Anda di halaman 1dari 43

SKLERITIS

By: Rivia Intan Suryandani


Sklera

– Sklera memiliki fungsi dalam menyediakan sistem perlindungan


terhadap komponen intraokuler.

– Sklera merupakan pembungkus ocular yang bersifat viskoelastis


yang memungkinkan pergerakan bola mata tanpa menimbulkan
deformitas otot-otot perggeraknya
Berwarna putih
opaq, tidak
tembus cahaya
Menyusun 5/6
bagian posterior Menerima
mata, dengan rangsang dari n.
ketebalan 0.3-1 silisaris posterior
mm

Berakhir di
kanalis opticus
dan berlanjut
Sklera Tersusun atas
jaringan ikat
kolagen, fibrosa
jadi duramater dan proteoglikan

Tanpa
Pelindung
vaskularisasi,
komponen
menerima
intraokular,
rangsang dari
bersifat
vasa yg
viskoelastis
berdekatan
SKLERITIS
 Skleritis adalah peradangan pada lapisan sklera yang ditandai dengan adanya infiltrasi seluler,

destruksi kolagen, dan remodelling vaskuler.

 Skleritis biasanya terjadi bersama dengan penyakit sistemik, yaitu penyakit autoimun

(rheumatoid arthritis, SLE, dll), penyakit granulomatosa dan infeksi (TB, sifilis, herpes zooster,

dll), namun bisa juga terjadi secara idiopatik.

 Terjadi bilateral

 Wanita > pria

 Timbul pada dekade ke 5 atau 6 kehidupan.


Etiologi
Patofisiologi

• Inflamasi yang mempengaruhi sklera berhubungan erat dengan penyakit imun

sistemik dan penyakit kolagen pada vaskular. Interaksi tersebut adalah bagian dari

sistem imun aktif dimana dapat menyebabkan kerusakan sklera akibat deposisi

kompleks imun pada pembuluh di episklera dan sklera yang menyebabkan perforasi

kapiler dan venula post kapiler dan respon imun sel perantara.

• Inflamasi dari sklera bisa berkembang menjadi iskemia dan nekrosis yang akan

menyebabkan penipisan pada sklera dan perforasi dari bola mata.


Gejala dan Tanda
 Mata merah

 Tekanan intraokular dapat sedikit meningkat

 Nyeri; disebabkan dari stimulasi langsung dan peregangan ujung saraf akibat adanya
inflamasi), Karakteristik nyeri pada skleritis yaitu nyeri terasa berat, nyeri tajam menyebar
ke dahi, alis, rahang dan sinus, pasien terbangun sepanjang malam, kambuh akibat
sentuhan.

 Fotofobia tanpa disertai sekret mukopurulen

 Penurunan visus; disebabkan oleh perluasan dari skleritis ke struktur yang berdekatan
yaitu dapat berkembang menjadi keratitis, uveitis, glaucoma, katarak dan fundus yang
abnormal.
– Klasifikasi

Diffus (40%)

Non-necrotizing

Nodular (44%)

Anterior
Necrotizing with
Skleritis Inflamatory
Necrotizing (10%)
Posterior (2%)
(14%) Necrotizing
without
Inflamatory (4%)
Klasifikasi

Anterior Posterior

Anterior
Diffuse anterior scleritis
 Peradangan yang meluas pada seluruh permukaan sklera.

 Gejala klinis yang muncul berupa rasa tidak nyaman pada mata, disertai berbagai

derajat inflamasi dan fotofobia. Terdapat pelebaran pembuluh darah balik yg difus.

Treatment : • Oral NSAIDs

• Oral steroids jika tidak membaik


Nodular anterior non-necrotizing scleritis
Lebih serius daripada diffuse scleritis

Scleral nodule tidak dapat bergerak dari j


nodular episcleritis aringan di bawahnya

Treatment – sama dengan diffuse non-necrotizing scleritis


Anterior necrotizing scleritis with inflammation
• Nyeri dan berat
• Komplikasi - uveitis, keratitis, katarak dan glaukoma
Progression

Avascular patches Scleral necrosis dan Nekrosis yang menyebar


visibility of uvea dan berkonsolidasi

Treatment
• Oral steroids
• Immunosuppressive agents (cyclophosphamide, azathioprine, cyclosporin)
• Kombinasi intravenous steroids dan cyclophosphamide jika tidak sembuh
• berkaitan dengan rheumatoid arthritis
• Asymptomatic dan tidak dapat diterapi

Penipisan Progressive scleral dengan exposure underlying uvea


Necrotizing anterior scleritis without inflammation
 Biasa terjadi pada pasien yang sudah lama menderita rheumatoid arthritis.
 Dikenal sebagai skleromalasia perforans
 Dikatakan “without inflammation” karena klinisnya berbeda dari skleritis,
peradangan lebih minimal, namun tekanan intraokuler bisa terus meningkat,
jika keadaan terus berlanjut bisa menyebabkan perforasi karena penipisan
dari sklera.
Posterior Scleritis

 43% kasus skleritis posterior didiagnosis bersama dengan skleritis anterior

 Biasanya skleritis posterior ditandai dengan rasa nyeri dan penurunan kemampuan melihat.

