Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

IKTERUS OBSTRUKTIF

Oleh :

Muhammad Fachry Rahman

Pembimbing :
dr. Moch Ilfan Gunadi, Sp.B, FICS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
RS ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
2024
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit batu empedu (cholelithiasis) sudah merupakan masalah kesehatan yang
penting di negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis,
sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Dalam “Third National Health
and Nutrition Examination Survey” (NHANES III), prevalensi cholelithiasis di Amerika
Serikat pada usia pasien 30-69 tahun adalah 7,9% pria dan 16,6% wanita, dengan
peningkatan yang progresif setelah 20 tahun. Sedangkan Asia merupakan benua dengan
angka kejadian cholelithiasis rendah, yaitu antara 3% hingga 15% , dan sangat rendah
pada benua Afrika, yaitu kurang dari 5%.
Insidensi cholelithiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang dewasa
dan usia lanjut. Sebagian besar cholelithiasis tidak bertanda dan bergejala. Sedangkan di
Indonesia angka kejadian cholelithiasis tidak jauh berbeda dengan angka kejadian di
negara lain di Asia Tenggara, dan sejak tahun 1980 cholelithiasis identik dengan
pemeriksaan ultrasonografi. Di negara barat 10-15% pasien dengan batu vesica fellea juga
disertai batu saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat
terbentuk primer di dalam saluran empedu intra atau ekstra hepatik tanpa melibatkan
vesica fellea. Batu saluran empedu primer banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia
dibandingkan dengan pasien di negara barat.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi
a. Hepar
Hepar adalah organ terbesar dalam tubuh, beratnya sekitar 1500 gram. Hepar
berada di rongga abdomen kanan atas di bawah diafragma dan dilindungi oleh
tulang rusuk. Ini adalah cokelat kemerahan dan dikelilingi oleh selubung fibrosa
yang dikenal sebagai kapsul Glisson. Hepar ditopang oleh beberapa ligamen.
Round ligamentum adalah sisa dari vena umbilikalis yang mengalami obliterasi
dan memasuki hilus hepar kiri di tepi depan ligamentum falsiformis. Ligamentum
falsiformis memisahkan segmen kiri lateral dan medial kiri sepanjang fisura
umbilikus dan jangkar hati ke dinding anterior abdomen. Di antara lobus kaudatus
dan segmen lateral kiri terdapat ligamentum venosum fibrosa, yang merupakan
obliterasi dari duktus venosus dan ditutupi oleh piringan Arantius.1,2,3

Ligamen triangular kiri dan kanan mengamankan dua sisi dari hepar ke
diafragma. Yang meluas dari ligamen triangular anterior pada hati adalah
ligamentum koronaria. Ligamentum koronaria kanan juga memanjang dari
permukaan bawah kanan hepar ke peritoneum yang melapisi ginjal kanan, sehingga
anchoring hati ke retroperitoneum tepat. Ligamen ini berbentuk bulat, falsiformis,
segitiga, dan koroner. Dari tengah dan sebelah kiri fosa kandung empedu, hepar
menempel melalui hepatoduodenal dan ligamen gastrohepatika. Ligamentum
hepatoduodenal dikenal sebagai porta hepatika dan berisi saluran empedu, arteri

3
hepatika, dan vena portal. Dari sisi kanan dan dalam (dorsal) ke porta hepatika
terdapat Foramen Winslow, yang juga dikenal sebagai foramen epiploika.1,2,3

