Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Hepar

Hepar merupakan organ terbesar di dalam tubuh. Hepar bertekstur lunak dan
lentur, serta terletak di bagian atas cavitas abdominalis tepat di bawah diafragma.
Sebagian besar hepar terletak di bawah arcus costalis dextra. Permukaan atas hepar
melengkung di bawah kubah diafragma. Permukaan posteroinferior, atau visceralis
membentuk cetakan organ visera yang letaknya berdekatan, karena itu bentuknya
menjadi tidak beraturan. Permukaan ini berhubungan dengan pars abdominalis
oesophagus, gaster, duodenum, flexura coli dextra, ginjal dekstra dan glandula
suprarenalis dekstra, dan vesica biliaris.7

Gambar 2.1 Anatomi Hepar8

Hepar dapat dibagi dalam lobus dekstra yang besar dan lobus sinistra yang
kecil oleh ligamentum falciforme. Lobus dekstra terbagi lagi menjadi lobus quadratus
dan lobus caudatus oleh adanya vesica biliaris, fissura ligamentum teres hepatis, vena
cava inferior, dan fissura ligamentum venosum. Penelitian menunjukkan bahwa pada
kenyataannya lobus quadratus dan lobus caudatus merupakan bagian fungsional lobus
hepatis sinistra. Jadi cabang dextra dan sinistra arteria hepatica dan vena porta, dan
ductus hepaticus dekstra dan sinistra masing-masing mengurus lobus dekstra dan
sinistra (termasuk lobus quadratus dan lobus caudatus). Jelaslah bahwa terdapat
sedikit tumpang tindih. Porta hepatis, atau hilus hepatis, terdapat pada permukaan
posteroinferior, dan terletak di antara lobus caudatus dan lobus quadratus. Bagian atas
ujung bebas omentum minus melekat pada pinggir porta hepatis. Pada tempat ini,
terdapat ductus hepaticus dekstra dan sinistra, cabang dextra dan sinistra 4 arteria
hepatica, vena porta, dan serabut-serabut saraf simpatik dan parasimpatik. Di sini
terdapat beberapa kelenjar limfe hepar. Kelenjar ini menampung cairan limfe hepar
dan kandung empedu, dan mengirimkan serabut eferennya ke nodi lymphoidei
coeliaci.5

Gambar 2.2 Anatomi hepar6

Seluruh hepar dikelilingi oleh capsula fibrosa, hanya sebagian ditutupi oleh
peritoneum. Hepar tersusun oleh lobulus-lobulus hepatis. Vena centralis pada masing-
masing lobulus bermuara ke vena hepatika. Di dalam ruangan di antara lobulus-
lobulus ierdapat canalis hepatis, yang berisi cabang-cabang arteria hepatica, vena
porta, dan sebuah cabang dari ductus choledochus (triad hepatis). Darah arteri dan
vena berjalan di antara sel-sel hepar melalui sinusoid dan dialirkan ke vena centralis.

Perdarahan hepar berasal dari arteria hepatica propria, cabang arteria coeliaca
(truncus coeliacus), berakhir dengan bercabang menjadi ramus dekstra dan sinistra
yang masuk ke dalam porta hepatis. Vena porta berakhir dengan bercabang menjadi
cabang dekstra dan sinistra yang masuk porta hepatis di belakang arteri. Vena
hepatika (tiga buah atau lebih) muncul dari permukaan posterior hepatis dan
bermuara ke dalam vena cava inferior. Jadi, pembuluh-pembuluh darah yang
mengalirkan darah ke hepar adalah arteria hepatica propria (30%) dan vena porta
(70%). Arteria hepatica propria membawa darah yang kaya oksigen ke hepar, dan
vena porta membawa darah yang kaya akan hasil metabolisme pencernaan yang
sudah diabsorbsi dari tractus gastrointestinalis. Darah arteri dan vena dialirkan ke
vena centralis masing-masing lobulus hepatis melalui sinusoid hati. Vena centralis
mengalirkan darah ke vena hepatica dextra dan sinistra, dan vena-vena ini
meninggalkan permukaan posterior hepar dan bermuara langsung ke dalam vena cava
inferior.75

Gambar 2.3 Ilustrasi segmen hepar dan hubungannya dengan pembuluh darah
intrahepatik8

2.2 Fisiologi Hati


Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Fungsi utama hati
adalah pembentukkan dan ekskresi empedu. Hati mengekskresikan empedu sebanyak
1 liter per hari ke dalam usus halus. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan
komponen terbesar (90%) cairan empedu, sisanya (10%) adalah bilirubin, asam
lemak dan garam empedu. Empedu yang dihasilkan ini sangat berguna bagi
percernaan terutama untuk menetralisir racun terutama obat-obatan dan bahan
bernitrogen seperti amonia. Bilirubin merupakan hasil akhir metabolisme dan
walaupun secara fisiologis tidak berperan aktif, tetapi penting sebagai indikator
penyakit hati dan saluran empedu, karena bilirubin dapat memberi warna pada
jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya.[1,2]
Sirkulasi vena porta yang memberikan suplai darah 75% dari seluruh asupan
asinus memegang peranan penting dalam fisiologi hati, terutama dalam hal
metabolisme karbohidrat, protein dan asam lemak. Hasil metabolisme monosakarida
dari usus halus diubah menjadi glikogen dan disimpan di hati (glikogenesis). Dari
pasokan glikogen ini diubah menjadi glukosa secara spontan ke darah (glikogenolisis)
untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan
untuk menghasilkan tenaga dan sisanya diubah menjadi glikogen (yang disimpan
dalam otot) atau lemak (yang disimpan dalam jaringan subkutan). Pada zona-zona
hepatosit yang oksigenasinya lebih baik, kemampuan glukoneogenesis dan sintesis
glutation lebih baik dibandingkan zona lainnya. Fungsi hati dalam metabolisme
protein adalah mengasilkan protein plasma berupa albumin, protrombin, fibrinogen,
dan faktor bekuan lainnya. Fungsi hati dalam metabolisme lemak adalah
menghasilkan lipoprotein dan kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat. [1,2]
Hati merupakan komponen sentral sistem imun. Sel Kupffer yang
merupakan 15% massa hati dan 80% dari total populasi fagosit tubuh, merupakan sel
yang sangat penting dalam menanggulangi antigen yang berasal dari luar tubuh dan
mempresentasikan antigen tersebut kepada limfosit.[4]

