1. Definisi
Episkleritis adalah suatu peradangan local jaringan ikat vascular penutup sclera yang
relative sering dijumpai. Sklera terdiri dari serat-serat jaringan ikat yang membentuk dinding
putih mata yang kuat. Sklera dibungkus oleh lapisan episklera yang merupakan tipis yang banyak
mengandung pembuluh darah untuk memberi makan sklera. Dibagian depan mata, episklera
dibungkus oleh konjungtiva. Episklera adalah suatu kondisi yang relatif umum yang dapat
mempengaruhi pada satu atau kedua mata.
Kekambuhan sering terjadi dan penyebabnya tidak diketahui. Kelainan lokal atau sitemik
terkait misalnya rosasea okular, atopi, gout, infeksi atau penyakit kolagen vaskuler dijumpai pada
sepertiga populasi pasien.
2. Epidemiologi
Episkleritis cenderung mengenai orang muda, khasnya pada decade ketiga atau keempat
kehidupan. Mengenai wanita 3 kali lebih sering dibandingkan pria, bersifat unilateral pada dua
pertiga kasus. Kekambuhan sering terjadi dengan penyebab tidak diketahi.
Gambar. Episkleritis
3. Etiologi
Hingga sekarang belum diketahui penyebab pasti dari episkleritis. Namun, ada beberapa
kondisi kesehatan tertentu yang selalu berhubungan dengan terjadinya episkleritis. Kondisikondisi tersebut adalah penyakit yang mempengaruhi tulang, tulang rawan, tendon, atau jaringan
ikat lain dari tubuh, seperti :
Rheumatoid arthritis
Ankylosing spondylitis
4.
Klasifikasi
episcleritis (20%) terlokalisasi pada satu area, membentuk nodul dengan injeksi
sekelilingnya.
5. Manifestasi Klinis
Gejala episkleritis meliputi :
Sakit mata dengan rasa nyeri atau sensasi terbakar
Mata merah dan iritasi ringan atau rasa tidak nyaman
Unilateral
Kepekaan terhadap cahaya
Tidak mempengaruhi visus
Lacrimasi
Jika pasien mengalami episkleritis nodular, pasien mungkin memiliki satu atau lebih
benjolan kecil atau benjolan pada daerah putih mata. Pasien mungkin merasakan bahwa benjolan
tersebut dapat bergerak di permukaan bola mata.
Pemeriksaan mata memperlihatkan injeksi episklera, yang bersifat nodural, sektoral, atau
difus. Tidak tampak peradangan atau edema pada sklera dibawahnya, keratitis dan uveitis jarang
menyertai. Diagnosa konjungtivitis disingkirkan dengan tidak adanya injeksi konjungtiva
palpebralis ataupun sekret. Tanda objektif dapat ditemukan kelopak mata bengkak, konjungtiva
bulbi kemosis disertai pelebaran pembuluh darah episklera dan konjungtiva.
Ditandai dengan adanya hiperemia lokal sehingga bola mata tampak berwarna merah
muda atau keunguan. Juga terdapat infiltrasi, kongesti, dan edem episklera, konjungtiva
diatasnya dan kapsula tenon di bawahnya.
a. Episkleritis Simple
Gambaran yang paling sering ditandai dengan kemerahan sektoral dan gambaran yang
lebih jarang adalah kemerahan difus. Jenis ini biasanya sembuh spontan dalam 1-2
minggu.
b. Episkleritis Noduler
Ditandai dengan adanya kemerahan yang terlokalisir, dengan nodul kongestif dan
biasanya sembuh dalam waktu yang lebih lama. Pemeriksaan dengan Slit Lamp yang
tidak menunjukkan peningkatan permukaan sklera anterior mengindikasikan bahwa
sklera tidak membengkak. Pada kasus rekuren, lamela sklera superfisial dapat
membentuk garis yang paralel sehinggga menyebabkan sklera tampak lebih translusen.
Gambaran seperti ini jangan disalah diagnosa dengan penipisan sklera.
