Anda di halaman 1dari 21

REFERAT KASUS

TRAUMA GINJAL

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Bedah di RSUD Salatiga

Disusun oleh :

Disusun Oleh :

Tommy Akroma
20174011023

Dokter Pembimbing

dr. Nour Hafiludin, Sp. U

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan, Referat Kasus dengan judul

TRAUMA GINJAL

Disusun Oleh :

Tommy Akroma

20174011023

Telah dipresentasikan

Hari/tanggal: Jumat, 18 Mei 2018

Disahkan oleh:

Dokter pembimbing,

dr. Nour Hafiludin, Sp. U

ii
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi
Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera. Trauma dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme,
kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ. 1 Trauma langsung yang
mengenai bagian belakang tubuh yang menyebabkan adanya kontusio, hematoma
atau ekimosis merupakan penanda adanya trauma ginjal. Keadaan ini memerlukan
evaluasi seperti IVP atau CT scan untuk menemukan kelainan pada saluran kemih,
apalagi pada pasien yang mengalami hematuria makroskopik ataupun hematuria
mikroskopik.2
1.2. Epidemiologi
Insiden trauma ginjal mencapai 1-5% dari semua kasus trauma.7 Trauma
ginjal adalah trauma yang paling sering dari sistem genitourinarius dan
diperkirakan mencapai 50% dari trauma genitourinarius, sebagian besar terjadi
pada orang-orang yang berusia di bawah 30 tahun. Kejadian trauma ginjal empat
kali lebih sering pada laki-laki dibanding perempuan dan pada orang dewasa
kejadiannya mencapai 85% yang diakibatkan oleh trauma tumpul.3 Trauma tumpul
dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, olahraga, kecelakaan kerja atau
perkelahian.8 Faktor risiko lain yang meningkatkan kejadian trauma ginjal ini yaitu
pada pasien dengan kelainan ginjal yang mendasarinya seperti hidronefrosis serta
pada anak-anak memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dewasa karena ukuran
ginjalnya relatif lebih besar.3
Trauma ginjal merupakan salah satu cedera organ abdomen, yang dapat
terjadi karena trauma tumpul, tembus ataupun ledakan. Cedera akibat ledakan
jarang terjadi, biasanya terjadi karena kebocoran gas atau peralatan rumah tangga.
Trauma tembus cukup sering yang diakibatkan oleh pisau, sedangkan trauma
tumpul merupakan trauma yang paling sering. Trauma tumpul menjadi masalah
kesehatan dan sebagian besar diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan
lalu lintas pada kendaraan dengan kecepatan tinggi dapat menyebabkan cedera
pembuluh darah utama ginjal akibat perlambatan yang cepat saat bertabrakan.3
Kebanyakan gambaran patologi trauma tumpul ini ialah kontusio, mencapai 80%
dari keseluruhan patologi trauma tumpul ginjal. 8

1
1.3. Etiologi
Cedera yang terjadi pada trauma diakibatkan oleh tenaga dari luar berupa
benturan, perlambatan (deselerasi) dan kompresi. Keadaan ini dapat disebabkan
oleh benda tajam, benda tumpul, peluru, ledakan, panas maupun zat kimia. 1
Keadaan-keadaan yang menyebabkan trauma ginjal yaitu:1
1. Kecelakaan lalu lintas
Korban kecelakaan lalu lintas dapat diduga jenis cederanya dengan menilai
riwayat trauma. Pengemudi yang tidak memakai sabuk pengaman dapat
mengalami lima fase pergerakan bila terjadi tabrakan dari depan.
2. Trauma majemuk
Hampir setiap trauma merupakan trauma majemuk. Menentukan berapa
organ dan sistem tubuh yang cedera merupakan hal yang penting. Oleh
karena itu, penting membedakan cedera berat yaitu cedera yang mengenai
satu atau lebih daerah tubuh (kepala, leher, toraks, vertebra, abdomen,
pelvis dan tungkai) dan cedera kritis yaitu cedera yang menyebabkan
kegagalan satu atau lebih sistem tubuh (saraf, pernapasan, kardiovaskular,
hati, ginjal dan pankreas).
1.4. Patofisiologi
Trauma ginjal dapat terjadi melalui dua mekanisme, yaitu:
1. Trauma tumpul
Trauma tumpul dapat terjadi secara langsung ataupun tidak langsung.
Trauma ini bisa terjadi karena tabrakan kendaraan bermotor, jatuh dari
ketinggian, kecelakaan pejalan kaki yang berhubungan dengan kendaraan
dan olahraga.7 Mekanisme yang terjadi pada kecelakaan lalu lintas
biasanya terjadi melalui cedera perlambatan (deselerasi) karena setelah
tabrakan badan masih melaju dan kemudian tertahan suatu benda keras,
sedangkan bagian tubuh yang relatif tidak terpancang bergerak
terus/ginjal tetap bergerak di dalam rongga retroperitoneum dan
menyebabkan terjadinya robekan pada ginjal.1
Kontusio atau laserasi parenkim merupakan keadaan yang paling sering
terjadi pada kerusakan ginjal, meskipun kerusakan pembuluh ginjal berupa
avulsi atau trombosis dapat terjadi kira-kira 5%. Trombosis yang terjadi

