Anda di halaman 1dari 14

REFRESHING KELAINAN

TENGGOROKAN

Oleh:

Muhammad Fachry Rahman

2017730073

Pembimbing:

dr. Tita Puspita Sari, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK
STASE TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANJAR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2022
INFEKSI
Faringitis
Faringitis adalah peradangan pada faring. Bagian yang terkena pada dewasa
biasanya adalah orofaring. Faringitis dapat menjadi penyerta dari gejala penyakit
lain. Faringitis dibagi menjadi faringitis akut dan kronis.
 Faringitis Akut
Etiologi
• 30-60% kasus faringitis pada orang dewasa disebabkan oleh infeksi virus.
Rhinovirus adalah penyebab umum faringitis. Virus penyebab faringitis
lainnya antara lain Coronavirus, Influenza, Parainfluenza, HIV, Adenovirus,
Epstein Barr Virus, Herpes Simpleks Virus, dan Cytomegalovirus.
• 5-10% kasus faringitis pada orang dewasa disebabkan oleh infeksi bakteri,
sementara pada anak-anak mencapai 30-40% kasus penyebab faringitis
adalah infeksi bakteri. Bakteri penyebab faringitis tersering adalah Group A-
beta hemolytic Streptococcus pyogenes. Bakteri penyebab faringitis lainnya
adalah Corynebacterium diphtheriae dan Gonococcus.
Manifestasi Klinis
• Nyeri, lemas, demam, sulit menelan, edema palatum dan uvula pada kasus
berat.

Tatalaksana
• Istirahat, banyak minum, obat kumur saline dan analgetic merupakan
tatalaksana utama pada kasus faringitis.
• Pada Group A-beta hemolytic Streptococcus dapat diberikan penicillin G
200.000 –
250.000 unit oral 4 kali sehari selama 10 hari. Dapat juga diberikan
eritromisin 2040mg/kgBB/hari selama 10 hari.
 Faringitis Kronis Etiologi
• Rhinitis dan sinusitis kronis
• Bernafas melalui mulut
• Iritan kronis
• Polusi
• Penggunaan suara berlebih
Manifestasi Klinis
• Nyeri tenggorokan, “foreign body sensation”, sulit bersuara, dan batuk.
• Chronic Catarrhal Pharyngitis: kongesti dinding posterior faring dengan
pembesaran pembuluh. Ditemukan juga peningkatan sekresi mukus.
• Chronic Hypertrophic (Granular) Pharyngitis: Penebalan dinding faring dan
edema dengan pelebaran pembuluh. Dinding posterior faring dapat
ditemukan nodul merah.
Tatalaksana
• Voice rest
• Obat kumur saline
• Electrocauter pada granul limfoid
 Tonsilitis
Tonsilitis dibagi menjadi 2, yaitu tonsilitis akut dan kronis.
 Tonsilitis Akut

Etiologi
• Biasanya disebabkan oleh bakteri haemolytic Streptococcus,
Staphylococcus
• Kebersihan mulut yang buruk, nutrisi buruk merupakan faktor predisposisi
Manifestasi Klinis
• Rasa tidak nyaman di tenggorokan, sulit menelan
• Lemas, tidak nafsu makan, demam, dan sakit badan.
• Tonsil terlihat bengkak, padat dengan eksudat pada kripta
• Dapat ditemukan edema uvula dan palatum
Tatalaksana
• Istirahat dan banyak minum
• Analgetik
• Antibiotik seperti penicillin. Dapat diberi eritromisin atau ampisilin pada
kasus resisten penicillin

 Tonsilitis Kronis
Tonsilitis kronis disebabkan oleh tonsilitis akut yang tidak diobati secara adekuat.
Infeksi berulang akan mengakibatkan abses di dalam folikel limfoid. Kemudian
akan diselimuti dengan jaringan fibrosa. Biasanya disebabkan oleh infeksi berulang
pada hidung dan paranasal sinus.
Manifestasi Klinis
• Rasa tidak nyaman di tenggorokan
• Serangan berulang pada tenggorokan
• Mulut berbau
• Sulit menelan dan perubahan suara
• Pembesaran tonsil
• Pilar anterior hiperemis
• Penting ditemukan pembesaran KGB jugulodigastric

