Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sklerosis sistemik (skleroderma/SSc) adalah suatu penyakit sistemik

mengenai jaringan ikat kulit, organ dalam dan dinding pembuluh darah yang

ditandai dengan disfungsi endotel, fibrosis dan produksi autoantibodi.1 Secara umum,

skleroderma dibagi dalam dua kelompok besar yaitu skleroderma lokalisata/morfea dan

skleroderma sistemik/sklerosis sistemik.2 Penyakit ini belum diketahui penyebabnya, dan

termasuk kasus yang jarang dijumpai dibandingkan dengan penyakit jaringan ikat yang

lain. Perjalanan penyakit ini kronis serta manifestasi klinis yang sangat bervariasi.1

Insidensi sklerosis sistemik di Amerika Serikat berkisar antara 2,7-19,3 ka sus

baru per juta orang dewasa per tahun. Prevalensinya adalah 253-286 kasus per juta

orang. Prevalensi tertinggi dilaporkan pada kelompok Amerika Pribumi Choctaw di

Oklahoma (660 kasus per juta, didasarkan pada 14 kasus).3.

Penyakit ini lebih banyak mengenai wanita dengan ratio 3-5:1. Kelompok usia

tertinggi adalah 15-40 tahun, dan menurun setelah menopause. Penelitian di poliklinik

reumatologi RSCM/FKUI mendapatkan 43 pasien SSc yang berobat dalam kurun waktu

2 tahun. Perbandingan wanita dan pria adalah 9,8:1 dengan median usia adalah 32 tahun

(18-55 tahun), Berbeda dengan skleroderma lokal, SSc ini sangat jarang ditemukan pada

anak-anak.1

Manifestasi klinis dan prognosisnya bervariasi, dengan kebanyakan pasien

mengalami penebalan kulit dan beberapa melibatkan organ dalam. Hingga saat ini

1
masih belum ada terapi SSc yang optimal dan umumnya hanya bersifat simptomatik,

namun pengobatan yang efektif untuk beberapa bentuk penyakit sudah ada.1

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Case report session ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di

bagian Ilmu Penyakit Dalam RS DR. ACHMAD MOCHTAR dan diharapkan agar dapat

menambah pengetahuan penulis serta sebagai bahan informasi bagi para pembaca.

1.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan penulisan dari case report session ini adalah untuk mengetahui tentang

Sklerosis Sistemik.

1.3 Manfaat Penulisan

Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai Sklerosis Sistemik.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Skleroderma

Sklerosis sistemik (skleroderma/SSc) adalah suatu penyakit sistemik

mengenai jaringan ikat kulit, organ dalam dan dinding pembuluh darah, yang

ditandai dengan disfungsi endotel, fibrosis dan produksi autoantibodi.1 Skleroderma

merupakan penyakit autoimun sistemik kronis ditandai oleh penebalan dan fibrosis

kulit dengan keterlibatan organ internal luas terutama saluran cerna, paru, jantung, dan

ginjal.4 Skleroderma merupakan penyakit autoimun jaringan ikat yang ditandai

dengan penumpukan kolagen berlebihan di sekitar pembuluh darah kapiler dan

jaringan yang terkena, misalnya kulit, paru-paru, jantung, esofagus dan ginjal.5

CREST (calcinosis, Raynaud phenomenon, esophageal dysmotility, sclerodactyly, dan

telangiectasia) syndrome adalah anggota kelompok heterogen skleroderma, dan namanya

merupakan singkatan dari gambaran klinis kardinal dari sindrom.3

2.2 Epidemiologi Skleroderma

Insidensi sklerosis sistemik di Amerika Serikat berkisar antara 2,7-19,3 ka sus

baru per juta orang dewasa per tahun. Prevalensinya adalah 253-286 kasus per juta

orang. Prevalensi tertinggi dilaporkan pada kelompok Amerika Pribumi Choctaw di

Oklahoma (660 kasus per juta, didasarkan pada 14 kasus). Peningkatan yang tampak

dalam insidensi dan prevalensi selama 50 tahun terakhir kemungkinan besar karena

3
klasifikasi yang lebih baik, diagnosis yang lebih dini dan survival yang lebih baik.