2.3 Abses Hepar


a. Definisi
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena
infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan
pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah didalam
parenkim hati.[1]
Abses hepar adalah salah satu bentuk dari abses visceral. Hati merupakan
organ intraabdominal yang paling sering mengalami abses. abses hati terbagi dalam 2
bentuk yaitu abses hati amubik (AHA) dan abses hati piogenik (AHP). Abses hati
piogenik adalah proses supuratif yang terjadi pada jaringan hati yang disebabkan oleh
invasi bakteri melalui aliran darah, sistem bilier, maupun penetrasi langsung.
Sedangkan abses hati amuba adalah penimbunan atau akumulasi debris nekro-
inflamatori purulen didalam parenkim hati yang disebabkan oleh amuba, terutama
entamoeba hystolitica.[5]

b. Epidemiologi
Abses hati piogenik merupakan 75% dari semua abses hati. [6] Sekitar 48%
kasus abses viseral adalah AHP dan merupakan 13% dari keseluruhan kasus abses
intraabdominal. Rata-rata usia yang terkena adalah 44 tahun dengan tidak ada
perbedaan anatar laik-laki dan perempuan. Data menunjukkan Taiwan memiliki
insiden tertinggi yaitu 17,6 kasus per 100.000 penduduk. Setiap tahun 7-20 per
100.000 ribu kasus AHP dirawat dirumah sakit. Pada otopsi, didapatkan 0,29-1,4%
kasus AHP, hampir 50% kasus merupakan abses multiple. Pada abses tunggal 75%
terletak di lobus kanan, 20% di lobus kiri dan 5% pada kauda. Faktor risiko terjadinya
AHP adalah diabetes melitus (DM), adanya penyakit dasar pada organ hepatobilier
dan pankreas, serta transplantasi DM, 7% pada pasien dengan bakteriema ortal dan
sektitar 50-60% dengan obstruksi bilier.[5]

Amubiasis terjadi pada 10% dari populasi dunia dan paling umum didaerah
tropis dan subtropik. Penyakit ini sering diderita orang muda dan sering pada etnik
hispanik dewasa (92%). Terjadi 10 kali lebih umum pada pria seperti pada wanita dan
jarang terjadi pada anak-anak. Ambiasis meupakan infeksi tertinggi ketiga penyebab
kematian setelah schistosomiasis dan malaria. Daerah endemisnya meliputi afrika,
asia tenggara, meksiko, venezuela, dan kolombia. Insiden abses hati amuba di
amerika serikat mencapai 0,05% sedangkan di india dan mesir mencapai 10%-30%
pertahun dengan perbandingan laki-laki : perempuan 3:1 sampai dengan 22:1.
c. Etiologi
1) Abses Hati Amuba
Abses hati amuba disebabkan oleh protozoa Entamoeba hystolitica,
yang mana endemik di negara-negara tropis atau yang sedang berkembang.
Manusia merupakan penjamu utama dan pembawa agen infektif dan penyakit
ini biasanya ditransmisikan secara fecal-oral. Kista infektif dapat ditularkan
melalui air atau hasil yang terkontaminasi feses, makanan yang
terkontaminasi oleh penjamah makanan atau dengan transmisi langsung.
Kebanyakan pasien yang terinfeksi asimptomatik, namun pada beberapa
pasien akan berkembang menjadi penyakit invasif kolon. Hati merupakan
organ ekstraintestinal tersering untuk terjadinya infeksi dari E. hystolitica.[17]
Saat teringesti, kista mampu bertahan dari degradasi asam lambung.
Kemudian kista akan melepaskan tropozoit yang dipicu oleh cairan netral usus
dalam usus kecil. Selanjutnya melewati usus besar dan mereka akan
menempel pada mukosa kolon dan berinvasi ke dalam jaringan. Infeksi ini
akan bermanifestasi sebagai penebalan mukosa atau lebih secara klasik,
sebagai ulserasi melalui mukosa dan menuju ke submukosa. Hal ini dipercaya
dapat menyebabkan penyakit hati secara ascending melalui sistem portal atau
melalui ekstensi langsung ke dalam hati. Abses amuba terdiri dari 3 stadium:
(1) inflamasi akut, (2) pembentukan granuloma dan (3) nekrosis berkelanjutan
dengan pembentukan abses berlanjut. Abses itu sendiri mengandung debris
proteinaseus nekrotik dengan bundaran tropozoit yang menginvasi sekitar
jaringan. [17]
Abses pada dasarnya terdiri dari darah dan jaringan hati nekrotik,
sehingga penampakannya secara tipikal digambarkan sebagai “anchovy
sauce”. Ini biasanya tanpa bau dan steril, kecuali bila ada infeksi bacterial
sekunder. Abses akan terus berlanjut dan berkembang hingga mencapai
kapsula Glisson’s karena kapsula ini resisten terhadap hidrolisis yang
disebabkan oleh tropozoit. Hal ini memberikan gambaran klasik lesi yang
berbatasan dengan kapsula hati. [17]
Abses amuba yang tak diobati dapat pecah ke dalam rongga badan
lain. Sekitar 3-12 persen pasien mengalami komplikasi paru pleura, yang
mencakup empisema, fistula dan abses paru. Pasien yang mengandung abses
lobus hepatis sinistra bisa mengalami rupture ke dalam peritoneum atau
melalui diafragma ke dalam pericardium, kedua keadaan ini membawa
mortalitas yang tinggi.