2
bisa sekunder akibat robeknya lapisan intima dari pembuluh darah ginjal
selama perlambatan cedera atau kompresi ekstrinsik terhadap organ
sekitarnya, sehingga terjadi aktivasi pembekuan darah. 1
2. Trauma tembus
Trauma tembus pada ginjal biasanya terdiri dari luka tusuk dan luka
tembak. Cedera ini cenderung lebih parah dan multi organ. Karakteristik
senjata yang digunakan seperti jenis atau kecepatan senjata penting untuk
menilai derajat dan luas kerusakan.9 Peluru salah satu contohnya memiliki
potensi kerusakan parenkim yang lebih besar. Kerusakan lain yang
ditimbulkan dari trauma tembus ini dapat berupa gangguan pedikel
vaskular atau sistem pengumpul.7
1.5. Klasifikasi
Trauma ginjal diklasifikasikan menjadi tiga bentuk, yaitu:
1. Trauma ginjal minor (85% kasus)
Trauma ginjal minor terdiri dari kontusio (luka memar), hematom
subcapsular atau laserasi superfisial dari korteks ginjal dan tidak
melibatkan duktus koledukus. Sebagian besar trauma tumpul
menyebabkan cedera ginjal minor. Penyebab trauma minor lebih kurang
40% ialah karena trauma tembus.
2. Trauma ginjal mayor (14% kasus)
Trauma ginjal mayor terdiri dari laserasi dalam dan berhubungan dengan
hematoma retroperitoneal dan perinephric. Laserasi yang mengenai duktus
koledukus menyebabkan ekstravasasi urin dengan terkumpulnya urin
perirenal (urinoma). Trauma mayor pada kasus yang berat seperti laserasi
ginjal yang dalam bisa menyebabkan hancurnya ginjal.
3. Trauma vaskular ginjal (1% kasus)
Trauma ini jarang, tetapi sangat serius dan sering terjadi pada trauma
tembus. Keadaan yang terjadi mulai dari robekan tunika intimal dengan
trombosis arteri renalis sampai avulsi arteri atau vena segmental, parsial
atau total pada pedikulus ginjal utama.
Trauma ginjal menurut American Association for Surgery of Trauma terbagi
menjadi lima derajat, yaitu:8

3
1. Grade I kontusio ginjal, terdapat perdarahan di ginjal tanpa adanya
kerusakan jaringan, kematian jaringan maupun kerusakan kaliks.
Hematuria dapat terjadi, mikroskopik ataupun makroskopik, sedangkan
gambaran radiologi normal.
2. Grade II hematom subkapsular atau perineal yang tidak meluas, tanpa
adanya kelainan parenkim.
3. Grade III laserasi ginjal tidak melebihi 1 cm dan tidak mengenai
pelviokaliks, serta tidak terjadi ekstravasasi.
4. Grade IV laserasi lebih dari 1 cm dan tidak mengenai pelviokaliks atau
ekstravasasi urin. Laserasi yang mengenai korteks, medula dan
pelviokaliks.
5. Grade V cedera pembuluh darah utama, avulsi pembuluh darah yang
mengakibatkan gangguan perdarahan ginjal, laserasi luas pada beberapa
tempat atau ginjal terbelah.

