Anda di halaman 1dari 53

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Nadrah Zuhriah Amri

NIM : 111 2017 2085

Judul Referat : Penyakit Jantung Kongenital

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian

Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, 13 Maret 2018

Mengetahui,

Supervisor

dr.Sumarni, Sp.JP.FIHA

1
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... 1


DAFTAR ISI ....................................................................................................... 2
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. 3
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 3
1.2 Tujuan ........................................................................................................... 3
1.3 Manfaat ......................................................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 3
2.1 Klasifikasi ..................................................................................................... 5
2.1.1Ventrikel Septal Defek .......................................................................... 5
2.1.2 Atrium Septal Defek .......................................................................... 16
2.1.3 Patent Ductus Arteriosus .................................................................... 26
2.1.4 Tetralogi of Fallot .............................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 50

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan bentuk kelainan jantung yang

sudah didapatkan sejak bayi baru lahir. Manifestasi klinis kelainan ini

bervariasi dari yang paling ringan sampai berat. Pada bentuk yang ringan,

sering tidak ditemukan gejala, dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan

klinis. Sedangkan pada PJB berat, gejala sudah tampak sejak lahir dan

memerlukan tindakan segera.1

Angka kejadian PJB di Indonesia adalah 8 tiap 1000 kelahiran hidup. Jika

jumlah penduduk Indonesia 200 juta, dan angka kelahiran 2%, maka jumlah

penderita PJB di Indonesia bertambah 32000 bayi setiap tahun.1

Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada

struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang

terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung

pada fase awal perkembangan janin. Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non

sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru) yang masing-masing memberikan

gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda.

1.2 Tujuan

Referat ini disusun sebagai salah satu tugas persyaratan mengikuti ujian

akhir dari serangkaian kegiatan kepaniteraan klinik Bagian Kardiologi.

3
1.3 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penyusunan referat ini, yaitu:

a) Bagi Institusi Pendidikan:


Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan untuk menjadi
kepustakaan untuk penyusunan karya ilmiah lainnya.
b) Bagi mahasiswa:
1. Mahasiswa mampu mengaplikasikan semua ilmu yang telah
diperoleh selama proses penyusunan referat ini.
2. Menambah wawasan mahasiswa dalam memahami ilmu yang
diperoleh selama proses penyusunan referat ini.

4
BAB 2

PENYAKIT JANTUNG BAWAAN

2.1 Klasifikasi

Penyakit jantung bawaan dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok

besar berdasarkan pada ada atau tidak adanya sianosis, yang dapat ditentukan

melalui pemeriksaan fisik.2

Penyakit jantung bawaan asianotik atau non sianotik umumnya memiliki

kelainan yang lebih sederhana dan tunggal sedangkan tipe sianotik biasanya

memiliki kelainan struktur jantung yang lebih kompleks dan bervariasi.2

Penyakit jantung bawaan asianotik mencakup lesi dengan pirau kiri ke

kanan yang menyebabkan peningkatan aliran darah pulmonal (patent duktus

arteriosus/PDA, ventricular septal defek/VSD, artrial septal defek/ASD).

Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, dari yang asimptomatik sampai

simptomatik seperti kesulitan mengisap susu, sesak nafas, sering terserang

infeksi paru, gagal tumbuh kembang dan gagal jantung kongestif.3

Penyakit jantung bawaan sianotik terjadi jika sebagian aliran darah balik

sistemik melintas dari jantung kanan ke jantung kiri dan kembalik ke seluruh

tubuh tanpa melalui paru terlebih dahulu (pirau kanan ke kiri)

2.1.1 Ventrikel Septal Defect

2.1.1.1 Definisi

VSD adalah kelainan jantung berupa tidak

sempurnanya penutupan dinding pemisah antara kedua

ventrikel sehingga darah dari ventrikel kiri ke kanan, dan

5
sebaliknya. Umumnya congenital dan merupakan kelainan

jantung bawaan yang paling umum ditemukan.4

Pada VSD besarnya aliran darah ke paru ini selain

tergantung pada besarnya lubang, juga sangat tergantung

pada tingginya tahanan vaskuler paru. Makin rendah

tahanan vaskuler paru makin besar aliran pirau dari kiri ke

kanan. Pada bayi baru lahir dimana maturasi paru belum

sempurna, tahanan vaskuler paru umumnya masih tinggi

dan akibatnya aliran pirau dari kiri ke kanan terhambat

walaupun lubang yang ada cukup besar. Tetapi saat usia 2–

3 bulan dimana proses maturasi paru berjalan dan mulai

terjadi penurunan tahanan vaskuler paru dengan cepat maka

aliran pirau dari kiri ke kanan akan bertambah. Ini

menimbulkan beban volum langsung pada ventrikel kiri

yang selanjutnya dapat terjadi gagal jantung.

2.1.1.2 Etiologi

Sebelum bayi lahir, ventrikel kanan dan kiri belum

terpisah, seiring perkembangan fetus, sebuah dinding/sekat

pemisah antara kedua ventrikel tersebut normalnya

terbentuk. Akan tetapi, jika sekat itu tidak terbentuk

sempurna maka timbulah suatu keadaan penyakit jantung

bawaan yang disebut defek septum ventrikel. Penyebab

terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui

6
secara pasti (idopatik), tetapi ada beberapa faktor yang

diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka

kejadian penyakit jantung bawaan (PJB) yaitu :4

1. Faktor prenatal (faktor eksogen):

a. Ibu menderita penyakit infeksi : Rubela

b. Ibu alkoholisme

c. Umur ibu lebih dari 40 tahun

d. Ibu menderita penyakit DM yang memerlukan

insulin

e. Ibu meminum obat-obatan penenang

2. Faktor genetik (faktor endogen)

a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB

b. Ayah/ibu menderita PJB

c. Kelainan kromosom misalnya sindrom down

d. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain

e. Kembar identik

2.1.1.3 Patofisiologi

Defek septum ventricular ditandai dengan adanya

hubungan septal yang memungkinkan darah mengalir

langsung antar ventrikel, biasanya dari kiri ke kanan.

Diameter defek ini bervariasi dari 0,5 – 3,0 cm. Perubahan

fisiologi yang terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut :5

7
1. Tekanan lebih tinggi pada ventrikel kiri dan

meningklatkan aliran darah kaya oksigen melalui

defek tersebut ke ventrikel kanan.

2. Volume darah yang meningkat dipompa ke

dalam paru, yang akhirnya dipenuhi darah, dan

dapat menyebabkan naiknya tahanan vascular

pulmoner.

3. Jika tahanan pulmoner ini besar, tekanan

ventrikel kanan meningkat, menyebabkan pirau

terbalik, mengalirkan darah miskin oksigen dari

ventrikel kanan ke kiri, menyebabkan sianosis.

Keseriusan gangguan ini tergantung pada ukuran

dan derajat hipertensi pulmoner. Jika anak asimptomatik,

tidak diperlukan pengobatan; tetapi jika timbul gagal

jantung kronik atau anak beresiko mengalami perubahan

vascular paru atau menunjukkan adanya pirau yang hebat

diindikasikan untuk penutupan defek tersebut.

2.1.1.4 Klasifikasi

Telah banyak klasifikasi yang telah dibuat, salah

satunya adalah klasifikasi yang dibuat oleh Forum Ilmiah

Kardiologi Anak Indonesia, yaitu (1) VSD perimembran

outlet, inlet, trabekular, konfluens; (2) VSD muskular

posterior, trabekular, infundibular, dan (3) VSD subarterial

8
(doubly commited subarterial) yang disebut juga tipe

Oriental oleh karena lebih banyak ditemukan pada orang

Asia dibandingkan dengan orang kulit putih.6

Empat Jenis Ventrikular Septal Defek:7

1. Subpulmonary outlet, bila lubang berada di bawah

katup pulmonal

2. Perimembran (75%), bila lubang terletak di daerah

pars membranaceae septum interventricularis.