2) Abses Hati Piogenik


Etiologi abses hati piogenik adalah Enterobacteriaceae,
Microaerophilic streptococci, Anaerobic streptococci, Klebsiella
pneumoniae, Bacteriodes, Fusobacterium, Staphylococcus milleri, Candida
albicans, Aspergillus actinomyces, Eikenella corrodens, Yersinia enterolitica,
Salmonella typhi, Brucella melitensi, dan fungal. Pada era pre-antibiotik, AHP
terjadi akibat komplikasi appendicitis bersamaan dengan fileplebitis. Bakteri
patogen melalui arteri hepatika atau melalui sirkulasi vena portal masuk ke
dalam hati, sehingga terjadi bakteriemia sistemik, ataupun menyebabkan
komplikasi infeksi intra abdominal seperti diverticulitis, peritonitis dan infeksi
post operasi. Pada saat ini, karena pemakaian antibiotik yang adekuat
sehingga AHP oleh karena apendisitis sudah hampir tidak ada lagi. Saat ini,
terdapat peningkatan insidensi AHP akibat komplikasi dari sistem biliaris,
yaitu langsung dari kandung empedu atau melalui saluran-saluran empedu
seperti kolangitis dan kolesistitis. Peningkatan insidensi AHP akibat
komplikasi dari sistem biliaris disebabkan karena semakin tinggi umur
harapan hidup dan semakin banyak orang lanjut usia yang dikenai penyakit
sistem biliaris ini. AHP juga disebabkan akibat trauma tusuk atau tumpul, dan
kriptogenik.[2]
Patogenesis pasti dari AHP belum jelas, bagaimanapun juga beberapa
mekanisme infeksi telah didiskusikan. Ada 5 kemungkinan mekanisme
penyebab yang telah diidentifikasi, yakni:[18]
a) Transportasi organisme virulen ke dalam sistem portal dari traktus
gastrointestinal.
b) Trauma
c) Penyebaran infeksi dari traktus biliaris
d) Infeksi darah yang masuk via arteri hepatica
e) Ekstensi dari suatu proses penyakit yang berkelanjutan. [18]
Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Dari
suatu studi di Amerika, didapatkan 13% abses hati dari 48% abses visceral.
Abses hati dapat berbentuk soliter ataupun multipel. Hal ini dapat terjadi dari
penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi
di dalam rongga peritoneum. Hati menerima darah secara sistemik maupun
melalui sirkulasi vena portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh
karena paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang
membatasi sinusoid hati akan menghidari terinfeksinya hati oleh bakteri
tersebut. Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran
empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan
distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena portal dan
limfatik sehingga akan terbentuk formasi abses fileflebitis. Mikroabses yang
terbentuk akan menyebar secara hematogen sehingga terjadi bacteremia
sistemik. Penetrasi akibat trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri
pada parenkim hati sehingga terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul
menyebabkan nekrosis hati, perdarahan intrahepatic dan terjadi kebocoran
saluran empedu sehingga terjadi kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan
kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi pertumbuhan
bakteri dengan proses supurasi dan pembentukkan pus. Lobus kanan hati yang
lebih sering terjadi AHP dibandingkan lobus kiri, hal ini berdasarkan anatomi
hati, yaitu lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika superior dan
vena portal sedangkan lobus kiri menerima dari arteri mesenterika inferior dan
aliran limfatik.

