Anda di halaman 1dari 61

ASUHAN

KEPERAWATAN PADA
GANGGUAN
TENGGOROKAN
Aulia Rahmi
Maradona
Pitri Elvina
Silvia Intan Suri
Sri Rahmi Putri
GANGGUAN PADA TENGGOROKAN
Kanker Nasofaring
Faringitis
Tonsilitis
Kanker Larin
CA NASOFARING
Karsinoma nasofaring merupakan
tumor ganas yang tumbuh di daerah
nasofaring dengan predileksi di fossa
Rossenmuller dan atap nasofaring.
Karsinoma nasofaring merupakan
tumor ganas daerah kepala dan leher
yang terbanyak ditemukan di
Indonesia.
Etiologi
Insidenskarsinoma nasofaring yang tinggi ini
dihubungkan dengan kebiasaan makan,
lingkungan dan virus Epstein-Barr
(Sjamsuhidajat, 1997). Selain itu faktor
geografis, rasial, jenis kelamin, genetik,
pekerjaan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial
ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga
sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya
tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat dipastikan
bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah
virus Epstein-barr, karena pada semua pasien
nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang
cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001).
Tanda dan Gejala

Gejala nasofaring
Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis
ringan atau sumbatan hidung.
Gangguan pada telinga
Merupakan gejala dini karena tempat asal
tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa
Rosenmuller). Gangguan yang timbul akibat
sumbatan pada tuba eustachius seperti
tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga
sampai rasa nyeri di telinga (otalgia)
Gangguan mata dan syaraf
Karena dekat dengan rongga tengkorak maka
terjadi penjalaran melalui foramen laserum yang
akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga
dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf
ke V berupa gangguan motorik dan sensorik.
Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf
otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui
foramen jugulare yang sering disebut sindrom
Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut
sindrom unialteral.
Metastasis ke kelenjar leher
Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap
muskulus sternokleidomastoid yang akhirnya
membentuk massa besar hingga kulit mengkilat.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan
leher untuk mengetahui keberadaan tumor
sehingga tumor primer yang tersembunyi
pun akan ditemukan.
Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA
anti VCA untuk mengetahui infeksi virus E-B.
Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan
Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu dari hidung dan mulut.
Dilakukan dengan anestesi topikal dengan
Xylocain 10 %.
Penatalaksanaan Medis

Radioterapi merupakan pengobatan utama


Pengobatan tambahan yang diberikan dapat
berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang
tidak menghilang pada penyinaran atau
timbul kembali setelah penyinaran dan
tumor induknya sudah hilang yang terlebih
dulu diperiksa dengan radiologik dan
serologik) , pemberian tetrasiklin, faktor
transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi,
vaksin dan antivirus.
PENGKAJIAN