Beberapa penelitian antibodi serum menunjukkan bahwa sindrom CREST mungkin

mencakup sekitar 22-25% dari semua kasus sklerosis sistemik, namun penelitian

epidemiologis yang mencari secara spesifik pada sindrom CREST masih belum ada.3

Insidensi sklerosis sistemik (skleroderma) di Jerman terjadi pada 3,6 pasien per juta

orang per tahun, pasien yang di dalam populasi ini memiliki bentuk skleroderma terbatas.

Insidensi di Spanyol adalah 0,3 kasus per juta orang dewasa per tahun dan di Inggris

adalah 3,7 kasus per juta per tahun. Prevalensi di Inggris 82 kasus per juta per tahun, di

Perancis 158 kasus per juta.3

Prevalensi dan insidensi sklerosis sistemik lebih tinggi pada orang kulit hitam

daripada kulit putih. Prevalensi penyakit difus diantara pasien kulit hitam hampir dua

kali lipat daripada pasien kulit putih. Survival untuk pasien kulit hitam versus bukan

kulit hitam secara marjinal lebih buruk selama 12 tahun pertama setelah diagnosis,

tetapi, secara umum, survival untuk kedua kelompok sebanding. Perempuan memiliki

insidensi skleroderma yang lebih tinggi daripada laki-laki. Perbedaan ini tampak lebih

jelas selama usia subur dengan rasio perempuan terhadap laki-laki secara keseluruhan

sebesar 4,6:1.3 Kelompok usia tertinggi adalah 15-40 tahun, dan menurun setelah

menopause.

Penelitian di poliklinik reumatologi RSCM/FKUI mendapatkan 43 pasien SSc

yang berobat dalam kurun waktu 2 tahun. Perbandingan wanita dan pria adalah 9,8:1,

dengan median usia adalah 32 tahun (18-55 tahun), Berbeda dengan skleroderma lokal,

Ssc ini sangat jarang ditemukan pada anak-anak.1

4
2.3 Etiologi

Penyebab penyakit ini belum diketahui hingga sekarang ini, adanya faktor

genetik, lingkungan (infeksi, zat kimia, dan obat-obatan), imun tubuh dan kerusakan

vaskular serta jaringan merupakan hal penting dalam prosrs penyakit ini.1

2.4 Klasifikasi

Secara umum, skleroderma dibagi dalam dua kelompok : skleroderma

lokalisata/morfea dan skleroderma sistemik/sklerosis sistemik (SS). Morfea biasanya

hanya terbatas pada kelainan kulit dan jarang melibatkan sistemik. Sebaliknya, sklerosis

sistemik melibatkan berbagai sistem organ selain di kulit, dan dapat menyebabkan

morbiditas dan mortalitas yang cukup besar. Morfea dibedakan dari skleroderma

sistemik berdasarkan temuan sklerodaktili, fenomena Raynaud, perubahan kapiler di

lipatan kuku dan keterlibatan organ-organ dalam. Pasien morfea biasanya menunjukkan

gejala sistemik yaitu malaise, sakit kepala, artralgia, mialgia serta pemeriksaan serologi

autoantibodi yang positif.

NO Gambaran Klinis Skleroderma lokal Sklerosis

sistemik
1 Keterlibatan kulit Distribusi pengerasan sklerodaktil

penebalan kulit

proksimal
2 Fenomena raynaud Tidak ada Ada
3 Iskemik pada ujung jari Tidak ada Biasanya ada

( ulkus/ skar

pitting pada jari,

5
atau kehilangan

fingerpad)
4 Keterlibatan organ dalam Tidak ada Ada
5 Antibodi antinuklear Positif pada ≥50% Positif

kasus pada≥85% kasus


6 Antibodi spesifik Negatif Positif pada

skleroderma 60% kasus


7 Temuan histologi pada biopsi Fibrosis kulit Fibrosis kulit
1

1. Skleroderma Lokal

Yaitu beberapa bentuk skleroderma yang mengenai kulit secara lokal tanpa disertai

kelainan sistemik. Termasuk dalam kelompok ini adalah :

a) Plaque Morphea : Perubahan setempat yang dapat ditemukan dibagian tubuh

mana saja, fenomena raynaud sangat jarang ditemukan.

