Anda di halaman 1dari 2

Tujuan penatalaksanaan keratitis adalah mengeradikasi penyebab keratitis, menekan reaksi

peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea, mempercepat penyembuhan


defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki ketajaman penglihatan. Ada beberapa
hal yang perlu dinilai dalam mengevaluasi keadaan klinis keratitis meliputi: rasa sakit,
fotofobia, lakrimasi, rasa mengganjal, ukuran ulkus dan luasnya infiltrat.

Sebagian besar para pakar menganjurkan melakukan debridement sebelumnya. Debridement
epitel kornea selain berperan untuk pengambilan spesimen diagnostik, juga untuk
menghilangkan sawar epitelial sehingga obat lebih mudah menembus. Dalam hal ini juga
untuk mengurangi subepithelial "ghost" opacity yang sering mengikuti keratitis dendritik.
Diharapkan debridement juga mampu mengurangi kandungan virus epithelial jika
penyebabnya virus, konsekuensinya reaksi radang akan cepat berkurang.

Penatalaksanaan pada ketratitis pada prinsipnya adalah diberikan sesuai dengan etiologi.
Untuk virus dapat diberikan idoxuridine, trifluridin atau acyclovir. Untuk bakteri gram positif
pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram negatif dapat
diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik juga diindikasikan
jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi campuran dengan bakteri.
Untuk jamur pilihan terapi yaitu: natamisin, amfoterisin atau fluconazol. Selain itu obat yang
dapat membantu epitelisasi dapat diberikan.
3


Namun selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis ini sebaiknya juga diberikan terapi
simptomatisnya agar dapat memberikan rasa nyaman dan mengatasi keluhan-keluhan pasien.
Pasien dapat diberi air mata buatan, sikloplegik dan kortikosteroid. Pemberian air mata
buatan yang mengandung metilselulosa dan gelatin yang dipakai sebagai pelumas oftalmik,
meningkatkan viskositas, dan memperpanjang waktu kontak kornea dengan lingkungan luar.
Pemberian tetes kortikosteroid pada KPS ini bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan
mencegah terbentuknya jaringan parut pada kornea, dan juga menghilangkan keluhan
subjektif seperti fotobia namun pada umumnya pada pemeberian steroid dapat menyebabkan
kekambuhan karena steroid juga dapat memperpanjang infeksi dari virus jika memang
etiologi dari keratitis tersebut adalah virus.

Namun pemberian kortikosteroid topikal pada keratitis ini harus terus diawasi dan terkontrol
karena pemakaian kortikosteroid untuk waktu lama dapat memperpanjang perjalanan
penyakit hingga bertahun-tahun dan berakibat timbulnya katarak dan glaukoma terinduksi
steroid, menambah kemungkinan infeksi jamur, menambah berat radang akibat infeksi
bakteri juga steroid ini dapat menyembunyikan gejala penyakit lain. Penggunaan
kortikosteroid pada keratitis menurut beberapa jurnal dapat dipertimbangkan untuk diganti
dengan NSAID. Dari penelitian-penelitian tersebut telah menunjukan bahwa NSAID dapat
mengurangi keluhan subjektif pasien dan juga mengatasi peradangannya seperti halnya
kortikostroid namun lebih aman dari steroid itu sendiri karena tidak akan menyebabkan
katarak ataupun glaukoma yang terinduksi steroid.

Lensa kontak sebagai terapi telah dipakai untuk mengendalikan gejala, supaya dapat
melindungi lapisan kornea pada waktu kornea bergesekan dengan palpebra, khususnya pada
kasus yang mengganggu. Pemberian siklopegik mengakibatkan lumpuhnya otot sfingter iris
sehingga terjadi dilatasi pupil dan mengakibatkan paralisis otot siliar sehingga melemahkan
akomodasi. Terdapat beberapa obat sikloplegia yaitu atropin, homatropin, dan tropikamida.

Namun atropin (0,5%-2%) merupakan sikloplegik yang sangat kuat dan juga bersifat
midriatik sehingga biasanya tidak dijadikan pilihan terapi pada keratitis tertentu misalnya
KPS. Efek maksimal atropin dicapai setelah 30-40 menit dan bila telah terjadi kelumpuhan
otot akomodasi maka akan normal kembali dalam 2 minggu setelah obat dihentikan. Atropin
juga memberikan efek samping nadi cepat, demam, merah, dan mulut kering. Homatropin
(2%-5%) efeknya hilang lebih cepat dibanding dengan atropin, efek maksimal dicapai dalam
20-90 menit dan akomodasi normal kembali setelah 24 jam hingga 3 hari. Sedangkan
trokamida (0,5%-1%) memberikan efek setelah 15-20 menit, dengan efek maksimal dicapai
setelah 20-30 menit dan hilang setelah 3-6 jam. Obat ini sering dipakai untuk melebarkan
pupil pada pemeriksaan fundus okuli.

Pada keratitis yang telah mengalami penipisan stroma dapat ditambahkan lem cyanoacrylate
untuk menghentikan luluhnya stroma. Bila tindakan tersebut gagal, harus dilakukan flap
konjungtiva; bahkan bila perlu dilakukan keratoplasti. Flap konjungtiva hanya dianjurkan bila
masih ada sisa stroma kornea, bila sudah terjadi descemetocele flap konjungtiva tidak perlu;
tetapi dianjurkan dengan keratoplastik lamellar.

Selain terapi medikamentosa sebaiknya diberikan pula edukasi pada pasien keratitis. Pasien
diberikan pengertian bahwa penyakit ini dapat berlangsung kronik dan juga dapat terjadi
kekambuhan. Pasien juga sebaiknya dianjurkan agar tidak terlaru sering terpapar sinar
matahari ataupun debu karena keratitis ini dapat juga terjadi pada konjungtivitis vernal yang
biasanya tercetus karena paparan sinar matahari, udara panas, dan debu, terutama jika pasien
tersebut memang telah memiliki riwayat atopi sebelumnya. Pasien pun harus dilarang
mengucek matanya karena dapat memperberat lesi yang telah ada.

Pada keratitis dengan etiologi bakteri, virus, maupun jamur sebaiknya kita menyarankan
pasien untuk mencegah transmisi penyakitnya dengan menjaga kebersihan diri dengan
mencuci tangan, membersihkan lap atau handuk, sapu tangan, dan tissue.
1

Anda mungkin juga menyukai