Definov Tacsa Meta1, Kiki Yuliana1, Nadia Putri1, Nur Islah Agusti1, Qodri Alfi1, Syadzwina
Syaufika1, T. Resty Yuladary1,
Endang Herliyanti Darmani2
1
Fakultas Kedokteran Universitas Riau/RSUD Arifin Achmad, Pekanbaru
2
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
ABSTRACT
Scleroderma is a complex disease , in which happen of the expansion of the fibrosis
process, vascularization changes and autoimmune
divided into two forms : localized and systemic scleroderma ( morphea ) . Systemic
scleroderma are excessive collagen deposition , the process causes the skin to become hard
and thickened . Management of scleroderma based on patogenenis and clinical
manifestations .
ABSTRACT
Skleroderma merupakan penyakit yang kompleks, dimana terjadinya perluasan proses
fibrosis, perubahan vaskularisasi dan autoimun terhadap berbagai antigen. Skleroderma
terbagi dalam dua bentuk: skleroderma sistemik dan skeleroderma lokalisata (morphea).
skleroderma sistemik terdapat pengendapan kolagen secara berlebihan, proses tersebut
menyebabkan kulit menjadi keras dan menebal. Penatalaksanaan skleroderma berdasarkan
patogenenis dan manifestasi klinis.
PENDAHULUAN
Skleroderma secara terminologi diartikan sebagai kulit yang mengeras. Tetapi,
skleroderma (yang juga disebut sebagai sistemik sklerosis) lebih dari sekedar gangguan pada
kulit. Skleroderma sistemik juga melibatkan organ dalam seperti paru-paru, jantung, dan
ginjal.1 Skleroderma sistemik adalah penyakit jaringan konektiv yang terjadi secara sistemik
yang ditandai dengan gangguan vasomotor, fibrosis, diikuti oleh atrofi kulit dan otot dan
gangguan imunologis.2
diperkirakan 2-10 orang dari satu juta populasi menderita skleroderma sistemik. Di AS, pada
100.000 populasi, 67 pria dan 265 wanita didiagnosis sistemik sklerosis. Angka kematian
yang terjadi di AS dan Eropa terjadi pada 3 orang dari satu juta populasi. Umumnya,
gangguan jantung dan paru-paru yang bertanggung jawab terhadap kematian pasien yang
menderita skleroderma sistemik. 12% pasien skleroderma sistemik menderita hipertensi
pulmonal dan 9% mengalami fibrosis jaringan paru yang menyebabkan kematian. Wanita
lebih banyak menderita dibandingkan pria dengan perbandingan 3-6:1 dan muncul pada usia
30-40 tahun.2
90 % penderita sklerodema
sitemik
sedangkan 15-20% mengalami gagal ginjal. Gangguan pada kulit berupa penebalan secara
cepat dan sangat mengganggu. Penebalan pada kulit dapat terjadi di lengan dan paling
banyak pada kaki. Penebalan awalnya sedikit dan akan meluas secara progresiv ( minggubulan)2
DEFINISI
Skleroderma merupakan penyakit yang kompleks, dimana terjadinya perluasan proses
fibrosis, perubahan vaskularisasi dan autoimun terhadap berbagai antigen merupakan ciri-ciri
yang utama. Skleroderma terbagi dalam dua bentuk: skleroderma lokalisata (morphea) dan
skeleroderma sistemik.1,2 Skleroderma lokalisata adalah bentuk skleroderma yang menyerang
kulit secara lokal tanpa disertai kelainan sistemik dengan gejala khas bercak-bercak putih
kekuning-kuningan dan keras, seringkali mempunyai halo ungu di sekitarnya. Penyakit ini
dimulai dengan stadium inisial yang inflamatorik,
kemudian
memasuki fase
misalnya HLA-A1, B8-DR3 atau dengan DR3 dan DR-2, terjadi pula peningkatan