Tatalaksana
• Antibiotik
• Dekongestan
• Mukolitik
• Antihistamin

 Laringitis Akut
Biasanya terjadi akibat infeksi virus ISPA. Bakteri merupakan infeksi sekunder.
Penyebab lainnya adalah penggunaan suara berlebih, merokok, sinusitis dan
tonsilitis.
Manifestasi Klinis
• Suara serak
• Rasa tidak nyaman ketika menelan
• Batuk kering
• Sesak napas pada kasus berat
• Demam, sakit badan, dan lemas
• Pada laringoskopi indirek ditemukan vocal cord memerah dan sedikit
edema. Dapat ditemukan secret pada mukosa laring
Tatalaksana
• Rest voice
• Analgetik
• Antibiotik
• Pada kasus berat dapat diberi steroid
 Laringitis Kronik
Laringitis Kronik adalah inflamasi kronik dari laring dan dapat ditemukan
gambaran lesi difus pada laring. Faktor penyebabnya antara lain adalah infeksi
kronis, penggunaan suara berlebih, merokok, alcohol, dan iritan.
Manifestasi Klinis
• Gejala utama adalah suara serak dan perubahan kualitas suara

Tatalaksana
• Tatalaksana dilakukan berdasarkan kelainan pada laring dan etiologi
• Voice rest

NEOPLASMA

 Nodul Pita Suara


• Nodul Pita Suara adalah pertumbuhan yang meyerupai jaringan parut dan
bersifat jinak pada pita suara.
• Gejala yang timbul adalah suara pecah pada nada tinggi, suara serak, dan
kadang bisa disertai batuk.
• Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan
laringoskopi ditemukan penebalan mukosa pita suara berbentuk fusiform.
• Penatalaksaan
Istirahat suara total, terapi berbicara, eksisi mikrolaring

 Polip Pita Suara


Degenerasi polipoid di sepanjang korda vokalis biasanya berkaitan dengan
penggunaan vokal yang lama, merokok, dan radang yang menetap. Lesi
biasanya unilateral, dan dapat terjadi pada segala usia. Dapat ditemukan
gejala suara parau.

Tatalaksana
- Pembedahan mungkin dilakukan untuk mengangkat atau menghilangkan
nodul dan polip dari pita suara.

- Pasien juga direkomendasikan untuk berhenti merokok dan mengelola


stres.

- Terapi wicara akan membantu Anda mengendalikan suara, pernapasan,


hingga berbagai teknik untuk mengatasi stres.

 Karsinoma Tonsil
Karsinoma sel skuamosa adalah yang paling umum terjadi dan dapat ditemukan lesi
ulkus dengan nekrosis.
Manifestasi Klinis
• Nyeri tenggorokan persisten
• Sulit menelan
• Nyeri di area telinga atau pembengkakan di leher

Tatalaksana
• Radioterapi pada stadium awal
• Bedah eksisi
• Terapi kombinasi (bedah dan kemoterapi)

 Carcinoma of Faucial Arch


Karsinoma ini meliputi palatum lunak, uvula dan pilar anterior. Biasanya adalah
karsinoma sel skuamosa.
Manifestasi Klinis
• Nyeri tenggorokan persisten
• Nyeri pada area telinga
Tatalaksana
• Irradiation
• Bedah eksisi

KONGENITAL

 Laryngomalacia

Laryngomalacia merupakan kelainan kongenital paling umum terjadi pada laring.


Etiologi:
Kelainan ini terjadi akibat kelemahan berlebih pada laring supraglottic sehingga
terhisap ketika sedang inspirasi yang mengakibatkan suara stridor.
Diagnosis:
Pada pemeriksaan laringoskopi ditemukan epiglottis memanjang dan melengkung
(berbentutk omega). Kondisi ini biasanya akan menghilang pada umur 2 tahun.
Tatalaksana
trakeostomi mungkin diperlukan pada kasus berat dengan obstruksi jalan napas.
Supraglottoplasty dibutuhkan pada kasus berat laryngomalacia.

