Ikhtisar
- Skleroderma (sklerosis sistemik [SSc]) adalah penyakit autoimun multisistemik yang
ditandai oleh vaskulopati, peradangan, dan fibrosis kulit dan banyak organ lainnya.
- Diagnosis banding SSC diantaranya bentuk parah dari skleroderma lokal, serta banyak
kondisi mirip skleroderma lainnya.
- Fenomena Raynaud, autoantibodi dalam sirkulasi, dan sklerosis kulit hampir selalu ada
dan penting untuk diagnosis dini.
- Pasien dengan SSC diklasifikasikan menjadi 2 subtipe utama tergantung pada luasnya
sklerosis kulit (sklerosis sistemik kulit difus dan sklerosis sistemik kulit terbatas).
- Pasien dengan sindrom tumpang tindih, termasuk penyakit jaringan ikat campuran,
ditandai oleh fitur klinis tambahan penyakit rematik lainnya.
- Keterlibatan organ dalam (saluran pencernaan, paru-paru, ginjal, dan jantung) dapat
menyebabkan disfungsi parah dan menentukan prognosis.
- Heterogenitas dan perjalanan klinis SSC dan sindrom SSC tumpang tindih dan
memerlukan kolaborasi interdisipliner segera serta kunjungan tindak lanjut teratur.
- Meski penyakit ini masih belum dapat disembuhkan, terdapat kemajuan besar dalam
mengembangkan pendekatan terapeutik baru dan mengobati komplikasi berbasis organ
berdasarkan pemahaman patofisiologi yang lebih baik.
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
Wanita lebih sering terkena SSC, dengan rasio wanita-pria antara 3: 1 dan 14:
1. Usia saat onset penyakit berkisar antara 30 dan 50 tahun. Namun, pasien pria
memiliki onset lebih awal daripada pasien wanita. Orang kulit hitam
dengan SSc seringkali lebih muda dari kulit putih.
Gambar 63-2. Gambaran klinis pasien dengan penyakit awal. A, fenomena Raynaud dengan
perubahan warna khas (pucat biru-putih), terlokalisasi sebagian besar pada jari tangan dan / atau
jari kaki sebagai akibat vasospasme. Dingin dan stres emosional adalah pemicu paling sering
untuk serangan ini. B, Penyakit terbatas dengan jari bengkak.
Pasien dengan SSC dini, juga dikenal sebagai SSC tidak berdiferensiasi,
ditentukan oleh RP positif dan setidaknya 1 fitur tambahan SSc (perubahan
kapiler kuku positif, jari bengkak, hipertensi pulmonal) dan / atau autoantibodi
terkait skleroderma yang terdeteksi tanpa memenuhi Kriteria ACR.
Perlu disebutkan pula bahwa terdapat klasifikasi lain dari penyakit terkait
SSc, yang sepenuhnya didasarkan pada autoantibodi. Terdapat bukti bahwa
klasifikasi ini memiliki makna klinis, seperti ditunjukkan dalam Tabel 63-3.
Selain itu, analisis asosiasi genetik menggunakan pendekatan kandidat gen
telah menunjukkan hubungan antara subset SSC berbasis serologis memiliki
hubungan yang lebih kuat daripada dengan SSc secara keseluruhan. Signifikasi
temuan ini masih belum jelas, dan penting untuk dicatat bahwa dasar genetik
untuk reaktivitas autoantibodi telah dijelaskan dengan baik, menunjukkan bahwa
subset serologis mungkin lebih homogen secara genetik dibandingkan kasus SSc
yang tidak terpilih, atau subset SSc yang telah didefinisikan secara klinis.
Diperlukan studi skala besar dalam kohort pasien multinasional yang
menggunakan penanda molekuler dan klinis untuk merevisi sistem klasifikasi
terkini dari spektrum penyakit yang heterogen ini.
