompositus
3. Sferis (tidak ada); silinder (-) pasti miop simpleks
4. Sferis (tidak ada); silinder (+) pasti hipermetrop simpleks
Cara transposisi:
• To convert plus cyl to minus cyl:
– Add the cylinder power to the sphere power
– Change the sign of the cyl from + to –
– Add 90 degrees to the axis is less than 90 or subtract 90 if the original axis is
greater than 90.
• To convert minus cyl to plus cyl:
– add the cylinder power to the sphere
– Change the sign of the cylinder to from - to +
– Add 90 to the axis if less than 90 or subtract if greater than 90
Cataract
• Any opacity of the lens or loss of transparency of the lens that causes
diminution or impairment of vision
• Classification : based on etiological, morphological, stage of maturity
• Etiological classification :
Senile
Traumatic (penetrating, concussion, infrared irradiation, electrocution)
Metabolic (diabetes, hypoglicemia, galactosemia, galactokinase deficiency,
hypocalcemia)
Toxic (corticosteroids, chlorpromazine, miotics, gold, amiodarone)
Complicated (anterior uveitis, hereditary retinal and vitreoretinal disorder, high myopia,
intraocular neoplasia)
Maternal infections (rubella, toxoplasmosis, CMV)
Maternal drug ingestion (thalidomide, corticosteroids)
Presenile cataract (myotonic dystrophy, atopic dermatitis)
Syndromes with cataract (down’s syndrome, werner’s syndrome, lowe’s syndrome)
Hereditary
Secondary cataract
Cataract
• Morphological classification : • Sign & symptoms:
Capsular – Near-sightedness (myopia
Subcapsular shift) Early in the
Nuclear development of age-related
cataract, the power of the
Cortical lens may be increased
Lamellar – Reduce the perception of
Sutural blue colorsgradual
• Chronological classification: yellowing and opacification of
Congenital (since birth) the lens
Infantile ( first year of life) – Gradual vision loss
Juvenile (1-13years) – Almost always one eye is
Presenile (13-35 years) affected earlier than the
other
Senile
– Shadow test +
Morfologi Katarak Senilis
KATARAK-SENILIS
• Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang • 4 stadium: insipien, imatur (In some patients, at
terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 this stage, lens may become swollen due to
tahun
continued hydration ‘intumescent cataract’),
matur, hipermatur
• Epidemiologi : 90% dari semua jenis katarak • Gejala : distorsi penglihatan, penglihatan
• Etiologi :belum diketahui secara pasti kabur/seperti berkabut/berasap, mata tenang
multifaktorial: • Penyulit : Glaukoma, uveitis
Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan • Tatalaksana : operasi (ICCE/ECCE),
pengaruh genetik phacoemulsification
Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi
yang sangat kuat mempunyai efek buruk
terhadap serabu-serabut lensa.
Faktor imunologik
Gangguan yang bersifat lokal pada lensa,
seperti gangguan nutrisi, gangguan
permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi
cahaya matahari.
Gangguan metabolisme umum
Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan
Lokasi
Katarak nuklear
• kekeruhan terutama pada nukleus • Akibat myiopic shift,individu dengan
dibagian sentral lensa. presbiopia dapat membaca tanpa
• Terjadi akibat sklerosis nuklear; kacamata (disebut penglihatan
nukleus cenderung menjadi gelap kedua/second sight).
dan keras (sklerosis), berubah dari • Menyebabkan gangguan yang lebih besar
jernih menjadi kuning sampai coklat. pada penglihatan jauh daripada
• Biasanya mulai timbul sekitar usia 60- penglihatan dekat
70 tahun dan progresivitasnya • Bisa terjadi pada pasien diabetes melitus
lambat. dan miopia tinggi
• Pengerasan yang progresif dari • Bisa timbul diplopia monokular (akbibat
nukleus lensa peningkatan indeks perubahan mendadak indeks refraksi
refraksi lensa terjadi perpindahan antara korteks dan nuklear) dan
miopik (myopic shift), dikenal sbg gangguan diskriminasi warna (terutama
miopia lentikularis. biru dan ungu, akibat kuningnya lensa)
Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan
Lokasi
Katarak kortikal
• Kekeruhan pada korteks lensa ( bisa di • Gejala katarak kortikal adalah
daerah anterior, posterior dan equatorial fotofobia dari sumber cahaya
korteks) fokal yang terus-menerus dan
• Muncul pada usia 40-60 tahun dan diplopia monokular
progresivitasnya lambat. • Kekeruhan dimulai dari celah dan
• Terdapat wedge-shape opacities/cortical vakoula antara serabut lensa oleh
spokes atau gambaran seperti ruji. karena hidrasi oleh korteks.