d. Patogenesis
1) Abses Hepar Amuba
Cara penularan umumnya fecal-oral yaitu dengan menelan kista,
baik melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi atau transmisi
langsung pada orang dengan higiene yang buruk. Kasus yang jarang
terjadi adalah penularan melalui seks oral ataupun anal.
E.hystolitica dalam 2 bentuk, baik bentuk trofozoit yang
menyebabkan penyakit invasif maupun kista bentuk infektif yang dapat
ditemukan pada lumen usus. Bentuk kista tahan terhadap asam lambung
namun dindingnya akan diurai oleh tripsin dalam usus halus. Kemudian
kista pecah dan melepaskan trofozoit yang kemudian menginvasi lapisan
mukosa usus. Amuba ini dapat menjadi patogen dengan mensekresi enzim
cysteine protease, sehingga melisiskan jaringan maupun eritrosit dan
menyebar keseluruh organ secara hematogen dan perkontinuinatum.
Amoeba yang masuk ke submukosa memasuki kapiler darah, ikut dalam
aliran darah melalui vena porta ke hati. Di hati E.hystolitica mensekresi
enzim proteolitik yang melisis jaringan hati, dan membentuk abses. Di
hati terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan
infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu, dan granuloma diganti
dengan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti
jaringan fibrosa. Lokasi yang sering adalah di lobus kanan (70% - 90%)
karena lobus kanan 6 menerima darah dari arteri mesenterika superior dan
vena portal sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika
inferior dan aliran limfatik. Dinding abses bervariasi tebalnya,bergantung
pada lamanya penyakit. Secara klasik, cairan abses menyerupai ”achovy
paste” dan berwarna coklat kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta
sel darah merah yang dicerna.
2) Abses Hepar Piogenik
Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Dari
suatu studi di Amerika, didapatkan 13% abses hati dari 48% abses viseral.
Abses hati dapat berbentuk soliter maupun multipel. Hal ini dapat terjadi
dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat
terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum. Hati menerima darah
secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini
memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang
berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati
akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Bakteri
piogenik dapat memperoleh akses ke hati dengan ekstensi langsung dari
organ-organ yang berdekatan atau melalui vena portal atau arteri hepatika.
Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu
akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan
distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena portal dan
limfatik sehingga akan terbentuk formasi abses fileflebitis. Mikroabses
yang terbentuk akan menyebar secara hematogen sehingga terjadi
bakteremia sistemik. Penetrasi akibat trauma tusuk akan menyebabkan
inokulasi bakteri pada parenkim hati sehingga terjadi AHP. Penetrasi
akibat trauma tumpul menyebabkan nekrosis hati, perdarahan intrahepatik
dan terjadinya kebocoran saluran empedu sehingga terjadi kerusakan dari
kanalikuli. Kerusakan kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati
dan terjadi pembentukan pus. Lobus kanan hati lebih sering terjadi AHP
dibanding lobus kiri, kal ini berdasarkan anatomi hati, yaitu 7 lobus kanan
menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal
sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan
aliran limfatik.

e. Manifestasi Klinis
1) Abses Hepar Amuba
Abses hati amuba lebih sering dikaitkan dengan presentasi klinis yang
akut dibandingkan abses piogenik hati. Gejala telah terjadi rata-rata dua
minggu pada saat diagnosis dibuat. Dapat tejadi sebuah periode laten
antara infeksi hati, usus dan selanjutnya sampai bertahun-tahun, dan
kurang dari 10% pasien melaporkan riwayat diare berdarah dengan
desentri amuba.
Nyeri perut kanan atas dirasakan pada 75-90% pasien. Lebih berat
dibandingkan piogenik, terutama dikuadran kanan atas. Kadang nyeri
disertai mual, muntah, anoreksia, penurunan berat badan, kelemahan
tubuh, dan pembesaran hati yang juga terasa nyeri. Nyeri spontan perut
kanan atas disertai dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua
tangan diletakkan diatasnya merupakan gambaran klinis khas yang sering
dijumpai. Dua puluh persen penderita dengan kecurigaan abses hati amuba
mem-punyai riwayat penyakit diare atau desentri.
Demam umum terjadi, tetapi mungkin pula polanya intermiten.
Malaise, mialgia artralgia umum terjadi, ikterus jarang ditemukan dan bila
ada menandakan prognosis yang buruk. Gejala dan tanda paru dapat
terjadi, tetapi pericardial rub dan peritonitis jarang ditemukan. Kadang-
kadang fiction rub terdengar di hati. Gambaran laboratorium mirip dengan
yang ditemukan di abses piogenik. Koinfeksi dengan bakteri patogen
jarang ditemukan. Komplikasi yang jarang tejadi adalah pecah di intra-
peritoneal, intratorakal, dan perikardial serta kegagalan multiorgan.
2) Abses Hepar Piogenik
Gambaran klinis klasik AHP adalah demam dan nyeri perut kanan
atas. Demam tinggi yang naik turun disertai mengigil merupakan keluhan
terbanyak. Nyeri perut kanan atas biasnaya menetap dan dapat menyebar
ke bahu kanan. Kebanyakan pasien mengalamai keadaan ini kurang dari 2
minggu, sebelum pergi berobat. Gejala tidak khas lainnya meliputi
keringat malam, muntah, anoreksia, kelemahan umum dan penurunan
berat badan. Sekitar 1/3 kasus disertai dengan diare dan ¼ kasus
mengeluhkan adanya batuk yang tidak produktif. Pasien juga mungkin
datang dengan keluhan pada sumber infeksi primernya, misalnya
apendistis atau devertikulitas, sebelum gejala AHP berkembang.
Onset penyakit biasanya terjadi akut. Onset yang tersamar dapat
terjadi pada orang tua. Onset pada abses tunggal biasanya gradual dan
umumnya merupakan abses kiptogenik. Gambaran klinis pada abses
multipel biasanya menunjukkan gambaran akut dan biasanya penyebab
primernya diketahui.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaan hati disertai nyeri pada
kuadran kanan atas. Ikterik dijumpai apabila penyakit telah lanjut.
Beberapa pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri perut kuadran kanan
atas ataupun tidak didapatkan hepatomegali, biasanya gambaran klinis
menunjukkan fever of unknow orgin (UFO). Adanya kelainan pada paru
kanan berupa pekak pada perkusi dan penurunan suara napas dijumpai
apabila proses penyakit terjadi pada segmen superior lobus kanan. Pada
pemeriksaan fisik paru ditemukan kelainan pada sekitar 20-30% kasus.
Anemia dan dehidrasi juga merupakan tanda fisik yang sering ditemukan.