pemecahan kromosom. Faktor lingkugan yang diduga berhubungan ialah debu silika,
polivinyl klorida, hidrokarbon aromatik. Juga obat-obatan misalnya bleomisisn, pentazokin
dan L-triptofon. Adanya faktor pencetus akan menstimulasi sistem imun, baik selular maupun
humoral.3,4
KLASIFIKASI
Pada pasien dengan skleroderma sistemik terdapat pengendapan kolagen secara
berlebihan, proses tersebut menyebabkan kulit menjadi keras dan menebal. Pada beberapa
orang kelebihan deposito kolagen tersebut hanya melibatkan jari, wajah atau tangan dan juga
dapat ditemukan pada seluruh tubuh. Adapun klasifikasi skleroderma sistemik berdasarkan
tingkat keterlibatan kulit dapat dikelompokkan kedalam dua bagian yaitu:6
a. Limited Cutaneous Disease (Terbatas)
Pada kelompok ini penebalan atau pengerasan kulit biasanya hanya pada bagian
atas dari siku atau di atas lutut, sedangkan di area bawah siku dan lutut tidak ikut
terlibat dengan atau tanpa melibatkan wajah. Penebalan kulit berkembang secara
bertahap dan biasanya tidak mengganggu. Pengukuran kulit pada kelompok ini
skornya sedikit dan tidak mengalami perubahan dalam waktu yang bertahun-tahun.6
b. Diffuse Cutaneous Disease (Menyebar)
Pada kelompok ini ditandai dengan kulit tebal atau mengeras pada lengan di atas
dan di bawah siku, dan sering pada tungkai baik di atas atau di bawah lutut dengan
atau tanpa keterlibatan wajah dan perut. Penebalan kulit tersebut terjadi secara cepat
dan dapat menegnai beberapa daerah diseluruh tubuh dalam waktu yang singkat
(hitungan minggu atau bulan). Proses tersebut terus berlanjut terus satu sampai tiga
tahun dan menetap satu sampai dua tahun, setelah itu biasanya penebalan mulai surut
kulit mulai menipis dan lembut kembali.6
MANIFESTASI KLINIS
Skleroderma sistemik memberikan manifestasi klinik pada berbagai organ seperti:6
-
Scleroderma foundation
Disfagia
Luka-luka pada kulit terutama daerah jari-jari dan pada beberapa pasien ada juga
mengenai pergelangan tangan, siku dan pergelangan kaki.
Rasa tidak enak atau tidak nyaman diperut seperti perut terasa penuh walaupun
setelah makan dalam porsi yang sedikit, perut kembung, diare atau bahkan sembelit.
Sekitar 10-15 % pasien ada yang menunjukka gejala sesak napas karena terjadi
fibrosis paru.
10-20% dengan hipertensi pulmonal
PATOGENESIS
Patogenesis skleroderma terdiri dari proses vaskulopati, aktivasi respon imun seluler
dan humoral serta progresivitas fibrosis organ multipel. Autoimunitas, perubahan fungsi sel
endotel dan aktifitas vaskuler mungkin merupakan manifestasi dini dari skleroderma berupa
fenomena Raynaud yang terjadi bertahun-tahun sebelum gambaran klinis lain muncul. Terjadi
proses yang kompleks dari proses fibrosis mulai dari inisiasi, amplifikasi dan perbaikan
jaringan.7
Cedera vaskuler dini pada penderita yang secara genetik rentan terhadap scleroderma,
akan menyebabkan perubahan fungsi dan struktur vaskuler, inflamasi dan terjadinya
autoimunitas. Inflamasi dan respon imun akhirnya menyebabkan sel fibroblast teraktifasi dan
berdifernsiasi secara terus menerus, menghasilkan fibrogenesis yang patologis dan kerusakan
jaringan yang ireversibel.7,8
terpolarisasi dan mensekresi Interlukin (IL) 4 dan IL 13. Kedua sitokin Th2 ini dapat
menginduksi TGF-beta yang merupakan modulator regulasi imun dan akumulasi matriks.