3. Muskular (septum rendah) atau trabecular (15%),

bila lubang terletak di daerah septum muskularis

interventrikularis.

4. Defek kanal atrio-ventrikular atau inlet septum, bila

lubang terdapat pada septum dekat dengan katup

tikuspid atau mitral

2.1.1.5 Manifestasi Klinis

Pada VSD yang kecil umumnya asimptomatik

dengan riwayat pertumbuhan dan perkembangan yang

9
normal, sehingga adanya PJB ini sering ditemukan secara

kebetulan saat pemeriksaan rutin, yaitu terdengarnya bising

pansistolik di parasternal sela iga 3 – 4 kiri. Bila lubangnya

sedang maka keluhan akan timbul saat tahanan vaskuler

paru menurun, yaitu sekitar usia 2–3 bulan. Gejalanya

antara lain penurunan toleransi aktivitas fisik yang pada

bayi akan terlihat sebagai tidak mampu mengisap susu

dengan kuat dan banyak, pertambahan berat badan yang

lambat, cenderung terserang infeksi paru berulang dan

mungkin timbul gagal jantung yang biasanya masih dapat

diatasi secara medikamentosa. Dengan bertambahnya usia

dan berat badan, maka lubang menjadi relatif kecil sehingga

keluhan akan berkurang dan kondisi secara umum membaik

walaupun pertumbuhan masih lebih lambat dibandingkan

dengan anak yang normal. VSD tipe perimembranus dan

muskuler akan mengecil dan bahkan menutup spontan pada

usia dibawah 8–10 tahun.3

Pada VSD yang besar, gejala akan timbul lebih awal

dan lebih berat. Kesulitan mengisap susu, sesak nafas dan

kardiomegali sering sudah terlihat pada minggu ke 2–3

kehidupan yang akan bertambah berat secara progresif bila

tidak cepat diatasi. Gagal jantung timbul pada usia sekitar

8–12 minggu dan biasanya infeksi paru yang menjadi

10
pencetusnya yang ditandai dengan sesak nafas, takikardi,

keringat banyak dan hepatomegali. Bila kondisi bertambah

berat dapat timbul gagal nafas yang membutuhkan bantuan

pernafasan mekanik. Pada beberapa keadaan kadang terlihat

kondisinya membaik setelah usia 6 bulan, mungkin karena

pirau dari kiri ke kanan berkurang akibat lubang mengecil

spontan, timbul hipertrofi infundibuler ventrikel kanan atau

sudah terjadi hipertensi paru. Pada VSD yang besar dengan

pirau dari kiri ke kanan yang besar ini akan timbul

hipertensi paru yang kemudian diikuti dengan peningkatan

tahanan vaskuler paru dan penyakit obstruktif vaskuler

paru. Selanjutnya penderita mungkin menjadi sianosis

akibat aliran pirau terbalik dari kanan ke kiri, bunyi jantung

dua komponen pulmonal keras dan bising jantung melemah

atau menghilang karena aliran pirau yang berkurang.

Kondisi ini disebut sindroma Eisenmengerisasi.2

2.1.1.6 Pemeriksaan Fisis

1. VSD Kecil

a. Bising holosistolik derajat 3 sampai 6 (dengan atau

tanpa thrill) di tepi sternum kiri bawah ( ICS 3-4

parasternal kiri)8

b. Short sistolik murmur ( akibat penutupan defek saat

akhir sistolik)9

11
c. Bunyi jantung biasanya normal dan untuk defek

sedang bunyi jantung II agak keras.5

2. VSD Besar

a. Bising holosistolik saat umur 2 sampai 3 minggu.9

b. Murmur mid diastolic di apeks akibat meningkatnya

aliran darah melalui katup mitral.8

c. Bunyi jantung pertama mengeras terutama pada

apeks dan sering diikuti ‘click’ sebagai akibat

terbukanya katup pulmonal dengan kekuatan pada

pangkal arteria pulmonalis yang melebar. Bunyi

jantung kedua mengeras terutama pada sela iga II

kiri.5

d. Impuls jantung hiperdinamik kuat. Teraba getaran

bising pada dinding dada. 5

2.1.1.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Elektrokardiogram (EKG)

Temuan pada elektrokardiogram tergantung pada

ukuran VSD. VSD kecil biasanya tidak menimbulkan

kelainan. Temuan EKG berupa pembesaran atrium kiri

serta hipertrofi ventrikel kiri disebabkan VSD besar

yang menyebabkan beban volume pada sisi jantung

sebelah kiri.8

12
2. Foto thorax

Foto rongen thorax dapat menunjukkan gambaran

kardiomegali, pembesaran ventrikel kiri, peningkatan

siluet arteri pulmonal, dan peningkatan corakan

vaskuler paru. Hipertensi pulmonal karena peningkatan

aliran darah atau resistensi vaskuler paru dapat

menyebabkan pembesaran dan hipertrofi ventrikel

kanan.8

2.1.1.8 Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi :10

1. Hipertensi pulmonal: tekanan di dalam pembuluh nadi

paru meningkat karena kelebihan volume aliran darah

ke paru-paru

2. Gagal jantung berulang: akan menunjukkan gejala dan

tanda pembengkakan jantung (jantung menjadi besar),

sesak nafas karena edema paru (paru penuh cairan), bisa

fatal berakhir kematian.

3. Pneumonia/bronkopneumonia berulang: gejala dan

tanda berupa batukbatuk dengan sesak nafas disertai

panas tinggi.

4. Anak yang semula tidak biru akan menjadi biru di

daerah mulut dan ujung-ujung jarinya akibat hipertensi

paru yang hebat, disebut sebagai Eisenmengerisasi. Bila

13
ini sudah terjadi biasanya operasi koreksi sudah tidak

bisa untuk dilakukan lagi

5. Endokarditis infektif, yaitu infeksi yang terjadi pada

lapisan dalam jantung.

2.1.1.9 Tatalaksana

1. VSD kecil

Penderita dengan VSD kecil tidak memerlukan

penanganan medik atau bedah karena tidak

menyebabkan gangguan hemodinamik. Defek kadang-

kadang dapat menutup secara spontan. 11

Anak dengan VSD kecil mempunyai prognosis baik

dan dapat hidup normal, kecuali observasi

kemungkinan infeksi paru dan mencegah/ mengobati

endocarditis bila terjadi. Penderita harus diobservasi

sampai defeknya menutup.11

2. VSD sedang

Jika tidak ada gejala-gejala gagal jantung, dapat

ditunggu sampai umur 4-5 tahun karena kadang-kadang

kelainan ini dapat mengecil. Bila terjadi gagal jantung

diobati dengan digitalis. Sebagian kecil tidak dapat

diatasi dengan digitalis saja, anak tetap dalam keadaan

gagal jantung kronik atau failure to thrive dan penderita

ini memerlukan koreksi bedah segera.11

14
Bila pertumbuhan normal,operasi dapat

dilakukan pada umur 4-6 tahun atau sampai berat

badannya 12 kg bila defek kelihatannya tidak

mengecil.11

3. VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang belum

permanen

Terapi medik yang diberika sama seperti VSD

sedang dengan tahanan vaskuler paru normal. Bila

dengan terapi medik dapat memperbaiki keadaan, yang

dilihat dengan membaiknya pernapasan dan

pertambahan berat badan maka operasi dapat ditunda

sampi usia 2-3 tahun. Bila gagal jantung dapat diatasi

penderita harus diawasi ketat untuk menilai terjadinya

perburukan/ penyakit vaskuler paru. Bila terjadi

perburukan maka diperluka koreksi bedah.11

4. VSD besar dengan hipertensi pulmonal permanen

Pada penderita VSD dengan hipertensi pulmonal

dilakukan uji oksigen atau tolazolin pada saat

kateterisasi jantung. Bila tahana vaskuler paru masih

dapat menurun dengan bermakna ( ditandai dengan

kenaikan saturasi dan penurunan tekanan arteri

pulmonalis ), maka diperlukan operasi dengan segera.