Gambar 2.1. Derajat trauma ginjal8

Trauma ginjal secara patologis dapat dibagi atas kontusio, laserasi dan cedera
pedikel. Kontusio ginjal terjadi sekitar 80% dari trauma tumpul ginjal. Hal ini
terjadi karena adanya perdarahan di parenkim ginjal tanpa adanya kerusakan
kapsul, kematian jaringan maupun kerusakan kaliks. Laserasi ginjal terjadi karena

4
adanya robekan parenkim, mulai dari kapsul ginjal berlanjut sampai pelviokaliks.
Cedera pedikel ginjal dapat berupa cedera pada arteri maupun vena utama ginjal
ataupun cabang segmentalnya. Laserasi yang mengenai pelvis biasanya disertai
hematuria.3
1.6. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda dan gejala trauma ginjal dapat dinilai dari keadaaan klinis.
Hematuria baik mikroskopik maupun gross/ makroskopik sering ditemukan pada
kondisi trauma ginjal. Oleh karena itu, adanya darah dalam urin setelah suatu cedera
menunjukkan kemungkinan cedera ginjal. Namun demikian, hematuria mungkin
tidak akan muncul atau terdeteksi hanya melalui pemeriksaan mikroskopik dan
tidak sensitif ataupun spesifik untuk membedakan trauma minor atau mayor.
Trauma renal mayor seperti trauma pedikel ginjal, trombosis arteri segmental dapat
muncul tanpa hematuria.4

Nyeri yang terlokalisasi pada satu daerah panggul atau di atas perut dapat
terjadi akibat adanya perdarahan ataupun kemih yang terdapat di ronggo
retroperitoneal. apabila ternyadi kerusakan pada sistem vaskularisasi ginjalataupun
banyaknya perdarahan akibat trauma dapat menyebabkan syok hipovolemik yang
akan menyebabkan tanda-tanda syok berupa hipotensi,akral dingin, anemeia,
takikardi hingga bradikardi.2

Ekimosis pada daerah panggul atau pada kuadran atas perut terutama pada
trauma tumpul ginjal yang menyebabkan perdarahan superfisial dan juga dapat
teraba massa yang mungkin merupakan hematoma yang besar di rongga
retroperitonel atau kemungkinan akibat ekstravasasi kemih. Laserasi (luka) di
abdomen lateral dan rongga panggul terutama pada trauma tembus ginjal. 2

1.7. Diagnosis dan Pemeriksaan Laboratorium


Penilaian awal pada pasien trauma ginjal harus meliputi jalan nafas,
mengkontrol perdarahan yang tampak. Pada banyak kasus, pemeriksaan fisik
dilakukan sesuai dengan kondisi pasien. Apabila trauma ginjal dicurigai maka harus
dilakukan evaluasi lebih lanjut:4

5
Gambar 2.2. Manajemen Trauma Ginjal4
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Indikasi yang memungkinkan bahwa terjadinya trauma ginjal meliputi
mekanisme deselerasi yang cepat seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan bermotor
dengan kecepatan yang laju, atau trauma langsung pada region flank.Riwayat
penyakit sebelumnya harus digali, apakah adanya disfungsi organ sebelum
terjadinya trauma dan adanya riwayat penyakit ginjal sebelumya yang dapat
memperberat trauma.4 Hidronefrosis, batu ginjal, kista, atau tumor telah dilaporkan
dapat menimbulkan komplikasi yang berat. Pemeriksaan fisik adalah suatu
pemeriksaan yang harus dilakukan pada pasien trauma. Stabilitas haemodinamik
merupakan faktor utama dalam pengelolaan semua trauma ginjal. Vital sign harus
dicatat untuk mengevaluasi pasien.4
Pada pemeriksaan fisik harus dinilai adanya trauma tumpul atau trauma
tembus pada region flank, lower thorax, dan abdomen atas. Pada luka tembus,
panjang luka tidak menggambarkan secara akurat kedalaman penetrasi. Penemuan