f. Diagnosis
Anamnesis

1) Abses Hati Amuba


Nyeri perut kanan atas dirasakan pada 75-90 % pasien, lebih berat
dibandingkan piogenik terutama di kuadran kanan atas. Kadang nyeri disertai
mual, muntah, anoreksia, penurunan berat badan, kelemahan tubuh, dan
pembesaran hati yang jugaterasa nyeri. Nyeri spontan perut kanan atas disertai
dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di
atasnya merupakan gambaran klinis khas yang sering dijumpai. Dua puluh
persen penderita dengan kecurigaan abses hati amuba mempunyai riwayat
penyakit diare atau disentri. Demam umum terjadi,tetapi mungkin pula
polanya intermiten. Malaise, mialgia, artralgia umum terjadi.

Sherlock (2002) membuat kriteria diagnosis abses hati amuba :

 Adanya riwayat berasal dari daerah endemik


 Pembesaran hati pada laki-laki muda
 Respons baik terhadap metronidazole
 Lekositosis tanpa anemia pada riwayat sakit yang tidak lama dan
lekositosis dengan pada riwayat sakit yang lama.
 Ada dugaan amubiasis pada pemeriksaan foto toraks PA dan lateral.
 Pada pemeriksaan scan didapatkan filling defect.
 Tes fluorescen antibodi amuba positif.

Bila ke-7 kriteria ini dipenuhi maka diagnosis abses hati amuba sudah hampir
pasti dapat ditegakkan.
2) Abses Hati Piogenik
Gambaran klinis AHP adalah demam dan nyeri perut kanan atas.
Demam tinggi yang naik turun disertai menggigil merupakan keluhan
terbanyak. Nyeri perut kanan atas biasanya menetap dan dapat menyebar ke
bahu kanan. Kebanyakan pasien mengalami keadaan ini kurang dari 2
minggu, sebelum pergi berobat. Gejala khas lainnya meliputi keringat malam,
muntah, anoreksia, kelemahan umum, dan penurunan berat badan. Sekitar 1/3
kasus disertai dengan diare dan ¼ kasus mengeluhkan adanya batuk yang
tidak produktif. Pasien juga mungkin datang dengan keluhan pada sumber
infeksi primernya, misalnya apendisitis atau divertikulitis, sebelum gejala
AHP berkembang. Onset penyakit biasanya terjadi akut. Onset yang tersamar
dapat terjadi pada orang tua

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik didapatkan hepatomegali disertai atau tanpa nyeri tekan.


Ikterik dijumpai bila diduga adanya obstruksi traktus billiaris atau sudah terdapat
penyakit hati konik. Beberapa pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri perut kuadran
kanan atas ataupun didapatkan hepatomegali, biasanya gambaran klinis menunjukkan
fever of unknown origin (FUO). Adanya kelainan pada paru kanan berupa pekak pada
perkusi dan penurunan suara napas dijumpai apabila proses penyakit terjadi pada
segmen superior lobus kanan.

Pemeriksaan Penujang

Pada pemeriksaan laboratorium yang diperiksa adalah darah rutin yaitu kadar
Hb darah, jumlah leukosit darah, kecepatan endap darah dan percobaan fungsi hati,
termasuk kadar bilirubin total, total protein dan kadar albumin dan globulin dalam
darah. Banyak penderita abses hepar tidak mengalami perubahan bermakna pada tes
laboratoriumnya. Pada penderita akut anemia tidak terlalu tampak tetapi
menunjukkan leukositosis yang bermakna sementara penderita abses hepar kronis
justru sebaliknya.[19]
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis, anemia, peningkatan
laju endap darah, peningkatan alkalin fosfatase, peningkatan enzim transaminase dan
serum bilirubin, berkurangnya kadar albumin serum dan waktu protrombin yang
memanjang menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang disebabkan abses
hati.
Abnormalitas tes fungsi hati lebih jarang terjadi dan lebih ringan pada abses
hati amebik dibanding abses hati piogenik. Hiperbilirubinemia didapatkan hanya pada
10 % penderita abses hepar. Karena pada abses hepar amuba terjadi proses destruksi
parenkim hati, maka PPT (plasma protrombin time) meningkat. Adanya antibody anti
amuba penting untuk membedakan AHA dari AHP. Lebih dari 90% pasien dengan
AHA mempunyai antibody anti amuba titer tinggi terhadap entamoeba histolityca.
Serologis Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan meliputi IHA (Indirect
Hemagglutination), GDP (Gel Diffusion Precipitin), ELISA (Enzyme-linked
Immunosorbent Assay), counterimmunelectrophoresis, indirect immunofluorescence,
dan complement fixation. IHA dan GDP merupakan prosedur yang paling sering
digunakan. IHA dianggap positif jika pengenceran melampaui 1 : 128.
Sensitivitasnya mencapai 95%. Bila tes tersebut diulang, sensitivitasnya dapat
mencapai 100%. IHA sangat spesifik untuk amubiasis invasif. Tetapi, hasil yang
positif bisa didapatkan sampai 20 tahun setelah infeksi mereda. GDP meskipun dapat
mendeteksi 95% abses hepar karena amuba. Juga mendeteksi colitis karena amuba
yang non-invasif. Jadi, tes ini sensitif, tetapi tidak spesifik untuk abses amuba hepar.
Namun demikian, GDP mudah dilaksanakan, dan jarang sekali tetap positif sampai 6
bulan setelah sembuhnya abses. Karena itu, bila pada pemeriksaan radiologi
ditemukan lesi "space occupying" di hepar, GDP sangat membantu untuk
memastikan apakah kelainan tersebut disebabkan amuba. Pemeriksaan serologi dapat
mendeteksi amuba namun tidak dapat membedakan proses infeksi aktif ataupun
periode prior.
Pemeriksaan Radiologi
Radiologi Konvensional