MANIFESTASI ORGAN
Temuan khas untuk penyakit ini adalah RP onset awal, yang muncul pada
lebih dari 90% pasien SSC (lihat Gambar 63-2). Temuan ini didefinisikan oleh
serangan vasospasme berulang dari arteriol/arteri kecil pada jari tangan dan kaki,
biasanya disebabkan oleh suhu dingin dan / atau rangsangan lainnya, misalnya,
stres emosional. RP secara klinis muncul tiba-tiba dan berbatas tegas, disertai oleh
pucat / iskemia yang menyakitkan pada satu atau beberapa jari tangan / kaki
diikuti oleh hiperemia reaktif setelah dipanaskan pada akhir serangan RP, dan
dalam beberapa kasus dapat terjadi sianosis kemudian (RP trifasik) (lihat Gambar
63-2).
KETERLIBATAN KULIT
MANIFESTASI KARDIOPULMONAL
KETERLIBATAN GASTROINTESTINAL
KETERLIBATAN GINJAL
SRC terjadi dalam 5% sampai 10% dari pasien SSc dan dapat
menyebabkan serangan hipertensi sistemik signifikan secara tiba-tiba (>140/90
mm Hg, atau peningkatan tekanan darah sistolik/diastolik ≥30/≥20 mmHg),
bersamaan dengan peningkatan kreatinin serum, proteinuria, hematuria,
trombositopenia, atau hemolisis diikuti oleh gagal ginjal akut. Studi menunjukkan
bahwa vaskulopati kronis dengan penurunan laju filtrasi glomerulus sering
terjadi. Selain itu, terdapat bukti peningkatan deposisi kolagen fibrilar di
dalam interstitium ginjal di pada SSc. Banyak kasus terjadi dalam 12 bulan
pertama penyakit. Pada hingga 25% pasien dengan SRC,
diagnosis SSC ditegakkan pada saat muncul permasalahan pada ginjal. Kerusakan
akhir organ dapat mengakibatkan ensefalopati dengan kejang umum atau edem
paru. Anemia mikroangiopati umum terjadi, dan terkadang terjadi koaguasli
intravaskuler diseminata. Obat nefrotoksik dan prednisolon dosis tinggi (>7,5 mg /
hari) harus dihindari pada pasien dengan SSC.
FAKTOR GENETIK
FAKTOR LINGKUNGAN
HISTOPATOLOGI
Gambar 63-6. Penampilan histologis kulit pada sklerosis sistemik kulit tahap awal dan akhir difus
(SSC). Pada SSc, terdapat infiltrat sel mononuklear perivaskular pada tahap awal penyakit, yang
mendahului perkembangan sklerosis kulit. Perubahan perivaskular ditunjukkan pada daya tinggi
di panel kiri . Penyakit tahap selanjutnya adalah sklerosis kulit, pembuluh darah dengan kepadatan
rendah, dan tidak adanya sel inflamasi. Pada tahap ini, mungkin terdapat perubahan epidermis
terkait dengan penebalan dan hilangnya struktur kulit sekunder, termasuk folikel rambut dan
kelenjar keringat. Tidak adanya rete ridges juga merupakan ciri tahap akhir dari SSc kulit difus.
Perubahan serupa diprediksi pada SSC kulit yang terlokalisasi, tetapi jarang dilakukan biiopsi
karena sklerosis kulit yang terbatas dan kekhawatiran terkait penyembuhannya.