6
seperti hematuria, jejas, dan nyeri pada daerah pinggang, patah tulang iga bawah,
atau distensi abdomen dapat dicurigai adanya trauma pada ginjal. 2
Kecurigaan adanya cedera ginjal jika terdapat:10
a. Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut
bahagian atas dengan disertai nyeri ataupun didapati adanya jejas pada
daerah tersebut.
b. Hematuria
c. Fraktur kosta sebelah bawah (T8-T12) atau fraktur prosesus spinosus
vertebra.
d. Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang.
e. Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan
lalu lintas.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Urinalisa, darah rutin dan kreatinin merupakan pemeriksaan laboratorium
yang penting. Urinalisa merupakan pemeriksaan penting untuk mengetahui adanya
cedera pada ginjal. Hematuria mikroskopis atau gross, sering terlihat tetapi tidak
cukup sensitif dan spesifik untuk membedakan apakah suatu trauma minor atau
mayor. Tambahan pula, untuk trauma ginjal yang berat seperti robeknya
ureteropelvic junction, trauma pedikel ginjal, atau trombosis arteri dapat tampil
tanpa disertai dengan hematuria.4
Hematokrit serial dan vital sign merupakan pemeriksaan yangdigunakan
untuk mengevaluasi pasien trauma. Penurunan hematokrit dan kebutuhan untuk
transfusi darah merupakan tanda kehilangan darah dan respon terhadap resusitasi
akan menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Peningkatan kreatinin
dapat dikatakan sebagai tanda patologis pada ginjal. 4

1.8. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan pencitraan spesifik pada traktus urinarius diindikasikan pada
pasien dengan hematuria (makro maupun mikro), hipotensi (tekanan darah <90
mmHg), atau pasien dengan trauma yang berhubungan dengan trauma ginjal. Pada
kasus ini, CT scan merupakan pemeriksaan pencitraan pilihan yang dapat

7
digunakan. Modalitas lain seperti ultrasonografi tidak memberikan gambaran yang
luas seperti yang terlihat pada CT scan.5,6
a) Foto polos
Gambaran foto polos trauma ginjal yang sering ditemukan dapat berupa
hilangnya psoas shadow, pembesaran/ distorsi ginjal dan sistem pelvikaliks,
ataupun fraktur tulaang iga ke 10, 11, dan 12. Selain itu dapat pula ditemukan
fraktur processus transversum dari lumbal ke 1, 2 dan 3. Dapat ditemukan skoliosis
dengan bentuk konkaf mengarah ke sisi yang cedera dikarenakan oleh spasme otot.
Pada usus dapat ditemukan ileus.11
b) Intravenous urography (IVU)
Meskipun urografi merupakan bukan merupakan modalitas utama pada
penilaian trauma ginjal. Pemeriksaan ini dapat digunakan bila fasilitas untuk
pemeriksaan CT scan tidak tersedia. Akan tetapi, pemeriksaan CT scan masih
dibutuhkan untuk membedakan sifat dan luas dari trauma parenkim. Fungsi utama
dari intravenous urography (IVU) adalah untuk menilai fungsi dan mengevaluasi
ginjal yang tidak terluka pada pasien yang hemodinamiknya tidak stabil. IVU
terbatas (disebut juga dengan one-shot intravenous pyelography) dapat dilakukan
pada pasien yang hemodinamiknya tidak stabil ataupun pasien yang sudah berada
dalam ruang operasi. Prosedur ini setidaknya memerlukan pajanan yang berulang
dan memerlukan pengambilan radiograf serta gambar tambahan segera setelah
bahan kontras disuntikkan dan 5 – 10 menit kemudian.12
Selain itu, dapat pula terlihat gambaran seperti hilangnya garis luar ginjal atau
hilangnya psoas line bila terdapat perdarahan pada perinephric, penurunan atau
hilangnya eksresi atau extravasasi kontras. Ureter juga perlu dilihat untuk menilai
adanya trauma ataupun perpindahan dan perlu dipastikan fungsi ginjal kontralateral
bila terdapat ginjal yang memerlukan tindakan nefrektomi. Akan tetapi, temuan
pada IVU tidak sepenuhnya akurat dalam mengetahui seberapa luas ginjal terlibat
dan trauma vaskular minor atau extravasasi urin bisa saja terlewat atau tidak
terlihat. Tidak terlihatnya ginjal (nephrogram/pyelogram) tidak sepenuhnya
menunjukkan gambaran trauma ginjal yang signifikan.6