b) Linear Sclerosis : Terdapat pada anak-anak, ditandai perubahan skleroderma

pada kulit dalam bentuk garis-garis dan umumnya disertai atrofi otot dan tulang

dibawahnya

c) Scleroderma en coup de sabr : Merupakan varian skleroderma linier, dimana

garis yang sklerotik terdapat pada ekstremitas atas atau bawah atau daerah

frontoparietal yang mengakibatkan deformitas muka dana kelainan tulang.6

2. Sklerosis Sistemik

a) Sklerosis sitemik difusa : Dimana penebalan kulit terdapat di ekstremitas, muka

dan seluruh tubuh.

6
b) Sklerosis sistemik terbatas : Penebalan kulit terbatas pada distal siku dan lutut

tetapi dapat juga mengenai muka dan leher. Sinonimnya adalah sindroma

CREST (calcinosis, esophageal dysmotility, sclerodactily, teleangiectasis).

c) Sklerosis sitemik sine skleroderma : secara klinis tidak didapatkan kelainan kulit

walaupun terdapat kelainan organ dan gambaran serologis yang khas untuk

sklerosis sistemik.

d) Sklerosis sistemik pada overlap syndrome : Arthritis rheumatoid atau penyakit

otot inflamasi.

e) Penyakit jaringan ikat yang tidak terdiferensiasi : bila didapatkan fenomena

Raynaud dengan gambaran klinis atau laboratorik sesuai dengan sklerosis

sitemik6

7
Gambar 1 Gambaran klinis Skleroderma.

(A,B) Keterlibatan kulit tersebar pada sklerosis sintemik,

(C.) Amputatum, (D) Plaque morphea

Tabel . Perbedaan antara sklerosis sitemik terbatas dan sklerosis sistemik difusa

Sklerosis Sistemik Terbatas versus Sklerosis Sistemik Difusa


Tampilan Sklerosis Sistemik Sklerosis Sistemik Difus

Terbatas
Kulit yang terlibat Terbatas pada jari, lengan Difus: jari-jari, ekstremitas,

distal, wajah, progresifitas wajah, badan, progresifitas

lambat cepat
Fenomena Mendahului keterlibatan Sejalan dengan keterlibatan

Raynaud kulit; kulit

berhubungan dengan

iskemia

8
Fibrosis pulmonal Mungkin terjadi, moderat Sering, awal dan berat
Hipertensi arteri Sering, lambat, mungkin Dapat terjadi, berhubungan

pumonal terisolasi dengan fibrosis pulmonal


Krisis renal Sangat jarang 15 % terjadi; diawal

skleroderma
Kalsinosis kutis Sering, menonjol Dapat terjadi, ringan
Karakteristik Antisentromer Antitopoisomerase (Scl-70)

autoantibodi

2.5 Manifestasi Klinis

a. Manifestasi Kulit

Seringkali gejala awal edema pada kedua tangan, mengeluh nyeri di kulit berupa

nyeri tajam dan nyeri tekan superfisial pada kulitnya dan perlahan menghilang setelah

mulai terjadi fibrosis. Keterlibatan kulit juga meliputi : tangan yang bengkak (dan

kadang-kadang kaki), pruritus, hiper dan hipopigmentasi (salt-pepper appearence),

telangiektasia, kalsinosis. Akibat pengerasan kulit terjadi keterbatasan gerak sehingga

lebih jauh terjadi kontraktur pada jari-jari, juga keterbatasan dalam membuka mulut

(pursed lip appearence)

b. Manifestasi Saluran Cerna

Dapat berupa : mual, muntah, kekeringan pada mulut, rasa kembung, disfagia,

heartburn, dismotiliti esofagus, striktur esofagus, displasia mukosa esofagus, esofagitis

erosif, gastritis, diverikulitis colon, konstipasi, díare, malabsorbsi dan kehilangan berat

badan, diare.

c. Manifestasi Pulmonum

Berupa batuk kering, fibrosis paru, sesak napas, pleural efusion, penyakit paru

9
interstitial dan restriktif paru. Hipertensi pulmonal dapat terjadi melalui 2 proses yaitu:

1) Akibat destruksi atau obliterasi vaskular paru seperti fibrosis paru,

tromboemboli paru berulang, atao vaskulopati skleroderma.