Faktor herediter atau riwayat kanker pada


keluarga misal ibu atau nenek dengan
riwayat kanker payudara
Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi
bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu.
Kebiasaan memasak dengan bahan atau
bumbu masak tertentu dan kebiasaan makan
makanan yang terlalu panas serta makanan
yang diawetkan ( daging dan ikan).
Golongan sosial ekonomi yang rendah juga
akan menyangkut keadaan lingkungan dan
kebiasaan hidup
1. Tanda dan gejala :
Aktivitas
Sirkulasi
Integritas ego
Eliminasi
Makanan/cairan
Neurosensori
Nyeri/kenyamanan
Pernapasan
Keamanan
Seksualitas
Interaksi sosial
FARINGITIS
1. DEFINISI
Adalah peradangan pada mukosa faring.
2. ETIOLOGI/ PATOFISIOLOGI
Etiologi faringitis akut adalah bakteri atau virus yang ditularkan
secara droplet infection atau melalui bahan makanan / minuman /
alat makan. Penyakit ini dapat sebagai permulaan penyakit lain,
misalnya : morbili, Influenza, pnemonia, parotitis , varisela,
arthritis, atau radang bersamaan dengan infeksi jalan nafas
bagian atas yaitu: rinitis akut, nasofaringitis, laryngitis akut,
bronchitis akut. Kronis hiperplastik terjadi perubahan mukosa
dinding posterior faring. Tampak mukosa menebal serta hipertropi
kelenjar limfe dibawahnya dan dibelakang arkus faring posterior
(lateral band). Adanya mukosa dinding posterior tidak rata yang
disebut granuler.
Sedangkan faringitis kronis atropi sering timbul bersama dengan
rinitis atropi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta
kelembabannya, sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi
pada faring.
3. KLASIFIKASI
A. Faringitis kronis
Faktor predisposisi:
Rinitis kronis
Sinusitis
Iritasi kronik pada perokok dan peminum
alkohol
Inhalasi uap pada pekerja dan laboratorium
Orang yang sering bernafas dengan mulut
karena hidungnya tersumbat.
Faringitis kronis hiperplastik
Gejala :
Pasien mengeluh gatal ditenggorokan
Berasa kering
Berlendir
Kadang - kadang ada batuk
Terapi :
Dicari dan diobati adanya penyalkit kronis
dihidung dan sinus paranasal
Terapi lokal dengan menggosokkan zat kimia
(kaustik) yaitu : larutan nitres argenti atau
albotil maupun dengan listrik (elektrocauter)
Secara simptomatik, diberikan obat isap /
kumur dan obat batuk
Faringitis kronis atropi (faringitis sika)
Gejala dan tanda :
Pasien mengeluh tenggorokan kering dan
tebal
Mulut berbau
Pada pemeriksaan tampak mukosa faring
terdapat lendir yang melekat
Jika lendir diangkat mukosa tampak kering
Terapi:
Sama dengan rinitis atropi
Pemberian obat kumur
Penjagaan hygiene mulut
Obat simptomatik
B. Faringitis Spesifik
Faringitis Leutika
Gejala dan tanda :
Stadium primer :
Bercak keputihan pada lidah, palatum
mole, tonsil dan dinding faring posterior
Timbul ulkus karena infeksi yang lama
Pembesaran kelenjar mandibula yang
tidak nyeri tekan
Stadium sekunder :
Jarang ditemukan
Terdapat eritema pada dinding faring yang
menjalar kearah laring
Stadium tersier :
Terdapat guma pada tonsil dan palatum
Guma pada dinding faring pada posterior
akan mengenai vertebra servikal
Gangguan fungsi palatum secara permanen
akibat adanya guma pada palatum mole
Diagnosis : dengan pemeriksaan serologic
Terapi : Obat pilihan utama pinissilin dalam
dosis tinggi
Faringitis Tuberkolusa
Cara infeksi :
Cara eksogen yaitu kontak dengan
sputum yang mengandung kuman
atau inhalasi kuman melalui udara
Cara endogen yaitu penyebaran
melalui darah pada tuberkolusis
miliaris
Penelitian saat ini menemukan
penyebaran secara limfogen
Bentuk dan tempat lesi
Berbentuk ulkus pada satu sisi tonsil
dan jaringan tonsil itu akan mengalami
nekrosis
Pada infeksi secara hematogen tonsil
dapat terkena pada kedua sisi terutama
pada dinding faring posterior, arkus
faring anterior, dinding lateral
hipofaring, palatum mole dan palatum
durum
Kelenjar regional leher membengkak
Gejala:
Pasien mengeluh nyeri hebat ditenggorokan
Keadaan buruk : anoreksi, nyeri menelan makanan
Regurgitasi
Nyeri di telinga (otalgia) Adenopati servikal
Diagnosis :
Pemeriksaan sputum untuk mengetahui basil tahan
asam
Fotothorak untuk melihat adanya tuberkolusis paru
Biopsi jaringan untuk mengetahui proses
keganasan serta mencari basil tahan asam di
jaringan
Terapi : sesuai dengan terapi tuberkolusis paru
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
Data Dasar
Riwayat Kesehatan.
Pemeriksaan Fisik
Pada faringitis kronis , pengkajian
head to toe yang dilakukan lebih
difokuskan pada:
Sistem pernafasan : Batuk, sesak
Diagnosa Keperawatan