• Efeknya terhadap fungsi penglihatan • Disebabkan oleh berkurangnya
bervariasi, tergantung dari jarak protein total, asam amnio, dan
kekeruhan terhadap aksial penglihatan
kalium yang dihubungkan dengan
• Katarak kortikal umumnya tidak memberi peningkatan konsentrasi natrium
gejala sampai tingkat progresifitas lanjut dan hidrasi lensa, diikuti oleh
ketika jari-jari korteks membahayakan axis koagulasi protein.
penglihatan (penglihatan dirasakan lebih
baik pada cahaya terang ketika pupil
miosis.)
Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan
Lokasi
Katarak subkapsular posterior
(katarak cupuliformis)
• Terdapat pada korteks di dekat kapsul • Kadang mengalami diplopia
posterior bagian sentral dan biasanya di monokular.
aksial.
• Sering terlihat pada pasien
• Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 yang lebih muda dibandingkan
tahun dan progresivitasnya cepat.
dengan pasien katarak nuklear
• Sejak awal, menimbulkan gangguan
/ kortikal.
penglihatan karena adanya keterlibatan
sumbu penglihatan. • Sering ditemukan pada pasien
• Gejala yang timbul adalah fotofobia dan DM, miopia tinggi dan retinitis
penurunan visus dibawah kondisi cahaya pigmentosa, akibat trauma,
terang, akomodasi, atau miotikum. penggunaan kortikosteroid
• Penglihatan dirasakan lebih baik ketika sistemik atau topikal,
pupil midriasis pada malam hari dengan inflamasi, dan paparan radiasi
cahaya yang suram (day blindness) ion.
• Ketajaman penglihatan dekat menjadi
lebih berkurang daripada penglihatan
jauh.
BEDAH KATARAK
Lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau
ekstrakapsular:
• Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK) :
Mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsulnya
Tidak boleh dilakukan pada pasien usia <40thn, yang masih mempunyai
ligamen hialoidea kapsular
• Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK):
Dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dapat keluar melalui robekan tersebut
Dilakukan pada pasien muda, dengan kelainan endotel, bersama-sama
keratoplasti, implantasi lensa intraokuler posterior, perencanaan implastasi
sekunder lensa intraokuler, kemungkinan akan dilakukan bedah glaukoma,
mata dengan predisposisi terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya pasien
mengalami ablasio retina, mata dengan makular edema, pasca bedah ablasi.
• Fakofragmentasi dan Fakoemulsifikasi : teknik ekstrakapsular menggunakan
getaran ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi
lumbus yang kecil
http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v3/ch013/005f.html
Hypertensive Retinopathy – Classification
Grade 2
Hypertensive Retinopathy Grade 3 –
Diagnostic Techniques & Signs
Early malignant
Dot and blot haemorrhages
Hard and soft exudates
Diffuse arteriolar narrowing
Arterio-venous crossing defects
Hypertensive Retinopathy Grade 4 –
Diagnostic Techniques & Signs
Advanced malignant
Macular star
Pailloedema
http://www.theeyepractice.com.au/optometrist-sydney/high_blook_pressure_and_eye_disease
Defini dan gejala
ARMD Degenerasi makula terkait usia. Penyebab pasti belum diketahui.
Insidens meningkat pada usia > 50 tahun. Predominansi pada wanita,
riwayat keluarga, dan riwayat merokok. Gangguan penglihatan sentral
(mata kabur, distorsi atau skotoma). Ditandai oleh atrofi dan
degenerasi retina bagian luar, epitel pigmen retina, membran Bruch,
dan koriokapilaris dengan derajat bervariasi. Funduskopi: drusen
(endapan putih, kuning, bulat, diskret tersebar di seluruh makula
dan kutub posterior). Tatalaksana bisa berupa Antioksidan serta
Fotokoagulasi laser
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
OKLUSI ARTERI DAN
OKLUSI VENA RETINA
OKLUSI ARTERI RETINA
• Kelainan retina akibat sumbatan Gejala Klinis:
akut arteri retina sentral yang • Visus hilang mendadak tanda nyeri
ditandai dengan hilangnya • Amaurosis Fugax (transient visual
penglihatan mendadak. loss)
• Predisposisi • Lebih sering laki-laki diatas 60thn
– Usia > 50 th
– Emboli paling sering • Fase awal setelah obstruksi
• hipertensi, aterosclerosis, penyakit
gambaran fundus normal.