b. Duktus Biliaris dan Duktus Hepatikus


Dalam ligamentum hepatoduodenal, saluran empedu terletak di anterior dan
kanan. Ini menghubungkan duktus sistikus ke kantong empedu dan menjadi duktus
hepatika sebelum terbagi menjadi duktus hepatika kanan dan kiri. Secara umum,
duktus hepatika mengikuti pola percabangan arterial di dalam hati. Bifurkasio dari
duktus hepatika dekstra anterior biasanya memasuki hati di atas hilus, sedangkan
duktus posterior berada di belakang vena porta kanan dan dapat ditemukan pada
permukaan prosessus kaudatus sebelum memasuki hepar. Duktus hepatika kiri
biasanya memiliki jarak ekstrahepatik yang lebih panjang sebelum memberikan
cabang-cabang segmental dibalik vena portal kiri di dasar fissure umbilikus.1,2,3
c. Kandung Empedu
Kandung empedu adalah kantung berbentuk buah pir, sekitar 7 sampai 10 cm
panjang, dengan kapasitas rata-rata 30 sampai 50 mL. Ketika terjadi obstruksi,
kantong empedu dapat melebar hingga berkapasitas 300 mL. Kandung empedu
terletak di fosa pada permukaan inferior dari hepar. Kandung empedu dibagi
menjadi empat bidang anatomi: fundus, korpus (tubuh), infundibulum, dan leher.
Fundus berbentuk bulat, buntu, yang biasanya dapat meluas 1 sampai 2 cm diluar
dari batas hepar. Korpus memanjang dari fundus dan meruncing ke leher kandung
empeu, berbentuk corong yang berhubungan dengan duktus sistikus. Leher
kandung empedu pterletak pada bagian dalam dari fosa kandung empedu dan
meluas ke bagian bebas dari ligamentum hepatoduodenal.1,2,3

4
Bagian anterior kandung empedu : a = duktus hepatic kanan; b =
duktus hepatic kiri; c = duktus hepatic umum; d = vena portal; e =
arteri hepatika; f = arteri gatroduodenal; g = arteri gastrika kiri; h
= duktus biliaris umum; i = fundus kandung empedu ; j = body of
gallbladder; k = infundibulum; l = duktus sistikus; m = arteri
sistikus; n = arteri pancreaticoduodenal superior

d. Duktus Biliaris
Saluran empedu ekstrahepatik terdiri dari duktus hepatika kanan dan kiri,
duktus hepatik umum, duktus sistikus, dan duktus biliaris komunis (duktus
choledochus). Duktus biliaris umum memasuki bagian kedua dari duodenum
melalui sfingter Oddi. Duktus hepatika kiri lebih panjang daripada sisi kanan dan
memiliki kecenderungan lebih besar untuk terjadinya dilatasi sebagai konsekuensi
dari obstruksi bagian distal. Kedua saluran bergabung untuk membentuk duktus
hepatika umum. Duktus hepatika umum memiliki panjang 1 sampai 4 cm dan
memiliki diameter sekitar 4 mm. Terletak di depan vena portal dan sebelah kanan
dari arteri hepatica.1,2,3

5
2. Metabolisme BIlirubin
Fase Prehepatik
1. Pembentukan Bilirubin
Bilirubin berasal dari katabolism protein heme, dimana 75% berasal dari
penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur
dan protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase, dan peroksidase.
Pembentukannya berlangsung di sistem retikoloendotelial. Langkah oksidase
pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme
oksigenase. Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi
bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat
dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut.
2.Transport Plasma
Selanjutnya bilirubin yang telah dibentuk akan diangkut ke hati melalui plasma,
harus berikatan dengan albumin plasma terlebih dahulu oleh karena sifatnya yang
tidak larut dalam air.
Fase Intra-Hepatik
1. Liver uptake
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai Pada saat kompleks bilirubin-
albumin mencapai permukaan sinusoid hepatosit, terjadi proses ambilan bilirubin
oleh hepatosit melalui ssistem transpor aktif terfasilitasi, namun tidak termasuk
pengambilan albumin. Setelah masuk ke dalam hepatosit, bilirubin akan berikatan
dengan ligandin, yang membantu bilirubin tetap larut sebelum dikonjugasi
2. Konjugasi

6
Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati (bilirubin tak terkonjugasi)
akan mengalami konjugasi dengan asam glukoronat yang dapat larut dalam air di
reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronosyl
transferase (UDPG-T) membentuk bilirubin konjugasi, sehingga mudah untuk
diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu.
Fase Post-Hepatik
Ekskresi bilirubin
Bilirubin yang terkonjugasi diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu melalui
proses mekanisme transport aktif yang diperantarai oleh protein membran
kanalikuli, dikenal sebagai multidrug-resistance associated protein-2 (MRP-2).
2. Definisi dan Etiologi Ikterus Obstruktif
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya
(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang
meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat
pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah. Kata
ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning. Ikterus
sebaiknya diperiksa di bawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata.
Ikterus dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu ikterus hemolitik dan ikterus
obstruktif. Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering ter-
jadi bila sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau
kerusakan sel hati (yang terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubin
adalah normal, tapi bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus. 1,2
Ikterus obstruktif atau bisa juga disebut kolestasis dibagi menjadi 2 yaitu kolestasis
intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik adalah
hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan penyakit hepatitis autoimun
sedangkan penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus
koledokus dan kanker pankreas. Penyebab lainnya yang relatif lebih jarang adalah striktur
jinak (operasi terdahulu) pada duktus koledokus, karsinoma duktus koledokus,
pankreatitis atau pseudocyst pankreas dan kolangitis sklerosing. 2,3
Faktor risiko tradisional untuk penyakit batu empedu adalah empat “F: wanita,
gemuk, empat puluh, dan subur,” dengan banyak penelitian yang mendukung faktor
risiko penyakit batu empedu yang diketahui.