TGF-beta dapat menginduksi produksi dirinya sendiri serta sitokin lain karena mempunyai
aktifitas autokrin/parakrin untuk mengaktifasi fibroblast dan sel efektor lain. 7
Penelitian DNA mengenai ekspresi sel T CD8+ pada lavase cairan bronchial
menunjukkan pola ekspresi gen Th2 terktivasi yang dicirikan dengan peningkatan kadar IL-4
dan IL-13 serta penurunan produksi interferon gamma (IFN-gamma). Sitokin Th2
merangsang sintesis kolagen dan respon profibrosis lain. IFN-gamma menghambat sintesis
kolagen dan memblok aktivasi fibroblast yang dimediasi sitokin. 7,8,9
Autoantibodi yang bersirkulasi terdeteksi pada pasien skleroderma. Autoantibodi ini
spesifisitasnya tinggi terhadap skleroderma dan menunjukkan hubungan yang kuat dengan
fenotif penyakit individual dan haplotipe HLA yang dibedakan secara genetik. Kadar
autoantibodi berhubungan dengan keparahan penyakit dan titernya berfluktuasi sesuai
aktifitas penyakit. Autoantibodi spesifik Skleroderma adalah antinuklear dan menyerang
langsung protein mitosis seperti topoisomerase I dan RNA polymerase. Autoantibodi lain
langsung menyerang antigen permukaan atau protein yang disekresi. Autoantibodi
Topoisomerase I pada Skleroderma dapat secara langsung mengikat fibroblast demikian juga
autoantibodi
terhadap
fibroblast,
sel
endotel,
fibrillin-1
serta
enzim
matriks
Fibrosis yang terjadi pada berbagai organ adalah penanda utama Skleroderma yang
membedakan Skleroderma dengan penyakit jaringan ikat lain. Fibrosis merupakan
konsekuensi dari autoimunitas dan kerusakan vaskuler. Proses ini ditandai dengan
penggantian arsitektur jaringan normal dengan jarunga ikat aseluler yang progresif yang
menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas scleroderma.7.8
Fibroblast dan sel mesenkim normalnya bertanggungjawab terhadap integritas
fungsional dan struktural jaringan ikat parenkim organ. Ketika Fibroblast diaktivasi oleh
TGF-beta dan sitokin lain, fibroblast mengalami proliferasi, migrasi, relaborasi dengan
kolagen dan matriks makromolekul lain, mensekresi growth factor dan sitokin, mengekspresi
reseptor permukaan untuk sitokin-sitokin tersebut dan berdiferensiasi menjadi miofibroblast.
Respon fibroblast ini memfasilitasi perbaikan cedera jaringan yang efektif. Pada kondisi
fisiologis, program perbaikan fibroblast akan berhenti dengan sendirinya setelah
penyembuhan terjadi.8
Pada respon fibrosis yang patologis, aktivasi fibroblast terjadi terus-menerus dan
makin besar yang menghasilkan perubahan matriks dan pembentukan jaringan parut.
Aktivasi fibroblast yang salah ini serta akumulasi matriks adalah perubahan patologis utama
yang mendasari terjadinya fibrosis pada scleroderm.
Selain aktivasi fibroblast jaringan ikat lokal, sel progenitor mesenkimal dari sumsum
tulang yang beredar
DIAGNOSIS SKLERODERMA
Gambar 1 Pembagian lokasi penebalan kulit berdasarkan MRSS (The Modified Rodnan Skin
Score)10
Gambaran klinis
Raynaud phenomenon
Prosedur diagnosis
Coldness provocation
Tingkat antinuclear
antibodi
Kulit
Sistem muskuloskleletal
Arthralgia/synovitis
Ultrasound 20-Mhz
CT),
Penilaian klinis mengenai
Kelemahan otot
Laboratorium : eritrosit,
reumatoid faktor,
antinuklear antibodi
Traktus gastrointestinal
Reflux
Creatinin kinase
MRI, elektomyografi
Biopsis otot
Gastro/esophageal-
Disfagia
Diare, obstipasi
Sistem respirasi
Dipsnue
endoscopy
Oesophageal-szintigraphy
Oesophagus-manometry
Coloscopy
Tes fungsi paru (TLCOc
SB, TLC, FVC)
Sistem kardiak
Dipsnue, aritmia
Bronchialveolar lavage
(BAL)
Electrocardiography
Echocardiography (Mpap,
disfungsi diastolic,
ventrikuler ejection
fraction)
(Spiro-)Ergometry
Ginjal
Gagal ginjal
Right-heart Catheterization
Kontrol tekanan darah
regular (>140/90 mmHg)
Ultrasound
DIAGNOSIS BANDING11
Diagnosis Banding Skleroderma Sistemik
Diagnosis banding
Fasciitis eosinofilik
Vasispasme akral
o Raynaud phenomenon (primar atau secondary)
Penyakit reumatik
Dermato-/polymyositis
Hematologi
Cryoglobulinemia
Sindrom hiperviskositas
Vaskulitis sistemik
Penyakit makrovaskular
PENATALAKSANAAN
a
Berdasarkan patogenesis
1
Cedera vaskular
Cedera vaskular merupakan masalah yang paling awal terjadi pada skleroderma. Hal
ini disebabkan oleh aktivasi sel endotel dan pelepasan endotelin-1, yang merupakan
vasokonstriksi kuat, proliferasi intima, proliferasi dan fibrosis otot polos pembuluh
darah. Hal ini menyebabkan hipoksia jaringan.12
Prazosin dengan dosis 1-3 mg/hari telah terbukti memiliki efek dalam fenomena
Raynaud. Namun, efek samping sering ditemukan.