Panniculitis dan edema mukoid mungkin juga merupakan fitur menonjol
pada tahap awal, dimana lemak subkutan digantikan oleh jaringan ikat
fibrosa. Mungkin pula ditemukan perbedaan histologis tahap seluler awal di satu
sisi dan tahap fibrotik kemudian di sisi lainnya. Pada tahap awal, dermis
menunjukkan bundel kolagen patologis dalam dermis retikuler, dan tampak pucat,
homogen, paralel terhadap permukaan kulit, bengkak, dan disertai infiltrasi
limfositik perivaskular. Infiltrat sel inflamatorik ini terlokalisasi di antara bundel
kolagen, tetapi terutama di sekitar pembuluh darah, dan juga dapat menyebar ke
jaringan lemak subkutan. Infiltrat juga bisa mengisi kelenjar keringat. Epidermis
di bagian atasnya sering menjadi atrofi. SSc dapat melibatkan pembuluh darah
dalam berbagai ukuran. Pada tahap awal, mungkin hanya terdapat pelebaran
kapiler, kemudian terjadi proliferasi endotel dan oklusi komplit pada pembuluh
darah. Dengan berkembangnya skleroderma, kulit yang terlibat menjadi lebih
avaskular dan peradangan berkurang. Pada tahap selanjutnya, unit pilosebaseadan
kelenjar ekrin menghilang, bundel kolagen tampak rapat, dan mungkin didapatkan
rete ridges yang menipis.
VASKULOPATI
KETERLIBATAN IMUN
FIBROSIS
SSc adalah penyakit fibrotik multisistemik. Peradangan awal dan hipoksia
menginduksi fibroblast serta produksi beberapa protein yang terlibat dalam
remodeling ECM, misalnya trombospondin-1, fibronektin-1, lisilhidroksilase-2,
dan protein yang diinduksi TGF- β. Pada saat yang sama, terdapat
ketidakseimbangan mekanisme sintesis dan degradasi yang lebih mengarah ke
ECM pada organ-organ khusus, yang kemudian berperan dalam banyak
morbiditas dan mortalitas penyakit. Peristiwa penting dalam pengembangan
fibrosis adalah induksi fibroblas menjadi miofibroblas yang teraktivasi. Selain itu,
jenis sel lain (misalnya sel prekursor yang bersirkulasi, sel endotel, dan sel epitel)
dapat dikonversi menjadi miobroblas. Inisiasi proses ini melibatkan sejumlah
sitokin dan faktor pertumbuhan penting yang mungkin dapat menjadi target terapi
yang logis, termasuk sitokin fibrogenik seperti TGF-β , faktor pertumbuhan
jaringan ikat, PDGF, dan endotelin-1. TGF- β telah terbukti memiliki peran
penting, dengan studi profil ekspresi luas menggunakan biopsi kulit dari pasien
skleroderma dalam berbagai tahap penyakit. Temuan ini mengarah pada
pendekatan terapeutik menggunakan antibodi terhadap TGF- β dalam studi klinis
awal.
Miofibroblas memiliki kontraktilitas yang tinggi, begitu pula dalam
produksi ECM dan pelepasan sitokin. Fungsi ini, bersama-sama dengan
perubahan sifat biofisika dari jaringan ikat yang dihasilkan menyebabkan aktivasi
fibroblast dengan deposisi komponen ECM yang berlebihan. Namun, penting
untuk memahami bahwa mekanisme penyakit ini adalah hubungan erat antara
autoimunitas, vaskulopati, dan fibrosis. Dalam literatur baru-baru dengan model
tikus ditunjukkan adanya penurunan regulasi faktor transkripsi Friend leukemia
integration 1 (Fli1) dan faktor Kruppel-like 5 (KLF5), yang mengembangkan
penyakit mirip skleroderma dengan produksi autoantibodi. Gambar 63-
5 merupakan skema mekanisme patogenetik.
DIAGNOSIS
FENOMENA RAYNAUD (RP)
Pasien yang hanya mengalami RP harus diteliti lebih lanjut untuk menilai
adanya perubahan kapiler serta status autoantibodi. Semua ini adalah prediktor
perkembangan SSc, yang membantu dalam menegakkan diagnosis SSc.
Untuk mengidentifikasi dan memvisualisasikan gangguan pada pembuluh
darah kulit akibat SSC, kapilaroskopi pada lipatan kuku merupakan sebuah
metode non invasif, sederhana, dan merupakan alat diagnostik dan prognostik
yang paling berguna (Tabel 63-5).