8
Gambar 2.3. IVU trauma ginjal.6
c) CT Scan
Pemeriksaan CT Scan multifase merupakan protokol pemeriksaan yang
dikerjakan bila terdapat kecurigaan terjadi cedera ginjal. Pemeriksaan ini terbagi
dalam fase non kontras, fase arterial yang diguakan untuk menilai cedera vaskular
serta fase nephrografic yang digunakan untuk menilai lesi parenkim dan fase delay
untuk menilai perdarahan dan cedera pada sistem kolektivus.13
Skala cedera ginjal oleh American Association for the Surgery of Trauma
(AAST) merupakan skala/ sistem grading yang sudah bayak digunakan dalam tahun
2016 terakhir. Tingkat keparahan dinilai berdasarkan kedalaman kerusakan pada
parenkim ginjal serta keterlibatan dari sistem kolektivus dan vaskular ginjal.14
Grade I : kontusio dan hematoma subscapular yang tidak meluas tanpa laserasi
parenkim. Dapat pula ditemukan hematoma perinefrik yang terbatas dan infark
subsegmental yang kecil. Grade I merupakan kasus yang terbanyak dalam trauma
ginjal (sekitar 80%) dengan manifestasi klinis hematuria makro dan dapat di
tatalaksana secara konservatif.15 Pada gambar 2.3. terdapat hematoma subscapular
menunjukkan densitas tinggi berupa kumpulan cairan di antara parenkim dan
kapsul ginjal.5

9
Gambar 2.4. CT scan trauma ginjal grade I.5
Grade II : Terdapat hematoma perinephric yang tidak meluas dan terbatas pada
retroperitoneum serta bila terdapat laserasi dengan kedalaman <1 cm tanpa
melibatkan sistem kolektivus. Gambaran dari CT berupa hematoma perinephric
yang tidak jelas, terdapat densitas tinggi berupa kumpulan cairan antara parenkim
ginjal dan fasia Gerota.

Gambar 2.5. CT scan trauma ginjal grade II.5


Grade III : Terdapat hematoma perinefrik yang tidak meluas dan terbatas pada
retroperitonrum dan dapat disertai laserasi dengan kedalaman >1 cm. Pada
tingkatan ini, laserasi dapat melibatkan korteks dan medulla ginjal.

10
Gambar 2.6. CT scan trauma ginjal grade III.5
Grade IV : Termasuk cedera pada arteri dan vena ginjal utama dengan perdarahan
dan cedera yang mengarah ke devaskularisasi dan laserasi segmental yang
melibatkan sistem pelvikalik. Selain itu, gambaran yang masuk ke dalam grade IV
antara lain laserasi ginjal multipel, hematoma subscapular yang meluas dan fraktur
ginjal. “Shattered kidney” kini termasuk ke dalam grade V yang diartikan sebagai
gangguan parenkim akbiat laserasi multipel (dayal, park)