2) Akibat turunnya outpur kardiak, sebagai contoh : disfungsi diastolik, gagal

jantung skleroderma. kongestif, penyakit katup jantung atau vaskulopati

d. Manifestasi Jantung

Ditandai dengan adanya keluhan nyeri dada, palpitasi, aritmia, gangguan

konduksi jantung, perikarditis konstriktif dan gagal jantung kongestif. Perikardial

efusion bisa dijumpai namun asimptomatis. Manifestasi Ginjal Hipertensi merupakan

manifestasi yang perlu diawasi ketat pada SSc, karena kemungkinan terjadi krisis renal

skleroderma dengan adanya hipertensi maligna. Hal ini merupakan penyebab kematian

tersering pada penderita SSc.

e. Manifestasi Muskuloskleletal

Artralgia, artritis, kontraktur sendi dengan keterbatasan gerak sendi, miopati dan

miositis merupakan gangguan muskuloskeletal yang dapat dijumpai pada skleroderma.

Adanya kelemahan otot proksimal yang diikuti oleh peningkatan enzim kreatin kinase,

dan/atau laktat dehidrogenase (LDH) merupakan bukti adanya miositis. Kompresi pada

saraf dapat ditemukan terutama pada nervus medianus dengan gejala carpal tunnel

syndrome (CTS).

f. Manifestasi Hematologi

Tidak ada manifestasi hematologik yang spesifik pada SSc, anemia yang terjadi

pada umumnya akibat penyakit kronis atau terjadi perdarahan kronis, salah satunya

10
karena adanya teleangiektasi pada sistem pencernaan. Trombositopenia kadang dapat

dijumpai akibat adanya angiopati mikroskopik.

g. Sklerosis Sistemik Sine Skleroderma

Merupakan salah satu variasi dari SSc, di mana pasien mengalami banyak gejala

SSc baik interaksi organ dalam maupun autoantibodi, namun tidak ditemukan

pengerasan kulit.

2.6 Patogenesis

Patogenesis sklerosis sistemik kompleks. Manifestasi klinis dan patologis

merupakan hasil dari tiga proses yang berbeda :

1) Lesi vaskular fibroproliferatif berat dari arteri kecil dan arteriol.

2) Deposit kolagen yang berlebihan dan sering progresif dan matriks

ekstraseluler makromolekul lain (ECM) pada kulit dan berbagai organ

internal.

3) Perubahan kekebalan humoral dan selular. Tidak jelas proses mana yang

paling penting atau bagaimana mereka saling terkait selama

perkembangan dan progesifitas penyakit.

Sejumlah penelitian telah menyarankan urutan peristiwa patogenetik yang

diinisiasi oleh faktor etiologi yang tidak diketahui pada beberapa genetik reseptif

host yang memicu cedera mikrovaskuler yang ditandai dengan kelainan struktural

dan fungsional sel endotel. Kelainan sel endotel mengakibatkan baik peningkatan

produksi dan pelepasan banyak mediator potensial termasuk sitokin, kemokin,

11
faktor pertumbuhan polipeptida dan berbagai zat lainnya seperti prostaglandin,

spesies oksigen reaktif (ROS), atau dalam pengurangan senyawa penting seperti

prostasiklin dan nitrat oksida.

Disfungsi sel endotel memungkinkan daya tarik kemokin dan sitokin yang

diperantarai sel inflamasi dan prekursor fibroblas (fibrosit) dari aliran darah dan

sumsum tulang dan perpindahannya ke jaringan sekitarnya, mengakibatkan

pembentukan proses inflamasi kronis dengan partisipasi makrofag dan limfosit T

dan B, dengan produksi lebih lanjut dan sekresi sitokin dan faktor pertumbuhan dari

sel ini.

Perubahan imunologi termasuk kelainan kekebalan bawaan, infiltrasi

jaringan dengan makrofag dan limfosit T dan B, produksi berbagai autoantibodi

penyakit khusus dan disregulasi dari sitokin, kemokin dan produksi faktor

pertumbuhan. Pelepasan faktor pertumbuhan dan sitokin menginduksi aktivasi dan

konversi fenotip berbagai jenis sel, termasuk fibroblas, sel epitel, sel endotel, dan

perisit ke myofibroblas teraktivasi, sel-sel yang bertanggung jawab untuk inisiasi

dan pembentukan proses fibrosis.

Urutan peristiwa hasil dalam perkembangan vaskulopathy fibroproliferatif

progresif dan parah, dan akumulasi fibrosis jaringan berlebihan dan luas, ciri

karakteristik fibrosis proses penyakit.

Perubahan vaskular mempengaruhi arteri kecil dan arteriol. Disfungsi

vaskular adalah salah satu perubahan paling awal dari sklerosis sistemik. Gangguan

berat pada pembuluh darah kulit yang kecil dan organ internal, termasuk disfungsi

endotel, fibrosis subendotel dan infiltrasi seluler perivaskular dengan sel T

12
teraktifasi dan makrofag, yang hampir ada pada sklerosis sistemik yang

mempengaruhi jaringan.

Bukti baru mendukung konsep bahwa disfungsi endotel dan fibrosis adalah

fenomena yang berkaitan dan telah diusulkan bahwa perubahan vaskular, termasuk

konversi fenotipik sel endotel menjadi myofibroblas mesenkimal teraktifasi,

mungkin memulai peristiwa dan perubahan patogenetik umum yang menyebabkan

fibrosis dan inflamasi kronis yang melibatkan beberapa organ.

Skema keseluruhan menggambarkan pemahaman SSc patogenesis saat ini.

Hipotetis urutan peristiwa yang terlibat pada fibrosis jaringan dan vaskulopathy

fibroproliferatif pada SSc. Penyebab yang tidak diketahui menginduksi aktivasi sel-

sel imun dan inflamasi pada host secara genetis cenderung menghasilkan inflamasi

kronis. Sel-sel inflamasi dan imun yang diaktifkan mengeluarkan sitokin, kemokin,

13
dan faktor-faktor pertumbuhan yang menyebabkan aktifasi fibroblas, diferensiasi

sel-sel endotel dan epitel menjadi myofibroblas, dan perekrutan fibrosit dari

sumsum tulang dan sirkulasi darah perifer. Myofibroblas yang teraktivasi

menghasilkan ECM dalam jumlah berlebihan mengakibatkan fibrosis jaringan.

Pengaktifan sel endotel menginduksi ekspresi kemokin dan adhesi sel

molekul, menyebabkan perlengketan, migrasi transendotelial, dan akumulasi

perivaskular sel inflamasi- imunologi, termasuk limfosit T dan B dan makrofag. Sel

inflamasi memproduksi dan mengeluarkan berbagai sitokin atau faktor pertumbuhan

termasuk transformasi faktor pertumbuhan beta (TGF β) dan mediator profibrotik

lainnya seperti endotelin-1, yang menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot

polos, ditandai akumulasi jaringan fibrosis subendothelial, dan inisiasi agregasi

trombosit dan trombosis intravaskular, akhirnya menyebabkan oklusi

mikrovaskuler.

Proses fibrosis ditandai dengan produksi berlebihan dan deposisi dari

kolagen tipe I, III, dan VI dan ECM lain dan makromolekul jaringan ikat termasuk

COMP, glikosaminoglikan, tenascin, dan fibronectin. Komponen penting ini

dihasilkan dari akumulasi di kulit dan jaringan lain yang terkena myofibroblass, sel-

sel yang memiliki fungsi biologis yang unik, termasuk peningkatan produksi jenis

fibrilar kolagen tipe I dan III, ekspresi dari aktin α-otot polos, dan penurunan

ekspresi gen pengkodean ECM – enzim degradatif.