7
3. Epidemologi
Ikterus obstruktif dapat ditemukan pada semua kelompok umur. Insidens di Amerika
Serikat diperikirakan mencapai 5 kasus per 1000 pasien. Hatfield dkkmelaporkan bahwa
kasus ikterus obstruktif terbanyak adalah 70% karena karsinoma kaput pankreas, 8%
pada batu common bile duct, dan 2% adalah karsinoma kandung empedu.3

4. Klasifikasi
Kriteria diagnostik yang ditetapkan dalam Tokyo Guideline 2018 yang diperbarui
memungkinkan tingkat akurasi diagnostik yang tinggi dalam pekerjaan klinis rutin,
memberikan parameter yang dapat direproduksi untuk studi klinis, dan untuk sementara
waktu telah dimasukkan dalam rekomendasi dan pedoman lain.

Dengan adanya temuan patologis, ketiga kriteria diagnostik (A + B + C) dapat dianggap


sebagai konfirmasi pasti dari kolangitis obstruktif. Jika ada satu temuan patologis dari
kategori A dan satu lagi dari kategori B atau C, maka setidaknya ada kecurigaan
mendesak terhadap kolangitis obstruktif.
Tingkat keparahan kolangitis akut juga didefinisikan dalam Pedoman Tokyo. Hal ini
menentukan perlunya dan waktu intervensi dini untuk drainase empedu, serta indikasi
tindakan perawatan intensif. Pedoman Level 3 saat ini mengenai diagnosis dan
pengobatan kolesistolitiasis di Jerman juga merekomendasikan intervensi dengan
ekstraksi atau drainase batu secepat mungkin pada pasien dengan kolangitis akut terkait
batu obstruktif dan juga pada pankreatitis bilier dengan kolestasis/ikterus dan/atau
kolangitis. Pada pasien dengan kolangitis berat (derajat III), diperlukan drainase segera

8
atau pengangkatan sumbatan. Penting untuk menilai tingkat keparahan kolangitis, tidak
hanya pada kontak pertama dengan pasien, tetapi juga selama perjalanan berikutnya,
karena tingkat keparahan yang memburuk dengan prognosis yang tidak baik dapat
terjadi, terutama bila drainase empedu tidak mencukupi.

5. Diagnosis
Manifestasi klinis dan pemeriksaan fisik
Manifestasi klinis yang dikeluhkan oleh pasien dengan ikterus obstruktif, bergantung
pada jenis penyakit yang menyebabkan obstruksi sehingga menyebabkan terjadinya

9
ikterus. Berikut ini merupakan manifestasi klinis yang secara umum dikeluhkan oleh
pasien yang mengalami ikerus, yaitu berupa:4-7
1) Warna kuning pada sklera mata, sublingual, dan jaringan lainnya
Hal ini diakibatkan karena adanya peningkatan kadar bilirubin dalam plasma yang
terdeposit pada jaringan ikat longgar, salah satu diantaranya adalah sklera dan
sublingual.
2) Warna urin gelap seperti teh
Adanya peningkatan kadar bilirubin direk yang larut dalam air, menyebabkan
tingginya kadar bilirubin dalam plasma, sehingga kadar bilirubin yang berlebih
dalam plasma tersebut akan diekskresikan melalui urin dan menyebabkan warna urin
menjadi lebih gelap seperti teh.
3) Warna feses seperti dempul
Perubahan warna feses menjadi dempul disebabkan karena berkurangnya ekskresi
bilirubin ke dalam saluran pencernaan.
Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium8,9
a. Pemeriksaan rutin
- Darah : Perlu diperhatikan jumlah leukosit, bila jumlahnya meningkat, maka
berarti terdapat infeksi. Perhatikan juga apakah terdapat
peningkatan prothrombin time (PT).
- Urin : Penting untuk mengetahui apakah warna urin merah kecoklatan seperti
teh secara makroskopis, serta terdapat kandungan bilirubin dalam urin atau
tidak.
- Feses : untuk mengetahui apakah feses berwarna dempul atau tidak.
b. Tes faal hati
- Merupakan tes untuk mengetahui gambaran kemampuan hati untuk
mensintesa protein (albumin, globulin, faktor koagulasi), dan memetabolisme
zat yang terdapat dalam darah, meliputi:
 Albumin
Apabila nilai albumin menurun, maka perlu dicurigai adanya gangguan
fungsi hepar, infeksi kronis, edema, ascites, sirosis, serta perdarahan.
 Alanin Aminotransferase (ALT/SGOT)