 Congenital Subglottic Stenosis


Etiologi : penyakit ini terjadi akibat penebalan abnormal pada kartilago krikoid atau
jaringan ikat sekitar vocal cord. Biasanya asimtomatik sampai terjadi ISPA.
Diagnosis : ditegakkan ketika diameter subglottic kurang dari 4mm atau kurang
dari 3mm pada bayi prematur.

Tatalaksana: Sebagian besar kasus tidak memerlukan terapi tapi beberapa kasus
memerlukan tindakan bedah.

TRAUMA

 Stenosis Faring

Stenosis faring terjadi akibat luka pada jaringan yang disebabkan oleh trauma,
operasi, ataupun infeksi.

Manifestasi Klinis

• Kesulitan bernafas
• Sulit menelan
• Perubahan suara

Tatalaksana

• Dilatation with bougies


• Surgical divison of the adhesions

 Trauma Laring dan Trakea

Trauma ini disebabkan oleh cedera eksternal seperti kecelakaan, percobaan bunuh
diri, endoskopi, intubasi atau trakeostomi.

Manifestasi Klinis

• Suara serak atau aphonia


• Sulit bernafas
• Hemoptisis
• Nyeri menelan
• Pembengkakan pada leher dan memar
• Krepitasi pada palpasi area tulang hyoid
• Pada pemeriksaan laringoskopi dapat ditemukan mukosa ekimosis, laserasi,
edema

Tatalaksana
• Trakeostomi
• Tindakan bedah untuk restorasi struktur anatomi
• Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi
 Fisiologi Laring
Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi
serta fonasi.
 Proteksi
Laring melindungi paru-paru dari benda asing (aspirasi) , fungsi epiglotis,
pitaventricular, pita suara asli, refleks batuk.
Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda
asingmasuk ke dalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima
glotissecara bersamaan. Terjadinya penutupan aditus laring ialah karena
pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Dalam hal ini
kartilago aritenoid bergerak ke depan akibat kontraksi otot tiroaritenoid dan otot
aritenoid. selanjutnya otot ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter. Penutupan
rimaglotis terjadi karena adduksi plika vokalis. Kartilago aritenoid kiri dan kanan
mendekat karena aduksi otot-ototekstrinsik.
Selain itu, dengan refleks batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam
trakea dapat dibatukkan ke luar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang
berasal dari paru dapat dikeluarkan.
Bertindak seperti sfingter, laring mencegah berbagai macam benda
yangmasuk kecuali udara ke dalam paru . menutup laringeal inlet, menutup glotis,
menghentikan respirasi saat menelan, refleks batuk (mengeluarkan sekret dan benda
asing)
 Fungsi Pernapasan
Pembukaan glotis, yang merupakan bagian sempit dari laring, mencegah
udara terhembus sejak awal dari paru-paru selama ekspirasi, sebuah tekanan balik
dibuat untuk membantu mencegah alveoli dari kolaps seutuhnya.
Fungsi respirasi dari laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rimaglotis.
Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus vokalis
kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rimaglotis terbuka (abduksi).

Dengan terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeo-


bronkitalakan dapat mempengaruhi sirkulasi dalam tubuh. Dengan demikian laring
berfungsi juga sebagai alat pengatur sirkulasi darah.
Respirasi diatur oleh dilatasi otot aktif pembukaan laring, membantu dalam
mengatur pertukaran gas dalam paru-paru dan pemeliharaan keseimbangan asam-
basa.
 Fungsi Fonasi
Fonasi adalah produksi suara dari bergetarnya pita suara. Produksi suara,
fungsi pita suara asli (artikulasi, atau membentuk suara ke dalam pidato, merupakan
fungsi dari langit-langit, lidah, bibir, dan mandibula).
Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan membuat suara
sertamenentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh
peregangan plika vokalis. Bila plika vokalis dalam aduksi, maka m.krikotiroid akan
merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan, menjauhi kartilago aritenoid.
Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan menahan atau menarik
kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaanyang efektif untuk
berkontraksi. Sebaliknya, kontraksi m.krikoaritenoid akan mendorong kartilago
aritenoid ke depan, sehingga plikavokalis akan mengendur. Kontraksi serta
mengendurnya plika vokalis akan menentukan tinggi rendah nya nada.
 Fungsi menelan
Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3 mekanisme,
yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laringis dan mendorong
bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk ke dalam laring.

