Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

COATS DISEASE

Disusun Oleh :

Farrel Uttu Wasistha


406172026

Pembimbing
dr. Nanik Sri Mulyani Sp.M

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA


KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA
15 APRIL 2019 – 19 MEI 2019
RSUD KRMT WONGSONEGORO SEMARANG

1
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit Coats atau Coats’ disease adalah suatu penyakit yang ditandai oleh
adanya telangiektasis dan aneurisma pembuluh darah retina disertai dengan eksudat
intraretina maupun subretina pada satu mata.1-6 Awalnya penyakit Coats yang
diperkenalkan pertama kali oleh George Coats pada tahun 1908 mempunyai menifestasi
klinik yang hampir sama dengan aneurisma Leber yaitu berupa abnormalitas pembuluh
darah retina.1-2 Reese kemudian berpendapat bahwa talangiektasis pembuluh darah retina
(Aneurisma Leber) yang dapat menyebabkan eksudasi retina progresif dan ablasio retina
disebut dengan penyakit Coats. 1-2
Prevalensi penyakit Coats belum pernah dilaporkan hingga saat ini karena
termasuk penyakit yang jarang terjadi. Shields4 melaporkan jumlah penyakit Coats yang
terdiagnosa di Wills Eye Hospital, Amerika sebesar 150 kasus, dengan usia yang
bervariasi dari 1 bulan hingga 63 tahun namun rata-rata berusia 5 hingga 11 tahun. Laki-
laki lebih banyak menderita penyakit Coats daripada perempuan dengan perbandingan
1-6
3:1. Penyakit Coats terjadi pada salah satu mata atau unilateral dengan persentase
sebesar 95 %.4-5 Penyakit Coats tidak dipengaruhi oleh ras maupun faktor herediter. 1-6
Penyebab pasti penyakit Coats belum diketahui hingga saat ini namun terdapat
dugaan bahwa penyebabnya adalah kelainan primer dari vaskuler retina terutama di
perifer. Gambaran histopatologi yang menunjukkan adanya beberapa sel endotel atau
perisit yang hilang. menyebabkan terjadinya disorganisasi, dilatasi, aneurisma dan
telangiektasis. Abnormalitas tersebut akan mengganggu permeabilitas kapiler sehingga
akan terjadi eksudasi. Dugaan adanya teori gangguan transpor kolesterol, endokrin dan
teori keterlibatan gen NDP dalam patogenesis penyakit Coats juga pernah diungkapkan. 6-
7

Manifestasi klinis penyakit Coats dibagi menjadi dua yaitu onset dini atau anak
usia < 20 tahun dan dewasa ≥ 20 tahun. Keluhan pada anak-anak biasanya berupa
penurunan tajam penglihatan, strabismus dan leukokoria. 1-6 Pemeriksaan segmen anterior
sebagian besar tidak memperlihatkan adanya kelainan.1-6 Shields mengklasifikasikan
kelainan segmen posterior menjadi lima stadium yaitu stadium pertama hanya berupa

2
telangiektasis pembuluh darah retina, stadium kedua terdapat telengiektasis dan eksudat,
stadium ketiga terdapat ablasio retina eksudatif, stadium keempat terjadi ablasio retina
total dan glukoma sekunder, stadium kelima merupakan stadium paling akhir dari
penyakit Coats. 4-5
Diagnosis penyakit Coats ditegakkan berdasarkan anamnesis, manifestasi klinis,
pemeriksaan dengan biomikroskopi, oftalmoskop direk dan indirek. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah angiografi
1-6,9
fluoresen fundus (FFA), ultrasonografi dan CT-scan. Diagnosis banding penyakit
Coats yang paling penting adalah retinoblastoma. Penatalaksaan penyakit Coats
berdasarkan stadiumnya dapat berupa observasi, fotokoagulasi, krioterapi, drainase cairan
subretina dan enukleasi. 1-6,11-15 Prognosis bervariasi tergantung pada tiap stadiumnya. 4-
5,16

Penderita dengan penyakit Coats sering didiagnosis dengan retinoblastoma


padahal penatalaksanaan kedua penyakit tersebut sangat berbeda. Oleh karena itu,
pengetahun tentang gambaran klinik, penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan
penyakit Coats harus dapat lebih dipahami untuk menghindari kesalahan diagnosis dan
terapi dengan penyakit lain terutama retinoblastoma. Alasan itulah yang menjadi dasar
penulis untuk membuat sari pustaka ini.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI

Retina merupakan lapisan tipis, yang melapisi 2/3 bagian dalam dinding posterior
bola mata. Retina membentang dari saraf optik di bagian posterior hingga ora serrata di
bagian anterior, yang kemudian akan berlanjut menjadi epitel badan siliar. Retina terbagi
dua secara garis besar yaitu lapisan epitel pigmen dan lapisan sensoris. 17-18
Lapisan epitel pigmen retina (Retinal Pigment Epithelium / RPE) adalah selapis
sel epitel kuboid yang tersusun heksagonal. Sel-sel epitel ini mendukung dan
mempertahankan fungsi segmen luar sel fotoreseptor. Sedangkan lapisan sensoris retina
terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan sel fotoreseptor, lapisan glia dan lapisan vaskuler.
Lapisan sel fotoreseptor terbagi menjadi segmen luar, silium, segmen dalam yang terdiri
dari sel ellipsoid dan myoid, serabut luar sel batang; badan sel, dan serabut dalam sel
batang yang akan berakhir pada ujung sinaps. Lapisan glia terdiri atas sel-sel Muller yang
tersusun vertikal. Lapisan vaskuler retina berfungsi sebagai sawar darah retina, yang
berasal dari beberapa cabang arteri retina sentralis. 17-18
Pada penyakit Coats jaringan anatomi yang terlibat terutama adalah jaringan
vaskuler retina dan sawar darah retina. Jaringan vaskuler retina berasal dari arteri retina
sentralis, arteri silioretina dan koriokapilaris. Arteri retina sentralis yang berdiameter 0,3
mm akan berjalan bersama-sama vena retina sentralis dan beberapa saraf simpatis di
dalam papil saraf optik. Setelah menembus papil saraf optik, arteri retina sentralis akan
bercabang ke superior dan inferior yang selanjutnya akan bercabang lagi ke bagian nasal
dan temporal. Cabang-cabang arteri retina sentralis akan berjalan pada lapisan serabut
saraf retina. Cabang-cabang arteri tersebut akan terus berjalan ke bawah dan membentuk
jaringan-jaringan kapiler atau plexus. Terdapat dua plexus yaitu inner plexus yang
terletak di lapisan sel ganglion dan outer plexus yang terletak di lapisan inti dalam
(gambar 1). Arteri silioretina yang terletak di dekat papil saraf optik merupakan
anastomosis antara koroid dan retina. Koriokapilaris berisi pembuluh darah kapiler yang

4
membentuk jaringan padat dan terbentang dari diskus optikus sampai dengan ora serata.
17-18

Kapiler retina terdiri dari sel endotel yang berbentuk sirkumferensial dan saling
dilekatkan oleh jaringan ikat zonulae occludentes. Jaringan ikat antar endotel tersebut
membentuk sawar darah retina dalam (inner blood retinal barrier). Sel endotel akan
diselubungi oleh basal lamina, perisit, makrofag perivaskuler dan mikroglia (gambar 1).
Sedangkan sawar darah retina luar (outer blood retinal barrier) dibentuk oleh sel-sel RPE
yang saling terikat jaringan ikat. 17-18

Gambar 1. Penampang vaskularisasi retina 18


EC : Endothelial Cell, PVM : Perivascular Macrophage,
MG : Mikroglia, P : Perisit

PATOGENESIS
Penyebab pasti penyakit Coats belum diketahui hingga saat ini. Namun diduga
penyebab penyakit Coats adalah sebagai kelainan primer dari vaskuler. Gambaran
histopatologi menunjukkan hilangnya sebagian sel endotel dan perisit yang akan
menyebabkan disorganisasi mural, dilatasi aneurisma dan telangiektasis pada pembuluh

5
darah retina.9,19 Hal ini akan berakibat pada rusaknya struktur dan fungsi sawar darah
retina berupa gangguan permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi eksudasi masif
subretina maupun intraretina. Eksudasi masif tersebut berupa kristal kolesterol, makrofag
yang berisi lemak (lipid-laden macrophage) dan sedikit eritrosit. 19
Dugaan adanya kelainan endokrin juga pernah diungkapkan sebagai penyebab
penyakit Coats karena adanya persamaan histologik antara endotel membran basalis
1-2
penyakit Coats dengan diabetes dan kehamilan yang terkait penyakit vaskuler. Duke
dan Woods mengemukakan adanya peran abnormalitas lipid dalam patogenesis penyakit
Coats. Black dkk7 menganalisa mata yang dienukleasi pada penderita penyakit Coats dan
mendapatkan hasil adanya mutasi missense gen NDP di lokasi kromosom Xp11.4. Mutasi
gen tersebut akan mengakibatkan defisiensi protein norrin yang merupakan faktor penting
vaskulogenesis retina.

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik penyakit Coats terbagi menjadi dua yaitu onset dini (early
onset) anak usia < 20 tahun dan onset dewasa ≥ 20 tahun. Pada anak-anak manifestasi
1-3,8
klinisnya lebih parah dibandingkan dewasa. Keluhan pada pasien dewasa biasanya
bersifat asimtomatis, tidak ada leukokoria dan tidak ada penurunan visus.8 Pada
umumnya keluhan penurunan tajam penglihatan pada pasien dewasa terjadi setelah
diagnosis ditegakkan.8 Sedangkan pada anak-anak, keluhan penurunan tajam penglihatan
paling sering terjadi selain strabismus dan lekokoria.4-5 Onset dewasa sering dihubungkan
dengan hiperkolesterolemi namun hal ini tidak terjadi pada pasien anak-anak. 8 Penyakit
Coats dilaporkan pernah terjadi pada wanita vegetarian dimana kadar kolesterol dan
terigliseridanya sangat rendah.Ciardella
Pemeriksaan klinis menunjukkan 90 % segmen anterior yang normal, namun
dapat pula terjadi udem kornea, bentukan lemak di dalam bilik mata depan,
neovaskularisasi iris dan pendangkalan sudut bilik mata depan.1-6 Segmen posterior
menggambarkan adanya telengiektasis retina berupa dilatasi kapiler, kapiler yang
berkelok-kelok dan bergerombol membentuk filigreelike appearance disertai dengan
aneurisma.8 Adanya abnormalitas vaskuler retina tersebut menyebabkan eksudasi

6
berwarna kekuningan karena terdiri dari kristal kolesterol, makrofag yang berisi lemak
(lipid-laden macrophage) dan sedikit eritrosit. 4-5 Deposisi lemak biasanya bersifat masif
dan difus pada onset anak-anak (gambar 2) sedangkan pada pasien dewasa deposisi
lemaknya bersifat lokal dan terbatas.8 Khurana dkk21 melaporkan adanya nodul subfovea
pada beberapa kasus penyakit Coats. Nodul tersebut merupakan nodul fibrotik hasil
resolusi eksudat makula setelah terapi telengiektasis retina. (gambar 3)

Gambar 2. Telengiektasis dan eksudat masif 4 Gambar 3. Nodul fibrotik subfovea


21

Shields5 mengklasifikasikan gambaran klinis penyakit Coats menjadi lima


stadium agar dapat menentukan terapi dan prognosisnya. Stadium pertama hanya berupa
telangiektasia retina yaitu gambaran anomali kapiler retina. Stadium kedua menunjukkan
telangiektasia retina dan eksudasi. Eksudasi ini dibedakan lagi berdasarkan lokasinya
yaitu eksudasi ekstrafoveal (stadium 2A) dan eksudasi foveal (stadium 2B). Stadium
ketiga terdiri dari stadium 3A yaitu gambaran ablasio retina eksudatif subtotal dimana
stadium 3A dibagi lagi menjadi daerah ekstrafovea dan daerah fovea, sedangkan pada
stadium 3B terjadi ablasio retina eksudatif total. Stadium keempat menunjukkan adanya
ablasio retina total disertai dengan komplikasi glaukoma sekunder. Stadium kelima
merupakan stadium akhir penyakit Coats yaitu berupa kebutaan (No Light
Perception/NLP) biasanya disertai dengan ptisis bulbi.

7
DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit Coats ditegakkan melalui anamnesis, manifestasi klinis,
pemeriksaan dengan slitlamp biomikroskopi, oftalmoskop direk dan indirek. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah angiografi
fluoresen fundus (FFA), ultrasonografi (USG) dan sitologi. 1-6
Gambaran FFA pada pasien dewasa dan anak-anak menunjukkan gambaran yang
sama yaitu pelebaran pembuluh darah berupa dilatasi aneurisma sakular (light-bulb
appearance), telangiektasis dan kebocoran pada daerah tersebut (gambar 4). Selain itu,
FFA juga dapat berfungsi menentukan lokasi kebocoran vaskuler sehingga berguna
dalam terapi fotokoagulasi maupun krioterapi. Ultrasonografi (USG) memberi gambaran
adanya ablasio retina eksudatif disertai dengan spike di daerah intraretina maupun
subretina karena adanya eksudat (gambar 5). Pemeriksaan sitologi dari cairan subretina
menunjukkan adanya kristal kolesterol, makrofag berisi lemak dan pigmen serta sedikit
eritrosit.

Gambar 4. Gambaran fluoresin angiografi 9 Gambar 5. Gambaran USG 4

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding penyakit Coats berdasarkan gejala klinis yang hampir sama
yaitu penurunan tajam penglihatan dan lekokoria adalah retinoblastoma, persistent
hiperplastic primary vitreous (PHPV), retinopathy of prematurity (ROP), katarak
kongenital dan penyakit Norrie. Sedangkan diagnosis banding lain berdasarkan gambaran

8
fundus yaitu oklusi pembuluh vena retina, diabetik retinopati, penyakit Eales, idiopathic
juxtafoveal telangiectasia. 1-6,10
Anamnesis penyakit Coats tidak didapatkan adanya riwayat penyakit seperti ini
pada keluarga, sedangkan pada retinoblastoma terdapat riwayat penyakit keluarga.
Pemeriksaan segmen anterior pada umumnya memberikan gambaran yang normal pada
penyakit Coats dan retinoblastoma namun beberapa kasus penyakit Coats menunjukkan
gambaran kolesterolosis segmen anterior. Sedangkan retinoblastoma tipe endofitik dapat
menunjukkan adanya pseudohipopion.
Manifestasi klinis segmen posterior merupakan gambaran yang penting dalam
membedakan kedua penyakit tersebut. Pada retinoblastoma terdapat bentukan sel-sel
inflamasi berwarna putih dan berkelompok membentuk snowballs, sedangkan vitreus
jernih pada penyakit Coats. Eksudasi retina berwarna kekuningan yang kadang disertai
dengan kristal kolesterol terdapat pada penyakit Coats.
Pemeriksaan penunjang seperti USG, CT scan dan MRI sangat membantu dalam
membedakan penyakit Coats dengan retinoblastoma. Pada retinoblastoma, USG akan
memberi gambaran adanya massa intraokuler di bawah ablasio retina dan kemungkinan
adanya hiperkalsifikasi. CT scan juga memberikan gambaran hiperkalsifikasi pada area
intraokuler tumor. MRI menunjukkan hiperintesitas T1 dan hipointensitas T2 pada
retinoblastoma, sedangkan proses eksudatif seperti penyakit Coats gambaran intensitas TI
dan T2 adalah sama. Perbedaan penyakit Coats dengan retinoblastoma secara
keseluruhan dapat diringkas pada tabel 1

Feature Coats' Disease Retinoblastoma


Mean age at onset (y) 5 1.5
Male 76 50
Female 24 50
Unilateral 95 60
Bilateral 5 40
Family history of
0 10
disease (%)
Eye Findings
Anterior chamber Rare cholesterol crystals Rare white cells with hypopyon

9
Presence of iris
8 17
neovascularization (%)
Cataract Absent Absent
Vitreous Clear White, fluffy seeds
Tortuous, but regular dilation toward a
Retinal vessels Irregular dilation with telangiectasia
mass
Remain visible throughout
Disappear into tumor
course
Most commonly seen
inferotemporally,
Occur in quadrant of tumor
temporally, and
superotemporally
Retinal exudation Present Absent
Retinal mass Absent Present
Present, often forming a
Retinal gliosis Absent
subretinal mass
Retinoschisis Sometimes present Absent
Present, golden yellow with Present, with faint white
Subretinal fluid
cholesterol free floating seeds
Diagnostic Testing
Ultrasonography Retinal detachment Retinal detachment
Subretinal echoes are minimal or
Subretinal echoes from seeds
none
Rare calcification at level of Calcification within retinal
retinal pigment epithelium tumor in 90% of cases
Retinal detachment and
Computed tomography Retinal detachment
calcified retinal mass
Magnetic resonance Retinal detachment with
Retinal detachment
tomography enhancement of retinal mass

