Anda di halaman 1dari 30

PRESENTASI KASUS

General Anxiety Disorder

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa RSUD Salatiga

Diajukan Kepada :

Dr. Iffah Qoimatun, Sp.KJ, M.Kes

Disusun Oleh :

Fahmi Nugraha
20174011052

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan Presentasi Kasus dengan judul

General Anxiety Disorder

Disusun Oleh:

Fahmi Nugraha

20174011052

Telah dipresentasikan

Tanggal: 07 Desember 2017

Disahkan oleh:

Dokter pembimbing,

Dr Iffah Qoimatun, Sp. KJ, M.Kes

ii
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M. A.
Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Tegalrejo 4/3, ds. Tegalrejo, Argomulyo - Salatiga
Pendidikan : tamatan SMA
Pekerjaan : Swasta
Status Pernikahan : Belum menikah
Tanggal Home Visit : 01 Desember 2017, 15.00 WIB

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Pasien datang kontrol rutin dengan keluhan terkadang masih cemas.

Riwayat Penyakit Sekarang (Home Visite 01 Desember 2017 )

Autoanamnesis:

Berdasarkan hasil anamnesis dengan pasien Ny. MA. didapatkan


informasi pasien mengeluh masih cemas saat menelan, baik itu menelan air
maupun makanan padat. Gejala yang pasien alami pada saat serangan cemas
ini adalah jantung berdebar kencang, nafas terengah-engah, nafas sesak,
kadang muncul keringat dingin pada telapak tangannya. Saat cemas tidak ada
keluhan mual, muntah.
Kecemasan yang muncul saat ini tidak separah kecemasan awal pada
waktu satu tahun yang lalu. Kecemasan saat ini hanya pada saat proses
menelan makanan atau minuman saja. Pasien mengalami kecemasan hampir

1
setiap hari. Kecemasan paling sering muncul ketika menjelang sore hari dan
berlangsung lama sampai waktu makan malam tiba. Untuk mengurangi
kecemasan pasien saat makan, pasien biasa meminta tolong ayahnya untuk
menemani makan sambil menggosok punggung pasien. Sekarang pasien sudah
bisa makan nasi walaupun pelan-pelan dan bertahap.
Pasien mengaku akhir-akhir ini sulit dalam meminum obat. Sehingga
obat kapsul yang diberikan dokter tidak langsung diminum baik dengan pisang
atau air. Tapi kapsul dibuka terlebih dahulu kemudian serbuk obatnya
dicampur air baru ditelan meskipun pahit. Pasien cemas jika menelan obat
terjadi hal-hal yang berbahaya. Pasien mengaku tahu dan sadar bahwa dirinya
mudah mengalami kecemasan yang berlebihan.
Selain itu pasien merasa jarang keluar rumah karena merasa malu dan
minder dengan orang-orang disekitar rumah. Pasien merasa sudah berumur
tapi belum menikah dan sudah terlalu lama tidak keluar rumah sehingga malu
untuk memulai bersosialisasi dengan tetangganya.
Sekarang pasien merasa sudah jauh lebih baik ketimbang awal-awal
mulai muncul gejala kecemasannya (awal masa pengobatan). Pasien sudah
lebih tenang ketika melihat atau mendengar hal tentang kematian, dan
kejahatan. Sudah bisa berani mandi sendiri. Nafsu makan baik, pola tidur tidak
terganggu. Pasien mengaku rutin minum obat yang diberikan dokter dari
RSUD Salatiga.

Riwayat Perjalanan Penyakit


Autoanamnesa:
Pasien mengaku awal mula kecemasannya adalah ketika sore hari pada
bulan Februari 2016, saat itu sedang minum segelas air putih. Tiba-tiba pasien
merasa air yang diminum olehnya ini perlahan-lahan melambat dan kemudian
berhenti dikerongkongannya. Kejadian ini berlangsung selama ± ½ jam. Lalu
pasien menjadi ketakutan, cemas, berjalan mondar-mandir tidak karuan.
Pasien memutuskan untuk menghentikan minumnya dan pada malam harinya
mulut dan kerongkongan menjadi kering. Kalau minum pasien merasa cemas

2
dan bertanya-tanya apakah air yang diminumnya ini bisa masuk atau tidak.
Kecemasanpun semakin bertambah karena pasien memikirkan makanan apa
yang bisa dimakan esok hari sedangkan menelan air saja sudah sulit.
Gejala yang pasien alami pada saat serangan takut dan cemas ini
adalah jantung berdebar kencang, nafas terengah-engah, nafas sesak, kadang
muncul keringat dingin pada telapak tangannya.
Keesokan harinya di pagi hari pasien tidak bisa makan apa-apa. Pasien
merasa takut jika makan sesuatu nanti bisa berhenti di kerongkongannya.
Akhirnya pasien memutuskan untuk makan dengan bubur bayi walaupun
hanya bisa masuk sedikit. Ketakutan atau kecemasan ini terus berlanjut sampai
sore harinya. Pasien pun masih merasa lapar. Malam harinya pasien merasa
cemas kembali karena pasien kembali memikirkan makanan apa yang bisa
dimakan esok hari sedangkan menelan bubur saja sudah sulit. Terkadang
bubur diganti dengan roti lunak yang ditambah madu untuk selingan. Kejadian
tersebut terus terulang untuk keesokan harinya secara terus-menerus selama ±
9 bulan sebelum akhirnya pasien dibawa keluarga ke IGD.
Kecemasan pasien tidak hanya timbul saat makan atau menelan saja.
Tapi juga timbul kecemasan saat melihat atau mendengar kejadian yang
berhubungan dengan kematian, pembunuhan, dan hal-hal mengerikan lainnya.
Suatu ketika saat pasien diajak oleh temannya untuk melayat ke rumah
tetangganya yang meninggal, gejala cemas seperti sesak dan deg-degan mulai
muncul. Pasien memutuskan untuk pulang.
Oleh temannya pasien disarankan untuk sholat, berzikir, dan membaca
Al-Qur’an. Tapi saat membaca Al-Qur’an pasien merasa tidak bisa. Pasien
merasa tidak enak badan dan semakin takut. Selanjutnya saat proses
pemakaman pasien merasa ingin mengeluarkan ludah terus-menerus. Setelah
kejadian ini kecemasan pasien kembali lagi. Malam harinya pasien tidak bisa
makan.
Selain itu pasien juga mengaku tidak mandi selama selama 5 bulan
kecuali mandi wajib dan itupun harus ditemani sepupunya. Pasien merasa
cemas saat mandi sendiri. Pasien khawatir dan membayangkan jika saat mandi