 Dari pemeriksaan objektif: perubahan fundus, adanya perlengketan massa eksudat di sebagian
retina, perlengketan cincin koroid, udem nervus optikus dan udem makular.

 Inflamasi skleritis posterior yang lanjut dapat menyebabkan ruang okuli anterior dangkal,
proptosis, pergerakan ekstra ocular yang terbatas dan retraksi kelopak mata bawah. Terdapat
perataan dari bagian posterior bola mata, penebalan lapisan posterior mata (koroid dan sklera),
dan edema retrobulbar.
Posterior scleritis
• 20% dari kasus skleritis
• 30% pasien memiliki penyakit sistemik
• Terapi sama dengan necrotizing scleritis with inflammation

Tanda
Proptosis dan Discus swelling Exudative retinal
ophthalmoplegia detachment

Ring choroidal
detachment Choroidal folds Subretinal exudation
 Pemeriksaan skleritis posterior

– Dapat ditemukan tahanan gerakan mata, sensitivitas pada palpasi


dan proptosis

– Pemeriksaan funduskopi  papiledema, lipatan koroid dan


perdarahan atau ablation retina
Penebalan dan edema sklera dan injeksi
yang meluas
Pelebaran pembuluh darah sklera yang tidak mengecil
dengan pemberian fenilefrin 2,5% topikal
Hanya ditemukan injeksi vaskular ringan di
segmen anterior
B-Scan Ultrasonography pada skleritis posterior menunjukkan adanya akumulasi cairan
pada kapsul tenon
Diagnosis
Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan
Fisik Penunjang
Anamnesis

 Mata merah
 Mata berair
 Rasa nyeri (tersering, indikator inflamasi aktif)
Timbul dari stimulasi langsung dan peregangan ujung saraf akibat adanya inflamasi.
Karakteristik nyeri terasa berat, nyeri tajam menyebar ke dahi, alis, rahang dan sinus,
pasien terbangun sepanjang malam, kambuh akibat sentuhan.
 Fotofobia
 Spasme
 Penurunan ketajaman penglihatan.
 Necrotizing anterior scleritis with inflammation

 mengeluhkan rasa nyeri yang hebat disertai tajam


penglihatan yang menurun, bahkan dapat terjadi
kebutaan.

 Non-necrotizing scleritis

 Tajam penglihatan biasanya tidak akan terganggu,


kecuali bila terjadi komplikasi seperti uveitis.
 Riwayat penyakit dahulu:
– Penyakit vascular atau penyakit jaringan ikat.

– Penyakit infeksi

– Penyakit miscellaneous (atopi, gout, trauma kimia, rosasea)

– Trauma tumpul atau trauma tajam pada mata

– Obat-obatan seperti pamidronate, alendronate, dll

– Post pembedahan pada mata


Pemeriksaan Fisik

– Pemeriksaan tajam penglihatan

– Pemeriksaan Umum

– Pemeriksaan Sklera

– Pemeriksaan dengan Slit-lamp

– Funduskopi
Pemeriksaan Fisik dan Ofthalmologi

 Pemeriksaan tajam penglihatan

– Visus normal atau menurun

– Gangguan visus lebih jelas pada skleritis posterior

 Pemeriksaan umum pada kulit, persendian, jantung, dan paru-paru

dapat dilakukan  apabila dicurigai adanya penyakit sistemik.


 Pemeriksaan sclera

– Sklera tampak difus, merah kebiru-biruan

– Setelah beberapa peradangan, akan terlihat daerah


penipisan sklera

– Area berwarna hitam, abu-abu, atau coklat yang dikelilingi


oleh peradangan aktif  menandakan proses nekrosis.
– Apabila proses berlanjut  area tersebut menjadi avaskuler
 menghasilkan sequester berwarna putih di tengah dan di
kelilingi oleh lingkaran berwarna hitam atau coklat gelap.
 Pemeriksaan slit-lamp

– Untuk menentukan adanya keterlibatan secara menyeluruh atau segmental.

– Injeksi yang meluas  ciri khas dari diffuse anterior scleritis.

– Pada skleritis  kongesti maksimum terdapat dalam jaringan episkleral bagian dalam dan beberapa pada
jaringan episklera superficial.
– Sudut posterior dan anterior terdorong maju atau bergeser ke
depan karena adanya edema pada sclera dan episklera.