Nyeri berhubungan dengan inflamasi ditandai


dengan rubor, dolor, kalor, tumor, fungsiolaesa
pada mukosa
Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan
tindakan keperawatan dan kolaboratif untuk
pemberian analgetik
Intervensi Keperawatan:
Kaji lokasi,intensitas dan karakteristik nyeri
Identifikasi adanya tanda-tanda radang
Monitor aktivitas yang dapat meningkatkan nyeri
Kompres es di sekitar leher
Kolaborasi untuk pemberian analgetik
Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan)
berhubungan dengan intake yang kurang
sekunder dengan kesulitan menelan ditandai
dengan penurunan berat badan, pemasukan
makanan berkurang, nafsu makan kurang, sulit
untuk menelan, HB kurang dari normal
Tujuan: gangguan pemenuhan nutrisi teratasi setelah
dilakukan asuhan keperawatan yang efektif
Intervensi Keperawatan :
Monitor balance intake dengan output
Timbang berat badan tiap hari
Berikan makanan cair / lunak
Beri makan sedikit tapi sering
Kolaborasi pemberian roborantia
Bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan sekret yang kental
ditandai dengan kesulitan dalam bernafas,
batuk terdapat kumpulan sputum,
ditemukan suara nafas tambahan
Tujuan: bersihan jalan nafas efektif ditujukkan
dengan tidak ada sekret yang berlebihan
Intervensi Keperawatan :
Identifikasi kualitas atau kedalaman nafas
pasien
Monitor suara nafas tambahan
Anjurkan untuk minum air hangat
Ajari pasien untuk batuk efektif
Kolaborasi untuk pemberian ekspektoran
Resiko tinggi defisit volume cairan
berhubungan dengan demam,
ketidakcukupan pemasukan oral ditandai
dengan turgor kulit kering, mukosa mulut
kering, keluar keringat berlebih
Tujuan: Resiko tinggi defisit volume cairan
dapat dihindari
Intervensi Keperawatan :
Monitor intake dan output cairan
Monitor timbulnya tanda-tanda dehidrasi
Berikan intake cairan yang adekuat
Kolaborasi pemberian cairan secara
parenteral (jika diperlukan)
Resiko tinggi penularan penyakit berhubungan dengan
kontak, penularan melalui udara
Tujuan: Resiko tinggi penularan penyakit dapat dihindari
Intervensi keperawatan :
Mengajarkan pasien tentang pentingnya peningkatan
kesehatan dan pencegahan infeksi lebih lanjut:
Menganjurkan pasien untuk istirahat
Menghindari kontak langsung dengan orang yang
terkena infeksi pernafasan
Menutup mulut bila batuk / bersin
Mencuci tangan
Makan- makan bergisi
Menghindari penyebab iritasi
Oral hygine
Perubahan suhu tubuh berhubungan dengan
dehidrasi, inflamasi ditandai dengan suhu
tubuh lebih dari normal, pasien gelisah,
demam
Tujuan: Suhu tubuh dalam batas normal,
adanya kondisi dehidrasi, inflamasi teratasi
Intervensi keperawatan
Ukur tanda-tanda vital
Monitor temperatur tubuh secara teratur
Identifikasi adanya dehidrasi, peradangan
Kompres es disekitar leher
Kolaborasi pemberian antibiotik, antipiretik
TONSILITIS
DEFINISI
Tonsilitis akut adalah peradangan pada
tonsil yang masih bersifat ringan.
Radang tonsil pada anak hampir selalu
melibatkan organ sekitarnya sehingga
infeksi pada faring biasanya juga
mengenai tonsil sehingga disebut
sebagai tonsilofaringitis.
ETIOLOGI
Penyebab tonsilitis bermacam
macam, diantaranya adalah yang
tersebut dibawah ini yaitu :
Streptokokus Beta Hemolitikus
Streptokokus Viridans
Streptokokus Piogenes
Virus Influenza
Infeksi
ini menular melalui kontak dari
sekret hidung dan ludah
PATOFISIOLOGI
Bakteri dan virus masuk masuk dalam tubuh
melalui saluran nafas bagian atas akan
menyebabkan infeksi pada hidung atau faring
kemudian menyebar melalui sistem limfa ke tonsil.
Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil
menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan
infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat
menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga
dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada
faring serta ditemukannya eksudat berwarna putih
keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan
timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam
tinggi bau mulut serta otalgia.
MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala tonsilitis akut adalah :
nyeri tenggorok
nyeri telan
sulit menelan
demam
mual
anoreksia
kelenjar limfa leher membengkak
faring hiperemis
edema faring
pembesaran tonsil
tonsil hiperemia
mulut berbau
otalgia ( sakit di telinga )
malaise
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk memperkuat diagnosa
tonsilitis akut adalah pemeriksaan
laboratorium meliputi :
Leukosit : terjadi peningkatan
Hemoglobin : terjadi penurunan
Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur
bakteri dan tes sensitifitas obat
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat muncul bila
tonsilitis akut tidak tertangani dengan
baik adalah
tonsilitis kronis
otitis media
PENATALAKSANAAN
penatalaksanaan medis
antibiotik baik injeksi maupun oral seperti
cefotaxim, penisilin, amoksisilin, eritromisin dll
antipiretik untuk menurunkan demam seperti
parasetamol, ibuprofen.
analgesik
penatalaksanaan keperawatan
kompres dengan air hangat
istirahat yang cukup
pemberian cairan adekuat, perbanyak minum
hangat
kumur dengan air hangat
pemberian diit cair atau lunak sesuai kondisi pasien
PENGKAJIAN
keluhan utama
- riwayat penyakit sekarang :
serangan, karakteristik, insiden,
riwayat kesehatan lalu
pengkajian umum
pernafasan
nutrisi
aktifitas / istirahat
keamanan / kenyamanan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
DX : hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
pada tonsil
Intervensi :
Pantau suhu tubuh anak ( derajat dan pola ),
perhatikan menggigil atau tidak
Pantau suhu lingkungan
Batasi penggunaan linen, pakaian yang dikenakan
klien
Berikan kompres hangat
Berikan cairan yang banyak ( 1500 2000
cc/hari )
Kolaborasi pemberian antipiretik
DX : nyeri berhubungan dengan
pembengkakan pada tonsil
Intervensi :
Pantau nyeri klien(skala, intensitas,
kedalaman, frekuensi )
Kaji TTV
Berikan posisi yang nyaman
Berikan tehnik relaksasi dengan tarik
nafas panjang melalui hidung dan
mengeluarkannya pelan pelan melalui
mulut
Berikan tehnik distraksi untuk
mengalihkan perhatian anak
Kolaborasi pemberian analgetik
DX : resiko perubahan status nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
adanya anoreksia
Intervensi :
Kaji conjungtiva, sclera, turgor kulit
Timbang BB tiap hari
Berikan makanan dalam keadaan hangat
Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi
seringsajikan makanan dalam bentuk
yang menarik
Tingkatkan kenyamanan lingkungan saat
makan
Kolaborasi pemberian vitamin penambah
nafsu makan
DX : intoleransi aktifitas berhubungan
dengan kelemahan
Intervensi :
Kaji kemampuan klien dalam
melakukan aktifitas
Observasi adanya kelelahan dalam
melakukan aktifitas
Monitor TTV sebelum, selama dan
sesudah melakukan aktifitas
Berikan lingkungan yang tenang
Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi
klien
DX : gangguan persepsi sensori :
pendengaran berhubungan dengan adanya
obstruksi pada tuba eustakii
Intervensi :
Kaji ulang gangguan pendengaran yang
dialami klien
Lakukan irigasi telinga
Berbicaralah dengan jelas dan pelan
Gunakan papan tulis / kertas untuk
berkomunikasi jika terdapat kesulitan
dalam berkomunikasi
Kolaborasi pemeriksaan audiometri
Kolaborasi pemberian tetes telinga
TUMOR LARING
TUMOR JINAK LARING
Tumor jinak laring tidak banyak ditemukan, hanya
kurang lebih 5 % dari semua jenis tumor laring.
Tumor jinak laring dapat berupa :
Papiloma laring (terbanyak frekuensi)
Adenoma
Kondroma
Mioblastoma sel granuler
Hemangioma
Lipoma
Neurofibroma
PAPILOMA LARING
Tumor ini dapat digolongkan dalam 2
jenis :
Papiloma laring juvenil, ditemukan pada
anak, biasanya berbentuk multipel dan
mengalami regresi pada waktu dewasa.
Pada orang dewasa biasanya berbentuk
tunggal, tidak akan mengalami resolusi
dan merupakan prekanker.
Bentuk Juvenil
Tumor ini dapat tumbuh pada pita suara bagian
anterior atau daerah subglotik. Dapat pula
tumbuh di plika ventrikularis atau aritenoid.
Secara makroskopik bentuknya seperti buah
murbei berwarna putih kelabu dan kadang-kadang
kemerahan. Jaringan tumor ini sangat rapuh dan
kalau dipotong tidak menyebabkan perdarahan.
Sifat yang menonjol dari tumor ini adalah sering
tumbuh lagi setelah diangkat, sehingga operasi
pengangkatan harus dilakukan berulang-ulang.
Gejala papiloma laring yang utama ialah suara
parau. Kadang-kadang terdapat pula batuk.
Apabila papiloma telah menutup rima glotis maka
timbul sesak nafas dengan stridor.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laring langsung
Biopsi
Pemeriksaan patologi anatomi.
Terapi
Ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro atau
dengan sinar laser. Oleh karena sering tumbuh
lagi, maka tindakan ini diulangi berkali-kali.
Kadang-kadang dalam seminggu sudah tampak
papiloma yang tumbuh lagi.
Terapi terhadap penyebabnya belum memuaskan,
karena sampai sekarang etiologinya belum
diketahui dengan pasti.
- Untuk terapinya diberikan juga vaksin daari
massa tumor, obat anti virus, hormon, kalsium,
atau ID methionin (essential aminoacid).
B. TUMOR GANAS LARING