10
Apabila terjadi peningkatan kadar ALT, maka perlu dicurigai adanya
penyakit hepatoseluler, sirosis aktif, obstruksi bilier, dan hepatitis. Nilai
peningkatan yang signifikan adalah adalah dua kali lipat dari nilai normal.
 Aspartase Aminotransferase (AST/SGPT)
Apabila terjadi peningkatan, dapat dicurigai adanya penyakit hati,
pancreatitis akut, juga penyakit jantung seperti MI.
 Gamma Glutamil Transferase (Gamma GT)
GGT merupakan enzim marker spesifik untuk fungsi hati dan kerusakan
kolestatis dibandingkan ALP. GGT adalah enzim yang diproduksi di
saluran empedu sehingga meningkat nilainya pada gangguan empedu,
seperti kolesistitis, koletiasis, sirosis, atresia bilier, obstruksi bilier. GGT
sangat sensitif tetapi tidak spesifik. Jika terjadi peningkatan hanya kadar
GGT (bukan AST, ALT) bukan menjadi indikasi kerusakan hati.
 Alkali fosfatase
Enzim ini merupakan enzim yang berasal dari tulang, hati, dan plasenta.
Konsentrasi tinggi dapat ditemukan dalam kanalikuli bilier, ginjal, dan usus
halus. Pada penyakit hati, kadar alkali fosfatase akan meningkat karena
ekskresinya terganggu akibat obstruksi saluran bilier.
 Bilirubin
Peningkatan kadar bilirubin indirek lebih sering terjadi akibat adanya
penyakit hepatoseluler, sedangkan apabila terjadi peningkatan bilirubin
direk biasanya terjadi karena adanya obstruksi pada aliran ekskresi
empedu.

2) Pemeriksaan USG 8-10


Pemeriksaan USG sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang menyebabkan
ikertus obstruktif, dan merupakan langkah awal sebelum melangkah ke pemeriksaan
yang lebih lanjut apabila diperlukan. Yang perlu diperhatikan adalah:
a. Besar, bentuk, dan ketebalan dinding kandung empedu.
b. Saluran empedu yang normal mempunyai diameter 3 mm. bila saluran empedu
lebih dari 5 mm berarti terdapat dilatasi. Apabila terjadi sumbatan pada daerah
duktus biliaris, yang paling sering terjadi adalah pada bagian distal, maka akan
terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat kemudian diikuti pelebaran
bagian proksimal. Perbedaan obstruksi letak tinggi atau letak rendah dapat
11
dibedakan. Pada obstruksi letak tinggi atau intrahepatal, tidak tampak pelebaran
duktus biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran duktus biliaris intra dan ekstra
hepatal, maka ini disebut dengan obstruksi letak rendah (distal).
c. Ada atau tidaknya massa padat di dalam lumen yang mempunyai densitas tinggi
disertai bayangan akustik (acoustic shadow), dan ikut bergerak pada perubahan
posisi, hal ini menunjukan adanya batu empedu. Pada tumor, akan terlihat masa
padat pada ujung saluran empedu dengan densitas rendah dan heterogen.
d. Apabila terdapat kecurigaan penyebab ikterus obstruktif adalah karena karsinoma
pankreas, dapat terlihat adanya pembesaran pankreas lokal maupun menyeluruh,
perubahan kontur pankreas, penurunan ekhogenitas, serta dapat ditemukan adanya
pelebaran duktus pankreatikus.
3) PTC (Percutaneus Transhepatic Cholaniography)1,2,10
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk melihat duktus biliaris serta untuk menentukan
letak penyebab sumbatan. Dengan pemeriksaan ini dapat diperoleh gambaran saluran
empedu di proksimal sumbatan. Bila kolestasis karena batu, akan memperlihatkan
pelebaran pada duktus koledokus dengan didalamnya tampak batu radiolusen. Bila
kolestasis karena tumor, akan tampak pelebaran saluran empedu utama (common bile
duct) dan saluran intrahepatik dan dibagian distal duktus koledokus terlihat ireguler
oleh tumor.
4) ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography)10
Pemeriksaan ERCP merupakan tindakan langsung dan invasif untuk mempelajari
traktus biliaris dan system duktus pankreatikus. Indikasi pemeriksaan ERCP, yaitu:
a. Penderita ikterus yang tidak atau belum dapat ditentukan penyebabnya apakah
sumbatan pada duktus biliaris intra atau ekstra hepatic, seperti:
- Kelainan di kandung empedu
- Batu saluran empedu
- Striktur saluran empedu
- Kista duktus koledokus
b. Pemeriksaan pada penyakit pankreas atau diduga ada kealainan pancreas serta
untuk menentukan kelainan, baik jinak ataupun ganas, seperti:
- Keganasan pada sistem hepatobilier
- Pankreatitis kronis
- Tumor panreas
- Metastase tumor ke sistem biliaris atau pancreas
12
Adapun kelainan yang tampak dapat berupa:
a. Pada koledokolitiasis, akan terlihat filling defect dengan batas tegas pada duktus
koledokus disertai dilatasi saluran empedu.
b. Striktur atau stenosis dapat disebabkan oleh kelainan diluar saluran empedu yang
menekan, misalnya kelainan jinak atau ganas. Striktur atau stenosis umumnya
disebabkan oleh fibrosis akibat peradangan lama, infeksi kronis, iritasi oleh
parasit, iritasi oleh batu, maupun trauma operasi. Striktur akibat keganasan
saluran empedu seperti adenokarsinoma dan kolangio-karsinoma bersifat
progresif sampai menimbulkan obstruksi total. Kelainan jinak ekstra duktal akan
terlihat gambaran kompresi duktus koledokus yang berbentuk simetris. Tumor
ganas akan mengadakan kompresi pada duktus koledokus yang berbentuk
ireguler.
c. Tumor ganas intraduktal akan terlihat penyumbatan lengkap berupa ireguler
dam menyebabkan pelebaran saluran empedu bagian proksimal. Gambaran
seperti ini akan tampak lebih jelas pada PCT, sedangkan pada ERCP akan tampak
penyempitan saluran empedu bagian distal tumor.
d. Tumor kaput pankreas akan terlihat pelebaran saluran pankreas. Pada daerah
obstruksi akan tampak dinding yang ireguler.

6. Tatalaksana
Pengobatan ikterus sangat bergantung penyakit dasar penyebabnya. Beberapa gejala
yang cukup mengganggu misalnya gatal (pruritus) pada keadaan kolestasis intrahepatik,
pengobatan penyakit dasarnya sudah mencukupi. Pruritus pada keadaan irreversibel
(seperti sirosis bilier primer) biasanya responsif terhadap kolestiramin 4-16 g/hari PO
dalam dosis terbagi dua yang akan mengikat garam empedu di usus. Kecuali jika terjadi
kerusakan hati yang berat, hipoprotrombinemia biasanya membaik setelah pemberian
fitonadion (vitamin K1) 5-10 mg/hari SK untuk 2-3 hari.1
Pemberian suplemen kalsium dan vitamin D dalam keadaan kolestasis yang
ireversibel, namun pencegahan penyakit tulang metabolik mengecewakan. Suplemen
vitamin A dapat mencegah kekurangan vitamin yang larut lemak ini
dan steatorrhea yang berat dapat dikurangi dengan pemberian sebagian lemak dalam diet
dengan medium chain trigliceride.1

13
Selama ini titik berat jaundice obstruktif ditujukan kepada eradikasi bakteri dengan
pemberian antibiotika empedu pengganti, pemberian laktulosa dan terapi pembedahan.
Penatalaksanaan terapi ini sangat efektif bila dilakukan pada fase dini dari ikterus
obstruktif, akan tetapi hasilnya terbukti menjadi kurang efektif bila dilakukan pada
penderita yang sudah berlangsung lama, karena adanya pengingkatan risiko gangguan
fungsi ginjal.6
Terapi pembedahan untuk mengembalikan fungsi aliran empedu dari hepar ke
duodenum adalah melakukan drenase interna yang dilakukan secara langsung dengan
menyambungkan kembali saluran empedu ke usus halus. Bila hal ini tidak
memungkinkan karena keadaan penderita terlalu lemah untuk dilakukan pembedahan
besar, maka dalam keadaan darurat dapat dilakukan drainase eksterna dengan melakukan
pemasangan pipa saluran melalui kulit ditembuskan ke hepar sampai ke saluran empedu
(Percutaneous Transhepatal Drainage). Apabila keadaan penderita sudah stabil kembali,
maka penderita harus segera dilakukan pembedahan interna (DI).8

7. Komplikasi
Salah satu penyulit dari drainase interna pada ikterus obstruktif adalah gagal ginjal
akut (GGA). GGA pada penderita ikterus obstruktif lanjut pasca drenase interna sampai
saat ini masih merupakan komplikasi klinis yang mempunyai risiko kematian tinggi.
Pada penderita ikterus obstruktif lanjut yang mengalami tindakan pembedahan sering
mengalami komplikasi pasca operatif. Komplikasi ini berhubunga dengan
endoktoksemia sistemik terjadi melalui 2 mekanisme yang pertama, tidak adanya
empedu pada traktus gastrointestinal yang bersifat “detergen like” sehingga terjadi
transolakasi endotoksin melalui mukosa usus. Dengan tidak adanya empedu dan
cinjugated bilirubin di traktus gastrointestinal akan menganggu funngsi barier usus
sehingga terjadi over growth bakteri, terutama bakteri gram negatif, yang dapat
menyebabkan translokasi bakteri maupun endotoksinnya kedalam sirkulasi. Mekanisme
kedua, ikterus obstruktif menyebabkan menurunnya fungsi kupffer sebagai “clearance of
endotoxin” sehingga endotoksin semakin meningkat di dalam sirkulasi.8,10
Perubahan hemodinamika ginjal yang terjadi pada pasien denga ikterus obstruktif
bersifat reversible. Oleh karena itu harus segera dilakukan intervensi optimal untuk
mencegah semakin memburuknya fungsi ginjal. Pencegahan terjadinya gagal ginjal akut
pada pembedahan ikterus obstruktif dengan melakukan ekspansi volume cairan dari
intaseluler menuju ekstraseluler dan menurunkan terjadinya endotoksinemia. 6,7
14
Komplikasi yang terjadi pada ikterus obstruktif adalah sepsis primer, perdarahan
gastrointestinal, koagulopati, gangguan penyembuhan luka bedah dan gagal ginjal akut
(GGA)

DAFTAR PUSTAKA

1. Laura MS, Eldon AS. Epidemiology of gallbladder disease: cholelithiasis and cancer.
Gut and Liver. 2012;6(2):172- 87.
2. Widarjati S. Batu empedu. In: Aziz A, Marcellus SK, Ari FS, editors. Buku Ajar
Gastroenterology (2nd ed). Jakarta: Interna Publishing, 2011; p.591-600.
3. Pratt & Kaplan. 2012. Jaundice. Dalam Longo, Fauci, Kasper, Jameson, Loscalzo
(Ed.). Harrison's Principle of Internal Medicine 18th Ed (volume I), 324-29. United
States of America: The McGraw-Hill Companies.
4. Roche & Kobos. 2004. Jaundice in Adult Patient. Am Fam Physician (69), 299- 304.
Retrieved on May 18, 2015, from http://www.aafp.org/afp/2004/0115/p299.html
5. Lesmana LA. Penyakit batu empedu. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,
Simadbrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi 4. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006. p.479-82.
6. Zaliekas J, Munson L. Complications of gallstones: The mirizzi syndrome, gallstone
ileus, gallstone pancreatitis, complications of “lost” gallstones. Surg Clin North Am.
2008;88(6):1345-68.
7. Memon M, Tahir SM, Ali A, Shaikh AR, Muneer A, Shaikh NA. Mirizzi syndrome:
An unusual presentation of cholelithiasis. RMJ 2010;35(1): 68-71.
8. Lindseth NG. Gangguan hati, kandung empedu, dan pankreas. In: Price, Sylvia A,
Wilson, Lorraine M, editors. Patofisiologi. 6 Ed. Volume 1. Jakarta: Penerbit EGC;
2003 .p. 507-8.

15

Anda mungkin juga menyukai