Gambar 2.7. CT scan trauma ginjal grade IV.5

11
Grade V : Ditemukkan cedera vaskular arteri maupun vena yang diakibatkan oleh
laserasi, avulsi atau trombosis (dayal)

Gambar 2.8. CT scan trauma ginjal grade V.5


Berdasarkan penelitian oleh Sagalowsky, sebanyak 122 pasien dengan cedera
renal yang berasal dari luka tembak anterior memiliki hubungan dengan cedera
intraabdominal saat operasi. Luka tusuk juga memiliki hubungan dengan cedera
intraabdominal dengan frekuensi yang lebih rendah, berkisar dari 30 - 70%. Pada
psien dengan luka tusuk yang terbatas pada regio flank dan punggung, contrast-
enhanced CT scan (CECT) dapat digunakan untuk menilai luasnya cedera dan
kemungkinan eksplorasi operasi. CT scan biasanya tidak dilakukan pada pasien
denan luka tusuk anterior karena biasanya pasien tersebut membutuhkan laparotomi
eksplorasi segera dikarenakan tingginya prevalensi cedera abdomen.12
d) Angiografi
Angiografi sebenarnya jarang dibutuhkan ketika fasilitas utuk melakukan CT
scan tersedia. Pemeriksaan ini hanya memiliki fungsi yang signifikan bila terdapat
kecurigaan terjadinya cedera pada arteri atau vena. Pemeriksaan ini berperan bila
dibutuhkan embolisasi terapeutik.16
Arteriografi dengan embolisasi transkateter dapat digunakan pada terapi
nonsurgikal pada pasien yang hemodinamiknya stabil. Pemeriksaan ini juga dapat
digunakan untuk menilai adanya komplikasi dari cedera vaskular tersebut seperti
terdapatnya AV fistel atau pseudoaneurisma.12

12
Gambar 2.9. Angiografi kateter fase arterial.6

Gambar 2.10. Angiografi kateter fase arterial.6


Pada gambar di atas menunjukkan ekstravasasi kontras vaskular yang aktif. Dari
angiografi kateter selama fase arterial (gambar 7) dan fase nephrographic (gambar
8) terdapat gambaran pseudoaneurisma pada pole bawah ginjal.6
e) USG
Di Eropa, dan beberapa negara bagian di Amerika, USG terkadang digunkaan
dalam mengevaluasi cedera abdomen yang disebabkan oleh trauma. Akan tetapi,
nilai kegunaannya terhadap cedera ginjal masih belum diketahui. Dengan
menggunakan color Doppler, power Doppler atau USG dengan kontras, kita dapat
melihat adanya aliran darah ke ginjal atau tidak. Sedangkan USG dengan gray scale

13
dapat menentukan keadaan ginjal masih intak atau tidak. Akan tetapi, teknik ini
tidak dapat menilai fungsi ginjal masih ada atau tidak dan sangat bergantung pada
kemampuan operator. Bahkan terdapat pula berbagai kesulitan dalam membedakan
kerusakan ginjal dengan ketiadaan ginjal yang disebabkan oleh kelainan ginjal. 16
f) MRI
MRI biasanya dipakai bila terdapat kecurigaan terjadinya cedera ginjal dan
terdapat kontraindikasi dalam menggunakan bahan kontras iodinasi. MRI
menggunakan bahan kontras gadolinium IV yang telah terbukti membantu dalam
menilai ekstravasasi urin.12 Akan tetapi, pada pasien cedera akut, MRI biasanya
tidak digunakan dikarenakan akan muncul artefak gerakan dan lamanya waktu
pemeriksaan.6
g) Kedokteran Nuklir
Skintigrafi dapat digunakan dalam menilai fungsi ginjal setelah terjadinya
cedera atau secara langsung dapat menilai pasien dengan cedera traktur urinarius
terutama yang mengalami ekstravasasi urin. Sebenarnya, skintgrafi tidak
bermanfaat ketika terjadi trauma akut dikarenakan spesifitas yang rendah dan
ketidakmampuannya dalam menilai cedera di luar traktur urinarius.6

1.9. Diagnosis Banding dari Sudut Pandang Radiologi


Perdarahan spontan dan ruptur dapat terlihat pada tumor ginjal. Perdarahan
ini dapat menimbulkan pengumpulan cairan di perinephric.
a. Renal cell carcinoma
Renal cell carcinoma merupakan suatu adenokarsinoma yang berasal dari
epitelieum tubular ginjal. Terdapat gambaran massa ginjal padat dan
biasanya hipervaskular. Dapat pula ditemukan fokus metastase
hipervaskular.17

14
Gambar 2.11. CT scan renal cell carcinoma.17
b. Angiomyolipoma (AML)
Angiomyolipoma (AML) merupkan tumor ginjal jinak yang terdiri dari
vaskular, otot polos dan lemak. Gambaran diagnostik terdiri dari massa
ginjal disertai dengan gambaran lemak. Gambaran klasik pencitraan berupa
massa lemak intrarenal well – circumscirbed.18