Selain itu, alat ini juga bermanfaat dalam mengelompokkan perubahan
kapiler ke dalam pola awal, aktif, dan tertunda. Pemeriksaan perfusi Laser
Doppler juga merupakan teknik pencitraan mikrovaskuler non-invasif yang
mampu memberikan gambaran pemetaan aliran darah kulit.
SKLEROSIS KULIT
Keterlibatan kulit harus dievaluasi dengan menggunakan skor kulit
Rodnan yang dimodifikasi (modified Rodnan Skin Score – mRSS). Biasanya,
penilaian dilakukan pada 17 situs, dan ketebalan kulit dikategorikan ke kelas 1, 2,
atau 3, dengan kategori ringan, sedang, dan berat, sesuai dengan palpasi kulit oleh
pemeriksa terlatih (Gambar 63-7).
Gambar 63-7. Skor kulit Rodnan yang dimodifikasi (Modified Rodnan skin score – mRSS).
Evaluasi pengerasan kulit menggunakan mRSS yang dimodifikasi biasanya dilakukan dengan
menilai ketebalan kulit di 17 area yang berbeda. Sklerosis kulit dikategorikan berdasarkan palpasi
ke derajat 1, yaitu ringan, derajat 2 yaitu sedang, dan derajat 3 yaitu berat. Le = lefft = Kiri; ri =
right = kanan
MANAGEMEN
TERAPI MODIFIKASI PENYAKIT
Tiga aspek SSC berpotensi untuk modulasi terapeutik, yang meningkatkan
kemungkinan pengobatan modifikasi penyakit. Saat ini, terapi pembuluh
darah dan imunomodulasi merupakan calon terapi dengan jangkauan terluas.
Tabel 63-7 dan 63-8 meringkas pendekatan terapi ini.
Imunosupresi umum dapat bermanfaat dengan meningkatkan keterlibatan
kulit dan penyakit paru interstitial. Bukti terbaik yang tersedia untuk
siklofosfamid tetapi baru-baru ini mikofenolat mofetil telah terbukti sama
efektifnya dengan siklofosfamid oral dan telah banyak digunakan oleh
banyak pusat penelitian. Terdapat pula bukti bahwa rituximab dapat menyebabkan
perbaikan perjalanan penyakit pada kelompok pasien tertentu, jika imunosupresi
standar gagal. Efisiensi imunosupresi secara umum ditunjukkan oleh uji coba dari
Amerika Serikat dan Eropa menggunakan imunosupresi intensitas tinggi dengan
transplantasi sel induk hemopoietik otolog pada beberapa pasien yang terpilih.
Namun, efek samping pemberiannya selalu harus dipertimbangkan (Tabel 63-9).
Pengobatan antifibrotik tetap masih merupakan sebuah tantangan,
meskipun selama beberapa tahun terakhir telah terdapat sejumlah pendekatan baru
yang terutama didasarkan pada pemahaman yang lebih baik terhadap mekanisme
yang mendasarinya. Sebuah studi terbaru menggunakan antibodi baru terhadap
TGF-β menunjukkan bahwa pemberiannya menyebabkan peningkatan keparahan
keterlibatan kulit dan pengurangan ekspresi beberapa gen yang berhubungan
dengan TGF-β. Beberapa bukti pendukung juga diperoleh melalui uji klinis PF
idiopatik. Namun, saat ini tidak ada agen antifibrotik yang terbukti bermanfaat.
Gambar 63-8 adalah skema yang disederhanakan untuk mengintegrasikan terapi
modifikasi penyakit dengan program skrining dan pengawasan yang
memungkinkan intervensi tepat waktu di SSC dengan berbasis strategi organ yang
saat ini membentuk dasar dari mayoritas terapi SSC. Kemungkinan untuk terapi
modifikasi penyakit yang ditargetkan tergantung pada ketersediaan agen
terapeutik dan pemahaman yang jelas tentang peran mereka dalam patogenesis
penyakit tersebut.