Keganasan di laring bukanlah hal yang


jarang ditemukan dan masih
merupakan masalah, karena
penanggulangannya mencakup
berbagai segi.
Penatalaksanaan keganasan di laring
tanpa memperhatikan bidang
rehabilitasi belumlah lengkap.
Etiologi

Etiologikarsinoma laring belum diketahui


dengan| pasti. Dikatakan oleh para ahli
bahwa perokok dan peminum alkohol
merupakan kelompok orang-orang dengan
resiko tinggi terhadap karsinoma laring.
Penelitian epidemiologik menggambarkan
beberapa hal yang diduga menyebabkan
terjadinya karsinoma laring yang kuat
ialah rokok, alkohol dan terpapar oleh
sinar radioaktif.
Klasifikasi letak tumor

Tumor supraglotik terbatas pada daerah mulai


daari tepi atas epislotis sampai batas bawah glotis
termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring.
Tumor glotik mengenaai pita suara asli. Batas
inferior glotik adalah 10 mm di bawah tepi bebas
pita suara, 10 mm merupakan batas inferior otot-
otot intrinsik pita suara. Batas superior adalah
ventrikel laring. Oleh karena itu tumor glotik
dapat mengenai 1 aatau ke dua pitaaa suara,
dapat meluas ke sub glotik sejauh 10 mm, dan
dapat mengenai komisura anterior atau posterior
ataau prossesus vokalis kartilago aritenoid.
Tumor sub glotik tumbuh lebih dari 10
mm di bawah tepi bebas pita suara
asli sampai batas inferior krikoid.
Tumor ganas transglotik adalah tumor
yang menyebrangi ventrikel
mengenai pita suara asli dan pita
suara palsu, atau meluas ke subglotik
lebih dari 10 mm.
Gejala