1) Abses Hepar Piogenik

Pada abses hepar piogenik gambaran yang sering terlihat pada pemeriksaaan
radiologinya adalah gambaran adanya hepatomegali, intrahepatic gas, dan adanya air
fluid level.

Gambar Abses hepar piogenik dengan gamnaran air fluid level di hepar

2) Abses Hepar Amuba

Pada abses hepar amuba gambaran yang mungkin terlihat pada pemeriksaan
radiologi adalah :

a. Elevasi diafragma kanan

b. Atelektasis lobus bawah paru

c. Efusi pelura kanan


d. Pada kasus ruptur abses amubik ke dada akan terlihat abses paru, kavitas,
pericardial effusion.

USG

Gambar. Hepar Normal


Tampak ekogenesitas yang homogen

Sangat sukar dibedakan antara abses piogenik dan amebik. Biasanya sangat
besar, kadang-kadang multilokular. Struktur echo rendah sampai cairan (anechoic)
dengan adanya bercak-bercak hiperechoic (debris) di dalamnya. Tepi tegas, ireguler
yang semakin lama semakin bertambah tebal.

Gambar. Abses Hepar


Tampak sebagai lesi anechoic oval dengan dinding relatif tebal. Bagian dalamnya
lebih memperlihatkan echo cairan dengan becakhiperechoic di dalamnya (debris).

1. Abses Hepar Piogenik


Abses hepar piogenik dapat berkembang di lima tempat utama yaitu sistem
empedu, vena portal, arteri hepatis, dan penjalaran secara contigous, dan adanya
trauma.Abses piogenik memiliki banyak variasi gambaran dari pemeriksaan USG.
Dinding abses biasnaya hiperdens dan irreguler. Bisa anekoik (50%), hiperdens
(25%), dan hipodens (25%).

Gambar. Abses Hepar Piogenik

2. Abses Hepar Amuba


Sekitar 105 dari populasi dunia terinfksi oleh Entamoeba histolytika. 3-7%
akan berkembang menjadi abses hepar amoebik yang merupakan manifestasi
terserggying dari infeksi parasit ini. Biasanya akan terlihat lesi bulat atau oval berupa
massa yang terletak di perifer, berisi pewarnaan echo rendah dengan aoustic shadow
distal. Lebih dari 90% kejadian abses hepar amoebik yang respon terhadapan
pemberian terapi antimikroba.
CT Scan

Gambar. CT Scan Abdomen Normal

Temuan paling umum pada CT dengan kontras adalah massa yang well-
defined, hipodens, massa bulat dengan pinggir hiperdens. Abses dapat bermanifestasi
sebagai sekumpulan cairan tunggal yang tidak berkantong (lokulasi), satu massa
kistik multilokulasi, proses padat (phlegmonous), atau lesi multifokal. "Double target
sign" adalah suatu karakteristik abses hepar yang terlihat pada gambar CT kontras
ketika daerah hipodens yang berisi cairan dikelilingi oleh cincin hiperdens dan cincin
luar yang hipodens. Lapisan dalam merupakan membran piogenik, dan lapisan luar
adalah karena edema parenkim hepatik. "Cluster sign" juga merupakan gambaran dari
abses piogenik dan terjadi ketika beberapa lesi kecil hipodens menyatu dan
bergabung menjadi satu rongga abses yang lebih besar. Pada gambaran CT scan 85 %
berupa massa soliter relatif besar, monolokular, prakontras tampak sebagai massa
hipodens berbatas suram. Densitas cairan abses berkisar 10-20 H.U.
Gambar. CT Scan pada Abses Hepar Amuba

Pada pencitraan CT, abses hepar memiliki densitas yang lebih rendah daripada
parenkim hati yang normal di sekitarnya. Dinding abses biasanya menunjukkan
peningkatan pinggiran abses pada CT yang ditingkatkan kontrasnya. Pembentukan
gas abses hepar menunjukkan aerobilia yang telah jarang dilaporkan pada pasien
abses hepar piogenik; Namun, dengan pergeseran etiologi ke K. pneumoniaesebagai
agen penyebab utama, ada peningkatan risiko abses hepar piogenik penghasil gas,
terutama pada pasien dengan diabetes mellitus yang gagal mengontrol gula darah.
Diasumsikan bahwa, di bawah kondisi anaerobik, strain K. pneumoniaemampu
melakukan metabolisme anaerob fakultatif yang menghasilkan karbon dioksida dari
fermentasi glukosa dalam jaringan, terutama pada kondisi hiperglikemik.
Gambar. CT Scan menunjukkan Abses hepar piogenik yang besar pada lobus kanan
hepar