3
kemudian terjatuh dan tidak ada yang menolong. Pasien juga merasa takut saat
menonton film atau TV yang menayangkan berita kematian dan pembunuhan.
Pasien cenderung menghindari berita atau cerita yang mengerikan.
Seiring berjalannya waktu, akibat dari kesulitan menelan dan
kecemasan yang pasien alami selama ± 9 bulan ini, terjadilah penurunan berat
badan pasien dari yang biasanya 65 kg menjadi 41 kg. Pasien tampak kecil dan
kurus. Keadaan pasien saat itu sangat lemas karena kurang makan. Keluarga
pasien yang merasa khawatir dengan kondisi ini membawa pasien ke IGD.
Awalnya pasien menolak dan khawatir akan dilakukan suatu hal pada
tubuhnya.
Pada tanggal 4 November 2017 pasien dibawa ke IGD karena lemas
akibat tidak bisa menelan makanan (nasi dan makanan berat lainnya). Pasien
hanya bisa sarapan pagi hari dengan roti yang lunak ditambah madu. Selain itu
ditemukan myoma uteri yang sebenarnya sudah didiagnosis sejak 1 tahun
sebelumnya. Akhirnya pasien dikonsulkan ke dokter kandungan dan penyakit
dalam, dan menjalani rawat inap namun pasien menolak untuk operasi. Pasien
mencemaskan dirinya saat melihat pasien lain di bangsal sudah sehat dan
boleh pulang. Hal ini berdampak pada proses makan pasien yang kembali
menjadi susah menelan.
Sepulangnya dari rumah sakit dan seiring dengan rutinnya pengobatan
untuk mengatasi kecemasan, pasien mulai bisa makan makanan selain bubur
dan roti, seperti pisang dan makanan lembut lainnya. Namun belum bisa
makan nasi. Lama kelamaan pasien berangsur mulai bisa makan nasi. Pasien
mengaku rutin minum obat yang diberikan dokter dari RSUD Salatiga sampai
sekarang, tapi pada bulan Agustus 2017 pasien tidak berobat dengan alasan
tidak bertemu dokter yang dia harapkan. Pasien datang untuk kontrol rutin
pada bulan November 2017 dengan keluhan masih merasa cemas.

4
Riwayat Keluarga

Pasien mendapat dukungan penuh dari keluarga terutama dari


Ayahnya. Hubungan antar keluarga baik dan tidak terdapat masalah yang
membuat hubungan antar saudara renggang. Hubungan pasien dengan anggota
keluarga lainnya juga baik dan tidak terdapat masalah. Pasien mengatakan
paling dekat dengan Ayahnya karena memang ayahnya tinggal serumah
dengan pasien. Ayah selalu menemani pasien ketika kecemasan pasien
kambuh. Riwayat penyakit serupa dalam keluarga disangkal. Ibu pasien
meninggal karena kanker rahim. Ayah pasien memiliki riwayat hipertensi dan
asam urat.

Riwayat Pribadi

a. Riwayat Prenatal dan Perinatal


Pasien dilahirkan di rumah sakit lahir dalam cukup bulan dan
merupakan anak yang diharapkan. Saat kehamilan ibu pasien dalam kondisi
sehat dan tidak mengkonsumsi alkohol ataupun merokok. Tidak terdapat
permasalahan saat proses kelahiran.

b. Masa Kanak Awal (0-3 tahun)


Ayah mengatakan bahwa saat kecil pasien terlihat seperti anak-anak
pada umumnya. Pasien diasuh sendiri oleh kedua orang tuanya. Riwayat
pembirian ASI ekslusif dan imunisasi lengkap. Tidak terdapat gejala-gejala
yang menunjukkan masalah perilaku seperti menghisap jempol, menggitgit
kuku.

c. Masa Kanak Pertengahan sampai Remaja


Pada masa ini pasien mengaku mudah beradaptasi dengan lingkungan
sekolah. Tapi pasein tidak aktif mengikuti kegiatan ekstrakulikuler di sekolah.
Pasien pernah melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan di
sekolah seperti membolos.
Tidak ada riwayat dijauhi atau dimusuhi oleh teman temannya saat
bersekolah. Selama sekolah pasien merupakan pribadi pemalas yang jarang
mengerjakan PR sendiri. Pasien tidak memiliki prestasi tertentu. Pasien tidak

5
pernah mengkonsumsi NAPZA. Tidak pernah terlibat kenakalan remaja dan
tidak ada masalah dalam pergaulannya.

d. Masa Dewasa
Riwayat aktivitas sosial
Pada awalnya pasien adalah pribadi yang umum seperti orang
biasanya. Seiring bertambahnya usia, pasien sudah tidak pernah lagi
bersosialisasi atau berkunjung ke rumah warga atau tetangganya. Pasien tidak
lagi main ke bersama teman-temannya. Bahkan pasien tidak pernah lagi jalan-
jalan berkunjung ke suatu tempat tertentu. Pasien mengaku malu karena sudah
berumur dan merasa sudah terlalu lama tidak keluar sehingga sulit memulai
untuk bersosialisasi kembali. Aktivitas pasien hanya di rumah bermain HP dan
menonton TV serta menjaga warungnya.
Pada saat awal pasien mulai menunjukkan gejala kecemasannya, ada
teman dan tetangga yang mengunjungi dan membantu pasien. Pasien merasa
sangat tertolong dan bahagia karena bantuan tersebut. Namun kini setelah
pasien sudah tidak secemas dulu, teman dan tetangganya sudah jarang
berkunjung.
Riwayat perkawinan
Pasien belum menikah, rasa ingin menikah ada.
Riwayat pendidikan
Pasien lulusan SMA. Tidak ada riwayat tinggal kelas ketika
bersekolah. Tidak ada riwayat putus sekolah. Tidak pernah ikut kegiatan
ekstrakulikuler selama sekolah dan tidak punya prestasi dibidang tertentu.
Pasien pernah membolos bersama teman-temannya dan terkena hukuman.
Pasien mengaku termasuk orang yang pemalas dalam belajar dan jarang
mengerjakan PR.
Riwayat Militer
Riwayat pernah menjalani militer disangkal
Riwayat pekerjaan
Pasien pertama kali bekerja setelah lulus dari SMA. Pasien bekerja di
pasar sebagai penjual jajanan pasar. Pasien berangkat ke pasar diantar oleh

6
ayahnya kemudian setelah barang jualan habis langsung pulang. Namun
sekarang pasein bekerja di rumah sebagai penjaga dan pemilik warung yang
menyediakan kebutuhan sehari-hari.
Riwayat kehidupan terkini
Saat ini pasien tinggal di rumah dengan ayahnya. Pencari nafkah dalam
keluarga saat ini adalah pasien dendiri yang bekerja sebagai penjaga warung.
Ayah pasien sudah tidak bekerja lagi dan terkadang membantu pasien menjaga
warung.
Riwayat pelanggaran hukum
Riwayat penggunaan zat-zat terlarang, alkohol, rokok disangkal.
Pasien tidak pernah melanggar hukum dan berurusan dengan polisi.
Riwayat seksual
Riwayat pelecehan sexual disangkal. Saat ini pasien sedang tidak dekat
dengan lelaki manapun. Tidak pernah berhubungan sex diluar nikah
Aktivitas keagamaan
Pasien beragama Islam. Pasien belajar agama dari media social dan
temannya. Dahulu pasien sering mengikuti kajian keislaman namun sekarang
tidak lagi karena pasien malu untuk bertemu atau berkumpul bersama warga.
Tidak ada konflik dalam keluarga mengenai agama. Ada sedikit perbedaan
keyakinan agama dalam keluarga. Pasien berusaha menghindari perbuatan
syirik seperti berobat ke dukun, tapi adik pasien malah membawanya ke
dukun, akhirnya pasien tetap berangkat ke dukun dan diberi air botol
meskipun pada akhirnya pasien menjadi cemas dan khawatir.
Mimpi dan Fantasi
Pasien pernah sesekali mengalami mimpi buruk. Pasien merasa takut
dengan hal-hal yang berbau kematian (kejadian orang meninggal, dan
tayangan-tayangan pembunuhan). Pasien merasa dulu pernah melihat
penampakan makhluk halus dan mendengar suara-suara gaib.
Pasien mengatakan saat ini ingin fokus pada pekerjaan di warung
miliknya dan bercita-cita suatu saat warungnya menjadi bisnis yang besar dan
sukses

7
Genogram

Keluarga Ny. M. A
01 Desember 2017

Tn. S

Ny. M. A

Keterangan:
Pasien Meninggal
Laki-Laki Tinggal Serumah
Perempuan

C. Pemeriksaan Status Mental

Deskripsi Umum

1. Penampilan: Seorang perempuan berusia 39 tahun tampak sesuai umur,


tampak sehat, kulit sawo matang, cara berpakaian rapi, kesan gizi cukup,
rambut tidak acak-acakan, perawatan diri baik.
2. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor: Selama proses anamnesa pasien duduk
di kursi dengan tenang. Pasien dapat mempertahankan kontak mata dengan
orang lain.
3. Sikap terhadap pemeriksa: kooperatif, setiap pertanyaan dijawab oleh
pasien, pasien bicara secara terbuka dan menjawab dengan jelas.

8
Mood dan Afek

1. Mood: Eutimik  pasien tampak seperti orang normal.


2. Afek: Apropriate  pasien menunjukkan ekspresi yang sesuai saat sedih
ia berbicara dengan nada pelan, saat senang pasien senyum dan saat
tertawa ia juga tertawa biasa.

Pembicaraan

1. Kualitas: pasien lancar dalam menjawab menjawab pertanyaan, jawaban


bisa dipahami dan relevan dengan pertanyaan, intonasi baik, volume suara
terdengar jelas, artikulasi jelas.
2. Kuantitas: logorhoe (-), remming (-), blocking (-), mutisme (-)
3. Kecepatan produksi: spontan

Persepsi

1. Halusinasi auditorik, visual, taktil tidak ditemukan


2. Ilusi tidak ditemukan

Pikiran

1. Bentuk piker : realistik


2. Isi pikir: tidak ditemukan waham curiga, Waham kejar, waham bersalah,
pikiran obsesi, kompulsi, ide bunuh diri
3. Arus pikir: koheren (+), flight of ideas (-), asosiasi longgar (-), neologisme
(-)

Sensorium dan Kognisi

1. Kesadaran: Compos Mentis


2. Orientasi:
a. Waktu: baik, dapat mengetahui saat diwawancara adalah sore hari
b. Tempat: baik, pasien dapat menjelaskan dimana dia sekarang
c. Orang: baik, pasien dapat menjelaskan perihal ayahnya
d. Situasi: baik, pasien tahu bahwa ia sedang diwawancarai

9
3. Memori
a. Jangka pendek: baik, pasien dapat menyebutkan apa yang ia makan
saat sarapan
b. Daya ingat segera: baik, pasien dapat mengulang kalimat yang dia
katakana sebelumnya
c. Jangka panjang: pasien masih mengingat kegiatan selama masa
sekolanya dulu
4. Konsentrasi dan perhatian
a. Konsentrasi: baik, pasien bisa membenarkan urutan jenis kelamin
saudara-saudaranya
b. Perhatian: baik, pasien dapat mengulang kalimat yang telah
disebutkan sebelumnya
5. Pikiran abstrak
a. Pasien dapat membedakan kucing jantan dan kucing betina
6. Informasi dan intelegensia
a. Taraf pendidikan terakhir SMA : pasien bisa menjelaskan beberapa
hal tentang info kesehatan dan pengetahuan agama.

Daya Nilai

a. Daya nilai sosial


1) terhadap keluarga: penilaian pasien tentang norma keluarga cukup
baik, seperti saling tolong menolong, menghormati dan bekerja
untuk keluarga.
2) penilaian lingkungan : cukup baik pasien mampu menilai norma
yang ada di masyarakat, namun pasien merasa malu jika harus
bermasyarakat dan sering di rumah saja.
b. Uji daya nilai realitas: dapat membuat kesimpulan

10
Insight
Pasien menyadari mengapa dia dibawa ke rumah sakit, yakni karena
kekhwatiran/kecemasannya yang berlebihan terhadap suatu keadaan tertentu.
Dimana hal tersebut berbeda dengan orang lain pada umumnya. Sehingga
insight pasien termasuk baik.

D. DIAGNOSIS
Dari hasil anamnesis, dan pemeriksaan status psikiatri menunjukan
pasien mengalami gangguan kejiwaan dengan diagnosis multi axial berupa:
- Axis I :F 41.1 Gangguan cemas menyeluruh
DD/ :F 41.0 Gangguan panik
- Axis II : Tidak ada diagnosis Axis II
- Axis III : Tidak ada diagnosis Axis III
- Axis IV : Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial
- Axis V : GAF 70-61: Beberapa gejala ringan dan menetap,
disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik

E. PENATALAKSANAAN

 Farmakologi :
 Fluxetin 20 mg 1x1
 Alprazolam 0,25 mg 1x1

 Non Farmakologi :
 Edukasi pasien tentang kondisinya saat ini dan pengobatan yang sedang
dijalankan. Mengingatkan pasien agar menjaga kepatuhan minum obat.
Memotivasi pasien untuk aktif di lingkungan sosial, dan aktif
berkomunikasi dengan masyarakat atau tetangganya
 Terapi berorientasi keluarga: menyarankan kepada keluarga untuk
selalu memberikan dukungan kepada pasien, ajak pasien untuk

11
melakukan aktivitas positif yang disukai pasien, kurangi hal-hal yang
dapat menimbulkan perasaan cemas. Mengajak pasien berbicara kepada
keluarga jika ada masalah/hal-hal yang mengganjal dihati sehingga
tidak dipendam sendiri. Mengajarkan pasien untuk lebih terbuka
terhadap keluarga.
 Psikoterapi supportif: bertujuan untuk memperkuat mekanisme defens
pasien terhadap tekanan/stressor, meningkatkan kepercayaan diri untuk
bergaul dengan sekitar.
 Psikoterapi rekonstruktif: bertujuan untuk membangun kembali
kepercayaan diri pasien, bahwa tidak perlu malu untuk bersosialisasi
dengan warga masyarakat lain.
 Terapi yang paling sering digunakan dalam perawatan kecemasan
adalah cognitive-behavioural therapy (CBT). Pada CBT diberikan
teknik pelatihan pernafasan atau meditasi ketika kecemasan muncul,
teknik ini diberikan untuk penderita kecemasan yang disertai dengan
serangan panik.

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Kecemasan adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh
situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau
mungkin memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti
mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi.
Gangguan kecemasan adalah sekelompok kondisi yang memberi
gambaran penting tentang kecemasan yang berlebihan, disertai respons perilaku,
emosional, dan fisiologis. Individu yang mengalami gangguan kecemasan dapat
memperlihatkan perilaku yang tidak lazim seperti panik tanpa alasan, takut yang
tidak beralasan terhadap objek atau kondisi kehidupan, melakukan tindakan
berulang-ulang tanpa dapat dikendalikan, mengalami kembali peristiwa yang
traumatik, atau rasa khawatir yang tidak dapat dijelaskan atau berlebihan. Pada
kesempatan yang jarang terjadi, banyak orang memperlihatkan salah satu dari
perilaku yang tidak lazim tersebut sebagai respons normal terhadap kecemasan.
Perbedaan antara respons kecemasan yang tidak lazim ini dengan gangguan
kecemasan ialah bahwa respons kecemasan cukup berat sehingga bisa
mengganggu kinerja individu, kehidupan keluarga, dan gangguan sosial.
Menurut DSM-IV yang dimaksud gangguan cemas menyeluruh adalah
suatu keadaan ketakutan atau kecemasan yang berlebih-lebihan, dan menetap
sekurang-kurangnya selama enam bulan mengenai sejumlah kejadian atau
aktivitas disertai oleh berbagai gejala somatik yang menyebabkan gangguan
bermakna pada fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi - fungsi lainnya.

B. Etiologi
Seperti pada sebagian besar gangguan mental, penyebab gangguan
kecemasan umum adalah tidak diketahui. Seperti yang sekarang didefinisikan,
gangguan kecemasan umum kemungkinan mempengaruhi kelompok pasien yang
heterogen. Kemungkinan karena derajat kecemasan tertentu adalah normal dan

13
adaptif, membedakan kecemasan normal dari kecemasan patologis dan
membedakan faktor penyebab biologis dari faktor psikososial adalah sulit. Faktor
biologis dan psikologis kemungkinan bekerja sama.

Faktor biologis

Manfaat terapeutik benzodiazepin dan azapirone sebagai contohm


buspirone telah memusatkan usaha penelitian biologis pada sistem
neurotrannsmiter gamma-aminobutyric acid (GABA) dan serotonin (5-
hydroxytryptamine [5-HT]). Benzodiazepine (yang merupakan agonis reseptor
benzodiazepine) diketahui menurunkan kecemasan, sedangkan flumazenil
(Mazicon) (suatu antagonis reseptor benzodiazepine) dan beta-carboline (agonis
kebalikan reseptor benzodiazepine) diketahuai menginduksi kecemasan.
Walaupun tidak ada data yang menyakinkan yang menyatakan bahwa
reseptor benzodiazepine adalah abnormal pada pasien dengan gangguan
kecemasan umum, beberapa penelitian telah memusatkan pada beberapa lobus
osipitalis, yang memiliki kinsentrasi benzodiazepine tertinggi diotak. Daerah otak
lain yang telah dihipotesiskan terlibat didalam gangguan kecemasan umum adalah
ganglia basalis, sistem limbik, dan korteks frontalis. Karena buspirone adalah
suatu agonis reseptor 5-HTia, beberpa kelompok penelitian memusatkan pada
hipotesis bahwa regulasi sistem serotonergik pada gangguan kecemasan umum
adalah abnormal. Sistem neurotranmiter lainnya yang merupakan sasaran
penelitian pada gangguan kecemasan umum adalah sistem neurotransmiter
nonepineprine, glutamat, dan kolesistokinin. Beberapa bukti menyatakan bahwa
pasien dengan gangguan kecemasan umum mungkin memiliki subsensitivitas
pada reseptor adrenergik-alfa2 seperti yang dinyatakan oleh penumpulan
pelepasan hormon pertumbuhan setelah infus clonidine (catapres)
Hanya sejumlah terbatas penelitian pencitraan otak pada pasien dengan
gangguan kecemasan umum telah dilakukan. Satu penelitian tomografi emisi
positron (PET:positron emissoion tomography) melaporkan suatu penurunan
kecepatan metabolik diganglia basalis dan substansia putih pada pasien gangguan
kecemasan umum dibandingkan kontrol normal. Sejumlah penelitian genetik telah

14
juga dilakukan dalam bidang ini. Satu penelitian menemukan bahwa hubungan
genetika mungkin terjadi antara gangguan kecemasan umum dan gangguan
depresif berat pada wanita. Penelitian lain menemukan adanya komponen genetik
yang terpisah tetapi sulit untuk ditentukan pada gangguan kecemasan umum.
Kira-kira 25% sanak saudara derajat pertama dari pasien dengan gangguan
kecemasan umum juga terkena gangguan. Sanak saudara laki-laki lebih sering
menderita suatu gangguan penggunaan alkohol. Beberapa laporab penelitian pada
anak kembar menyatakan suatu angka kesesuaian 50% pada kembar monozigotik
dan 15% pada kembar dizigotik.
Berbagai kelainan elektroensefalogram (EEG) telah ditemukan dalam
irama alfa dan potensial cetusan. Penelitian EEG tidur telah melaporkan
peningkatan diskontinuitas tidur, penurunan tidur REM (rapid eye movement).
Perubahan pada arsitektur tidur adalah berbeda dari perubahan yang ditemukan
pada gangguan depresif

Faktor Psikososial

Dua bidang pikiran utama tentang faktor psikososial yang menyebabkan


perkembangan gangguan kecemasan umum adalah bidang kognitif perilaku dan
bidang psikoanalitik. Bidang kognitif perilaku menghipotesiskan bahwa pasien
dengan gangguan kecemasan umum adalah berespon secara tidak tepat dan tidak
akurat terhadap bahaya yang dihadapi. Ketidakakuratan tersebut disebabkan oleh
perhatian selektif terhadap perincian negatif didalam lingkungan, oleh distorsi
pemerosesan informasi, dan oleh pandangan yang terlalu negatif tentang
kemampuan seseorang untuk mengatasinya. Bidang psikoanalitik
menghipotesiskan bahwa kecemasan adalah suatu gejala konflik bahwa sadar
yang tidak terpecahkan. Teori psikologis tentang kecemasan tersebut pertama kali
dianjurkan oleh Sigmund Freud pada tahun 1909 dengan penjelasannya tentang
Little Hans, sebelumnya freud telah memandang kecemasan sebagai memiliki
dasar fisiologis.
Suatu hierarki kecemasan adalah berhubungan dengan berbagai tingkat
perkembangan. Pada tingkat yang paling primitif, kecemasan mungkin

15
berhubungan dengan ketakutan akan penghancurkan atau fusi dengan orang lain.
Pada tingkat perkembangan yang lebih matur, kecemasan adalah berhubungan
yang lebih matur, kecemasan adalah berhubungan dengan perpisahan dari objek
yang dicintai. Pada tingkat yang masih lebih matur, kecemasan adalah
berhubungan dengan hilangnya cinta dari objek yang penting. Kecemasan kastrasi
adalah berhubungan dengan fase oedipal dari perkembangan dan dianggap
merupakan satu tingkat tertinggi dari kecemasan. Kecemasan superego, ketakutan
mengecewakan gagasan dan nilai sendiri (didapatkan dari orangtua yang
diinternalisasikan), adalah bentuk kecemasan yang paling matur.
Sehubungan dengan faktor-faktor psikolgik yang berperan dalam
terjadinya anxietas ada tiga teori yang berhubungan dengan hal ini, yaitu : teori
psikoanalitik, teori behavorial, dan teori eksistensial. Menurut teori psiko-analitik
terjadinya anxietas ini adalah akibat dari konflik unconscious yang tidak
terselesaikan. Teori behavior beranggapan bahwa terjadinya anxietas ini adalah
akibat tanggapan yang salah dan tidak teliti terhadap bahaya. Ketidaktelitian ini
sebagai akibat dari perhatian mereka yang selektif pada detil-detil negative dalam
kehidupan, penyimpangan dalam proses informasi, dan pandangan yang negative
terhadap kemampuan pengendalian dirinya . Teori eksistensial bependapat bahwa
terjadinya anxietas adalah akibat tidakadanya rangsang yang dapat diidentifikasi
secara spesifik. Ketiadaan ini membuat orang menjadi sadar akan kehampaannya
di dalam kehidupan ini.

C. Epidemiologi
Gangguan kecemasan umum adalah suatu kondisi yang sering ditemukan,
tetapi dengan kriteria ketat dari DSM-III-R dan DSM-IV, gangguan kecemasan
umum sekarang mungkin lebih jarang ditemukan dibandingkan jika digunakan
kriteria DSM-III. Perkiraan yang diterima untuk prevalensi gangguan kecemasan
umum satu tahun terentang dari 3 sampai 8 persen. Gangguan kecemasan umum
kemungkinan merupakan gangguan yang paling sering ditemukan dengan
gangguan mental penyerta, biasanya gangguan kecemasan atau gangguan mood
lainnya. Kemungkinan 50% dengan gangguan kecemasn umum memiliki
gangguan mental lainnya.

16
Rasio wanita dan laki-laki adalah kira-kira 2:1, tetapi rasio wanita
berbanding laki-laki yang mendapatkan perawatan rawat inap untuk gangguan
tersebut kira-kira adalah 1:1. Usia onset adalah sukar untuk ditentukan, karena
sebagian besar pasien melaporkan bahwa mereka mengalami kecemasan selama
yang dapat mereka ingat. Pasien biasanya datang untuk mendapatkan perawatan
dokter pada usia 20 tahunan, walaupun kontak pertama dengan klinisi dapat
terjadi pada hampir setiap usia, hanya sepertiga pasien yang menderita gangguan
kecemasan umum mencari pengobatan psikiatrik. Banyak pasien pergi ke dokter
umum, dokter penyakit dalam, dokter specialis kardiologi, specialis paru-paru,
atau dokter specialis gastrointenterologi untuk mencari pengobatan spesifik
gangguan.

D. Kriteria diagnosis
Diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh (DSM-IV) ditegakkan bila
terdapat kecemasan kronis yang lebih berat (berlangsung lebih dari 6 bulan;
biasanya tahunan dengan gejala bertambah dan kondisi melemah) dan termasuk
gejala seperti respons otonom (palpitasi, diare, ekstremitas lembab, berkeringat,
sering buang air kecil), insomnia, sulit berkonsentrasi, rasa lelah, sering menarik
nafas, gemetaran, waspada berlebihan, atau takut akan sesuatu yang akan terjadi.
Ada kecenderungan diturunkan dalam keluarga, memiliki komponen genetik yang
sedang dan dihubungkan dengan fobia sosial dan sederhana serta depresi mayor
(terdapat pada 40% atau lebih pasien; meningkatkan resiko bunuh diri. Biasanya
pada kondisi ini tidak`ditemukan etiologi stres yang jelas, tetapi harus dicari
penyebabnya.

Diagnosis gangguan cemas menyeluruh menurut PPDGJ-III ditegakkan


berdasarkan :

 Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang


berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa
bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi
khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau “mengambang”).

17
 Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
1) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung
tanduk, sulit berkonsentrasi, dsb)
2) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat
santai); dan
3) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala,
mulut kering, dsb)
 Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),
khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan
Anxietas Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria
lengkap dari episode depresif (F.32.-), gangguan anxietas fobik (F.40.-),
gangguan panik (F42.0), atau gangguan obsesif-kompulsif (F.42).

E. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding kecemasan umum adalah semua kondisi medis yang
menyebabkan kecemasan. Pemeriksaan medis yang dimaksud adalah tes kimia,
darah standar, elektrokardiogram , dan fungsi tiroid. Pemeriksaan status mental
harus menggali kemungkinan gangguan panik, fobia, dan gangguan obsesif
kompulsif, membedakan gangguan kecemasan umum dari ganggua depresif berat
dan gangguan distimik pada kenyataannya, ganggguan tersebut seringkali terdapat
bersama-sama. kemungkinan diagnosis lain adalah gangguan penyesuaian dengan
kecemasan, hipokondriasi, gangguan hiperaktifitas dan gangguan kepribadian.

F. TANDA DAN GEJALA


Deskripsi umum pasien tampak sangat berantakan (tidak rapi), dari segi
perilaku dapat ditemukan tampak agitasi atau menarik diri. Dari mood dan afek
dapat ditemukan menurunnya responsivitas terhadap rangsangan yang sering
disebut anhedonia serta emosi yang tidak tepat. Afek dapat ditemukan datar atau
tumpul. Dari persepsi dapat ditemukan berupa halusinasi, ilusi bahakan kadang
ditemukan depersonalisasi dan derealisasi. Dari gangguan pikiran dapat

18
ditemukan asosiasi longgar, neologisme, terhambat dan klang asosiasi. Dari isi
pikir dapat ditemukan berupa waham. Kadang pasien memiliki ganguan orientasi
personal, waktu dan tempat. Namun untuk memori terkadang sulit unutk dinilai.
Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi 2 kelompok gejala positif dan
gejala negatif.

G. TERAPI
Pengobatan yang paling efektif untuk pasien dengan gangguan kecemasan
umum adalah kemungkinan pengobatan yang mengkombinasikan psikoterapeutik,
farmakoterapeutik, dan pendekatan suportif. Pengobatan mungkin memerlukan
cukup banyak waktu bagi klinisi yang terlibat, terlepas dari apakah klinisi adalah
seorang dokter psikiatrik, seorang dokter keluarga, atau spesialis lainnya.

1. Farmakoterapi

Neurotransmiter utama terhadap gangguan kecemasan dengan melihat


hasil laboratorium dengan mencheck peningkatan norepinefrin, serotonin dan
gamma aminobutryc acid (GABA). Dengan positron emission tomography (PET)
juga ditemukan kelainan (disregulasi) pembuluh darah serebral.
Biasanya untuk kecemasan dokter menganjurkan penggunaan obat
psikoleptik, yaitu benzodiazepines dalam dosis rendah. Jenis obat-obat ini adalah
Diazepam, Klordiazepoksid, Lorazepam, Klobazam, Bromazepam, Oksazolam,
Klorazepat, Alprazolam atau Prazepam.
Penggunaan obat anti kecemasan haruslah melalui kontrol dari dokter
secara ketat, penggunaan obat-obat antiansietas dapat mengakibatkan beberapa
efek samping. Pasien dengan riwayat penyakit hati kronik, ginjal dan paru
haruslah diperhatikan pemakaian obat-obatan ini. Pada anak dan orangtua dapat
juga memberikan reaksi seperti yang tidak diharapkan (paradoxes reaction) seperti
meningkatkan kegelisahan, ketegangan otot, disinhibisi atau gangguan tidur.

19
Beberapa efek samping penggunaan obat antiansietas adalah:

 Sedative (rasa mengantuk, kewaspadaan menurun, kerja psikomotorik


menurun, dan kemampuan kognitif melemah)
 Rasa lemas dan cepat lelah
 Adiktif walaupun sifatnya lebih ringan dari narkotika. Ketergantungan
obat biasanya terjadi pada individu peminum alkohol, pengguna narkoba
(maksimum pemberian obat selama 3 bulan). Penghentian obat secara
mendadak memberikan gejala putus obat (rebound phenomenon) seperti
kegelisahan, keringat dingin, bingung, tremor, palpitasi atau insomnia.

Keputusan untuk meresepkan suatu ansiolitik pada pasien dengan


gangguan kecemasan umum harus jarang dilakukan pada kunjungan pertama.
Karena sifat gangguan yang berlangsung lama, suatu rencana pengobatan harus
dengan cermat dijelaskan. Dua obat utama yang harus dipertimbangkan dalam
pengobatan gangguan kecemasan umum adalah buspirone dan benzodiazepine.
Obat lain yang mungkin berguna adalah obat trisklik sebagai contoh imipramine.
Walaupun terapi obat untuk gangguan kecemasan umum sering kali
dipandang sebagai pengobatan selama 6 sampai 12 bulan, beberapa bukti
menyatakan bawa pengobatan harus jangka panjang, kemungkinan seumur hidup.
Kira kira 25 persen pasien menagalami kekambuhan dalam bulan pertama setelah
dihentikan terapi, dan 60 sampai 80 persen kambuih selama perjalanan tahun
selanjutnya. Walaupun beberapa pasien menjadi tergantung pada benzodiazepine,
tidak ada toleransi yang berkembang untuk efek terapeutik.
Benzodiazepin. Merupakan obat pilihan pertama untuk gangguan
kecemasan umum. Pada gangguan benzodiazepine dapat diresepkan atas dasar
jika diperlukan, sehingga pasien menggunakan benzodiazepine kerja cepat jika
mereka merasakan kecemasan tertentu. Pendekatan alternative adalah dengan
meresepkan benzodiazepine untuk suatu periode terbatas, selama mana
pendekatan terapeutik psikososial diterapkan .
Beberapa masalah adalah berhubungan dengan pemakaian benzodiazepine
dalam gangguan kecemasan umum. Kira kira 25-30 % dari semua pasien tidak

20
berespons, dan dapat terjadi toleransi dan ketergantungan. Beberapa pasien juga
mengalami gangguan kesadaran saat menggunakan obat dan dengan demikian,
adalah berada dalam resiko untuk mengalami kecelakaan kendaraan bermotor.
Keputusan klinis untuk memulai terapi dengan benzodiazepine harus
dipertimbangkan dan spesifik. Diagnosis pasien, gejala sasaran spesifik, dan
lamanya pengobatan semuanya harus ditentukan. Dan harus diberikan informasi
kepada pasien. Pengobatan untuk sebagian besar keadaan kecemasan berlangsung
selama dua sampai enam minggu, diikuti oleh satu atau dua minggu menurunkan
obat perlahan-lahan sebelum akhirnya obat dihentikan.
Untuk pengobatan kecemasan, biasanya memulai dengan obat pada
rentang rendah terapeutiknya dan meningkatkan dosis untuk mencapai respons
terapeutik. Pemakaian benzodiazepine dengan waktu paruh sedang ( 8 – 15 jam )
kemungkinan menghindari beberapa efek merugikan yang berhubungan dengan
penggunaan benzodiazepin dengan waktu paruh panjang. Pemakaian dosis terbagi
mencegah perkembangan efek merugikan yang berhubungan dengan kadar plasma
puncak yang tinggi. Perbaikan yang didapatkan dengan benzodiazepine mungkin
lebih dari sekedar efek anti kecemasan. Sebagai contoh, obat dapat menyebabkan
pasien memandang beberapa kejadian dalam pandangan yang positif. Obat juga
dapat memiliki kerja disinhibisi ringan, serupa dengan yang dilihat setelah
sejumlah kecil alkohol.
Buspirone. Buspirone kemungkinan besar efektif pada 60 – 80% pasien
dengan gangguan kecemasan umum. Data menyatakan bahwa buspirone lebih
efektif dalam menurunkan gejala kognitif dari gangguan kecemasan umum
dibandingkan dengan menurunkan gejala somatik. tidak adanya gejala putus obat.
Bukti-bukti juga menyatakan bahwa pasien yang sebelumnya telah diobati dengan
benzodiazepine kemungkinan tidak berespons baik dengan pengobatan buspirone.
Tidak adanya respons tersebut mungkin disebabkan oleh tidak adanya efek
nonansiolitik dari benzodiazepine, yang terjadi pada terapi buspirone. Kerugian
utama dari buspirone adalah bahwa efeknya memerlukan 2 – 3 minggu. Dapat
dilakukan penggunaan bersama antara benzodiazepine dengan buspiron kemudian

21
di lakukan tapering benzodiazepine setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi
buspiron sudah mencapai maksimal.
SSRI (Selective Serotonin-Reuptake Inhibitors) Sertraline dan
paroxetin merupakan pilihan yang lebih baik daripada fluoksetin. Pemberian
fluoksetin dapat meningkatkan anxietas sesaat. SSRI selektif terutama terhadap
pasien GAD dengan riwayat depresi.

2. Psikoterapi
Dalam psikoterapi, psikolog, konselor dan ahli terapis berusaha menyusun
terapi psikologis yang beragam untuk pengobatan yang disesuaikan dengan
kepribadian klien. Penerapan metode dapat secara personal maupun group
(perkelompok). Psikiater berusaha mengkombinasi pengobatan medis dan
psikoterapi secara bersamaan. Perlu untuk diketahui bahwa tidak ada pengobatan
jenis gangguan kecemasan ini hanya menggunakan satu cara saja, dibutuhkan
lebih kombinasi untuk menyembuhkan gangguan kompleks ini.

Pendekatan psikoterapi untuk gangguan kecemasan menyeluruh meliputi:

a. Terapi kognitif perilaku, terapi ini memiliki keunggulan jangka panjang


dan jangka pendek. Pendekatan kognitif secara langsung menjawab
distorsi kognitif pasien dan pendekatan perilaku menjawab keluhan
somatik secara langsung.
b. Terapi suportif, terapi yang menawarkan ketentraman dan kenyamanan
bagi pasien.
c. Terapi berorientasi tilikan, memusatkan untuk mengungkapkan konflik
bawah sadar dan mengenali kekuatan ego pasien.

Terapi yang paling sering digunakan dalam perawatan kecemasan adalah


cognitive-behavioural therapy (CBT). Pada CBT diberikan teknik pelatihan
pernafasan atau meditasi ketika kecemasan muncul, teknik ini diberikan untuk
penderita kecemasan yang disertai dengan serangan panik.

22
Support group juga diberikan dalam CBT, individu ditempatkan dalam
group support yang mendukung proses treatment. Group support dapat berupa
sekelompok orang yang memang telah dipersiapkan oleh konselor/terapis untuk
mendukung proses terapi atau keluarga juga dapat diambil sebagai group support
ini.

3. Mencegah Kemunculan Gangguan Kecemasan


a. Kontrol pernafasan yang baik
Rasa cemas membuat tingkat pernafasan semakin cepat, hal ini
disebabkan otak "bekerja" memutuskan fight or flight ketika respon stres
diterima oleh otak. Akibatnya suplai oksigen untuk jaringan tubuh semakin
meningkat, ketidakseimbangan jumlah oksigen dan karbondiosida di dalam
otak membuat tubuh gemetar, kesulitan bernafas, tubuh menjadi lemah dan
gangguan visual.
Ambil dalam-dalam sampai memenuhi paru-paru, lepaskan dengan
perlahan-lahan akan membuat tubuh jadi nyaman, mengontrol pernafasan
juga dapat menghindari srangan panik.
b. Melakukan Relaksasi
Kecemasan meningkatkan tension otot, tubuh menjadi pegal
terutama pada leher, kepala dan rasa nyeri pada dada. Cara yang dapat
ditempuh dengan melakukan teknik relaksasi dengan cara duduk atau
berbaring, lakukan teknik pernafasan, usahakanlah menemukan
kenyamanan selama 30 menit.
c. Intervensi kognitif
Kecemasan timbul akibat ketidakberdayaan dalam menghadapi
permasalahan, pikiran-pikiran negatif secara terus-menerus berkembang
dalam pikiran. caranya adalah dengan melakukan intervensi pikiran negatif
dengan pikiran positif, sugesti diri dengan hal yang positif, singkirkan
pikiran-pikiran yang tidak realistik. Bila tubuh dan pikiran dapat merasakan
kenyamanan maka pikiran-pikiran positif yang lebih konstruktif dapat