– Penggunaan lampu hijau dapat membantu mengidentifikasi


area avaskuler pada sclera

– Pemeriksaan kelopak mata untuk kemungkinan blefaritis atau


konjungtivitis dapat dilakukan.
Pemeriksaan Penunjang
– Pemeriksaan darah lengkap dan laju endap darah

– Faktor rheumatoid dalam serum

– Antibodi antinuklear serum (ANA)

– Serum antineutrophil cytoplasmic antibodies (ANCA)

– PPD (Purified protein derivative/mantoux test), rontgen toraks

– Serum FTA-ABS, VDRL

– Serum asam urat

– B-Scan Ultrasonography dapat membantu mendeteksi adanya skleritis


Diagnosa Banding

 Episkleritis
No. PENYAKIT DEFINISI ETIOLOGI TANDA & GEJALA PEMERIKSAAN PENATALAKSANAAN

MATA MERAH; VISUS NORMAL; TIDAK KOTOR/BELEK

1. Episkleritis Reaksi radang Reaksi hipersensitivitas terhadap Mata terasa kering,sakit mata Mengecil bila diberi efrin Vasokonstriktor.
jaringan ikat penyakit sistemik-TB,RA,SLE,lues ringan,mengganjal,kemotik. 2.5% topikal. Keadaaan
vaskular yang etc. berat:kortikosteroid
antara konjungtiva Gambaran khusus berupa benjolan batas tegas dan tetes, sistemik atau
dan sklera. warna merah ungu di bawah konjungtiva. Bila salisilat.
benjolan ini ditekansakit mata dan menjalar ke
sekitar mata.

2. Skleritis Radang pada Kelainan sistemik. Penyakit Sakit mata yang hebat menyebar ke dahi, alis dan Antiinflamasi steroid
skelera. Penyulit jaringan ikat,sifilis, dan gout. dagu hingga terbangun tidur. atau nonsteroid atau
episkleritis. Kadang2 TB, pseudomonas, obat imunosupresif.
sarkoidosis, hipertensi, benda Mata merah berair, fotofobia dengan visus turun.
asing, dan pascabedah.
Konjungtiva kemotik.

Sering sering berjalan dgn iritis atau siklitis.

2 1. Episkleritis

2. Skleritis

1
Komplikasi

 keratitis (37%),
 uveitis (30%),
 cataract (7%),
 glaucoma (18%), and
 scleral thinning (33%)
PENATALAKSANAAN

– NSAID  Skleritis non nekrotikan

– flubiprofen 100 mg tiga kali sehari

– indometasin 25-50 mg 3 kali sehari.

– Tumor necrosis factor (TNF) seperti remicade  skleritis


yang berhubungan dengan rheumatoid arthritis
Glukokortikoid sistemik

– Indikasi:
– penggunaan NSAID tidak efektif
– kasus skleritis nekrotikan anterior
– pada skleritis posterior.
– Dosis
– dimulai sebanyak 1 mg/kgBB perhari (maksimal 60 mg/hari) ,tapering off
– Terapi kejut secara IV, 1 g/hari selama 3 hari diikuti pemberian prednisone
60mg/hari  gejala progresif
– Immunosupresan, indikasi:
– skleritis nekrotikan
– skleritis yang lain yang tidak terkontrol dengan pemberian glukokortikoid dosis tinggi
selama 1 bulan
– penggunaan prednisone lebih dari 10mg/hari sebagai dosis maintenance
– Pada kasus skleritis non-nekrotikan yang membutuhkan agen glukokortikoid-sparing
– First line:
– methotrexate (sampai 25 mg / minggu)
– azathioprine (sampai 200 mg / hari)
– mycophenolate mofetil (1 gram dua kali sehari).
 46% mencapai ketenangan dan mampu menurunkan penggunaan prednison ≤ 10
mg / hari.
– lini kedua untuk skleritis termasuk kalsineurin inhibitor (siklosporin atau tacrolimus),
infliximab, atau rituximab.
Terapi bedah

– Pada beberapa kasus skleritis anterior nekrotikan atau scleromalacia perforans


 mengatasi perluasan penipisan sclera dan mencegah pecahnya bola mata.
– Operasi pencangkokan sklera: donor sklera, periostium, atau fasia lata.
Prognosis

Individu dengan skleritis ringan biasanya tidak akan mengalami kerusakan penglihatan yang

permanen.

Hasil akhir cenderung tergantung pada penyakit penyerta yang mengakibatkan skleritis. Necrotizing

scleritis umumnya mengakibatkan hilangnya penglihatan

Anda mungkin juga menyukai