Tabel 1. Diagnosis banding dengan retinoblastoma dikutip dari kepustakaan 10

PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan penyakit Coats adalah mencegah progresifitas penyakit
dan mempertahankan tajam penglihatan dengan terapi agresif terhadap kebocoran kapiler
retina untuk mencegah eksudasi daerah makula. Shields lebih lanjut menguraikan
penatalaksanaan penyakit Coats berdasarkan stadiumnya. Penatalaksaan penyakit Coats
terdiri dari observasi, laser fotokoagulasi, krioterapi dan tindakan bedah

10
Observasi dilakukan pada stadium 1 dan 5 karena pada stadium 1 hanya terjadi
kelainan telangiektasia saja dan stadium 5 merupakan stadium akhir penyakit Coats
dimana sudah terjadi kebutaan. Tindakan laser fotokoagulasi dan krioterapi efektif untuk
menghancurkan telangiektasia vaskuler retina. Shields5 berpendapat bahwa laser
fotokoagulasi terbatas hanya dilakukan pada stadium 2 dan 3A, sedangkan krioterapi
dapat dilakukan pada stadium 2A, 2B, 3A dan 3B.
Penatalaksanaan bedah untuk melekatkan kembali lapisan retina pada RPE, dapat
dilakukan dengan drainase cairan subretina, pemasangan sabuk sklera atau scleral buckle,
vitrektomi dan silicon oil. Pada kasus-kasus lanjut dan berat Yoshizumi14 dkk
menyarankan tindakan vitrektomi disertai drainase cairan subretina dan kolesterol,
diatermi intraokuler dengan laser fotokoagulasi dan injeksi silicon oil untuk melisis
telengiektasis vaskuler. Sedangkan Kranias dan Krebs21 lebih agresif dalam penanganan
stadium lanjut penyakit Coats yaitu dengan melakukan vitrektomi, drainase cairan
subretina, membrane peeling dan retinopeksi pneumatik. Enukleasi dilakukan atas
indikasi gejala nyeri akut pada mata baik oleh karena glaukoma neovaskuler maupun
dugaan adanya retinoblastoma. Pada umumnya enukleasi ini dilakukan pada stadium 4. 4-5

PROGNOSIS
Prognosis penyakit Coats tergantung pada stadiumnya. 4-5 Stadium 1 dan 2 pada
umumnya baik bila eksudasi tidak terlalu meluas meskipun pada stadium 2B terdapat
eksudat di daerah fovea. Stadium 3 hingga stadium 5 mempunyai prognosis yang buruk
karena sudah terjadi ablasio retina dan komplikasi lain seperti glaukoma sekunder.
Budning dkk16 menyatakan bahwa prognosis visual penderita penyakit Coats tergantung
pada luasnya jaringan retina perifer yang terlibat dan ada tidaknya ablasio retina.

11
BAB III
KESIMPULAN

Penyakit Coats atau Coats’s disease adalah suatu penyakit yang ditandai oleh
adanya telangiektasis dan aneurisma pembuluh darah retina disertai dengan eksudat
intraretina maupun subretina pada satu mata.1-6 Awalnya penyakit Coats yang
diperkenalkan pertama kali oleh George Coats pada tahun 1908 mempunyai menifestasi
klinik yang hampir sama dengan aneurisma Leber yaitu berupa abnormalitas pembuluh
darah retina.1-2 Reese kemudian berpendapat bahwa talangiektasis pembuluh darah retina
(Aneurisma Leber) yang dapat menyebabkan eksudasi retina progresif dan ablasio retina
disebut dengan penyakit Coats.
Penatalaksanaan bedah untuk melekatkan kembali lapisan retina pada RPE, dapat
dilakukan dengan drainase cairan subretina, pemasangan sabuk sklera atau scleral buckle,
vitrektomi dan silicon oil. Pada kasus-kasus lanjut dan berat Yoshizumi14 dkk
menyarankan tindakan vitrektomi disertai drainase cairan subretina dan kolesterol,
diatermi intraokuler dengan laser fotokoagulasi dan injeksi silicon oil untuk melisis
telengiektasis vaskuler. Sedangkan Kranias dan Krebs21 lebih agresif dalam penanganan
stadium lanjut penyakit Coats yaitu dengan melakukan vitrektomi, drainase cairan
subretina, membrane peeling dan retinopeksi pneumatik. Enukleasi dilakukan atas
indikasi gejala nyeri akut pada mata baik oleh karena glaukoma neovaskuler maupun
dugaan adanya retinoblastoma. Pada umumnya enukleasi ini dilakukan pada stadium 4.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Halter JA. Coats’ disease. In : Ryan SJ, editor. Retina 3rd ed. St Louis : CV Mosby ;
2001. p. 1441-7
2. Regillo CD, Brown GC, Flynn HW. Vitreoretinal Disease the Essentials. New York :
Thieme ;1999. p. 196-200
3. American Academy of Ophthalmology staff. Basic and clinical science course. Retina
and vitreous. Section 12. San Francisco: LEO; 2005-2006. p. 203-5
4. Shields JA, Shields CL, Honavar SG, Demirci H. Clinical variations and
complications of Coats disease in 150 cases : the 2000 Sanford Gifford Memorial
Lecture. Am J Ophthalmol. 2001;131:561-71
5. Shields JA, Shields CL, Honavar SG, Demirci H, Cater J. Classification and
management of Coats disease : the 2000 Proctor Lecture. Am J Ophthalmol.
2001;131:572-83
6. Silodor SW, Augsburger JJ, Shields JA, Tasman W. Natural history and management
of advanced Coats’ disease. Ophthalmic Surg 1988; :89-93
7. Black GC, Perveen R, Bonshek R, Cahill M, Clayton-Smith J, Lloyd IC, et al. Coats’
disease of the retina ( unilaterla retinal telangiectasia ). Hum Mol Genet
1999;8(11):2031-5
8. Smithen LM, Brown GC, Brucker AJ, Yannuzi LA, Klais CM, Spaide RF. Coats’
disease diagnosed in adulthood. Ophthalmology 2005;112:1072-8
9. Tarkkanen A, Laatikainen L. Coats’ disease : clinical, angiographic, histopathological
findings and clinical management. Br J Ophthalmol 1983;67:766-76
10. Shields JA, Shields CL. Differentation of Coats’ disease and retinoblastoma. J Pediatr
Ophthalmol Starbismus. 2001;38:262-6
11. Alexandriou A, Stavrou P. Bilateral Coats’ disease : long-term follow up. Acta
Ophthalmol Scand 2002;80:98-100
12. Patelli F, Zumbo G, Fasolino G, DiTizio FM, Radice P. Tretment and outcome of
exudative retinal detachment in Coats’ disease : a case report. Sem Ophthalmol
2004;19:117-8
13. Sugimoto M, Sasoh M, Ito Y, Miyamura M, Uji Y, Chujo S. A case of Coats’ disease
with a peeling of premacular fibrosis after photocoagulation. Acta Ophtalmol Scand
2002;80:96-7
14. Yoshizumi MO, Kreiger AE, Lewis H, Foxman B, Hakakha BA. Vitrectomy
techniques in late-stage Coats’-like exudative retinal detachment. Doc Ophthalmol
1995;90:387-94
15. Char DH. Coats’ syndrome : long term follow up. Br J Ophthalmol 2000;84:37-9
16. Budning AS, Heon E, Gallie BL. Visual prognosis of Coats’ disease. JAAPOS
1998;2 :356-9
17. American Academy of Ophthalmology staff. Basic and clinical science course.
Fundamental and Principles of Ophthalmology. Section 2. San Francisco: LEO;2005-
2006. p. 62-73, 76-89

13
18. Forrester JV, Dick AD, McMenamin P, Lee WR, editors. Anatomy of the eye and
orbit. In : The Eye Basic Sciences and Practice. London : Harcourt Pub Ltd ; 2002. p.
26-31, 37-41
19. Jonas JB, Holbach LM. Clinical-pathologic correlation in Coats’ disease. Graefe’s
Arch Clin Exp Ophthalmol 2001;239:544-5
20. Ciardelle AP, Gross N, Angelilli A, Yanuzi L. Coats’ disease in vegetarian female. Br
J Ophthalmol 2004;88:970-1
21. Khurana RN, Samuel MA, Murphree AL, Loo RH, Tawansy KA. Subfoveal nodule
in Coats’ disease. Clin Exp Ophthalmol 2005;33:301-2
22. Kranias G, Krebs TP. Advanced Coats’ disease succesfully managed with vitreo-
retinal surgery. Eye 2002;16:500-1

14

Anda mungkin juga menyukai