Bila uji tersebut tidak menurunkan tahanan vaskuler

15
paru atau telah terjadi sindrom Eisenmenger, maka

penderita tidak dapat dioperasi dan terapi yang diberika

hanya bersifat suportif simtomatik.11

2.1.1.10 Prognosis

Kemungkinan penutupan defek septum secara

spontan cukup besar, terutama pada tahun pertama

kehidupan. Kemungkinan penutupan spontan sangat

berkurang pada pasien berusia lebih dari 2 tahun dan

umumnya tidak ada kemungkinan lagi di atas usia 6 tahun.

Secara keseluruhan, penutupan secara spontan berkisar 40-

50%.5, 11

Pada pasien yang tidak dioperasi, prognosis baik

bila terjadi penutupan spontan, demikian pula pada VSD

kecil yang asimptomatik dengan angka kekerapan hidup

sebesar 95,9%. Sedangkan pada VSD non-restriktif apalagi

disertai kompleks Eisenmenger prognosis jelek, dengan

angka kekerapan hidup 25 tahun 41,7%. Pada pasien yang

dioperasi tanpa hipertensi pulmonal mempunyai angka

kekerapan hidup yang normal.10

2.1.2 Atrium Septal Defek

2.1.2.1 Definisi

Defek septum atrium (DSA) adalah defek pada

sekat yang memisahkan atrium kiri dan kanan, serta

16
merupakan salah satu penyakit jantung bawaan (PJB).12

Defek ini akan menyebabkan pirau dari kiri ke kanan

karena tekanan di atrium kiri lebih besar daripada atrium

kanan. Hal ini menyebabkan kelebihan volume pada

ventrikel kanan, sehingga ventrikel kanan dan atrium

terdilatasi dan hipertrofi serta arteri pulmonal juga ikut

terdilatasi.13

2.1.2.2 Etiologi

Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti,

tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai

pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD. Faktor-

faktor tersebut diantaranya :

1. Faktor genetik Resiko penyakit jantung kongenital

meningkat 2 sampai 6% jika terdapat riwayat keluarga

yang terkena sebelumnya.

2. Faktor lingkungan Penyakit jantung kongenital juga

dihubungkan dengan lingkungan ibu selama kehamilan.

Seringnya terpapar dengan sinar radioaktif dipercaya

dapat menjadi faktor pencetus terjadinya penyakit

jantung kongenital pada bayi.

3. Kesehatan Ibu Beberapa penyakit yang di derita oleh

ibu hamil dapat berakibat pada janinnya, misalnya

17
diabetes melitus, fenilketouria, lupus eritematosus

siskemik, sindrom rubella kongenital.

2.1.2.3 Patofisiologi

Akibat yang timbul karena adanya defek septum

atrium sangat tergantung dari besar dan lamanya pirau serta

resistensi vascular paru. Ukuran defek sendiri tidak banyak

berperan dalam menentukan besaran dan arah pirau.

Sebagaimana yang diketahui, tidak terdapat gradient antara

atrium kanan dan kiri, aliran darah akan tergantung dengan

besarnya resistensi. Karena tekanan di ventrikel sinistra

yang notabene memompa darah ke seluruh tubuh lebih

besar maka darah dari atrium dextra tidak dapat masuk ke

atrium sinistra sehingga dapat dikatakan darah jalan dari

tekanan tinggi ke tekanan rendah (dari Atrium Sinistra ke

Atrium Dextra). Di atrium dextra dan ventrikel dextra

terjadi overload darah yang mengakibatkan hipertrofi

atrium dan ventrikel dextra.

Darah kemudian masuk ke arteri pulmonalis

melewati katup pulmonal, yang otomatis terlalu sempit

untuk jalan darah yang begitu banyak. Hal ini disebut

stenosis pulmonal relative. Akibatnya arteri pulmonalis

menjadi dilatasi. Selanjutnya terjadi turbulensi disana yang

menyebabkan terjadinya bunyi murmur systole.14

18
2.1.2.4 Klasifikasi

Atrial septal defect (ASDs) dapat diklasifikasikan

sebagai defek morfologis dari septum interatrial yang

langsung menghubungkan atrium kiri dengan atrium kanan

(ostium primum ASD, ostium secundum ASD) dan sebagai

defek yang tidak melibatkan septum interatrial tetapi secara

fisiologis mirip dengan defek sinus interatrial (sinus

venosus ASD)

a. Ostium Primum Atrial Septal Defek

ASD primum kasus kedua terbanyak pada ASD

setelah ostium secundum. Terletak di dekat bantalan

endocardium, dapat menjadi bagian dari defek kanal

atrioventrikular komplit atau juga dapat ditemukan pada

septum atrioventrikular inlet yang intak.8

b. Ostium Secundum Atrial Septal Defek

ASD secundum merupakan jenis ASD yang paling

sering ditemukan (75% pada kasus ASD). Pada CT-

Scan ostium secundum dapat dilihat sebagai terletak di

daerah foramen ovalis.8, 15

c. Sinus Venosus Atrial Septal Defek

Defek sinus venosus merupakan ASD yang paling

jarang ditemukan (5-10%). Ada 2 tipe dari defek sinus

venosum: Defek superior dan inferior sinus venosum.

19
Superior ASD adalah defek antara vena cava superior

dengan atrium kanan, sedangkan inferior ASD adalah

defek antara vena cava inferior dengan atrium kanan.15

2.1.2.5 Manifestasi Klinis

Defek septum atrium (DSA) sering tidak terdeteksi

sampai dewasa karena biasanya asimtomatik, dan tidak

memberikan gambaran diagnostik fisik yang khas.14

Sesak napas dan rasa capek paling sering

merupakan keluhan awal , demikian pula infeksi saluran

napas yang berulang. Pasien dapat sesak saat aktifitas, dan

berdebar-debar akibat takiaritmia atrium14

2.1.2.6 Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan :8, 14

1. Pulsasi ventrikel kanan pada daerah parasternal kanan.

2. Bising sistolik halus (derajat 1 atau 2) tipe ejeksi pada

daerah pulmonal pada garis sternal kiri atas.

20
3. Pirau yang besar dapat menyebabkan murmur mid

diastolik di tepi kiri sternum bawah (sela iga 3-4 garis

parasternal kiri) akibat peningkatan volume darah

melalui katup trikuspid.

4. Wide fixed splitting bunyi jantung kedua karena beban

ventrikel kanan yang berlebih walaupun tidak selalu

ada.

5. Bunyi jantung kedua mengeras di daerah pulmonal

karena kenaikan pulmonal.

2.1.2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Elektrokardiografi

Elektrokardiografi menunjukkan : 14

a. Axis ke kanan (RAD),

b. Blok bundle kanan (RBBB),

c. Hipertrofi ventrikel kanan,

d. Axis ke kanan secara ekstrim biasanya akibat

defek ostium primum.