Serak
Dispneu dan stridor.
Nyeri tenggorok.
Disfagia adalah
Batuk dan hemoptisis.
Gejala lain berupa nyeri alih ke telinga
ipsilateral, halitosis, batuk hemoptisis
Pembesaran kelenjar getah bening leher
dipertimbangkan sebagai metastasis
Nyeri tekan laring adalah gejala lanjut yang
disebabkan oleh komplikasi
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis.
Pemeriksaan laring dapat dilakukan dengan cara
tidak langsung menggunakan kaca laring atau
langsung dengan mengguinakkn laringoskop.
Pemeriksssaan penunjang yang diperlukan selain
pemeriksaan laboratorium darah, juga
pemeriksaan radiologik. Foto thorak diperlukan
untuk menilai keadaan paru, ada tidaknya proses
spesifik dan metastasis di paru. CT Scan laring
dapat memperlihatkan keadaan tumor pada tulang
rawan tiroid adan daerah pre-epiglotis serta
metastasis kelenjar getah beningleher.
Diagnosis paasti ditegakkan dengan pemeriksaan
patologik anatomik dari bahan biopsi laring, dan
biopsi jarum halus pada pembesaran kelenjar
getah bening di leher. Hasil atologi anatomik yang
terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa.
KLASIFIKASI TUMOR GANAS
LARING
A. TUMOR PRIMER
SUPRAGLOTIS
Tis Karsinoma insitu
T1 Tumor terdapat pada satu sisi suara/pita suara
palsu (gerakan masih baik).
T2 Tumor sudah menjalar ke 1 dan 2 sisi daaerah
supra glotis dan glotis masih bisa bergerak
(tidak terfiksir).
T3 Tumor terbatas pada laring dan sudah
terfiksir atau meluas ke daerah krikoid bagian
belakang, dinding medial daari sinus piriformis,
dan arah ke rongga pre epiglotis.
T4 Tumor sudah meluas ke luar laring,
menginfiltrasi orofaring jaringan lunak pada leher
atau sudah merusak tulang rawan tiroid.
GLOTIS
Tis Karsinoma insitu.
T1 Tumor mengenai satu atau dua sisi pita
suara, tetapi gerakan pita suara masih baik,
atau tumor sudah terdapat pada komisura
anterior atau posterior.
T2 Tumor meluas ke daerah supraglotis atau
subglotis, pita suara masih dapat bergerak
atau sudah terfiksir (impaired mobility).
T3 Tumor meliputi laring dan pita suara
sudah terfiksir.
T4 Tumor sangat luas dengan kerusakan
tulang rawan tiroid atau sudah keluar dari
laring.
SUBGLOTIS
Tis karsinoma insitu
T1 Tumor terbatas pada daerah
subglotis.
T2 Tumor sudah meluas ke pita, pita
suara masih dapat bergerak atau sudah
terfiksir.
T3 Tumor sudah mengenai laring dan
pita suara sudah terfiksir.
T4 Tumor yang luas dengan destruksi
tulang rawan atau perluasan keluar
laring atau kedua-duanya.
PENGOBATAN
Setelah diagnosis dan stadium tumor
ditegakkan , maka ditentukan tindakan yang
akan diambil sebagai penenggulangannya.
Ada 3 cara penanggulangan yang lazim
dilakukan
Pembedahan
Radiasi
obat sitostatiska ataupun kombinasi
daripadanya, tergantung pada stadium
penyakit dan keadaan umum pasien.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d gangguan
kemampuan unutk bernafas,batuk dan
menelan, sekresi banyak dan kental
Hasil yang diharapkan : - Mempertahankan
kepatenan jalan nafas
- Mengeluarkan /
membersihkan sekret
Intervensi :
- Awasi frekuensi / kedalaman pernfasan, catat
kemudagan bernafas, selidiki dyspneu.
Tinggikan kepala 30-45 derajat.
Dorong menelan bila klien mampu.
Dorong batuk efektif dan dalam.
Perubahan membran mukosa oral b / d tak
adanya masukkan oral, kebersihan oral
buruk/ tak adekuat, kesulitan menelan, defisit
nutrisi :
mulut kering, ketidaknyamanan di mulut, saliva
kental dan banyak, halitosis.
Mengidentifikasi intervensi khusus untuk
meningkatkan kebesihan mukosa oral
Hasil yang diharapkan : Menunjukkan
penurunan gejala

Mengidentifikasi intervensi khusus untuk


meningkatkan kebesihan mukosa oral
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b / d gangguan jenis makanan
sementara, gangguan mekanisme
umpan balik keinginan makan
Hasil yang diharapkan:
menunjukkan pemahaman pentingnya
nutrisi untuk proses peyembuhan dn
kesehatan umum.
Membuat pilihan diet untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi dalam situasi individu
Membuat peningkatan berat badan
progresif mencapai tujuan dengan nilai
laboratorium normal.
Intervensi :
Auskultasi bunyi usus.
Awasi berat badan dan masukkan sesuai indikasi.
Anjurkan pada klien/keluarga untuk menyediakan
makanan lunak sesuai kondisi klien.
Mulailah dengan makanan kecil dan ditingkatkan
sesuai toleransi.
Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk makan.
Konsul dengan ahli gizi.
Berikan diet nutrisi seimbang dan sesuai kondisi.
Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh BUN,
gula, fungsi hati, protein, elektrolit.

Anda mungkin juga menyukai