Terdapat banyak data dalam literatur yang menunjukkan keberhasilan di
bidang terapi berbasis organ pada SSc, yang berdampak besar terutama pada
kualitas hidup banyak pasien. Deteksi dini komplikasi organ spesifik ini
diperlukan untuk memungkinkan intervensi dini.
Gambar 63-8. Algoritma yang merangkum pendekatan saat ini untuk manajemen sklerosis
sistemik (SSC). Prinsip-prinsip terapi untuk SSC meliputi diagnosis yang akurat dan
penatalaksanaan menurut subset penyakit, kehadiran fitur yang tumpang tindih, dan proses
patologis dominan yang cenderung sesuai dengan tahap penyakit. Dalam semua kasus, skrining
dan pengobatan komplikasi berbasis organ sangat berperan dalam manajemen penyakit yang
berhasil. Edukasi pasien dan tim multidisiplin, termasuk perawat khusus, ahli fisioterapi, okupasi
terapis dan banyak dokter subspesialis, serta ahli bedah, adalah usaha yang penting dalam
memberikan perawatan yang tepat untuk kasus SSc yang parah. dSSc = Sklerosis sistemik kulit
difus; lSSc = sklerosis sistemik kulit terbatas
VASKULOPATI JARI DAN KOMPLIKASINYA
Terdapat rekomendasi yang sederhana namun penting, yaitu menurunkan
frekuensi serangan Raynaud termasuk menurunkan vasokonstriksi dengan
menghindari faktor pencetus seperti nikotin, simpatomimetik, stres emosional dan
dingin. Selain itu, dianjurkan pula untuk menggunakan pemanas ruangan yang
baik, pakaian tebal dan kedap udara, penghangat tangan termokimiawi atau
microwaveable, sarung tangan yang dipanaskan dengan listrik, sol,
atau hipertermi inframerah, perawatan mandi lilin parafin, dan meminimalkan
trauma jari.
Terapi membutuhkan interaksi yang erat antara beberapa disiplin medis
yang menerapkan terapi topikal dan sistemik. Manajemen lokal ulkus digital
termasuk kombinasi perawatan non-farmakologis, antibiotik (dalam kasus
infeksi), analgesia, dan penerapan ganti balut luka secara individual, jika perlu.
Pengobatan farmakologis potensi membutuhkan terapi yang optimal untuk
RP, termasuk agen dengan potensi renovasi vaskular dan / atau dilatasi vaskuler,
seperti calcium channel blocker dan antagonis reseptor angiotensin II, yang harus
dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama. Hasilnya sangat bertentangan dengan
pilihan pengobatan farmakologis lainnya, seperti diltiazem dan penghambat
konversi enzim angiotensin. Derivat prostasiklin parenteral, khususnya iloprost,
banyak digunakan dan membantu menyembuhkan ulkus digitalis dan dapat
mencegah lesi berulang. Derivat Prostasiklin dengan infus IV adalah terapi utama
untuk iskemia digital kritis. Agen antiplatelet, seperti aspirin dan clopidogrel, juga
digunakan, terutama pada iskemia digital kritis.