katup jantung, trombus pasca MCI, • Setelah 30 menit retina
tindakan angiografi,
polusposterior pucat kecuali di
– Penyakit spasme pembuluh darah daerah foveola dimana RPE dan
karena endotoksin
• keracunan alkohol, tembakau, timah
koroid dapat terlihat Cherry
hitam Red Spot
– Trauma • Setelah 4-6 minggu : fundus
• frakturorbita normal kembali kecuali arteri
– Koagulopati halus, dan berakhir papil atropi
• kehamilan, oral kontrasepsi
– Neuritis optik, arteritis, SLE
Kuliah SUB BAG. VITREORETINA
ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN
Kuliah SUB BAG. VITREORETINA
ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN
Penatalaksanaan :
• Tx berkaitan dengan • Gradient perfusion
penyakit sistemik pressure :
• Untuk memperbaiki visus – Parasentesis sumbatan di
harus waspada sebab 90 bawah 1 jam 0,1 – 0,4cc
menit setelah sumbatan – Masase bola mata (dilatasi
kerusakan retina arteri retina)
ireversible. – ß blocker
– acetazolamide
• Prinsip “gradient – Streptokinase (fibrinolisis)
perfusion pressure”
(menurunkan TIO secara – Mixtur O2 95% dengan
CO2 5% (vasodilatasi)
mendadak sehingga
terjadi referfusi dengan
menggeser sumbatan)
Oklusi arteri Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan
sentral emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant
retina cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara
oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang
memperlihatkan bercak merah cherry(cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang
timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus
mendadak biasanya disebabkan oleh emboli
Oklusi vena Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan
sentral penglihatan hilang mendadak.
retina Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke
4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil
Ablatio suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Gejala:floaters,
retina photopsia/light flashes, penurunan tajam penglihatan, ada semacam tirai tipis berbentuk
parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah hingga menutup
Perdarahan Perdarahan pada selaput vitreous sampai ke dalam vitreous. Gejala: penglihatan buram
vitreous tiba-tiba, peningkatan floaters,dan kilatan cahaya
XF (Xeroftalmia fundus)
Pemeriksaan Penunjang
• A serum retinol study is a costly • The serum retinol level may be
but direct measure using high- low during infection because of a
performance liquid transient decrease in the RBP.
chromatography. • A zinc level is useful because zinc
– A value of less than 0.7 mg/L in deficiency interferes with RBP
children younger than 12 years is production.
considered low.
• A serum RBP study • An iron panel is useful because
iron deficiency can affect the
– easier to perform and less metabolism of vitamin A.
expensive than a serum retinol
study, because RBP is a protein and • Albumin levels are indirect
can be detected by an measures of vitamin A levels.
immunologic assay.
• Obtain a complete blood count
– RBP is also a more stable (CBC) with differential if anemia,
compound than retinol
– However, RBP levels are less
infection, or sepsis is a possibility.
accurate, because they are
affected by serum protein
concentrations and because types
of RBP cannot be differentiated.
Therapy and Prevention
• For treatment of xerophthalmia, vitamin A is given in three doses at
the age-specific doses:
– Infants < 6 months of age: 50,000 international units orally
– Infants 6 to 12 months of age: 100,000 international units orally
– Children >12 months: 200,000 international units orally
– Adolescent and adults is 200,000 international units orally
http://www.huidziekten.nl/zakboek/dermatosen/htxt/Hordeolum.htm
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia:
McGraw-Hill, 2007.
B L E FA R I T I S
Blepharitis
• Terdiri dari blefaritis anterior dan • Blefaritis posterior:
posterior • peradangan palpebra akibat difungsi
• Blefaritis anterior: radang kelenjar meibom bersifat kronik dan
bilateral kronik di tepi palpebra bilateral
– Blefaritis stafilokokus: sisik • Kolonisasi stafilokokus
kering, palpebra merah, • Terdapat peradangan muara meibom,
terdapat ulkus-ulkus kecil sumbatan muara oleh sekret kental
sepanjang tepi palpebra, bulu • Blefaritis Angularis
mata cenderung rontok – Infeksi Staphyllococcus pada tepi
antibiotik stafilokokus kelopak di sudut kelopak atau kantus
– Blefaritis seboroik: sisik – Gangguan pada fungsi pungtum
berminyak, tidak terjadi lakrimal, rekuren, dapat menyumbat
ulserasi, tepi palpebra tidak duktus lakrimal sehingga mengganggu
begitu merah fungsi lakrimali
– Blefaritis tipe campuran
Blepharitis
• Inflammation of the eyelids Physical examination:
• Signs and symptoms: • Skin erythema, papules, pustules
(rosacea)
– Redness/irritation • Eyelids abnormal eyelid position,
– Burning/tearing hyperemia, ulceration, scaling,
scarring
– Itching • Eyelashes malposition/
– Crusting of eyelashes misdirection, loss, pediculosis nits,
– Loss of eyelashes (madarosis_ cylindrical sleeves, collarettes
• Tarsal conjunctiva
– Eyelid sticking dilation/inflammation of meibomian
– Blurring/fluctuating vision glands, capping of meibomian
orifices, papillary/folicular reaction
– Contact lens intolerance • Bulbar conjunctiva hyperemia,
– Photophobia phylctenules, follicles
– Increased frequency of blinking • Cornea epithelial defect, edema,
infiltrates
• Etiologi : 2 macam bahan yaitu yang bersifat asam (pH < 7) dan yang
bersifat basa (pH > 7,6).
• Pemeriksaan Penunjang :
Kertas Lakmus : cek pH berkala
Slit lamp : cek bag. Anterior mata dan lokasi luka
Tonometri
Funduskopi direk dan indirek
http://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/trauma-kimia-pada-mata.pdf
Klasifikasi Trauma Kimia
Derajat I Derajat II
• Prognosis baik. • Prognosa baik
• Terdapat erosi epitel kornea • Pada kornea terdapat kekeruhan
(kornea Jernih) yang ringan. kornea berkabut
• Tidak ada iskemia dan nekrosis dengan gambaran iris yang masih
kornea. ataupun konjungtiva terlihat
• Iskemia < 1/3 limbus
Klasifikasi Trauma Kimia
https://www.aao.org/eyenet/article/treating-acute-chemical-injuries-of-cornea
Tatalaksana Trauma Kimia Mata
• A mild topical antibiotic ointment such as bacitracin or erythromycin typically
is prescribed, along with preservative-free artificial tears as needed.
Grade 1 • A topical steroid such as prednisolone acetate, applied four times a day for
approximately a week, is usually sufficient to control inflammation and
facilitate re-epithelialization.
• For comfort, a topical cycloplegic agent three times a day is often sufficient.
• For more severe burns, the control of inflammation in the acute phase,
particularly the first week after injury, is of utmost importance.
Grade 2-4 • Hourly application of topical prednisolone acetate 1 percent is recommended
while the patient is awake for the first seven to 10 days. This should be rapidly
tapered between days 10 and 14 to minimize the risk of corneal melting.
https://www.uptodate.com/contents/corneal-abrasions-and-corneal-foreign-bodies-management
https://www.racgp.org.au/afp/2017/march/managing-corneal-foreign-bodies-in-office-based-general-practice/
Setelah Prosedur
• Antibiotic ointment such as chloramphenicol 0.5%
should be instilled and a double eye pad applied, with
the inner one doubled over in a manner that the eyelid
cannot be opened.
https://www.racgp.org.au/afp/2017/march/managing-corneal-foreign-bodies-in-office-based-general-practice/
HIFEMA
Hifema
• Kondisi ketika darah masuk terkumpul pada bilik mata
depan, antara kornea dan iris
• Paling sering disebabkan ruptur pembuluh darah iris atau
badan siliaris anterior
• Bisa terjadi perdarahan sekunder dalam 3-5 hari setelah
kejadian karena lisis bekuan darah serta retraksi pada
pembuluh darah
• Diagnosis:
1. Penurunan tajam penglihatan mendadak tergantung derajat hifema
2. Ditemukan darah pada bilik mata depan, bisa dengan pemeriksaan slit
lamp
3. Gonioskopi untuk menilai luas trauma bisa ditunda sampai setelah fase
akut 5 hari
Penanganan Hifema
Tujuan penanganan:
1. Cegah trauma mata berulang dan perdarahan
ulang
2. Membantu mengurangi darah dari aksis
penglihatan
3. Kontrol uveitis anterior traumatic
4. Monitor untuk menginisiasi pencegahan atau
penanganan pada galukoma sekunder hingga
corneal blood staining
Pasien rawat jalan atau rawat inap?