23
meuncul. Ide-ide kreatif dapat dikembangkan dalam menyelesaikan
permasalahan.
d. Pendekatan agama
Pendekatan agama akan memberikan rasa nyaman terhadap pikiran,
kedekatan terhadap Tuhan dan doa-doa yang disampaikan akan
memberikan harapan-harapan positif. Dalam Islam, sholat dan metode zikir
ditengah malam akan memberikan rasa nyaman dan rasa percaya diri lebih
dalam menghadapi masalah. Rasa cemas akan turun. Tindakan bunuh diri
dilarang dalam Islam, bila iman semakin kuat maka dorongan bunuh diri
(tentamina Suicidum) pada simtom depresi akan hilang.
e. Pendekatan keluarga
Dukungan (supportif) keluarga efektif mengurangi kecemasan.
Jangan ragu untuk menceritakan permasalahan yang dihadapi bersama-
sama anggota keluarga. Ceritakan masalah yang dihadapi secara tenang,
katakan bahwa kondisi Anda saat ini sangat tidak menguntungkan dan
membutuhkan dukungan anggota keluarga lainnya. Mereka akan berusaha
bersama-sama Anda untuk memecahakan masalah Anda yang terbaik. 22
f. Olahraga
Olahraga tidak hanya baik untuk kesehatan. Olahraga akan menyalurkan
tumpukan stres secara positif. Lakukan olahraga yang tidak memberatkan,
dan memberikan rasa nyaman kepada diri Anda.

24
BAB III
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Pasien laki-laki berusia 39 tahun datang kontrol rutin dan didiagnosis


gangguan cemas menyeluruh (GAD) berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
status psikiatri.
Diagnosis gangguan cemas menyeluruh menurut PPDGJ-III ditegakkan
berdasarkan :
 Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang
berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai
beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada
keadaan situasi khusus tertentu saja.

Pada pasien ini menunjukkan gejala kecemasan gejala cemas hampir


setiap hari terutama menjelang sore hari dan berlangsung terus hingga malam hari.
Kecemasan yang dialami pasien ini telah berlangsung selama lebih dari 1 tahun.
Gejala cema awalnya muncul pada beberapa keadaan seperti saat mau
makan/minum, mendengar/melihat kematian dan hal yang menakutkan, dan saat
pasien mandi sendiri.

 Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:


1) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung
tanduk, sulit berkonsentrasi, dsb)
2) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat
santai); dan
3) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala,
mulut kering, dsb)

Ketika pasien menghadapi situasi tertentu saat mau makan/minum,


mendengar/melihat kematian dan hal yang menakutkan, dan saat pasien mandi

25
sendiri, pasien menunjukkan gejala-gejala yang sesuai dengan criteria PPDGJ III
di atas, yaitu : khawatir akan terjadi suatu hal yang berbahaya pada dirinya,
merasa seperti di ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, gelisah, sakit kepala,
gemetaran, tidak dapat santai, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak napas.
Sekarang saat homevisit pasien mengaku masih sering mengalami cemas
tapi kecemasannya saat ini hanya saat akan makan/minum saja. Dan biasanya
paling sering mulai muncul gejala cemas pada sore hingga malam hari. Pasien
membutuhkan ayahnya saat makan untuk menemaninya sehingga gejala cemas
dapat berkurang.

Terapi pada Gangguan Kecemasan Menyeluruh pada umumnya dapat


dilakukan dengan 2 cara yakni terapi psikologis (psikoterapi) atau terapi dengan obat-
obatan (farmakoterapi). Obat pilihan yang digunakan adalah antianxietas (golongan
benzodiazepine khuusnya diazepam dan alprazolam. Anti depresan juga dapat
dikombinasikan misalnya golongan SSRI yakni fluoxetine.

Pasien ini oleh dokter diberikan fluoxetine 20 mg 1 x 1 dan alprazolam 0,25


mg 1 x 1. Alprazolam bekerja di dalam otak dan saraf untuk menghasilkan efek
menenangkan dengan meningkatkan aktivitas zat kimia alami dalam tubuh yang
disebut asam gamma-aminobutirat (GABA). Fluoxetine bekerja dengan cara
meningkatkan aktivitas dan sirkulasi suatu zat kimia di dalam otak yang disebut
dengan serotonin. Dengan meningkatnya kadar serotonin, maka keseimbangan kimia
di dalam otak berubah dan gejala depresi teratasi.

Terapi non farmakologis juga diberikan berupa :


 Intervensi kognitif
Kecemasan timbul akibat ketidakberdayaan dalam menghadapi
permasalahan, pikiran-pikiran negatif secara terus-menerus
berkembang dalam pikiran. Caranya adalah dengan melakukan
intervensi pikiran negatif dengan pikiran positif, sugesti diri dengan
hal yang positif, singkirkan pikiran-pikiran yang tidak realistik.

26
 Edukasi keluarga
Mnyarankan kepada keluarga untuk selalu memberikan
dukungan kepada pasien, mengajarkan pasien untuk lebih terbuka
terhadap keluarga.
 Terapi supportif: bertujuan untuk memperkuat mekanisme ketahanan
pasien terhadap tekanan kecemasan, meningkatkan kepercayaan diri
untuk bergaul dengan sekitar.
 Terapi yang paling sering digunakan dalam perawatan kecemasan
adalah cognitive-behavioural therapy (CBT). Pada CBT diberikan
teknik pelatihan pernafasan atau meditasi ketika kecemasan muncul,
teknik ini diberikan untuk penderita kecemasan yang disertai dengan
serangan panik.

27
DAFTAR PUSTAKA

Adiwena, N. 2007. Anxietas. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Islam


Indonesia.
Idrus, M. Anxietas dan Hipertensi. J Med Nus Vol. 27 No.1 Januari-Maret 2006.
Jakarta
Kaplan H.I, Sadok B.J. 1997. Sinopsis Psikiatri, edisi 7 jilid 1. Bina Rupa Aksara
: Jakarta
Katzung, B.G. 2002. Penyalahgunaan Obat dalam: Farmakologi Dasar dan
Klinik. Buku 2, ed.VIII. Jakarta: Salemba Medika
Maslim R. 2001 Diagnosis Gangguan Jiwa / PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya
Maslim, R. 2014. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. 7th ed. Jakarta. Binarupa Aksara : 685-729
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (2014) Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, Jakarta.
Redayani, P. 2010. Gangguan Cemas Menyeluruh. dalam Buku Ajar Psikiatri.
FKUI : Jakarta
Rosani, S. and Diatri, H. (2014) 'Tanda dan Gejala gangguan Jiwa', in tanto, C.,
Liwang, f., Hanifati, S. and Pradipta, E.A. Kapita Selekta Kedokteran, IV
jilid II edition, Jakarta: Media Aesculapius

28

Anda mungkin juga menyukai