Terdapat antusiasme tentang terapi yang efektif untuk PAH dalam
vaskulopati digital. Dengan demikian, dalam 2 penelitian skala besar yang
terkontrol, bosentan, sebuah antagonis reseptor endotelin dual-spesisitas oral ,
terbukti secara signifikan mengurangi jumlah ulkus digital baru, dibandingkan
dengan plasebo. Namun, tidak ditemukan ada pengaruh positif pada penyembuhan
ulkus. Gen lain, seperti penghambat fosfodiesterase Tipe 5 sildenafil dan tadalafil,
juga telah digunakan untuk pengobatan RP dan ulkus digital, tetapi data uji klinis
prospektif tidak tersedia. Perawatan bedah termasuk mikroarteriolisis digitalis,
dapat menguntungkan jari tunggal dengan ulkus refrakter. Bila memungkinkan,
hindari amputasi bedah jari, dan berikan perawatan berkepanjangan dengan
prostasiklin parenteral dalam kombinasi dengan inhibitor fosfodiesterase Tipe 5
dan analgesia poten dapat membantu mengatasi hal ini. Lumbar simpatektomi
mungkin bermanfaat untuk RP atau ulserasi pada bagian tubuh
bawah. Umumnya, prosedur sementara dilakukan awalnya untuk menentukan
manfaat kemungkinan dari simpatektomi definitif. Dalam kasus iskemia digital
kritis, terapi sering diberikan, dengan laporan anekdotal manfaat clopidogrel
dalam mencegah infark digital (lihat Tabel 63-7).
KETERLIBATAN KULIT
Elemen kunci dalam manajemen manifestasi kulit SSC adalah terapi fisik
dan olahraga teratur untuk mempertahankan sirkulasi, mobilitas sendi, dan
kekuatan otot, semuanya bertujuan untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien SSC. Kulit yang terkena skleroderma cenderung sangat kering,
kencang, dan rentan terhadap trauma.
Pengerasan kulit dapat diperbaiki dengan terapi fisik dan olahraga, drainase
limfatik, pengobatan topikal dengan steroid, inhibitor kalsineurin,
dan krim pelembab. Terapi sistemik termasuk obat imunosupresif, steroid
sistemik (untuk hanya dalam waktu singkat), dan fototerapi (ultraviolet A1 atau
psoralen dan ultraviolet A). Fototerapi Ultraviolet A1 tampaknya menghambat
proses fibrotik dan inflamasi serta mengurangi jumlah kulit sklerotik.
Kulit yang mengering dan gatal memerlukan terapi topikal kortikosteroid,
agonis cannabinoid, capsaicin, emolien, dan fototerapi. Suntikan steroid lokal dan
terapi laser atau bedah juga dapat dicoba untuk pengobatan kalsinosis kutis.
Terapi laser atau metode non invasif seperti pelindung telah digunakan
dalam telangiektasis. Zat pemutih, asam salisilat, dan kulit kimia, serta retinoid,
dan kortikosteroid, berpotensi memperbaiki hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.
(lihat Tabel 63-8).
Dua acak uji klinis telah menunjukkan bahwa methotrexat meningkatkan
skor kulit di difus awal SSC, sementara efek positif pada organ dengan
manifestasi berbeda masih belum ditetapkan. Di sisi lain, dalam dua uji klinis
acak, siklofosfamid meningkatkan sklerosis kulit. Untuk menyeimbangkan
kemanjuran dan efek samping, MMF mungkin menjadi pilihan yang menarik
untuk menangani fibrosis kulit. Inhibitor protein kinase (misalnya imatinib) telah
digunakan, tetapi pada tulisan ini, uji klinis terkontrol telah dicampur dan
menunjukkan tolerabilitas yang rendah.
MANIFESTASI KARDIOPULMONAL
Saat ini telah semakin dipahami bahwa sekelompok pasien dengan fibrosis
paru sebagian besar juga mengalami PAH dan bahwa kelompok ini dapat
merespon terhadap terapi PAH standar. Terdapat kemajuan besar dalam
pengobatan PAH selama dekade terakhir. Kebanyakan kasus dapat ditangani
dengan obat oral, baik antagonis reseptor endotelin (bosentan, ambrisentan) atau
penghambat fosfodiesterase 5 (sildenafil, tadalafil), setelah PAH menimbulkan
keterbatasan fungsional yang signifikan (New York Heart Association kelas
III). Kemudian, jika terjadi perkembangan penyakit, dapat diberikan kombinasi
perawatan oral atau prostenteriklin parenteral, baik melalui rute IV atau subkutan.
Pemberian iloprost juga tersedia dalam sistem inhalasi.
Meskipun PAH mungkin mengakibatkan lebih banyak kematian daripada
fibrosis paru pada SSC, fibrosis paru tetap merupakan komplikasi yang
penting. Pengobatan SSc-PF sulit dan menantang. Selain bukti data retrospektif
dan tidak terkontrol yang menunjukkan manfaat siklofosfamid untuk SSc-PF,
hasil 2 uji coba terkontrol plasebo telah dilaporkan dalam literatur. Keduanya
menunjukkan bahwa siklofosfamid lebih bermanfaat dibandingkan
plasebo. Terkait dengan perubahan kapasitas vital paru (FEV) (persentase
prediksi), terdapat perubahan yang bermakna secara statistik dalam Scleroderma
Lung Study yang membandingkan siklofosfamid oral dibandingkan dengan
plasebo, menunjukkan tren yang kuat (p = 0,06) dalam uji siklofosfamid IV
azatioprin oral. Saat ini, sebagian besar pusat penelitian menggunakan
siklofosfamid sebagai pengobatan untuk SSC-PF yang parah atau progresif, serta
menentukan tingkat dan keparahan dengan tes fungsi paru dan HRCT. Luasnya
penyakit dengan pemeriksaan HRCT dan riwayat kelainan restriktif progresif pada
tes fungsi paru adalah prediktor terbaik penurunan fungsi paru di masa depan dan
umumnya digunakan untuk membuat keputusan terapi. Uji klinis yang lebih baru
telah menunjukkan efikasi yang sama dalam pengobatan MMF dan siklofosfamid
untuk menstabilkan fungsi paru-paru pasien dengan skleroderma dan ILD. Terapi
MMF dikaitkan dengan stabilitas fungsi paru-paru hingga 36 bulan, dengan profil
efek samping yang lebih baik daripada pada pasien yang diobati dengan
azatioprin. Terapi lain yang sedang digunakan termasuk karbosistein dan
kortikosteroid dosis rendah. Penggunaan strategi imunosupresif lainnya masih
belum jelas dan membutuhkan evaluasi dengan uji klinis multisentral. Perlu
dicatat bahwa meskipun terdapat dasar pemikiran teori yang kuat untuk
menggunakan antagonis reseptor endotelin bosentan sebagai terapi untuk fibrosis
paru, bosentan tidak lebih unggul dibandingkan plasebo dalam studi kasus skala
besar terhadap kasus SSC-PF dalam uji multisentral.
Keterlibatan jantung pada SSc juga merupakan kontributor penting untuk
kematian tetapi tetap menjadi salah satu kondisi yang paling kurang dipahami dan
kurang diakui sebagai komplikasi organ internal pada SSC. Sejumlah besar studi
mengkonfirmasi bahwa pencitraan radionuklida, elektrofisiologis, dan kelainan
fungsional sering terjadi pada SSC, tapi signifikansi temuan ini masih belum
pasti. Keterlibatan jantung dengan hemodinamik yang signifikan terjadi pada 10%
kasus SSC kulit difus. Sebuah komponen inflamasi miokarditis mungkin dapat
merespon terhadap pengobatan imunosupresif, dan pendekatan operasional untuk
pengelolaan skleroderma jantung. Walaupun belum didasarkan pada data yang
cukup andal, temuan ini dapat menjadi dasar untuk evaluasi prospektif dari
signifikansi fraksi ejeksi ventrikel yang terganggu dan peningkatan kadar
tropononin dalam sirkulasi pada kasus SSc.
Terdapat banyak kemajuan dalam SSC, termasuk apresiasi yang lebih baik
terhadap keragaman kondisi, peningkatan pemahaman tentang mekanisme
patologis yang mendasarinya, dan kemajuan besar dalam mengobati komplikasi
berbasis organ. Hal ini termasuk akumulasi data uji klinis yang kuat yang
menunjukkan efektivitas atau kurangnya manfaat terapi individu dan dalam
validasi langkah-langkah penilaian penyakit.