-
Analaog prostasiklin
Ketidakseimbangan antara prostasiklin (PGI2) dan tromboksan A2 telah
Penelitian telah menunjukkan bahwa obat ini dapat mencegah kambuhnya ulkus
digiti pada pasien dengan skleroderma. 12
-
ginjal dan arteri arkuata yang menyebabkan penurunan perfusi ginjal setelah
terjadinya cedera endotel atau vasospasme episodic dari arteriol ginjal. Penurunan
perfusi ginjal menyebabkan hyperplasia apparatus jukstaglomerulus dan produksi
renin. Renin kemudian mengubah angiotensinogen untuk membentuk angiotensin I.
Kemudian angiotensin-converting enzyme (ACE) mengubah angiotensin I menjadi
angiotensin II. Hal ini merupakan vasokonstriktor kuat dabn bekerja langsung pada
otot polos pembuluh darah. Penghambat ACE menghambat konversi ini dan dengan
demikian dapat meningkatkan perfusi ginjal. 12
Golongan obat penghambat ACE sekarang dapat digunakan sebagai
pengobatan skleroderma dengan krisi ginjal. Golongan obat ini efektif dalam
mengontrol tekanan darah dan meningkatkan prognosis secara keseluruhan. Namun,
angka kelangsungan hidup 5 tahun pada pasien skleroderma dengan krisis
ginjalmasih rendah (65%). Saat ini tidak ada bukti yang mendukung penggunaan
penghambat ACE sebagai profilaksis. Selain efektif pada skleroderma dengan krisis
ginjal, golongan obat ini juga efektif dalam mengobati pasien dengan miokard dan
telah terbukti dapat menurunkan resistensi pembuluh darah paru pada pasien
hipertensi pulmonal. 12
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa golongan obat ini dapat
memperbaiki aliran darah pada ulkus digital pada fenomena Raynaud. Baru-baru
ini, angiotensin II tipe antagois reseptor angiotensin I, losartan bermanfaat untuk
mengurangi keprahan dan frekuensi serangan pada fenomena Raynaud.
-
Penghambat fosfodiesterase
Penghambat fosfodiesterase bekerja pada jalur jalur oksida nitrat. Oksida nitrat
diproduksi oleh oksida nitrat sintase yang terletak pada endotel pembuluh darah dan
sel-sel epitel alveolar. Oksida nitrat merangsang konversi GTP menjadi cGMP, yang
menyebabkan vasodilatasi otot polos pembuluh darah baik arteri dan vena dan juga
efek antiproliferatif. Pengurangan cGMP oleh fosfodiesterase menyebabkan
vasokonstriksi dan proliferasi otot polos. Pada hipertensi pulmonal, ekspresi
fosfodiesterase diregulasi oleh peningkatan katabolisme oksida nitrat. Dengan
demikian, penghambatan fosfodiesterase berfungsi untuk meningkatkan oksida
nitrat yang memmediasi vasodilatasi. Sildenafil adalah salah satu obat golongan
penghambat fosfodiesterase yang dapat diberikan secara oral. 12
Obat ini dapat digunakan pada pasien dengan hipertensi pulmonal ringan sampai
sedang. Obat ini seharusnya tidak digunakan sebagai agen lini pertama pada pasien
hipertensi pulmonal yang berat. Obat ini juga telah terbukti efektif pada pasien
dengan ulkus digiti. tadalafil adalah obat lain yang tergolong dalam penghambat
fosfodiesterase yang dapat diberikan secara oral dan digunakan pada pasien
hipertensi pulmonal. studi lain menunjukkan tadalafl jua efektif dalam
penyembuhan dan pencegahan ulkus digiti dan perbaikan fenomena Raynaud. 12
-
ganda tipe reseptor endotelin A (ETA) dan reseptor endotelin B (ETB). Hal ini telah
terlibat dalam pathogenesis hipertensi pulmonal pada sklerosis sistemik dan
memiliki korelasi yang kuat dengan beratnya penyakit dan prognosis. Bosentan
adalah antagonis reseptor endotelin pertama yang disetujui di Amerika Serikat dan
Eropa untuk pengobatan hipertensi pulmonal primer dan hipertensi pulmonal yang
terkait dengan penyakit kolagen pembuluh darah. Obat ini juga bermanfaat dalam
pengobatan ulkus digiti. namun, obat ini memiliki efek samping hepatotoksik dan
potensi teratogenik. Bosentan tidak efektif terhadap skleroderma terkait fenomena
Raynaud tanpa ulkus digiti. 12
2
Target fibrogenesis
Cedera epitel dan sel endotel pada organ cenderung menyebabkan fibrogenesis.
Dengan demikian, terapi mungkin dapat ditargetkan untuk regenerasi endotel/epitel
atau jalur fibrosis. Pada skleroderma terjadi peningkatan proliferasi fibrobas dan
selanjutnya meningkatkan sintesis kolagen dan matriks protein ekstraseluler. Dua
sitokin utama yang memediasi efek tersebut adalah TGF-b dan PDGF. Terdapat
peningkatan ekspresi mereka pada reseptor TGF-BR1, TGF-BR2 dan PDGFR.
Imatinib mesylate adalah molekul kecil penghambat tirosin kinase yang mampu
menghambat jalur TGF-b dan jalur PDGF. Laporan kasus menunjukkan potensi
imatinib terhadap sklerosis sistemik, meskipun dapat menimbulkan efek samping
berupa edema, keram otot, diare toksisitas sumsum tulang, dan gagal jantung
kongestif). 12
D-penicillamine
Steroid
Penggunaan steroid terbatas hanya pada pasien dengan fase edema yang dini.
Indikasi lainnya adalah artritis dan serositis, dimana efektif dengan pemberian dosis
rendah, miositis dan miokarditis yang membutuhkan dosis yang relatif tinggi. 12
-
Metotreksat
kulit.
Hal
ini
juga
ditoleransi
oleh
mayoritas
pasien
dan
Siklosforin
Siklosfosfamid
Terapi
Calcium channel blockers
Surgical sympathectomy
Sama dengan obat di atas
Fibrosis kulit
Artritis
Miositis
DMARDs (metotreksat)
imunosupresif (steroid, metotreksat dan
Gastrointestinal involvement
azathioprine)
Proton pump inhibitors
Agen prokinetik
Hipertensi pulmonal
Transplantasi ginjal
Calcium channel blockers
Analog prostasiklin
Penghambat reseptor endotelin
Penghambat fosfodiesterase
Terapi kombinasi
Imatinib
Transplantasi paru
Imunosupresif (steroid, siklosfosfamid)
Imatinib
Penyakit multisystem
Transplantasi paru
Imunosupresif (ATG, ALG and MMF)
stadium lanjut
Autologous stem cell transplant
ACE: Angiotensin-converting enzyme; ALG: Antilymphocyte globulin;
ATG: Antithymocyte globulin; DMARD: Disease-modifying antirheumatic
drug; IVIG: Intravenous immunoglobulin; MMF: Mycophenolate mofetil.