1. Abses Hepar Piogenik


CT Scan Tanpa Kontras
- Abses piogenik simple
Well-defined, bulat, massa hipodens (0-45 HU)
- “Cluster" sign
Abses kecil yang beragregasi menjadi sebuahkavitas yang besar biasanya
disertai septa
- Abses piogenik kompleks : "Target" lesion
Pinggir Hipodens
Perifer Isodens
Peningkatan HU di tengah abses
- Tanda Spesifik : Abses dengan central gas
Terdapat air bubblesatau air-fluid levels
Terjadi pada lebih kurang 20% kasus
- Large air-fluid or fluid-debris level
Adanya hubungan abses dengan saluran cerna atau jaringan nekrotikb

CT Scan Kontras
- Sharply-defined, bulat, massa hipodens
- Rim-or capsule-and septal-enhancement
- Atelektasis pada lobus kanan bawah dan efusi pleura
- Non-liquified infectionmungkin sebuah hipervaskularisasi dari tumor

Gambar. CT Scan kontras menunjukkan sekelompok abses kecil bergabung menjadi


massa besar ber-septa (Kiri). Menunjukkan sekelompok abses hypodense perifer,
beberapa mengandung gas (Kanan).

Gambar. CT scan kontras menunjukkan sekelompok abses di kedua lobus hati pada
pasien dengan riwayat diverticulitis sebelumnya (Kiri). Gambaran CT menunjukkan
resolusi hampir lengkap dari multiple lobus abses piogenik selama pemberian
antibakteri (Kanan).
2. Abses Hepar Amuba
CT Scan Tanpa Kontras
Perifer, masa hipodens bentuk oval atau bulat (10-20 HU)

CT Scan Kontras
- Lesi bisa muncul di satu lokus maupun multiple
- Bisa terdapat nodul di pinggir abses
- Peningkatan gambaran kapsul/tepi
- Abnormalitas ekstrahepatal
Atelektasis lobus kanan bawah
Pleura efusi sisi kanan

Gambar. Abses hepar seorang imigran Asia menunjukkan abses amebic hepar yang
sangat besar. Perhatikan dinding yang kasar dan tidak ada septa yang menonjol (Kiri).
Gambar kanan menunjukkan abses amebik terisolasi yang sangat kecil.
Gambar. CT Scan potongan axial menunjukkan Abses Hepar Amoeba pada lobus
kanan dengan edema di zona perifer.

MRI

Gambar. Abdomen normal potongan sagital.


Gambar. Abdomen normal potongan coronal.

Gambar. Abses hepar dalam potongan axial berupa massa noduler hipointense.
Gambar. Gambaran MRI abses hepar potongan coronal berupa lesi target.

g. Diagnosis Banding
 Hepatoma
 Kista Hepar
 Kolesistisis
 TB Hepar
 Actinomicosis Hati

h. Penatalaksanaan
Medikamentosa
Abses hati amoeba tanpa komplikasi lain dapat menunjukkan penyembuhan yang
besar bila diterapi hanya dengan antiamoeba. Pengobatan yang dianjurkan adalah:

a. Metronidazole
Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole, efektif untuk amubiasis
intestinal maupun ekstraintestinal., efek samping yang paling sering adalah sakit
kepala, mual, mulut kering, dan rasa kecap logam. Dosis yang dianjurkan untuk kasus
abses hati amoeba adalah 3 x 750 mg per hari selama 5 – 10 hari. Sedangkan untuk
anak ialah 35-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam tiga dosis. Derivat nitroimidazole
lainnya yang dapat digunakan adalah tinidazole dengan dosis 3 x 800 mg perhari
selama 5 hari, untuk anak diberikan 60 mg/kgBB/hari dalam dosis tunggal selama 3-5
hari.

b. Dehydroemetine (DHE)
Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang direkomendasikan untuk
abses hati sebesar 3 x 500 mg/hari selama 10 hari atau 1-1,5 mg/kgBB/hari IM
(maksimal 9 mg/hari) selama 10 hari. DHE relative lebih aman karena eksresinya
lebih cepat dan kadarnya pada otot jantung lebih rendah. Sebaiknya tidak digunakan
pada penyakit jantung, kehamilan, ginjal, dan anak-anak.

c. Chloroquin
Dosis klorokuin basa untuk dewasa dengan amubiasis ekstraintestinal ialah
2x300 mg/hari pada hari pertama dan dilanjutkan dengan 2x150 mg/hari selama 2
atau 3 minggu. Dosis untuk anak ialah 10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi selama
3 minggu. Dosis yang dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2 hari dan diikuti 500
mg/hari selama 20 hari.

Aspirasi
Selain diberi antibiotika, terapi abses juga dilakukan dengan aspirasi. Dalam
hal ini, aspirasi berguna untuk mengurangi gejala-gejala penekanan dan
menyingkirkan adanya infeksi bakteri sekunder. Aspirasi juga mengurangi risiko
ruptur pada abses yang volumenya lebih dari 250 ml, atau lesi yang disertai rasa nyeri
hebat dan elevasi diafragma. Aspirasi juga bermanfaat bila terapi dengan
metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan. Aspirasi bisa
dilakukan secara buta, tetapi sebaiknya dilakukan dengan tuntunan ultrasonografi
sehingga dapat mencapai ssaran yang tepat. Aspirasi dapat dilakukan secara berulang-
ulang secara tertutup atau dilanjutkan dengan pemasangan kateter penyalir. Pada
semua tindakan harus diperhatikan prosedur aseptik dan antiseptik untuk mencegah
infeksi sekunder.
Aspirasi pada AHA ditemukan gambaran pasta coklat kemerahan dan sedikit
berbau. Trophozoid hanya didapatkan pada 20% aspirasi. Aspirasi pada AHP
berwarna kekuningan atau kehijauan serta berbau busuk. Dengan pengecatan gram,
pada AHA ditandai dengan adanya netrofil tanpa bakteri, kecuali bila telah terjadi
infeksi sekunder. Sementara pada AHP selalu terdapat bakteri.

Drainase Perkutan
Drainase perkutan indikasinya pada abses besar dengan ancaman ruptur atau
diameter abses > 7 cm, respons kemoterapi kurang, infeksi campuran, letak abses
dekat dengan permukaan kulit, tidak ada tanda perforasi dan abses pada lobus kiri
hati. Selain itu, drainase perkutan berguna juga pada penanganan komplikasi paru,
peritoneum, dan perikardial.

Drainase Bedah
Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil
membaik dengan cara yang lebih konservatif. Laparotomi diindikasikan untuk
perdarahan yang jarang terjadi tetapi mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa
adanya ruptur abses. Tindakan operasi juga dilakukan bila abses amuba mengenai
sekitarnya. Penderita dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami infeksi
sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi
perkutan tidak berhasil.
Jika tindakan laparotomi dibutuhkan, maka dilakukan dengan sayatan
subkostal kanan. Abses dibuka, dilakukan penyaliran, dicuci dengan larutan garam
fisiologik dan larutan antibiotik serta dengan ultrasonografi intraoperatif.[19]

Indikasi operasi pada abses hepar antara lain:

 Terapi antibiotika gagal


 Aspirasi tidak berhasil
 Abses tidak dapat dijangkau dengan aspirasi ataupun drainase
 Adanya komplikasi intraabdominal
Kontraindikasi operasi pada abses hepar antara lain:
 Abses multipel
 Infeksi polimikrobakteri
 Immunocompromise dissease

Dilakukan hepatektomi yaitu pengangkatan lobus hati yang terkena abses.


Hepatektomi dapat dilakukan pada abses tunggal atau multipel, lobus kanan atau kiri,
juga pada pasien dengan penyakit saluran empedu. Tipe reseksi hepatektomi
tergantung dari luas daerah hati yang terkena abses juga disesuaikan dengan
perdarahan lobus hati.

Berdasarkan studi komparatif yang dilakukan, usia terbanyak terjadi abses


hepar yaitu 35-45 tahun dengan gejala dominan yakni nyeri perut, demam, anorexia
kemudian mual dan muntah. Dimana predileksi lobus kanan dominan sekitar 83%,
lobus kiri 4,5% dan kedua lobus 12,5%. Dengan etiologi paling sering yakni
Klebsiella pneumoniae, E. coli, Staphylococcus, Bacterioides, dan Citrobacter.
Dimana modalitas pengobatan yang digunakan yakni:

Ukuran abses Modalitas Pengobatan


< 5 cm Hanya antibiotic
5 – 10 cm Antibiotik + Percutaneous Needle Aspiration (PNA)
>10 cm Antibiotik + Percutaneous Catheter Drainage (PCD)
Dimana sebuah studi tahun 2015 tentang perbandingan antara percutaneous
catheter drainage (PCD) dan percutaneous needle aspiration (PNA) menunjukkan
bahwa percutaneous catheter drainage (PCD) merupakan modalitas yang lebih baik
dibandingkan percutaneous needle aspiration (PNA). Dinilai dari reduksi gejala yang
timbul, angka kesuksesan terapi dan tidak adanya komplikasi. PNA menyebabkan
jumlah luas abses bertambah saat aspirasi.
Percutaneous catheter drainage (PCD) merupakan suatu prosedur
menggunakan pigtail drainage. Sebuah studi menguraikan penggunaan kateter
berukuran 10-12 French pada pasien dengan rentang usia 20-70 tahun dengan luas
abses >5 cm dan jumlah abses <3. Studi tersebut menyimpulkan bahwa Percutaneous
catheter drainage (PCD) merupakan modalitas yang dianggap efektif dan aman
terhadap pengobatan abses hepar baik pyogenic maupun amoebic.
i. Perbedaan gambaran AHP dengan AHA

j. Komplikasi
Tanpa terapi, abses akan membesar, meluas ke diafragma atau rupture ke
kavitas peritoneal :
- Ruptur abses ke dalam :
Regio toraks, menyebabkan =
 Fistula hepatobronkial
 Abses paru
 Empiema amuba
Perikardium, menyebabkan =
 Gagal jantung
 Pericarditis
 Temponade jantung
Peritoneum, menyebabkan =
 Peritonitis
 Asites

- Infeksi sekunder (biasanya bersifat iatrogenic setelah tindakan


aspirasi).
- Lain-lain :
Gagal hati fulminant
Hemobilia
Obstruksi vena cava inferior
Sindrom Budd-Chiari

k. Prognosis
Prognosa abses hati tergantung dari investasi parasit, daya tahan host, derajat
dari infeksi, ada tidaknya infeksi sekunder, komplikasi yang terjadi, dan terapi yang
diberikan.
Prognosis baik dengan harapan hidup lebih dari 90% bila abses tunggal dan
terketak pada lobus kanan, nemun angka kematian tinggi juga disebabkan oleh infeksi
polimikrobial. Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan
pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab bakterial
organisme multipel, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus,
hipoalbuminemia, efusi pleura atau adanya penyakit lain.

Anda mungkin juga menyukai