Perubahan imunologi termasuk produksi berbagai autoantibodi, beberapa

dengan kespesifikan sangat tinggi untuk suatu penyakit, serta kelainan bawaan dan

14
respon imun seluler yang didapat. Produksi jaringan ikat berlebihan oleh sklerosis

sistemik fibroblas diinduksi oleh sitokin dan faktor pertumbuhan yang dilepaskan

dari sel inflamasi infiltrasi-jaringan.

Salah satu faktor pertumbuhan yang memainkan peran penting dalam fibrosis

yang menyertai sklerosis sistemik adalah TGF-β. Salah satu efek TGF-β yang paling

penting adalah stimulasi sintesis ECM dengan merangsang produksi berbagai

kolagen dan protein ECM lain. Selain efek stimulasi ECM yang ampuh, TGF-β juga

menginduksi pembentukan myofibroblas dan mengurangi produksi

metalloproteinase menurunkan-kolagen. TGF-β juga merangsang produksi inhibitor

protease, yang mencegah kerusakan ECM.

2.7 Diagnosis

Penderita didiagnosis skelrosis sitemik memenuhi kriteria preliminari

berdasarkan The American College of Rheumatology (ACR):

Kriteria Mayor :

Skleroderma proksimal : penebalan, penegangan dan pengerasan kulit yang

simetrik pada kulit jari dan kulit proksimal terhadap sendi metakarpofalangeal atau

metatarsofalangeal. Perubahan ini dapat mengenai seluruh ekstremitas, muka, leher dan

batang tubuh (toraks dan abdomen).

Kriteria Minor :

- Sklerodaktili : perubahan kulit seperti tersebut di atas tetapi hanya terbatas pada jari.

15
- Pencekungan jari atau hilangnya substansi jari. Hal ini terjadi akibat iskemia.

- Fibrosis basal kedua paru. Gambaran linier atau lineonodular yang retikular

terutama di bagian basal kedua paru, tampak pada gambaran foto thorak standar.

(A) Hiperkeratosis pada lipatan kuku pasien pada fase edema pasien skleroderma

terbatas. (B) Ulserasi jari pada pasien skleroderma terbatas.

Pasien harus memenuhi kriteria mayor atau 2 dari 3 kriteria minor.1

Diagnosis sklerosis sistemik harus dibuat berdasarkan latar belakang klinis

dan didukung oleh uji laboratorium. Tidak ada tes spesifik untuk skleroderma.

Sekali sklerosis sistemik didiagnosis, klinis merupakan hal yang paling penting.

Semua pasien dilakukan pengukuran awal dari keterlibatan organ internal

berdasarkan luas dan tingkat keparahannya. Termasuk, minimal, pengukuran status

paru, esofagus, miokard, dan ginjal dan sebagai tambahan fungsi tiroid. Pada

kebanyakan kasus, biopsi kulit jarang diindikasikan karena diagnosis berdasarkan

klinis, tetapi dapat menolong pada presentasi penyakit yang atipikal dan

membedakan dari mimik skleroderma.1

16
2.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah :

a. Pemeriksaan darah rutin

b. Pemeriksaan autoantibodi : anti centromere, antibodi terhadap topoisoramere, anti

RNA polymerase III.

c. Pemeriksaan penunjang lainnya : Rontgen toraks, CT scan, ekokardiografi,

kapiloroskopi, funduskopi.1

2.9 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan disesuaikan dengan organ mana yang terlibat. Derajat

penyakit merupakan kunci untuk dimulainya terapi. Progresifitas perubahan kulit

menunjukkan perlunya terapi segera utnuk mencegah kerusakan organ internal.