 Otot Penggerak Laring


Otot-otot yang menyusun laring terdiri dari otot-otot ekstrinsik dan otot-otot
intrinsik. Otot atau muskulus ekstrinsik adalah otot yang berada diluar laring
sedangkan ototintrinsik adalah otot yang berada di dalam laring.
Otot-otot ekstrinsik berfungsi menggerakkan laring, sedangkan otot-otot
intrinsik berfungsi membuka rima glotidis sehingga dapat dilalui oleh udara respirasi.
Juga menutup rima glotidis dan vestibulum laringis, mencegah bolus makanan
masuk kedalam laring (trakea) pada waktu menelan. Selain itu, juga mengatur
ketegangan(tension) plika vokalis ketika berbicara. Kedua fungsi yang pertama diatur
oleh medula oblongata secara otomatis, sedangkan yang terakhir oleh korteks serebri
secara volunter.
 Otot Ekstrinsik
Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang hioid (suprahioid),
seperti musculus digastrikus, musculus geniohioid, musculus stilohioid danmusculus
milohioid. Sedangkan otot-otot ekstrinsik laring yang terletak di bawah tulang hioid
(infrahioid) ialah musculus sternohioid, musculus omohoid.
 Otot Intrinsik
Otot-otot instrinsik yang terletak di bagian lateral laring ialah
musculuskrikoaritenoid lateral, musculus tiroepiglotika, musculus vokalis,musculus
tiroaritenoid, musculus ariepiglotika dan musculus krikotiroid. Sedangkan otot-otot
instrinsik yang terletak di bagian posterior laring adalah musculus aritenoid
transversum, musculus aritenoid oblik, musculus krikoaritenoid posterior.

 Epiglotitis

Epiglotitis adalah kondisi inflamasi, dari epiglotis dan struktur di dekatnya


seperti arytenoids, lipatan aryepiglottic, dan vallecula. Epiglotitis adalah kondisi yang
mengancam jiwa yang menyebabkan pembengkakan parah pada saluran udara bagian
atas yang dapat menyebabkan asfiksia dan henti napas.
Penyebab epiglotitis paling umum adalah infeksi, baik yang berasal dari
bakteri, virus, atau jamur. Pada anak-anak, Haemophilus influenzae tipe B (HIB)
masih menjadi penyebab paling umum. Namun, ini telah menurun secara dramatis
sejak tersedianya imunisasi secara luas. Agen lain seperti Streptococcus pyogenes, S.
pneumoniae, dan S. aureus telah terlibat. Pada pasien immunocompromised,
Pseudomonas aeruginosa dan Candida telah diberi nama. Penyebab noninfeksi dapat
berupa trauma seperti termal, kaustik, atau menelan benda asing.
Air liur berlebih (drooling), disfagia, dan distress, atau kecemasan mungkin
ada (terutama pada anak-anak, tetapi juga pada orang dewasa). Ini sering disebut
sebagai 3 D. Pembengkakan saluran napas bagian atas menyebabkan aliran udara
turbulen selama inspirasi atau stridor. Tanda-tanda obstruksi jalan napas atas yang
parah seperti retraksi interkostal atau suprasternal, takipnea, dan sianosis menjadi
tanda untuk kegagalan pernapasan yang akan datang dan harus memberi sinyal
kepada petugas untuk bertindak cepat.
Aspek pengobatan tunggal yang paling penting adalah mengamankan jalan
napas. Petugas yang berpengalaman harus mengintubasi pasien ini karena saluran
udara mereka dianggap sulit. Seseorang yang mampu melakukan trakeotomi harus
tersedia jika diperlukan. Ini kemungkinan melibatkan induksi inhalasi anestesi umum
dan intubasi berikutnya, meskipun ini bervariasi dari pasien ke pasien.
DAFTAR
PUSTAKA

Maqbool, Mohammad dan Suhail Maqbool. 2007. Textbook of Ear, Nose and
Throat Diseases. India: Jaypee.

Munir, Nazia. 2013. Ear, Nose and Throat at a Glance. UK: Blackwell Publishing.

Paul W. Flint, dkk. 2010. Cummings Otolaryngology-Head and Neck Surgery.


Philadelphia: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai