HERPES ZOSTER
Oleh:
IQBAL MARGI SYAFAAT
201010330311019
Pembimbing:
dr. Andri Catur Jatmiko, Sp.KK
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 DEFINISI
Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat di tandai adanya lesi nyeri
radikuler unilateral serta timbulnya lesi vaskuler yang terbatas pada dermatom yang
di persarafi serabut spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dari nervus
kranialis. Infeksi ini merupakan reaktivasi varisela zoster dari infeksi endogen yang
menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus (Djuanda A, 2010).
1.2 EPIDEMIOLOGI
Herepes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh
musim dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan
antara laki laki dan perempuan, angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia.
Di Negara maju seperti amerika serikat, pemnyakit ini dilaporkan 6% setahun. Di
ingrris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun (Djuanda A,
2010).
1.3 ETIOLOGI
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus vaeisela zosterdan tergolong virus
berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 mm, yanh termasuk subfamilialfa herpes
viridae. VVZ dal subfamily alfa mempunyai sifat khas menyebebakan infeksi primer
padasel eipitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer,
infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalm bentuk didalam neuron dari
ganglin, virus yang laten ini padfa saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara
periodic.
1.4 PATOFISOLOGI
Varisela sangat menular dan biasanya menyebar melalui droplet respiratori. VVZ
bereplikasi dan menyebar ke seluruh tubuh selama kurang lebih 2 minggu sebelum
perkembangan kulit yang erupsi (Djuanda A, 2010). Pasien infeksius sampai semua
lesi dari kulit menjadi krusta. Selama terjadi kulit yang erupsi, VVZ menyebar dan
menyerang saraf secara retrograde untuk melibatkan ganglion akar dorsalis di mana
ia menjadi laten. Virus berjalan sepanjang saraf sensorik ke area kulit yang
dipersarafinya dan menimbulkan vesikel dengan cara yang sama dengan cacar air
(Wolf K,2008). Zoster terjadi dari reaktivasi dan replikasi VVZ pada ganglion akar
dorsal saraf sensorikLatensi adalah tanda utama virus Varisela zoster dan tidak
diragukan lagi peranannya dalam patogenitas. Sifat latensi ini menandakan virus
dapat bertahan seumur hidup hospes dan pada suatu saat masuk dalam fase reaktivasi
yang mampu sebagai media transmisi penularan kepada seseorang yang rentan.
Reaktivasi mungkin karena stres, sakit immunosupresi, atau mungkin terjadi secara
spontan. Virus kemudian menyebar ke saraf sensorik menyebabkan gejala prodormal
dan erupsi kutaneus dengan karakteristik yang dermatomal (Djuanda A, 2010).
Infeksi primer VVZ memicu imunitas humoral dan seluler, namun dalam
mempertahankan latensi, imunitas seluler lebih penting pada herpes zoster. Keadaan
ini terbukti dengan insidensi herpes zoster meningkat pada pasien HIV dengan
jumlah CD4 menurun, dibandingkan dengan orang normal (Wolf K,2008).
Gambar 1.1
Penyebab reaktivasi tidak diketahui pasti tetapi biasanya muncul pada keadaan
imunosupresi. Insidensi herpes zoster berhubungan dengan menurunnya imunitas
terhadap VZV spesifik (Wolf K,2008).
Pada masa reaktivasi virus bereplikasi kemudian merusak dan terjadi peradangan
ganglion sensoris. Virus menyebar ke sumsum tulang belakang dan batang otak, dari
saraf sensoris menuju kulit dan menimbulkan erupsi kulit vesikuler yang khas. Pada
daerah dengan lesi terbanyak mengalami keadaan laten dan merupakan daerah
terbesar kemungkinannya mengalami herpes zoster (Djuanda A, 2010).
Selama proses varisela berlangsung, VZV lewat dari lesi pada kulit dan
permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik menular dan dikirim secara sentripetal,
naik ke serabut sensoris ke ganglia sensoris. Di ganglion, virus membentuk infeksi
laten yang menetap selama kehidupan. Herpes zoster terjadi paling sering pada
dermatom dimana ruam dari varisela mencapai densitas tertinggi yang diinervasi oleh
bagian (oftalmik) pertama dari saraf trigeminal ganglion sensoris dan tulang belakang
dari T1 sampai L2 (Arvin, 2005).
Depresi imunitas selular akibat usia lanjut, penyakit, atau obat-obatan
mempermudah reaktivasi. Herpes zoster pada anak kecil sehat mungkin berhubungan
dengan perkembangan imunitas selular yang kurang efisien pada saat terjadi infeksi
VZV primer baik in utero maupun pascalahir (Djuanda A, 2010).
3. Stadium krustas
Vesikel menjadi purulent, mengalami, krustasi dan lepas dalm waktu 1-2 minggu.
Sering terjadi neuralgia pasca hepatica. Terutam padaorang tua dapat berlangusng
berbulan bulan (Dwi Murtiastutik).
Gambar 1.3
1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Tzancksmear
- Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian
diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsas, Wrights,
toluidine blue ataupun Papanicolaous. Dengan menggunakan mikroskop
cahaya akan dijumpai multinucleated giant cells.
- Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.
- Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes
simpleks virus.
virus. Faktor lain yang merupakan faktor resiko terjadinya pneumonia, antara lain :
jumlah lesi >100, perokok, riwayat kontak, kehamilan trimester ketiga.
PENGARUH TERHADAP JANIN DAN NEONATUS
Sindroma Varisela Kongenital ( Kumpulan Kelainan Bawaan yang di sebabkan
oleh Varisela )
Wanita dengan infeksi VZV primer selama kehamilan dapat menularkan virus
kepada janin pada lebih dari 25 % kasus, tetapi infeksi biasanya asimptomatis.
Beberapa bayi yang asimptomatis ini dapat mengalami herpes zoster selama masa
bayi, hal menunjukkan kegagalan sistem imun imatur untuk mencegah reaktifasi
virus laten. Infeksi transplasental yang mengakibatkan defek kelahiran atau kematian
saat lahir pertama kali dilaporkan pada tahun 1947, tetapi jarang terjadi. Insidens
anomali kongenital 9 kelainan bawaan ) sangat rendah sehingga dari penelitian yang
dilakukan tidak dapat memperlihatkan peningkatan yang bermakna secara statistik
dihubungkan dengan varisela maternal.
Pada sindroma varisela kongenital dapat ditemukan jaringan parut kulit lesi
sikatriks ekstremitas pada 70 % kasus, hipoplasia kaki, malformasi atau tidak
mempunyai jari-jari, atrofi otot, katarak, mikroftalmia, sindroma Horner dan
korioretinitis. Penularan dapat terjadi pada semua usia kehamilan, tetapi kasus yang
simptomatis hanya terbatas pada trimester pertama kehamilan, khususnya antara
minggu ke 8-20 kehamilan. Jarang sekali sindroma varisela kongenital terjadi pada
akhir trimester kedua kehamilan.
Varisela perinatal
Ibu yang menderita varisela kurang dari 5 hari sebelum persalinan atau dalam
waktu 2 hari sesudah persalinan tidak mempunyai cukup waktu untuk memproduksi
antibodi yang dapat melewati plasenta untuk melindungi janin dan bayi yang baru
lahir.Mendekati waktu persalinan, 25-50 % infeksi maternal akan mengakibatkan
infeksi janin yang akan bermanifestasi selama 10 hari pertama kehidupan. Bayi ini
mempunyai resiko untuk mengalami penyakit sistemik yang dapat mengancam jiwa.
Bila tidak diobati kematian dapat terjadi dalam 4-6 hari dengan angka kematian
sebesar 30 %.
Bila infeksi pada ibu terjadi antara 3 minggu dan 5 hari sebelum persalinan, dapat
terjadi varisela perinatal, tetapi infeksi tidak berat karena adanya proteksi antibodi
dari ibu melalui transplasental. Ibu yang mengalami gejala lebih dari 2 hari setelah
persalinan dapat menularkaninfeksi pada bayinya secara postnatal (biasanya melalui
sekret saluran napas), tetapi infeksi biasanya ringan.
Kesakitan dan kematian jelas meningkat pada kasus imunokompromais termasuk
leukemia, penyakit keganasan yang mendapat pengobatan kortokosteroid, kemoterapi
dan terapi sinar. Begitu juga pada penderita demam reumatik dan sindrom nefrotik
yang mendapat kortikosteroid, atau kasus defisiensi imun kongenital. Viremia yang
hebat dapat menyerang berbagai organ seperti hati, saraf pusat dan paru.
Kasus dengan gangguan imun atau yang mendapatkan kortikosteroid dapat
menimbulkan gejala perdarahan ringan sampai berat dan fatal (purpura maligna).
Penyebab perdarahan mungkin tidak sama pada setiap kasus. Trombositopenia dapat
disebabkan sebagai akibat penyakit dasar, akibat pengobatan, efek langsung VZV
pada sumsum tulang, atau destruksi trombosit akibat proses imunologik. Pada kasus
varisela fulminant dan purpura maligna kemungkinan infeksi sel endotel kapiler
menjado faktor utama. Kerusakan sel endotel ini menyebabkan koagulasi
intravascular diseminata (DIC) dan purpura trombotik.
Penyulit dari infeksi varisela primer yang baru muncul kemudian adalah herpes
zoster, setelah infeksi primer varisela, VZV dapat menjadi laten dan berdiam di
ganglia saraf sensorik tanpa menimbulkan manifestasi klinis, hingga bila teraktivasi
akan menyebabkan herpes zoster. Walaupun kejadian herpes zoster terbanyak terjadi
pada orang dewasa, terdapat kemungkinan seorang anak akan menderita herpes zoster
di kemudian hari. Resiko menderita zoster meningkat pada kasus imunokompromais
dan pada anak yang menderita varisela pada umur <1 tahun. Kemungkinan
peningkatan resiko terjadinya herpes zoster pada kelompok tersebut disebabkan
karena ketidakmampuan system imun mempertahankan periode laten dari virus
varisela. Herpes zoster juga dapat menyerang sistem saraf pusat dan menyebabkan
ensefalitis. Ensefalitis akibat herpes zoster jarang menyebabkan kematian,
kebanyakan pasien sembuh tanpa ada suatu kecacatan tertentu. Ensefalitis juga
biasanya berhubungan dengan akut vaskulitis. Gejala lain yang biasanya terjadi
adalah serebral angitis, yang merupakan suatu sindrom yang terdiri dari vaskulitis,
trombosis, dan mikroinfark yang terkait dengan herpes zoster oftalmikus dan
reaktivasi saraf kranial pada individu berusia lanjut.
Pada CT Scan biasanya diperoleh hasil adanya tampilan infark pada daerah yang
diperfusi oleh arteri serebri media. Dilaporkan pula dapat terjadi transverse myelitis,
gejala ini jarang terjadi, namun apabila terjadi dapat menimbulkan resiko kematian
yang tinggi.
1.9 PROGNOSIS
Pada ibu hamil, varisela ini
BAB 2
LAPORAN KASUS
HEPERS ZOSTER
I. IDENTITAS PASIEN
- Nama
: Tn.K
- Usia
: 18 tahun
- Jenis kelamin
: laki laki
- Agama
: Islam
- Pekerjaan
: Siwa
- Alamat
: Tembelang
-Tanggal periksa
: 11 januari 2016
- No.RM
: 29 71 82
14 hari yll pasien juga mengeluhkan meriang pasien juga merasakan lemas
seperti capek.