KETERLIBATAN GASTROINTESTINAL
Keterlibatan saluran GI sering terjadi pada SSc. Gejala esofageal dapat
merespon dengan sangat baik terhadap penghambat pompa dan agen yang
meningkatkan tonus sfingter esofagus bawah, seperti domperidon, walaupun
pengobatan dosis tinggi dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko aritmia
jantung. Keterlibatan Midgut memiliki banyak bentuk. Pseudoobstruksi pada
awalnya membutuhkan manajemen konservatif, tetapi selanjutnya mungkin
diperlukan suplementasi gizi parenteral. Pertumbuhan bakteri usus kecil dapat
diobati dengan antibiotik spektrum luas, dan insufisiensi pankreas mungkin
memerlukan suplementasi enzim. Keterlibatan usus besar merupakan suatu
tantangan tersendiri. Inkontinensia anorektal terkadang merespon dengan baik
terhadap stimulator saraf sakral implan atau pendekatan yang tidak terlalu rumit,
seperti injeksi bioplastik untuk meningkatkan massa sfingter anal internal. Prolaps
rektum mungkin memerlukan intervensi bedah tambahan. Konstipasi kronis,
kadang-kadang dengan diare overflow juga merupakan masalah yang umum
ditemukan. Dianjurkan untuk melakukan penyesuaian diet dan penggunaan
perangsang, pelunak, atau bulking, tetapi pendekatan individual dengan
keterlibatan pasien substansial umumnya pendekatan yang paling
sukses. Terkadang diperlukan kolostomi, tetapi penggunaannya hanya sesuai pada
sejumlah kasus yang sangat terbatas.
KRISIS RENAL SKLERODERMA (Scleroderma Renal Crisis)
Secara keseluruhan, sekitar dua-pertiga dari kasus SRC memerlukan terapi
ginjal pengganti. Dari jumlah tersebut, sekitar setengah dari kasus yang pulih
cukup untuk menghentikan kebutuhan dialisis. Pemulihan ini dapat terjadi selama
24 bulan setelah krisis ginjal, sehingga keputusan tentang transplantasi ginjal
harus ditunda tergantung pada hasilnya. Kemungkinan pemulihan yang terlambat
membedakan SRC dari penyebab lain gagal ginjal stadium akhir. Hasil ini
dimungkinkan melalui penggunaan penghambat enzim pengonversi angiotensin
sebagai terapi rutin untuk SRC. Sebelum ketersediaan terapi, mortalitas SRC lebih
besar dari 90% pada 12 bulan. Aspek paling penting dari manajemen SRC adalah
identifikasi dan pengobatan hipertensi yang signifikan dalam konteks
scleroderma, dengan inisiasi penghambat enzim pengonversi angiotensin. Kondisi
ini adalah keadaan darurat medis dan segala bentuk gangguan ginjal atau
kerusakan organ akhir harus segera dirawat di rumah sakit.
Tabel 63-10 menggambarkan frekuensi keterlibatan organ dalam 2
jaringan SSC pada populasi Jerman dan Inggris.
TERAPI SUPORTIF LAINNYA
Semua pendekatan terapi spesifik organ ini memerlukan beberapa langkah
suportif umum untuk membantu pasien. Langkah-langkah umum
termasuk rekomendasi untuk menjaga kebersihan rumah dan kehangatan tubuh
serta mengoptimalkan status gizi. Penting pula untuk menyediakan lilin parafin
dan memfasilitasi terapi fisik. Pasien perlu diajari untuk menangani komplikasi
kehidupan sehari-hari dan mengenali gejala-gejala awal yang mengindikasikan
perkembangan penyakit dan keterlibatan organ baru.