Temuan EKG pada pasien dengan secundum

atrial septal defect (ASD) adalah irama sinus

normal, right axis deviation (RAD), dan rSR’ pada

V1, dan RBBB.16

Left axis deviation (LAD) dan RBBB

menunjukkan adanya primum ASD. LAD dan

21
gelombang P negatif di lead III menunjukkan

adanya defek sinus venosus.16

2. Foto Thorax :14

a. Foto rongen thorax dapat memperlihatkan adanya

kardiomegali, penentuan CTR yaitu dengan

membandingkan lebar thorax dan lebar dari pada

jantung. Jika diameter jantung lebih besar daripada

diameter thorax, itu adalah pembesaran jantung (

CTR >0,5)

b. Dilatasi atrium kanan,

c. Penonjolan tonus/ arteri pulmonalis

d. Perhatikan tonjolan dan lengkungan aorta. Itu sering

mengecil jika ASD ada, karena darah dialirkan

melalui atrium kanan, tidak melalui aorta

Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna,

foto toraks AP menunjukkan atrium kanan yang

menonjol, dan dengan konus pulmonalis yang

menonjol. Jantung hanya sedikit membesar dan corakan

vaskularisasi paru yang prominent sesuai dengan

besarnya pirau.14

Batang arteri pulmonalis membesar sehingga pada

hilus tampak denyutan (pada fluoroskopi) dan disebut

sebagai hilar dance. Hilar dance ini terjadi karena arteri

22
pulmonalis penuh darah dan melebar, sehingga pulsasi

ventrikel kanan merambat sampai ke hilus. Makin besar

defeknya, makin kecil jumlah darah yang mengalir ke

ventrikel kiri, karena sebagian besar darah dari atrium

kiri mengalir ke atrium kanan melalui defek. Aorta

menjadi kecil, hampir sukar dilihat, sedangkan arteri

pulmonalis menjadi 3- 5 kali lebih besar. Pembuluh

darah hilus melebar demikian juga cabangcabangnya.

Lambat laun pembuluh darah paru bagian tepi

menyempit dan tinggal pembuluh dari sentral (hilus)

saja yang melebar. Bentuk hilus lebar, meruncing ke

bawah berbentuk sebagai tanda koma terbalik.17

Gambar

Foto PA: Kebocoran Septum Atrium (ASD),

hemodinamika, belum ada HP, atrium kanan

23
membesar dan atrium kiri tidak, dan pembesaran

arteri pulmonal.

2.1.2.8 Komplikasi

1. Kira-kira 10 % dari pasien menjadi hipertensi pulmonal.

Situasi aliran shunt yang terus-menerus nantinya

berubah sebaliknya menjadi kanan ke kiri. Kemudian

pasien menjadi sianotik. Hal ini diketahui sebagai

sindrom Eisenmenger

2. Emboli paradoxical

3. Cardiac conduction defects (fibrilasi atrium, flutter)

4. Pada penderita ASD ini dapat terjadi gagal jantung

kongestif , disaritmia atrium, insufisiensi katup mitral

dan penyakit obstruksi vascular.18, 19

2.1.2.9 Tatalaksan

Indikasi penutupan ASD :

1. Rasio aliran darah ke paru dan sistemik lebih dari 1,5.

Operasi dilakukan secara elektif pada usia pra sekolah

(3–4 tahun) kecuali bila sebelum usia tersebut sudah

timbul gejala gagal jantung kongestif yang tidak teratasi

secara medikamentosa. 20

2. Pembesaran jantung pada thorax, dilatasi ventrikel

kanan, kenaikan tekanan arteri pulmonalis 50% atau

kurang dari tekanan aorta, tanpa mempertimbangkan

24
keluhan. Prognosis penutupan ASD akan sangat baik

dibanding dengan pengobatan medikamentosa. Pada

kelompok umur 40 tahun ke atas harus dipertimbangkan

terjadinya aritmia atrial, apalagi bila sebelumnya telah

ditemui adanya gangguan irama. Pada kelompok ini

perlu dipertimbangkan ablasi per kutan atau ablasi

operatif pada saat penutupan ASD.14

3. Adanya riwayat iskemik transient atau strok pada ASD

atau foramen ovale persisten.14

Operasi merupakan kontraindikasi bila terjadi

kenaikan resistensi vascular paru 7-8 unit, atau ukuran

defek kurang dari 8 mm tanpa adanya keluhan dan

pembesaran jantung kanan.20

Tindakan penutupan dapat dilakukan dengan

operasi terutama untuk defek yang sangat besar lebih dari

40 mm, atau tipe ASD selain tipe sekundum. Sedangkan

untuk ASD sekundum dengan ukuran defek lebih kecil dari

40 mm harus dipertimbangkan penutupan dengan kateter

dengan menggunakan amplatzer septal occluder. Masih

dibutuhkan evaluasi jangka panjang untuk menentukan

kejadian aritmia dan komplikasi tromboemboli.14

25
2.1.2.10 Prognosis

Pada bayi, ASD kecil (<5 mm) biasanya tidak

menimbulkan gejala, atau akan menutup sendiri tanpa

diberikan penganganan. ASD besar (8-10 mm) jarang dapat

menutup sendiri sehingga harus diberi tindakan.21

Biasanya sebagian besar gejala tidak berkembang

sampai umur 20 tahun dimana evidence dari penyakit

vaskuler paru menjadi nyata. Dengan penambahan umur,

resiko dari gangguan peningkatan irama jantung bertambah.

Pada umur 40 tahun, kebanyakan pasien menunjukkan

gejala. Gagal jantung adalah yang paling banyak

menyebabkan kematian.21

2.1.3 Patent Ductus Arteriosus

2.1.3.1 Definisi

Merupakan Suatu kelainan di mana vaskuler yang

menghubungkan arteri pulmonal dan aorta pada fase fetal,

tetap paten sampai lahir.14

Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari

arkus aorta ke VI pada janin yang menghubungkan arteri

pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi normal

duktus tersebut menutup secara fungsional 10 – 15 jam

setelah lahir dan secara anatomis menjadi ligamentum

arteriosum pada usia 2 – 3 minggu. Bila tidak menutup

26
disebut Duktus Arteriosus Persisten (Persistent Ductus

Arteriosus : PDA).22

Mekanisme penutupan ini tidak seluruhnya

dimengerti tetapi beberapa faktor diduga berperan adalah

kadar oksigen arterial, kadar prostaglandin, genetic, dan

faktor lain yang belum diketahui. Faktor-faktor tersebut

menyebabkan nekrosis seluler pada dinding duktus

arteriosus yang akan diikuti dengan konstriksi otot dinding

duktus pada tahap berikutnya. Konstriksi ini akan menutup

lumen duktus sehingga aliran darah dari aorta ke arteri

pulmonalis tertutup.23

2.1.3.2 Klasifikasi

Klasifikasi PDA ditentukan berdasarkan perubahan

anatomi jantung bagian kiri, tahanan arteri pulmonal,

saturasi oksigen, dan perbandingan perbandingan sirkulasi

pulmonal dan sistemik.23

Perbandingan
Hipertrofi
Tekanan Arteri Saturasi Sirkulasi
Tingkat Ventrikel dan
Pulmonal Oksigen Pulmonal-
Atrium Kiri
Sistemik

I Tidak ada Normal Normal <1,5

II Minimal 30-60 mmHg Normal 1,5-2,5

III Signifikan + >60 mmHg, Kadang >2,5

27
hipertrofi tetapi masih di Sianosis

ventrikel kanan bawah tahanan

yang minimal sistemik

IV Hipertrofi Lebih tinggi Sianosis <1,5

biventrikel + daripada

atrium kiri tahanan

sistemik

A. Tingkat I

Umumnya pasien PDA tingkat I tidak bergejala.

Pertumbuhan dan perkembangan fisik berlangsung

dengan baik. Pada pemeriksaan EKG dan foto polos

dada tidak ditemukan pembesaran jantung

B. Tingkat II

Pasien sering menderita infeksi saluran napas, tetapi

pertumbuhan fisik masih sesuai dengan umur.

Peningkatan aliran darah ke sirkulasi pulmonal dapat

terjadi sehingga timbul hipertensi pulmonal ringan.

Umumnya pada pasien yang tidak tertangani dengan

baik pada tingkat ini PDA akan berkembang menjadi

tahap III atau IV.

28
C. Tingkat III

Infeksi saluran napas makin sering terjadi.

Pertumbuhan anak biasanya terlambat; pada

pemeriksaan, anak tampak kecil tidak sesuai umur

dengan gejala-gejala gagal jantung. Nadi memiliki

amplitudo yang lebar. Jika melakukan aktivitas, pasien

akan mengalami sesak napas yang disertai dengan

sianosis ringan. Pada pasien dengan duktus berukuran

besar, gagal jantung dapat terjadi pada minggu pertama

kehidupan. Pada foto polos dada dan EKG ditemukan

hipertrofi ventrikel kiri dan atrium kiri serta hipertrofi

ventrikel kanan ringan. Suara bising jantung dapat

didengar di antara sela iga 3 dan 4.

D. Tingkat IV

Keluhan sesak napas dan sianosis semakin nyata.

Tahanan sirkulasi paru lebih tinggi daripada tahanan

sistemik sehingga aliran darah di duktus berbalik dari

kanan ke kiri. Foto polos dada dan EKG menunjukkan

hipertrofi ventrikel kiri, atrium kiri, dan ventrikel

kanan. Kondisi pasin ini disebut sindrom Eisenmenger.

Gradasi PDA dapat dikelompokkan sebagai berikut: 14

29
1. Silent, berupa PDA kecil yang biasanya ditemukan

secara kebetulan pada saat ekokaradiogram, tidak

terdengar bising.

2. Kecil, terdengar bising bersifat ejeksi panjang, atau

kontinu, tidak ditemui perubahan hemodinamik, pulsasi

perifer normal, tanpa perubahan ukuran atrium dan

ventrikel kiri, juga tanpa disertai hipertensi pulmonal.

3. Moderat, tekanan nadi besar seperti pada regurgitasi

aorta, bising kontinu, ditemukan pembesaran atrium dan

ventrikel kiri, dan hipertensi pulmonal yang biasanya

masih reversible.

4. Besar, biasanya pada dewasa disertai dengan

eisenmenger, bising kontinu tidak ditemukan. Akan

terjaid sianosis setempat akibat saturasi oksigen

dibagian bawah tubuh lebih rendah dibanding lengan

kanan, dan pada kaki dapat terjadi jari tabuh.

2.1.3.3 Patofisiologi

Patofisiologi yang terjadi adalah :

1. Pirau dari kiri ke kanan, berakibat peningkatan aliran

darah ke arteri pulmonalis

2. Dilatasi atrium kiri peningkatan tekanan atrium kiri

3. Peningkatan volume (volume overload) ventrikel kiri

30
Oleh karena tekanan aorta yang lebih tinggi, maka

ada pirau dari kiri ke kanan melalui duktus arteriosus, yaitu

dari aorta ke arteri pulmonal. Luasnya pirau tersebut

tergantung dari ukuran PDA dan rasio dari resistensi

pembuluh darah paru-paru dan sistemik. Pada kasus yang

ekstrim, 70% darah yang dipompa ventrikel kiri akan

mengalir melalui PDA ke sirkulasi pulmonal.

Jika ukuran PDA kecil, tekanan antara arteri

pulmonal, ventrikel kanan, dan atrium kanan normal. Jika

PDA besar, tekanan arteri pulmonal dapat meningkat baik

pada waktu sistol dan diastol. Pasien dengan PDA yang

besar mempunyai resiko tinggi terjadinya berbagai

komplikasi. Tekanan nadi yang tinggi disebabkan karena

lolosnya darah ke arteri pulmonal ketika fase diastol.24, 25

Gambar . Anatomi Jantung Normal dan Duktus arteriosus persisten.

31
Gambar A menunjukkan bagian jantung normal dan aliran darah normal.

Gambar B menunjukkan hati dengan patent ductus arteriosus. Cacat

menghubungkan aorta dengan arteri paru-paru. Hal ini memungkinkan darah

yang kaya oksigen dari aorta untuk bercampur dengan darah miskin oksigen di

arteri paru-paru.

2.1.3.4 Etiologi

1. Prematuritas dianggap sebagai penyebab terbesar

timbulnya PDA. Pada bayi prematur, gejala cenderung

timbul sangat awal, terutama bila disertai dengan sindrom

distres pernapasan. PDA juga lebih sering terdapat pada

anak yang lahir di daerah pegunungan. Hal ini terjadi

karena adanya hipoksia yang menyebabkan duktus gagal

menutup. 23

2. Penyakit campak jerman (rubella) yang terjadi pada

trimester I kehamilan juga dihubungkan dengan terjadinya

PDA walaupun mekanismenya belum diketahui. Diduga

infeksi rubella mempunyai pengaruh langsung terhadap

jaringan duktus.23

2.1.3.5 Manifestasi Klinis

1. PDA kecil

Biasanya asimtomatik dengan tekanan darah dan

tekanan nadi normal.

32
2. PDA sedang

Gejala timbul pada usia 2-5 bulan tetapi tidak berat.

Pasien mengalami kesulitan makan, sering menderita

infeksi saluran napas namun berat badan masih dalam

batas normal.

3. PDA Besar

Gejala tampak berat pada minggu-minggu pertama

kehidupan. Pasien tidak nafsu makan sehingga berat

badan tidak bertambah. Tampak dyspnea dan takipneu

dan banyak berkeringat bila minum. Gagal jantung

mungkin terjadi dan biasanya didahului oleh infeksi

saluran napas bagian bawah. Semua PDA besar yang

tidak dilakukan operasi biasanya menderita hipertensi

pulmonal.

2.1.3.6 Pemeriksaan Fisis

1. Tanda khas pada denyut nadi berupa pulsus seler

disebut “water hammer pulse”. Hal ini terjadi akibat

kebocoran darah dari aorta pada waktu sistol maupun

diastol, sehingga didapat tekanan nadi yang besar.14, 25

2. Dengan meningkatnya tekanan arteri pulmonal, bunyi

jantung II mengeras sehingga dapat teraba pada sela iga

II tepi kiri sternum.14, 25

33
3. Machinery murmur yang punctum maksimumnya pada

ICS II linea sternalis kiri. Bising pada waktu sistol

bersifat kresendo dengan puncak pada bunyi jantung II

sedangkan bising pada fase diastol bersifat dekresendo,

terbaik didengar pada posisi berbaring, sifat, tempat,

dan intensitas bising tidak dipengaruhi respirasi.14, 25

2.1.3.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Elektrokardiogram

A. PDA kecil

Pemeriksaan elektrokardiogram tidak

menunjukkan adanya pembesaran ruang jantung

atau arteri pulmonalis.

B. PDA sedang

EKG menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri

dengan atau tanpa dilatasi atrium kiri.

C. PDA besar

Pada EKG tampak hipertrofi biventrikel

dengan dominasi aktivitas ventrikel kiri dan dilatasi

atrium kiri.

2. Foto X-ray Thorax

A. PDA Kecil

Gambaran radiologis biasanya dalam batas

normal.

34
B. PDA Sedang

Pada foto thorax jantung membesar

(terutama ventrikel kiri), vaskularisasi paru yang

meningkat, dan pembuluh darah hilus yang

membesar.

C. PDA Besar

Pada foto toraks dijumpai pembesaran

ventrikel kanan dan kiri, di samping pembesaran

arteri pulmonalis dan cabang-cabangnya.

2.1.3.8 Komplikasi

Komplikasi dari PDA yang tidak ditangani adalah

termasuk endocarditis bakteri, congestif heart failure

(CHF). PDA dapat membuat komplikasi lain pada sirkulasi

dan ventilasi seperti:26

1. Ruptur aorta

2. Eisenmenger

3. Gagal jantung kiri

4. Iskemik miokard

5. Hipertensi pulmonal

2.1.3.9 Tatalaksana

Pada bayi aterm atau pada anak lebih tua,

diperlukan tindakan bedah untuk mengikat atau memotong

35
duktus. Untuk menutup duktus juga dokter dapat

menggunakan tindakan dengan kateter.

Pada PDA dengan pirau kiri ke kanan sedang atau

besar dengan gagal jantung diberikan terapi medikamentosa

(digoksin, furosemide) yang bila berhasil akan menunda

operasi 3-6 bulan sambil menunggu kemungkinan duktus

menutup. Tindakan bedah setelah dibuat diagnosis, secepat-

cepatnya dilakukan operasi pemotongan atau pengikatan

duktus. Pemotongan lebih diutamakan dari pada pengikatan

yaitu untuk menghindari kemungkinan rekanalisasi

kemudian. Pada duktus yang sangat pendek pemotongan

biasanya tidak mungkin atau jika dilakukan akan

mengandung resiko.24, 25

Indikasi operasi duktus arteriosus dapat diringkas

sebagai berikut:

1. PDA pada bayi yang tidak memberikan respon

terhadap pengobatan medikamentosa.

2. PDA dengan keluhan.

3. PDA dengan endokarditis infektif yang kebal

terhadap terapi medikamentosa.

2.1.3.10 Prognosis

Pasien dengan PDA kecil dapat hidup normal

dengan sedikit atau tidak ada gejala. Pengobatan termasuk

36
pembedahan pada PDA yang besar umumnya berhasil dan

tanpa komplikasi sehingga memungkinkan seseorang untuk

hidup dengan normal.

2.1.4 Tetralogy Of Fallot

2.1.4.1 Definisi

Tetralogy of fallot (ToF) merupakan penyakit

jantung bawaan sianotik yang terdiri dari empat kelainan

khas, yaitu defek septum ventrikel (ventricular septal

defect, VSD), stenosis infundibulum ventrikel kanan atau

biasa disebut stenosis pulmonal, hipertrofi ventrikel kanan,

dan overriding aorta.27

1. VSD

Jantung memiliki dinding yang memisahkan dua

bilik pada sisi kiri dan dua bilik di sisi kanan yang

disebut septum. Septum berfungsi untuk mencegah

bercampurnya darah yang miskin oksigen dengan darah

yang kaya oksigen diantara kedua sisi jantung. Pada

VSD dijumpai lubang di bagian septum yang

memisahkan kedua ventrikel di ruang bawah jantung.

Lubang ini memungkinkan darah yang kaya oksigen

dari ventrikel kiri untuk bercampur dengan darah yang

miskin oksigen dari ventrikel kanan.

37
2. Stenosis Pulmonal

Hal ini diakibatkan oleh penyempitan dari katup

pulmonal, dimana darah mengalir dari ventrikel kanan

ke arteri pulmonalis. Secara fisiologis, darah yang

sedikit oksigen dari ventrikel kanan akan mengalir

melalui katup pulmonal, masuk ke dalam arteri

pulmonalis, dan keluar ke paru-paru untuk mengambil

oksigen. Pada stenosis pulmonal, jantung harus bekerja

lebih keras dari biasanya untuk memompa darah dan

tidak cukup darah untuk mencapai paru-paru

3. Hipertrofi ventrikel kanan

Kelainan ini terjadi jika ventrikel kanan menebal

karena jantung harus memompa lebih keras dari yang

seharusnya agar darah dapat melewati katup pulmonal

yang menyempit. Obstruksi aliran darah arteri pulmonal

biasanya pada kedua infundibulum ventrikel kanan dan

katup pulmonal. Obstruksi total dari aliran ventrikel

kanan (atresia pulmonal) dengan VSD diklasifikasikan

dalam bentuk ekstrim dari TOF.

4. Overriding Aorta

Ini merupakan kelainan pada aorta yang merupakan

arteri utama yang membawa darah yang kaya oksigen

ke seluruh tubuh. Secara anatomi jantung yang normal,

38
aorta melekat pada ventrikel kiri. Hal ini

memungkinkan hanya darah yang kaya oksigen

mengalir ke seluruh tubuh. Pada TOF, aorta berada di

antara ventrikel kiri dan kanan, langsung di atas VSD.

Hal ini mengakibatkan darah yang miskin oksigen dari

ventrikel kanan mengalir langsung ke aorta bukan ke

dalam arteri pulmonalis kemudian ke paru-paru.

Gambar A Anatomi jantung normal. Gambar B

Anatomi jantung pada tetralogy of fallot

2.1.4.2 Patofisiologi

Sirkulasi darah penderita ToF berbeda dibanding

pada anak normal. Kelainan yang memegang peranan

penting adalah stenosis pulmonal dan VSD. Tekanan antara

ventrikel kiri dan kanan pada pasien ToF adalah sama

akibat adanya VSD. Hal ini menyebabkan darah bebas

mengalir bolak-balik melalui celah ini. Tingkat keparahan

39
hambatan pada jalan keluar darah di ventrikel kanan akan

menentukan arah aliran darah pasien ToF. Aliran darah ke

paru akan menurun akibat adanya hambatan pada jalan

aliran darah dari ventrikel kanan; hambatan yang tinggi di

sini akan menyebabkan makin banyak darah bergerak dari

ventrikel kanan ke kiri. Hal ini berarti makin banyak darah

miskin oksigen yang akan ikut masuk ke dalam aorta

sehingga akan menurunkan saturasi oksigen darah yang

beredar ke seluruh tubuh, dapat menyebabkan sianosis. Jika

terjadi hambatan parah, tubuh akan bergantung pada duktus

arteriosus dan cabang-cabang arteri pulmonalis untuk

mendapatkan suplai darah yang mengandung oksigen.

Onset gejala, tingkat keparahan sianosis yang terjadi sangat

bergantung pada tingkat keparahan hambatan yang terjadi

pada jalan keluar aliran darah di ventrikel kanan.27

2.1.4.3 Etiologi

Faktor prenatal dikaitkan dengan kejadian tetralogi

Fallot (TOF) yang tinggi termasuk ibu terinfeksi rubella

(atau penyakit akibat virus lainnya) selama masa

kehamilan, prenatal nutrisi yang jelek, ibu pengguna

alcohol, usia maternal lebih dari 40 tahun, dan DM. Anak-

anak dengan down sindrom juga beresiko tinggi terhadap

insiden tetralogy of fallot. 28

40
2.1.4.4 Manifestasi Klinis

Derajat stenosis pulmonal berpengaruh langsung

pada berbagai macam manifestasi klinis yang dapat

ditemukan pada pasien ToF. Seorang pasien dengan

stenosis pulmonal ringan mungkin tidak memiliki gejala

apa pun sampai akhir masa kanak-kanak, sementara pasien

dengan stenosis pulmonal berat memiliki kemungkinan

lebih tinggi muncul gejala klinis dalam bulan pertama

kehidupan. Bayi tidak menunjukkan sianosis pada saat

lahir, gejala mulai berkembang antara umur 2-6 bulan. 27

Manifestasi klinis paling umum adalah :

1. Saturasi oksigen arteri bayi ToF bisa tiba-tiba menurun

dengan nyata (hypercyanotic spell)

Paling sering terlihat setelah bangun tidur,

menangis, buang air besar, dan makan. Serangan

ditandai dengan meningkatnya kecepatan dan

kedalaman pernapasan (hiperpnea) dengan sianosis

yang bertambah parah.

2. Posisi menjongkok/meringkuk (squatting)

Merupakan mekanisme kompensasi agar aliran

darah ke paru menjadi bertambah, dan serangan sianosis

dan sesak menjadi berkurang.

41
3. Kronik hipoksemia yang disebabkan oleh pirau kanan-

ke-kiri biasanya menyebabkan jari tabuh/clubbing pada

jari tangan dan kaki

2.1.4.5 Pemeriksaan Fisis27

1. Bising sistolik ejeksi di sela iga II parasternal kiri akibat

turbulensi aliran darah yang melewati aliran keluar

ventrikel kanan yang stenosis

2. Klik ejeksi aorta.

3. S2 tunggal (penutupan katup pulmonal tidak terdengar).

2.1.4.6 Pemeriksaan Penunjang27

1. Elektrokardiografi

a. Pada pemeriksaan ini, dapat ditemukan right axis

deviation (RAD).

b. Hipertrofi ventrikel kanan atau kedua ventrikel.

c. Hipertrofi atrium kanan

d. Kekuatan ventrikel kanan yang menonjol terlihat

dengan gelombang R besar di sadapan prekordial

anterior dan gelombang S besar di sadapan

prekordial lateralis

2. Foto Thorax

Pada foto rontgen toraks pasien ToF, ukuran jantung

normal atau lebih kecil dari normal. Corakan vaskular

pulmonal cenderung menurun. Lapang paru yang

42
“hitam” terlihat pada pasien ToF dengan atresia

pulmonal. Segmen arteri pulmonal dalam bentuk

konkaf dengan apeks yang berbentuk melengkung ke

atas (berbentuk “boot-shaped” atau “coueur en

sabot” merupakan ciri khas dari ToF

Gambar. Gambaran posteroanterior pada rontgen

dada pasien ToF. Ukuran jantung normal, namun

terdapat penurunan vaskularisasi paru. Segmen

arteri pulmonal yang hipoplasi menyebabkan

pembentukan jantung “boot-shaped”

2.1.4.7 Komplikasi

1. Abses serebri

ToF yang tidak dioperasi merupakan factor

predisposisi penting abses serebri. Kejadian abses

serebri berkisar antara 5-18,7% pada penderita ToF,

sering pada anak di atas usia 2 tahun.ToF bisa

43
menyebabkan abses serebri karena hipoksia,

polisitemia, dan hiperviskositas. Dampaknya adalah

terganggunya mikrosirkulasi dan menyebabkan

terbentuk mikrotrombus, ensefalomalasia fokal, serta

terganggunya permeabilitas sawar darah otak.27

Pada abses serebri terjadi peningkatan tekanan

intrakranial yang tidak spesifik, seperti nyeri kepala,

letargi, dan perubahan tingkat kesadaran. Demam

jarang ditemukan. Sering muncul muntah dan kejang

pada saat awal terjadinya abses serebri.27

2. Gagal Jantung

Gagal jantung sering ditemukan pada penderita ToF

yang tidak menjalani terapi bedah. Umumnya terjadi

pada penderita ToF usia dewasa, juga sering ditemukan

pada usia remaja. Penyebab gagal jantung

multifaktorial, biasanya bergantung pada besarnya pirau

antara aorta dan arteri pulmonalis. Gagal jantung pada

penderita ToF berkaitan erat dengan disfungsi miokard.

Miokard yang terkena tidak hanya di ventrikel kanan,

namun dapat pula di ventrikel kiri akibat hipoksia yang

berlangsung lama.27

44
3. Endokarditis

Kejadian endokarditis paling sering ditemukan pada

ToF di antara semua penyakit jantung bawaan sianotik.

Penyebab tersering adalah streptokokus. Beberapa hal

dapat berkaitan dengan terjadinya endokarditis pada

ToF. Faktor pertama yang penting adalah struktur

abnormal jantung atau pembuluh darah dengan

perbedaan tekanan atau turbulensi bermakna yang

menyebabkan kerusakan endotel, yaitu mikrolesi pada

endokardium, dan pembentukan platelet, fibrin,

trombus. Faktor kedua adalah bakteremia. Bakteremia

dapat terjadi karena mikroorganisme di dalam darah

menempel pada mikrolesi sehingga menimbulkan

proses peradangan selaput endokardium.27

Demam pada endokarditis biasanya tidak terlalu

tinggi dan lebih dari satu minggu. Anoreksia, malaise,

artralgia, nyeri dada, gagal jantung, splenomegali,

petekie, nodul Osler, Roth spot, lesi Janeway, dan

splinter hemorrhage dapat dijumpai. Diagnosis pasti

ditegakkan dengan kultur darah yang positif atau

terdapat vegetasi pada ekokardiografi.27

45
4. Polisitemia dan Sindrom Hiperviskositas.

Polisitemia pada ToF terjadi akibat hipoksemi

kronik karena pirau kanan ke kiri. Hal ini merupakan

respons fisiologis tubuh untuk meningkatkan

kemampuan membawa oksigen dengan cara

menstimulasi sumsum tulang melalui pelepasan

eritropoetin ginjal guna meningkatkan produksi jumlah

sel darah merah (eritrositosis). Awalnya, polisitemia

menguntungkan penderita ToF, namun bila hematokrit

makin tinggi, viskositas darah akan meningkat yang

dapat mengakibatkan perfusi oksigen berkurang

sehingga pengangkutan total oksigen pun berkurang,

akibatnya dapat meningkatkan risiko venooklusi. Gejala

hiperviskositas akan muncul jika kadar hematokrit

≥65% berupa nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri dada,

iritabel, anoreksia, dan dyspnea.27

2.1.4.8 Tatalaksana

A. Farmakologi

Tatalaksana farmakologi untuk ToF salah satunya

adalah mengetahui dan menatalaksana kondisi hypoxic

spell dengan cepat agar tidak berujung pada komplikasi

yang membahayakan. Terapi propanolol oral dengan

dosis 0,5 – 1,5 mg/kg tiap 6 jam dapat diberikan untuk

46
mencegah hypoxic spell selama menunggu koreksi

melalui pembedahan pada keadaan tidak terdapatnya

prosedur pembedahan dengan bedah toraks. Perawatan

kebersihan mulut dan gigi serta pemberian profilaksis

antibiotik untuk mencegah terjadinya subacute

bacterial endocarditis. Pada beberapa pasien, dapat

ditemukan kondisi defisiensi besi relatif karena adanya

polisitemia. Kondisi ini dapat membuat anak rentan

mengalami komplikasi serebrovaskular sehingga perlu

dideteksi sedini mungkin. Pada anak, dosis oral besi

untuk mengobati defisiensi adalah 3-6 mg/kg bb

(maksimal 200 mg)/hari diberi dalam 2-3 dosis terbagi.

Nilai hemoglobin atau hematokrit yang normal, atau

menurunnya jumlah eritrosit mengindikasikan adanya

defisiensi besi pada pasien sianotik.28

B. Non-farmakologi

Tujuan pokok dalam menangani tetralogi Fallot

adalah koreksi primer yaitu penutupan defek septum

ventrikel dan pelebaran infundibulum ventrikel

kanan.29

Syarat untuk keberhasilan koreksi primer adalah

ukuran arteri pulmonalis dan cabang-cabangnya yang

harus cukup besar, minimal 1/3 dari aorta desenden.

47
Selain itu juga tidak ada arteri koroner yang menyilang

alur keluar ventrikel kanan dan ukuran ventrikel kiri

harus cukup besar agar mampu menampung darah

sistemik. Umumnya koreksi primer dilaksanakan pada

usia kurang lebih 1 tahun, dengan perkiraan berat

badan sudah mencapai sekurang-kurangnya 8 kg. bila

syarat-syarat untuk keberhasilan koreksi primer belum

terpenuhi, maka dilakukan tindakan paliatif yaitu

membuat pirau antara asteri sitemik dengan arteri

pulmonalis, misalnya Blalock-Tausig shunt. Jenis

operasi shunt ini adalah membuat pirau antara arteri

subklavia dengan cabang arteri pulmonalis. Bila usia

belum mencapai 1 tahun atau berat badan < 8 kg,

namun anak sering mengalami spel sianotik atau

terdapat desaturasi oksigen yang hebat.29

Posisi lutut-dada dilakukan untuk meningkatkan

tahanan vaskuler sistemik dan meningkatkan aliran

balik sistemik vena ke jantung kanan. Hal ini dapat

meningkatkan pirau intracardiac kiri-ke-kanan

melewati interventrikuler, serta meningkatkan preload

ventrikel kanan.30

48
2.1.4.9 Prognosis

Kebanyakan kasus dapat dikoreksi dengan operasi.

90% pasien bertahan sampai dewasa dan hidup aktif, sehat

dan produktif. Pasien yang tidak mendapatkan penanganan

beresiko mendapatkan emboli paradoksikal yang berakhir

pada stroke, emboli paru, dan subakut endocarditis.28

Tanpa operasi, rasio mortalitas meningkat, mulai

dari 30% pada umur 2 tahun, 50% pada umur 6 tahun.

Rasio mortalitas tertinggi ada pada tahun pertama dan

konstan sampai pada decade ke dua. Tidak lebih dari 20%

pasien yang mencapai umur 10 tahun, dan kurang dari 5-

10% pasien yang dapat hidup sampai decade ke dua.28

49
DAFTAR PUSTAKA

1. Djer MM, Madiyono B. Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. Sari

Pediatri. 2016;2(3):155-62.

2. Sadono RK, Soetadji A. Perbedaan Kejadian Ispa Pada Anak Dengan

Penyakit Jantung Bawaan Sianotik Dan Asianotik: Faculty of Medicine

Diponegoro University; 2013.

3. Teddy O. Diagnosis Dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan Yang

Kritis Pada Neonatus. Divisi Kardiologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair-

RSU Dr Soetomo Surabaya.

4. Ramaswamy P. Ventricular Septal Defects 2015 [cited 3 Maret 2018].

Available from: https://emedicine.medscape.com/article/892980-overview.

5. Mansjoer A. 2000 Kapita selekta kedokteran. 3 ed. Arif Mansjoer ea,

editor. Jakarta: Media Aesculapius FK UI 445-7 p.

6. Rahayuningsih SE. Hubungan antara Defek Septum Vertikel dan Status

gizi. Sari pediatri. 2011;13(2):139-40.

7. Rampengan SH. 2014 Buku Praktis Kardiologi. dr. Cholid Tri Tjahyono

SK, FIHA, editor. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. 234 p.

8. Marcdante KJ, Kliegman R, Jenson HB, Behrman RE. 2014 Nelson ilmu

kesehatan anak esensial. 6 ed: Elsevier.

9. Marie Baffa J. Ventricular Septal Defect (VSD) Philadelphia2016

[updated November 2016; cited 3 Maret 2018].

50
10. Fernando R, Koranne K, Loyalka P, Kar B, Gregoric I. Patent ductus

arteriosus closure using an Amplatzer™ ventricular septal defect closure device.

Experimental & Clinical Cardiology. 2013;18(1):e50.

11. Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, Libby P. 2011 Braunwald's Heart

Disease E-Book: A Textbook of Cardiovascular Medicine: Elsevier Health

Sciences.

12. Rahayuningsih SE. Hubungan Antara Hipertensi Pulmonal pada Defek

Septum Atrium Sekundum dan Mutasi Gen. Abstrak. 2009.

13. Putra DP. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Post Operasi Atrial

Septal Defect: Universitas Airlangga; 2016.

14. Ghanie A. Ilmu Penyakit Dalam. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,

editors. Penyakit Jantung Kongenital Pada Dewasa. Jakarta: Interna Publiahing;

2015. p. 1425.

15. Rojas CA, El-Sherief A, Medina HM, Chung JH, Choy G, Ghoshhajra BB,

et al. Embryology and developmental defects of the interatrial septum. American

Journal of Roentgenology. 2010;195(5):1100-4.

16. Adler DH. Atrial Septal Defect Treatment & Management America2017.

Available from: https://emedicine.medscape.com/article/162914-treatment.

17. Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I. Radiologi diagnostik. Edisi.

2005;2:85-6.

18. Meadow R, Newell SJ. 2005 Lecture notes pediatrica. Jakarta: Erlangga.

19. Soetikno R. Gambaran Foto Toraks Pada Congenital Heart Disease.

Bandung: Universitas Padjajaran. 2009.

51
20. Roebiono PS. Diagnosis dan tatalaksana penyakit jantung bawaan

Available from:

http://staff.ui.ac.id/system/files/users/poppy.roebiono/material/diagnosisdantatalak

sanapjb-2.pdf.

21. A. Weinrauch L. Atrial septal defect (ASD) 2016. Available from:

https://medlineplus.gov/ency/article/000157.htm.

22. Tagor G. 2002 Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FK UI.

23. Wahab SA. Duktus Arteriosus Patent. Kardiologi Anak: Penyakit Jantung

Kongenital yang Tidak Sianotik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.

p. 69-76.

24. Hermes-DeSantis E, Clyman R. Patent ductus arteriosus: pathophysiology

and management. Journal of perinatology. 2006;26(S1):14-8.

25. Schneider DJ, Moore JW. Patent ductus arteriosus. Circulation.

2006;114(17):1873-82.

26. Kim LK. Patent Ductus Arteriosus (PDA) Treatment & Management

2017. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/891096-

treatment?pa=Allri0hxVhc7XC0TWmpkVArWxhWvKkDwpVYnUT3s0%2Fvdr

H9VgwrRqDLFX%2FuUwix5s7CF3wx2Tu1U792SxywYLg%3D%3D#d13.

27. Habriel Ruslie R, Darmadi. Diagnosis dan Tata Laksana Tetralogy of

Fallot. CDK (Cermin Dunia Kedokteran). 2013;40(3):176-81.

28. Bhimji s. Tetralogy of Fallot 2017 [cited 2018 6 maret]. Available from:

https://emedicine.medscape.com/article/2035949-overview#showall.

52
29. Rilantono LI, Baraas F, Karo Karo S, Roebiono PS. 2004 Buku ajar

kardiologi236-7 p.

30. F B, RH A. Tetralogy of Fallot 2009 [cited 2018 6 Maret]. Available from:

https://ojrd.biomedcentral.com/articles/10.1186/1750-1172-4-2#sec8.

53

Anda mungkin juga menyukai