Anda di halaman 1dari 47

Episkleritis

Skleritis
Dry Eye
Syndrome
Orin Tasha Ryani Putri 190070201011025
Eriska Siti Rohmania 190070201011023
Vita Febrylia Adzima 190070201011021

Pembimbing : dr. Hera Dwi Novita, Sp.M(K)


01
EPISKLERITIS
Definisi

Episkleritis merupakan inflamasi non


granulomatosa pada jaringan ikat vascular
episklera yang terletak antara konjungtiva dan
permukaan sklera yang menyebabkan dilatasi
vascular dan infiltrasi perivaskular

Salama, A., Elsheikh, A., & Alweis, R. (2018). Is this a worrisome red eye? Episcleritis in the primary care setting. Journal of community hospital internal medicine
perspectives, 8(1), 46–48. https://doi.org/10.1080/20009666.2017.1418110
Epidemiologi Etiologi
• Idiopatik
• Prevalensi wanita > laki-laki
• Penyakit sistemik (26-36%)
• Sering mengenai dewasa muda, - Gout
- Rosacea
usia 20-50 tahun
- Psoriasis
• Insidensi < I/I000  jarang
- Rheumatoid arthritis
• Hipersensitivitas
• Infeksi episklera
- HZV
- Sifilis
- TB

Stacy S, Episcleritis, Statpearls 2020


Salama, A., Elsheikh, A., & Alweis, R. (2018). Is this a worrisome red eye? Episcleritis in the primary care setting. Journal of community hospital internal medicine
perspectives, 8(1), 46–48. https://doi.org/10.1080/20009666.2017.1418110
Patofisiologi
Peradangan non granulomatosa
pada jaringan vascular
episklera

Aktivasi sel imun termasuk


limfosit dan makrofag

Melepaskan mediator inflamasi

Vasodilatasi Permeabilitas Migrasi sel


vaskular vaskular leukosit dan
makrofag

Schonberg S, Stokkermans TJ. Episcleritis. [Updated 2020 Aug 10]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534796/
Klasifikasi
SIMPLE/DIFFUS
NODULAR/FOCAL
E
• Kemerahan mata muncul saat
• Dilatasi pembuluh darah episklera, bangun tidur  2-3 hari kemudian
bisa secara sectoral maupun kemerahan akan bertambah
difus besar dan akan terasa tidak
• 75% kasus dari episkleritis nyaman (memberat)
• Gambaran klinis akan memuncak • Didapatkan nodul yang dikelilingi
dalam 24 jam dan mulai memudar oleh injeksi dan dapat digerakkan
dalam beberapa hari selanjutnya
(onset akut)
Gejala Klinis
1. Unilateral (80%), bisa juga bilateral.
2. Onset akut
3. Penglihatan tidak
terganggu
4. Mata terasa kering

5. Rasa sakit ringan, mengganjal


6. Tes epinefrin +

Schonberg S, Stokkermans TJ. Episcleritis. [Updated 2020 Aug 10]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534796/
Diagnosis
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
● Keluhan utama : Mata merah, tanpa disertai • Visus normal
penurunan visus • Ditemukan adanya hiperemia lokal
● Keluhan penyerta : mata kering, nyeri, sehingga bola mata tampak
mengganjal, dan berair. Keluhan bersifat ringan berwarna merah muda atau
dan tidak mengganggu aktivitas sehari-hari keunguan
● Dapat unilateral (2/3 pasien) maupun bilateral.
Jika keluhan bilateral, sering terkait dengan
adanya penyakit sistemik
● Keluhan biasanya bersifat akut, namun dapat
pula berlangsung beberapa minggu hingga
beberapa bulan

Salama, A., Elsheikh, A., & Alweis, R. (2018). Is this a worrisome red eye? Episcleritis in the primary care setting. Journal of community hospital internal medicine
perspectives, 8(1), 46–48. https://doi.org/10.1080/20009666.2017.1418110
Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Failitas Pelayanan Kesehatan Primer edisi 1 tahun 2017
Diagnosis
Phenylephrine Test
Pemeriksaan SLIT LAMP