Pemilihan terapi yang tepat tergantung manifestasi organ spesifik.

a. Terapi umum

Terapi simptomatik terdiri atas penghambat pompa proton (PPI) untuk refluks

lambung, obat-obat prokinetik, penghambat kanal kalsium (nifedipin) untuk vasodilator,

m dan penghambat ACE (kaptopril, enalapril) atau antagonis angiotensin (AT) II

(losartan) untuk mencegah krisis renal. Aspirin dan statin dapat menurunkan faktor beg

risiko kardiovaskular. Jika malabsorbsi disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan dari

bakteri usus, maka penggunaan antibiotik dapat bermanfaat.

b. Terapi Vasoaktif

17
Prostasiklin (PG-12) (iloprost, epoprostenol) menurunkan frekuensi dan

keparahan serangan Raynaud dan menginduksi penyembuhan ulkus di jari-jari.

Antagonis reseptor endotelin-1 seperti bosentan atau sitaxsentan menolong dalam

mencegah sekaligus menyembuhkan ulkus digit. Sildenafil, suatu penghambat

fosfodiesterase juga efektif dalam terapi hipertensi pulmonum dan ulkus anan digit.

c. Terapi Imunosupresan

Siklofosfamid dan metrotreksat menghasilkan efek yang signifikan pada

penebalan kulit dan fungsi paru. Menurut penelitian siklofosfamid direkomendasikan

dalam terapi SSc, namun belum ada kepastian tentang lama terapi serta hubungannya

dengan toksisitasnya sehingga perannya dalam terapi SSc menjadi terbatas.

Metotreksat lebih ditujukan untuk pasien yang mengalami miositis atau artritis.

Akhir-akhir ini mikofenolat mofetil (MMF) telah menunjukkan efek yang positif dalam

terapi SSc.

Tidak ada bukti yang jelas akan kegunaan glukokortikoid pada penyakit ini. Pada

dosis lebih dari 7.5 mg per hari dapat meningkatkan risiko terjadi krisis renal. Pasien

yang mendapat glukokortikoid harus mendapat pengawasan yang ketat akan fungsi

ginjal dan tekanan bs beuna darah.

Rituximab, suatu monoklonal antibodi terhadap protein transmembran CD20

pada sel B, tidak menunjukkan perbaikan pada pengerasan kulit atau menurunkan titer

antibodi meskipun terjadi deplesi sel B.

d. Terapi Antifibrotik

Beberapa penelitian klinis menunjukkan fungsi imatinib mesylate, suatu

18
penghambat tirosin kinase, juga target platelet derived growth factor receptor (PDGFR)

kinase, menghambat jalur extracellular-signal-regulated kinases 1 dan 2 (ERK1/2) dalam

aktivasi fibroblast, dapat mengurangi proses fibrosis berbagai organ.

Kolagen bovin tipe I 500 mg per oral mengurangi penebalan kulit. Terapi ini

menginduksi toleransi oral terhadap kolagen autoantigen yang diukur melalui reaktivitas

sel T. Terapi Ultraviolet A Iradiasi sinar ultraviolet A (UVA) (320-400 nm) ke lapisan

kulit yang lebih dalam. Iradiasi UVA berulang-ulang atau yang berhubungan dengan

proses fotosensitasi (Photochemotherapy with UVA (PUVA)) meningkatkan ekspresi,

sintesis kolagen dalam fibroblas kulit; dan merusak jaringan kolagen. Di lain pihak,

UVA menimbulkan efek imuno-supresif kulit dan sistemik, seperti apoptosis sel T dan

induksi IL-10. Efek ini dapat memperbaiki skor kulit pada SSc.

Meskipun demikian, target terapi ini hanya merupakan mekanisme sekunder.

Usaha terapi dengan menetralkan antibodi anti transforming growth factor beta (TGFB)

(CAT- 192) dan dengan penghambat peptida TGFB dan connective tissue growth faktor

(CTGF) cukup menjanjikan. Penicillamin tidak dapat direkomendasikan lagi, karena

tidak terbukti efektivitasnya di samping efek samping yang berat.1

19
20

Anda mungkin juga menyukai