Pada kasus yang jarang pemeriksaan pada kornea menunjukkan adanya dellen formation
yaitu adanya infiltrat kornea bagian perifer. Pemeriksaan fisik lainnya adalah adanya uveitis
bagian anterior yang didapatkan pada 10 % penderita.
laboratorium tidak diperlukan . Pada beberapa pasien dengan episkleritis noduler atau pada kasus
yang berat, rekuren, dan episkleritis sederhana yang persisten atau rekuren, diperlukan hitung
jenis sel darah (diff count), kecepatan sedimentasi eritrosit (ESR), pemeriksaan asam urat serum,
foto thoraks, pemeriksaan antibodi antinuklea, rheumatoid factor, tes VDRL (Venereal Disease
Research Laborator)) dan tes FTA-ABS (Fluorescent Treponemal Antibody Absorption)
6. Prognosis
Prognosis akhirnya baik karena biasanya akan sembuh dengan sendirinya dalam 1-2
minggu, dan tidak akan mempengaruhi visus. Namun kekambuhan dapat terjadi selama
bertahun-tahun.
7. Penatalaksanaan
Episkleritis biasanya akan hilang sendiri dalam waktu sekitar 10 hari dan biasanya tidak
memerlukan pengobatan apapun. Tanpa adanya penyakit sistemik, terapi yang diberikan berupa
air mata penyejuk setiap 4-6 jam sehingga kemerahan mereda. Namun, pada kasus-kasus yang
didasari oleh kelainan lokal atau sistemik, dibutuhkan terapi yang lebih spesifik, contohnya
doxycycline, 100 mg dua kali sehari untuk rosasea, terapi antimikroba untuk tuberkulosis, sifilis
atau infeksi herpes virus, obat antiinflamasi nonsteroid lokal atau sistemik atau kortikosteroid
untuk penyakit kolagen vaskuler.
Simple Lubrikan atau Vasokonstriktor digunakan pada kasus yang ringan.
Jika gejala semakin parah atau bertahan lama, dokter mungkin akan meresepkan
beberapa obat berikut:
1. Non-steroidal anti-inflammatory drug (NSAID). Obat ini akan membantu meredakan
nyeri dan bengkak dan mengurangi peradangan. Obat yang termasuk golongan ini
adalah Flurbiprofen 300 mg sehari, yang diturunkan menjadi 150 mg sehari setelah
gejala terkontrol, atau Indometasin 25 mg tiga kali sehari. Obat ini mungkin
bermanfaat untuk kedua bentuk episkleritis, terutama pada kasus rekuren. Pemberian
aspirin 325 sampai 650 mg per oral 3-4 kali sehari disertai dengan makanan atau
antasid.
2. Steroid
Pencegahan
Pencegahan tingkat pertama merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat
agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit. Pencegahan primer dapat
dilakukan dengan cara meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan yang
bergizi, meningkatkan hygiene perorangan dan sanitasi lingkungan, rajin membersihkan mata,
dan menggunakan pelindung mata saat bekerja.
1. Vaughan & Asbury. Oftalmologi umum. Ed 17. 2009. Jakarta: penerbit buku kedokteran
EGC. Hal 165
2. American
Academy
of
Ophthalmology.
External
disease
and
cornea.
Scleritis
After
Bare
Sclera
Excision
of
Pterygium.
Episcleritis
in
Http://www.emedicine.com/oph/topic641.html
[27
September 2016]
7. Pavan-Langston, Cornea and External Disease in Manual of Ocular Diagnosis and
Therapy 5th Edition pp. 125-126. Philadelphia. 2002. Lippincott Williams & Wilkins
8. Riordan Paul-Eva, Episkleritis dalam Oftalmologi Umum edisi 14 hal.170-171. Jakarta.
2000. Widya Medika.
9. Rhee Douglas and Pyfer Mark, Episcleritis in The Wills Eye Manual 3 rd Edition pp133134. United States of America. 1999. Lippincott Williams & Wilkins
10. Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta : EGC, 2009. Hal 165-168.
11. Kanski J. Jack, Disorders of the Cornea and Sclera in Clinical Ophthalmology 5 th Edition
pp. 151-2. Great Britain. 2003. Butterworth-Heinemann.
12. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46911/3/Chapter%20II.pdf [ 2 Oktober
2016]