• Rawat jalan
– Kooperatif, hifema ringan derajat 2 atau kurang
dari derajat 2, tidak ada kondisi sickle cell disease
• Rawat inap
– Bisa dilakukan pada semua pasien yang tidak
memenuhi kriteria diatas atau sulit merawat
luka/tanpa dukungan keluarga yang merawat
Referensi: https://www.aao.org/focalpointssnippetdetail.aspx?id=248e1998-310a-4f6a-b6a9-b470c60c9773
Tata Laksana Hifema Traumatik
• Tangani
– life-threatening (pada kasus trauma)
– Vision-theatening:
• Orbital Compartment Syndrome proptosis, penurunan visus
signifikan, perdarahan subkonjungtiva luas, kelopak mata tegang,
defek pupil aferen, kimosis, penurunan retropulsi Canthotomy
• Ruptur bola mata tutup bola mata, obat anti nyeri dan anti
mual-muntah untuk mencegah keluarnya isi okular Operasi
repair
• Tutup mata + lampu redup
– cegah akomodasi berlebih
• Bedrest & Elevasi kepala 30 derajat
• Cegah mual-muntah
– menghindari peningkatan TIO
• Obat nyeri topikal (ex: proparacaine 0,5%), bila kurang
dapat ditambahkan antinyeri sistemik
Andreoli CM, Gardiner MF. Traumatic hyphema: Management. Uptodate: 2018.
Tatalaksana Hifema Traumatik
• Kortikosteroid topical Dexametason 0.1% atau Prednisolon acetate 1% 4x1
gtt
• Tujuan:
• untuk stabilisasi blood ocular barrier menurunkan risiko perdarahan ulang
• inhibisi langsung fibrinolysis,
• mengurangi inflamasimencegah sinekia posterior
• Sikloplegik Atropine sulfate 1% 1-2 gtt
• Bila tidak ada ruptur bola mata
• Tujuan:
• untuk mengurangi gerak struktur intraokuler,
• mencegah sinekia posterior, dan spasme siliar yang terkait iritis
• Penggunaan antifibrinolitik untuk 5 hari Asam traneksamat 3x25 mg/kgBB
tidak lebih dari 1.5 gram/hari
• masih kontroversial, namun berpotensi menurunkan perdarahan ulang
• Analgesikhindari NSAID serta aspirin, bisa gunakan acetaminophene 500-
1000 mg p.o tiap 6 jam
• Paracentesis bila tidak respon dengan medikamentosa
Referensi: https://www.aao.org/focalpointssnippetdetail.aspx?id=248e1998-310a-4f6a-b6a9-b470c60c9773
• Monitor TIO harian
– bila hipertensi, terapi menekan aliran aquous humor
• ex: beta adrenergik bloker topikal (timolol) dan karbonik
anhidrase inhibitor topikal (dorzolamide) atau tambahkan
oral asetazolamide/methazolamide bila efek topikal tidak
adekuat
– Rujuk untuk intervensi dan pemberian manitol bila
hipertensi intraokular tidak terkontrol:
• > 50 mmHg selama 5 hari atau
• >35 mmHg selama 7 hari atau
• Pasien dengan hemoglobinopati
• >25 mmHg selama >24 jam
• Hipertensi intraokular, hifema Grade III dan IV lebih dari
10 hari, early corneal blood staining
• evakuasi clot dengan pembedahan
• Rujuk
• pada sindrom kompartemen orbital, ruptur bola mata, hifema
grade III-IV, hifema pada pasien risiko perdarahan, hifema
dengan peningkatan TIO Andreoli CM, Gardiner MF. Traumatic hyphema:
clinical feature and diagnosis. Uptodate: 2018.