C. Riwayat penyakit Dahulu
Pasien juga sudah pernh terkena cacar air
Kesadaran
: Compos Mentis
: dbn
Kepala
: dbn
Leher
: dbn
Thorax
: dbn
Abdomen
:dbn
Extremitas dbn
: dbn
B. Status Dermatologis
Eflorecensi: Terdapat vesikel bergerombol dengan kulit sehat diantarnya dan lesi uni
lateral sesuai dermatom dengan dasar macula eritimatosa batas jelas, krusta (-). Et
region Thoracalis
IV. RESUME
Pasien laki laki usia 18 tahun datang ke poli kulit kelamin di RSUD jombang 7
hari ini pasien mengeluhkan muncul bintil bintil berisi air pada bagian dada kanan
hingga ke bagian punggung kanan.. bintil bintil tersebut berbentuk bulat dan terlihat
seperti ada cairan didalamnya. Selain keluhan tersebut, pasien juga mengeluhkan rasa
nyeri dan panas.
Istirahat
b. Medikamentosa
IX. PROGONOSIS
Qua ad vitam
Qua ad fungtionam
Qua ad sanationam
Qua ad cosmetikan
: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam
:ad bonam
BAB 3
PEMBAHASAN
Seperti dijelaskan sebelumnya, pasien mengeluhkan muncul bintil bintil berisi air
pada bagian dada kanan hingga ke bagian punggung kanan.. bintil bintil tersebut
berbentuk bulat dan terlihat seperti ada cairan didalamnya. Selain keluhan tersebut,
pasien juga mengeluhkan rasa nyeri dan panas.
mengeluhkan meriang pasien juga merasakan lemas seperti capek. Secara literatur
bahwa di jelasakan gejal sistemik sepeti demam atau pusing. Gejala local berupa
gatal dan nyeri atau neuralgia pada derah yang terkena. Nuyeri yang terjadi
merupakan salah satu ciri khas dari herpes yang dapat di bedakanpreherpetic
neuralgia (Djuanda, 2010).
Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan vesikel bergerombol dengan kulit
sehat diantarnya dan lesi uni lateral sesuai dermatom dengan dasar macula
eritimatosa batas jelas, krusta (-). Et region Thoracalis. Hal ini sesuai pada pustaka
dimanalesi muncul pada saraf di tempat virus itu mengalami reaktivasi dan pasien in
masuk dalam stadium erupsi yang dimana dikatakan dalm sumber timbul gerombolan
vesikel di atas kulit yang eritimatus sedangkan kulit diantar gerombolan tetap normal.
Beradasrakan pada anamnesis pasien jugamengalami demam dalmpstaka itu adalah
gejal prodromal. Pada kasus vesikel belum ada yang peceh berate masih merupakan
stadium erupsi yang dimana sesuai dengan kepustakaan. Tidak di temukan tanda
tanda infeksi sekunder pada pengobatan di perlu di berikan antibiotic.
Penatalaksanaan yang diberikan adalah acyclovirdengan dosis dwasa 800mg
diminum setiap 4 jam selama 7 hari, namun yang tersedia 400mg dosis sekali inum
menjadi 5x2 tablet. Selain iyu obat sistemk spseti di kepustakaan bersifat
simptomatik, sehingga di berikan asam mefenamat 500mg 2x1.
DAFTAR PUSTAKA
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ. Varicella and
Herpes Zoster. In : Fitzpatrick. Dermatology in General Medicine. 7 thed. New
York : McGraw Hill Company.2008.p. 1885-1898
Handoko RP. Penyakit Virus. In : Djuanda Adhi, Mochtar H, Siti A, eds. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Cetakan V, Jakarta : Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2010 : 110-112.
Habif, T.P. Viral Infection. In : Skin Disease Diagnosis and Treatment. 3rd ed.
Philadelphia : Elseiver Saunders. 2011 .p. 235 -239.