Gambar 2.12. CT scan angiomyolipoma.17

15
1.10. Tatalaksana
Kebutuhan untuk eksplorasi ginjal dapat diprediksi dengan jenis cedera,
kebutuhan transfusi, darah urea nitrogen, dan kadar kreatinin, serta grade cedera.
Namun, manajemen cedera ginjal mungkin dipengaruhi oleh keputusan untuk
mengeksplorasi atau mengamati luka di abdominal.2
Terapi yang dikerjakan pada trauma ginjal adalah :
1. Operasi dan Rekontruksi
Operasi ditujukan pada trauma ginjal mayor dengan tujuan untuk segera
menghentikan perdarahan. Selanjutnya mungkin perlu dilakukan debriment
reparasi ginjal (berupa renorafi atau penyambungan vaskuler) atau tidak jarang
harus dilakukan nefrektomi parsial bahkan nefrektomi total karena kerusakan ginjal
yang sangat berat. Semakin banyak pihak menganut pendekatan konservatif untuk
pasien trauma ginjal.10
Prinsip-prinsip manajemen operasi yang sukses termasuk kontrol vaskular
awal dan berbagai teknik bedah. Penyelamatan ginjal setelah trauma utama dapat
berhasil dilakukan dengan aman Pada semua kasus, direkomendasikan penggunaan
drainase retroperitoneal untuk mengalirkan kebocoran urin.2
2. Manajemen Non- Operatif / Konservatif
Perbedaan dalam pengelolaan trauma tumpul dan penetrasi adalah hasil dari
ketidakstabilan yang lebih besar dari pasien setelah trauma tembus dan
kemungkinan lebih tinggi dari cedera tumpul parah setelah senjata api dan luka
tusuk.10
a. Cedera ginjal tumpul
Manejemen non-operatif semakin banyak dipertimbangkan oleh pasien
trauma ginjal. Pada pasien yang stabil, melakukan perawatan suportif yaitu dengan
istirahat dan observasi. Semua kasus trauma ginjal derajat 1 dan 2 dapat dirawat
secara konservatif baik pada trauma tumpul ataupun trauma tembus. Tetapi pada
trauma ginjal derajat 3 telah menjadi kontroversi selama bertahuntahun. 10
Mayoritas pasien dengan trauma ginjal derajat 4 dan 5 datang dengan trauma
penyerta dan akhirnya menjalani eksplorasi dan tingginya angka untuk melakukan
nefrektomi. Pada pasien trauma ginjal derajat 4 dan 5 dapat dirawat secara
konservatif dengan syarat kondisi haemodinamik stabil. Pendekatan klinis yang

16
sistematis adalah berdasarkan pada temuan klinis, laboratorium, dan pemeriksaan
penunjang radiologi.10
b. Penetrasi trauma ginjal
Luka tembus telah mendekati pembedahan secara tradisional. Namun,
pendekatan sistematis berdasarkan evaluasi klinis, laboratorium dan radiologi
untuk meminimalkan eksplorasi negatif tanpa meningkatkan morbiditas daricedera
terjawab. Selektif oleh manajemen non-operatif untuk luka tusuk perut umumnya
diterima untuk meningkatkan proporsi pusat trauma. 10
Perdarahan terus-menerus merupakan indikasi utama untuk eksplorasi dan
rekonstruksi. Dalam semua kasus cedera parah, manajemen non-operatif harus
mengambil langkah hanya setelah pementasan ginjal lengkap pada pasien
hemodinamik stabil.2 Luka tembak harus dieksplorasi hanya jika melibatkan hilus
atau disertai dengan tanda-tanda perdarahan terus, cedera ureter, atau laserasi pelvis
ginjal. Tembak kecepatan rendah dan luka tusuk minor dapat dikelola secara
konservatif dengan hasil yang diterima baik. Sebaliknya, jaringan kerusakan dari
cedera tembak kecepatan tinggi bisa lebih luas dan nefrektomi diperlukan lebih
sering.4
1.11. Komplikasi
Jika tidak mendapatkan perawatan cepat dan tepat, maka trauma mayor dan
trauma pedikel sering menimbulkan perdarahan yang hebat dan berakhir dengan
kematian. Terdapat beberapa komplikasi awal setelah cedera yaitu:4
1. Delayed bleeding.
2. Urinary leakage.
3. Abses perirenal.
Dikemudian hari pasca cedera ginjal dapat menimbulkan komplikasi
lanjutan yaitu:4
1. Hidronefrosis.
2. Pielonefritis kronis.
3. Hipertensi.
4. Fistula arteriovenosa.
5. Urolithiasis.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Pusponegoro AD. Trauma dan bencana. Dalam: Sjamsuhidajat R,


Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi 3. Jakarta: EGC. 2005; 121-155.
2. American College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support. Edisi 9.
2012.
3. Cuschieri A, Grace p, Darzi A, Borley N, Rowley D. Clinical Surgery.
Masschusetts: Blackwell Science. 2003;216-218.
4. McAninch JW. Injuries to genitourinary tract. In: McAninch JW, Lue TF,
editors. Smith and Tanagho’s general urology. 18th ed. Singapore: Mc Graw
Hill Medical; 2013. p.280-7.
5. Park SJ, Kim JK, Kim KW, Cho KS. MDCT findings of renal trauma. 2006.
American Journal of Roentgenology 187: pp. 541-547.
6. Smith JK. Imaging in kidney trauma. [online] Emedicine.medscape.com.
2015. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/379085-
overview#a2 [Accessed 1 April 2018]
7. Summerton DJ, Djakovic N, Kitrey ND, Kuehhas FE, Lumen N,
Serafetinidis E, Sharma DM. Guidelines on urological trauma. European
Association of Urology. 2015.
8. Umbas R, Manuputty D, Sukasah CL, Swantari NM, Achmad IA,
Bowolaksono, Rahardjo D et al. Saluran kemih dan alat kelamin laki-laki.
Dalam: Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R.
Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC. 2005; 848-932.
9. Choucan JD, Winer AG, Johnson C, Hyacinthe LM. Contemporary
evaluation and management of renal trauma. Canadian Journal of Urology.
2016. 23 (2); 8191-8197.
10. Serafetinides E. Renal trauma. In: Hohenfellner M, Santucci RA, editors.
Emergencies in urology. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg;
2007. p.201-19.
11. Conder G, Rendle J, Kidd S, Misra RR. Abdominal radiology. New York:
Cambridge University Press. 2009. pp. 6 – 7.
12. Kawashima A, Sandler CM, Corl FM, West OC, Tamm EP, Fishman EK,
et al. Imaging of renal trauma : A comprehensive review. RadioGraphics,
21 (3). 2001. pp. 557-574.
13. Turi B. Renal trauma. [online] Radiopaedia.org. 2017. Available at:
https://radiopaedia.org/articles/renal-trauma-1 [Accessed 1 April 2018]
14. Gaillard F. AAST kidney injury scale. [online] Radiopaedia.org. 2017.
Available at: https://radiopaedia.org/articles/aast-kidney-injury-scale
[Accessed 1 April 2018]
15. Dayal M, Gamanagatti S, Kumar A. Imaging in renal trauma. World Journal
of Radiology 5 (8). 2013. pp. 275 – 284.
16. Goldman SM and Sandler CM. Urogenital trauma: imaging upper GU
trauma. European Journal of Radiology 50. 2015. pp. 84-95.
17. Federle MP dan Anne VS. Renal trauma. Dalam : Federle MP, Jeffrey RB,
Desser TS, Anne VS, Eraso A, Chen JJ, et al. Diagnostic imaging abdomen.
Edisi ke 5. Utah : Amirsys Inc. 2004. pp. 77 – 78.

18
18. Fishman E. Renal angiomyolipoma. Dalam : Federle MP, Fishman E, Jeffry
RB, Anne SV. Pocket radiologist abdominal top 100 diagnoses. Utah:
Amirsys Inc. 2002. p. 239. .

19

Anda mungkin juga menyukai