• Hyperemia pada episklera berwarna pink Teteskan phenylephrine 2.5% pada mata yang
kemerahan
• Periksa IOP
 Interpretasi :
• Pada nodular episkleritis→ nodul berbatas • Phenylephrine test (+) : setelah diteteskan,

tegas di bawah konjungtiva. Nodul mobile, kemerahan pada mata berkurang


• Phenylephrine test (-) : setelah diteteskan,
dan jika ditekan menyebabkan rasa nyeri
kemerahan pada mata tidak berkurang
yang menjalar

Kanski: Clinical Opthalmology – A systemic Approach 8th Ed (2015)


Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Failitas Pelayanan Kesehatan Primer edisi 1 tahun 2017
Tatalaksana Dapat sembuh sendiri
dalam 1-2 minggu

Kortikosteroid
Artificial tears Topikal Ringan
Diberikan 4-6 jam sekali
Fluometholone 0,1% /
loeprednoletabonate 0,5% 4x sehari
selama 1-2 minggu lalu di kurangi

NSAID ORAL

Alternatif jika steroid topikal tidak cukup NSAID Topikal


mengatasi peradangan dapat diberikan Diklofenak 0,1% dan ketorolak
Ibuprofen 200-600 mg 3 - 4 kali per hari, dan 0,5% . Alternatif steroid dimana
naproxen 250-500 mg dua kali sehari selama NSAID Topikal tidak meningkatkan
sampai dua minggu. TIO.
Komplikasi
01 02
Penurunan
Episkleritis Rekuren
Pengelihatan

03 04
Penggunaan steroid jangka
Anterior &
lama:
Intermediate Uveitis
Meningkatkan tekanan
intraocular (glaucoma)

Schonberg S, Stokkermans TJ. Episcleritis. [Updated 2020 Aug 10]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534796
Prognosis
• Prognosis pasien dengan episkleritis umumnya baik.

• Sebagian besar pasien tidak memiliki kondisi sistemik yang

mendasarinya

• Dapat terjadi rekurensi (30 %)

• Efek samping dari peradangan dan perawatan jarang

ditemui dan dapat dikelola tanpa intervensi yang signifikan.


02
SKLERITIS
Definisi

Peradangan pada lapisan sklera yang ditandai dengan adanya


infiltrasi seluler, kerusakan kolagen, dan perubahan vaskuler .

Yoshida A, Watanabe M, Okubo A, et al. Clinical characteristics of scleritis patients with emphasized comparison of associated systemic diseases (anti-neutrophil
cytoplasmic antibody-associated vasculitis and rheumatoid arthritis). Jpn J Ophthalmol. 2019 Sep;63(5):417–24.
Epidemiologi Etiologi
INDONESIA • Penyakit Autoimun
• 50% pasien skleritis memiliki • Penyakit Granulomatosa
penyakit autoimun sistemik yang • Gangguan metabolik
mendasari • Infeksi
• >> wanita predileksi usia 40-60 • Pasca Ekstraksi katarak
tahun. • Lain-lain
- Fisik (radiasi, luka bakar termal)
GLOBAL
• 60-74% terjadi pada wanita,. - Kimia (luka bakar asam atau basa
• Etnis Kaukasia sebanyak 79,4% - Mekanis (cedera tembus)

Stem MS, Todorich B, Faia LJ. Ocular Pharmacology for Scleritis: Review of
Treatment and a Practical Perspective. J Ocul Pharmacol Ther. 2017 Mar
29;33(4):240–6. Eva PR. Sklera. Dalam:Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P, Suyono J,
La Distia Nora R, Sitompul R, Bakker M, et al. Tuberculosis and other causes of Editor. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta: EGC, 2000.169-73
uveitis in Indonesia. Eye. 2018 Mar;32(3):546–54.
Patofisiologi

• Adanya proses disregulasi autoimun pada faktor predisposisi yang diasumsikan menyebabkan
skleritis.
• Faktor pencetus itu dapat berupa faktor infeksius, substansi endogenous atau trauma.
• Proses inflamasi dapat menyebabkan immune complex – related vascular demage
(Hipersensitifvitas tipe III) dan subsequent chronic granulomatous response (Hipersensitivitas tipe
IV).
• Interaksi tersebut yang dapat menyebabkan respone imun kompleks yang dapat menyebabkan
destruksi sclera. Proses autoimun pada skleritis juga didukung oleh gangguan autoimun sistemik
dan bisa juga disebabkan oleh terapi imunosupresan.

Sims J. Scleritis: presentations, disease associations and management. Postgrad Med J. 2012 Sep 12
KLASIFIKASI

Lagina, Amy. Scleritis. Last Updated June , 27 2020. Available In https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499944/


Skleritis Anterior Non-Necrotizing DIFUSE
Bentuk paling ringan
- Brawny scleritis
- Prevalensi 40%
- perubahan vaskuler khas& jarang berlanjut menjadi tipe
nodular.
- Margin keterlibatan skleral tidak jelas, terlokalisasi ke area
sklera, atau mungkin luas.
- Skleritis anterior terjadi bilateral pada 50% kasus.
- Gambaran diagnostik yang membedakannya dari episkleritis
adalah perpindahan ke luar dari jaringan vaskular dalam
episclera dan warna biru-merah yang khas.

Yanoff, M., & Sassani, J. W. (2015). Cornea and Sclera. Ocular Pathology, 227–297.e14. Sharma, S. M., & Rosenbaum, J. T. (2010).
Scleritis. Ocular Disease, 642–653.
Skleritis Anterior Non-Necrotizing NODULAR

● SA non nekrotik nodular:


- prevalensi 44 %
- Onset nyeri mendadak diikuti kemerahan yang
meningkat, nyeri tekan pada bola mata dan munculnya
nodul scleral (warna biru-merah dan immobile) → bisa
tunggal atau multipel dan paling sering berkembang di
regio interpalpebral dekat limbus.
- Slit lamp: peningkatan permukaan skleral anterior

a) Nodular Anterior Scleritis


b) Penipisan dari sclera setelah
resolusi dari nodul
(American Academy of Ophthalmology, 2016) (Kanski’s Clinical Ophthalmology, 2016)
Skleritis Anterior Necrotizing Dengan
Inflamasi
- Dengan Inflamasi
- Bentuk skleritis yang paling merusak,
dengan lebih dari 60% mata mengalami
komplikasi selain penipisan skleral dan
40% kehilangan ketajaman penglihatan.
- Bisa didapatkan edema parah dan
kongesti akut (brawny scleritis) atau
- Bercak jaringan episkleral avaskular di
atasnya atau berdekatan dengan area
edema scleral, apabila tidak segera
diterapi → nekrosis sklera

Yanoff, M., & Sassani, J. W. (2015). Cornea and Sclera. Ocular Pathology, 227–297.e14. Sharma, S. M., & Rosenbaum, J. T. (2010). Scleritis. Ocular
Disease, 642–653.
Skleritis Anterior Necrotizing Tanpa Inflamasi

- Tanpa Inflamasi
- Scleromalacia perforans
- Pasien jarang mengeluhkan nyeri pada
scleromalacia perforans Bercak keabu-abuan
atau kekuningan pada sklera, tanpa peradangan.

Yanoff, M., & Sassani, J. W. (2015). Cornea and Sclera. Ocular Pathology, 227–297.e14. Sharma, S. M., & Rosenbaum, J. T. (2010).
Scleritis. Ocular Disease, 642–653
Skleritis Posterior

- Biasanya muncul dengan nyeri


periorbital.
- Nyeri seringkali diperparah dengan
pergerakan mata.
- Sepertiga hadir dengan kehilangan
penglihatan.
- Gambaran lain termasuk ablasi retina
serosa, diskus optikus bengkak, dan
atrofi optik, granuloma subretinal, edema
makula, lipatan koroid di makula dan
tempat lain, dan efusi koroid.

Yanoff, M., & Sassani, J. W. (2015). Cornea and Sclera. Ocular Pathology, 227–297.e14.
Sharma, S. M., & Rosenbaum, J. T. (2010). Scleritis. Ocular Disease, 642–653
DIAGNOSIS
Anamnesis
• Mata merah, berair
• Terdapat penurunan visus, karena perluasan skleritis ke struktur di dekatnya, yaitu dapat
berkembang menjadi keratitis, uveitis
• Tidak ada sekret
• Adanya photophobia
• Nyeri hebat, dapat menjalar ke dahi, alis, dagu
• Nyeri dapat membangunkan pasien pada malam hari
• Eksaserbasi nyeri saat disentuh
• Riwayat penyakit sistemik sebelumnya: rheumatoid arthritis (RA), gout, riwayat infeksi
DIAGNOSIS
Pemeriksaan Fisik
• Visus dapat normal atau menurun; gangguan visus lebih jelas pada skleritis posterior
• Pemeriksaan umum pada kulit, sendi → dapat dilakukan apabila dicurigai adanya penyakit
sistemik
• Adanya injeksi pada konjungtiva dan silier
• Slit Lamp → Injeksi pada sklera dapat sectoral atau diffuse
• Inspeksi → sklera berwarna merah-kebiruan
• Adanya penipisan, edema, atau nodul pada sklera
• Bisa disertai uveitis, glaukoma, atau katarak
PEMERIKSAAN
Cotton bud tip Test
Phenylephrine Test
Pembuluh darah yang prominen pada sklera
Teteskan phenylephrine 2.5% pada mata digores dengan cotton bud
yang kemerahan
Interpretasi :
Interpretasi : • Pembuluh darah tidak bisa digerakkan
• Phenylephrine test (+) : setelah  skleritis

diteteskan, kemerahan pada mata


berkurang
• Phenylephrine test (-) : setelah diteteskan,
kemerahan pada mata tidak berkurang
Skleritis : Phenylephrine test (-)
American Academy of Ophthalmology Staff. Basic and Clinical Science and Course. Section 8. External Eye Disease. American Academy of
Ophthalmology. 2014 - 2015.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mencari etiologi dari
skleritis.

1. Pemeriksaan darah lengkap dan laju endap darah


2. Faktor rheumatoid dalam serum
3. Antibodi antinuklear serum (ANA)
4. Serum antineutrophil cytoplasmic antibodies (ANCA)
5. Serum FTA
6. Chest X-ray
7. Ultrasonography B scan

Sharma, S. M., & Rosenbaum, J. T. (2010). Scleritis. Ocular Disease, 642–653. Lagina A, Ramphul K. Scleritis. [Updated
2020 Jun 27]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020
Tatalaksana
Non Farmakologi Farmakologi
• Kompres dingin Anterior non infectious / Anterior non-necrotizing
• Artificial tears
Mild (Diffuse / Nodular) ➢ Steroid topical → kasus
ringan → Prednisolone asetat 1% 4x1 ➢ Oral NSAID
→ Ibuprofen 600 mg 3x1, Naproxen 500 mg 2x1

Anterior necrotizing dengan inflamasi

Severe (memburuk dalam 2-3 minggu terapi)


• Oral steroid → Prednisone 1mg/kg/hari (sesuai BB);
60-80 mg/hari secara loading dose kemudian
dilakukan tapering dose secara perlahan diikuti
dengan evaluasi apakah ada perbaikan
• Jika membaik → dilanjutkan oral steroid disertai
maintenance dengan NSAID oral (Ibuprofen,
Naproxen)
• Jika tidak ada perbaikan → Steroid sistemik /
Antimetabolite (immunosupressan) (ex: Metothrexat
0,15 mg/kg/minggu)
Tatalaksana
Anterior necrotizing tanpa inflamasi (scleromalacia
Posterior Scleritis
perforans)

Lini Pertama:
Scleral patch graft atau lyophilized dura
• Oral NSAID → Ibuprofen,
Naproxen ● Bisa dilakukan bila ada perforasi scleral atau
penipisan luas yang berisiko pecahnya scleral
Lini Kedua:
• Oral Steroid → Prednisone ● Kebanyakan pasien dengan sklera tipis dan bahkan
1mg/kg/hari; 60-80 mg/hari
staphyloma yang berkembang tidak memerlukan
penguatan struktural
Follow-up
● Penyesuaian dosis dengan respon klinis
● Pemeriksaan laboratorium untuk monitor efektifitas dan toksisitas sistemik

Pembedahan
• Pasien dengan perforasi sklera
• Katarak
• Biopsi untuk Menyingkirkan kemungkinan neoplasma
• Graft sklera
Komplikasi

01 Penurunan penglihatan 03 Peningkatan TIO

02 katarak 04 Penipisan sklera

05 Penipisan kornea

Lagina A, Ramphul K. Scleritis. [Updated 2020 Jun 27]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499944/
Prognosis
• Prognosis visual relatif baik pada skleritis ringan atau
sedang
• Kasus nekrosis dan skleritis posterior menimbulkan risiko
kehilangan penglihatan
• Skleritis anterior non-necrotizing dengan Durasi rata-rata
adalah sekitar 6 tahun, dengan frekuensi kekambuhan
menurun setelah 18 bulan pertama

Lagina A, Ramphul K. Scleritis. [Updated 2020 Jun 27]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2020 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499944/
03
SINDROM
MATA KERING
Definisi

sindrom mata kering/ Keratoconjunctivitis sicca


merupakan penyakit permukaan mata
multifactorial yang dikarakterisasikan dengan
hilangnya homeostasis pada lapisan air mata
(tear film) dan menimbulkan gejala-gejala
ketidaknyamanan pada mata

Kanski, J. Clinical Ophthalmology A Systematic Approach. Eight Edition. Elsevier Saunders. 2015.
Epidemiologi Etiologi
• 35% dari populasi dan dua pertiga • Lingkungan
• Penuaan
penderita adalah wanita
- Rendahnya androgen
• risiko tertinggi pada wanita pasca - Konsumsi obat sistemik
menopause • Penyakit permukaan mata
- herpes simplex keratitis
• Prevalensi meningkat di kalangan
• Penyakit sistemik
dewasa muda (18-34 tahun) - sindrom sjorgen
- arthritis reumathoid

Kimberly F.F., Moshe F., Ipek S., Debra A.S., (2017). Prevalence of Diagnosed Dry Eye Disease
in the United States Among Adults Aged 18 Years and Older.
Clayton, J. A. (2018). Dry eye. New England Journal of Medicine, 378(23), 2212-2223.
Patofisiologi

Akpek, Esen K., et al. "Dry Eye Syndrome Preferred Practice Pattern®." Ophthalmology 126.1 (2019): P286.
Gejala Klinis
1. Gatal
2. Sensasi benda asing (berpasir)
3. Nyeri
4. Rasa terbakar
5. Sekret mucoid
6. Pengeluaran air mata yang berlebihan
7. Fotofobia
8. Penglihatan kabur
9. Hiperemia

Yokoi, N., & Georgiev, G. A. (2013). Dry eye syndrome: basic and clinical perspectives. Future Medicine Limited.
KLASIFIKASI
Berdasarkan etiologi

Clayton, J. A. (2018). Dry eye. New England Journal of Medicine, 378(23), 2212-2223.
KLASIFIKASI
Berdasar keparahan

Klasifikasi Dry eye syndrome Berdasarkan


International Dry Eye Workshop (Lemp et al., 2007)
DIAGNOSIS
01 Anamnesis
keluhan pasien, usia, pekerjaan, penyakit serta pemakaian obat-obatan
yang mungkin dapat menjadi penyebab

02 Pemeriksaan Fisik
segmen anterior mata termasuk kelopak, sistem lakrimal, konjungtiva, epitel
kornea, serta tekanan intraokuler

03 Pemeriksaan Tambahan
menilai fungsi air mata secara kualitas maupun kuantitas

• Schirmer test • Pewarnaan (Fluoresin, rose bengal, lissamin green )


• Ferning test • Impression cytology
• Kuesioner McMonnies

Chan Colin, Stapleton Fiona, Garrett Qian, Craig Jennifer P. 2015. The Epidemiology of Dry Eye Disease. Berlin. Dry Eye: A Practical Approach, Essentials in Ophthalmology. Springer-Verlag
Berlin Heidelberg. p. 25 – 27
03 Pemeriksaan tambahan
a. Tes Schirmer
Menilai produksi air mata oleh kelenjar lakrimal selama 5 menit.
Kertas filter diletakkan pada cul-de-sac kelopak mata bawah dan
mata pasien tertutup selama 5 menit kemudian dinilai panjang
kertas yang basah, ambang batas diagnostik adalah kurang dari 5
mm dalam 5 menit.

b. Tes Ferning

Menilai kualitas serta stabilitas air mata. air mata dibiarkan kering
di atas suatu object glass, diamati menggunakan mikroskop, akan
tampak suatu gambaran kristal berbentuk daun pakis (ferns).

Weisenthal Robert W., Natalie A. Afshari, Charles S. Bouchard, Kathryn A. Colby, David S. Rooutman, Elmer Y. Tu, Denise de Freitas. 2014. Clinical Approach to Ocular Surface Disorders, in
External Disease and Cornea. San Fransisco. American Academy of Ophthalmology. p. 45 - 79.
c. Impression Cytology

Sitologi impresi menggunakan cellulose acetate filter dapat


dilakukan untuk menilai keadaan serta densitas sel-sel permukaan
mata, seperti sel epitel, sel goblet, serta gambaran kerusakan sel
yang mengalami keratinisasi

d. Tes Pewarnaan

menilai keadaan sel-sel mendeteksi adanya


konjungtiva dan kornea kerusakan epitel kornea
yang patologis pada penderita

Rose bengal fluoresin

Asyari Fatma. 2007. Dry Eye Syndrome (Sindroma Mata Kering). Volume 20 Number 4. Indonesia. Dexa Media. p. 162 - 166
Tatalaksana (Tear Film Therapy Oriented)

1. Messmer EM. The pathophysiology, diagnosis and treatment of dry eye disease. Dtsch Arztebl Int. 2015;112:71-82.
tatalaksana

Kategori terapi dry eye syndrome berdasarkan International Dry Eye Workshop (Coleman et al., 2013)
tatalaksana

Kategori terapi dry eye syndrome berdasarkan International Dry Eye Workshop (Coleman et al., 2013)
Prognosis

● pasien dengan derajat keparahan ringan hingga


● Prognosis baik pada kasus ringan
sedang, dengan pemberian lubricant, gejalanya
hingga sedang
● bisa teratasi
Prognosis memburuk jika pasien
● Pada mata kering yang berat, bisa mengganggu
mempunyai Sjogren syndrome atau
kualitas hidup karena seringkali
dry eye syndrome tidak diterapi
pasienmengeluhkan penglihatan kabur,

American Academy of Ophthalmology Staff. Basic and Clinical Science and Course. Section 8. External Eye Disease. American Academy of
Ophthalmology. 2014 - 2015.
“EYES TALK LOUDER THAN WORDS”
THANKYOU

A Picture Always
Reinforces the
Concept

Anda mungkin juga menyukai