Anda di halaman 1dari 18

PENCEMARAN LIMBAH FUNGISIDA DALAM PERIKANAN

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biotoksikologi

Disusun Oleh :

Sri Sundari 230110164001

PROGRAM STUDI PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmannirrahim, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,


yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang membahas tentang “Pencemaran Limbah Fungisida Dalam Perikanan”, untuk
memenuhi salah satu syarat tugas mata kuliah Biotoksikologi, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Padjadjaran.
Dengan selesainya penulisan makalah ini, penulis berterimakasih kepada semua pihak
yang membantu dan mendukung penulis dalam proses penyusunan dan pembuatannya.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Yth. Dosen Pengampu mata kuliah Biotoksikologi;
2. Orang tua yang senantiasa memberikan dukungan kepada penulis;
3. Teman-teman kelompok dan semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah
ini.
Akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini, tidak mudah untuk mencapai
kesempurnaan, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT, banyak kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca, demi perbaikan makalah ini, semoga dapat bermanfaat, umumnya
untuk pembaca, dan khususnya untuk penulis.

Pangandaran, Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 1

1.3 Tujuan ...................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3

2.1 Pengertian Fungisida ................................................................................................ 3

2.2 Klasifikasi Fungisida ................................................................................................ 3

2.3 Sumber Fungisida .................................................................................................... 5

2.3 Cara Penggunaan Fungisida ..................................................................................... 5

2.4 Beberapa Merk Fungisida ........................................................................................ 5

2.5 Dampak Fungisida Sintesis ...................................................................................... 8

2.6 Studi Kasus .............................................................................................................. 9

BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 14

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Undang-Undang Lingkungan Hidup No.32 Tahun 2009 pencemaran lingkungan
merupakan masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke
dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia, sehingga melampaui baku mutu lingkungan
hidup yang telah ditetapkan. Salah satu sumber pencemaran lingkungan adalah dari kegiatan
pertanian. Kegiatan pertanian dimulai dari pembukaan lahan hutan, pengolahan lahan,
penanaman, pemeliharaan, panen dan kegiatan setelah atau pasca panen. Tiap kegiatan
tersebut menghasilkan berbagai limbah yang dibuang ke lingkungan. Pada saat pembukaan
lahan untuk pertanian dilakukan, biasanya didatangkan peralatan berat, sehingga
menimbulkan kebisingan. Lahan yang telah dibuka, menimbulkan pengikisan atau erosi yang
partikel-partikelnya mencemari sungai dan danau. Partikel-partikel hasil erosi tersebut masuk
ke dalam sungai, sehingga warna sungai tampak kecoklatan. Banyaknya partikel dalam
sungai mengakibatkan berkurangnya oksigen dalam sungai dan terbatasnya sinar matahari
yang tembus masuk ke dalam sungai. Akibatnya, makhuk hidup terganggu pertumbuhan dan
perkembangannya.
Sebelum proses penanaman, biasanya dilakukan pengolahan lahan. Pengolahan lahan
meningkatkan erosi tanah, sehingga mencemari wilayah perairan. Kegiatan berikutnya adalah
pemeliharaan pada saat tanaman telah ditanam. Kegiatan tersebut biasanya menggunakan
pupuk dan pestisida. Penggunaan pupuk yang berlebihan tidak akan semuanya dipakai oleh
tanaman sasaran, melainkan akan hanyut ke perairan disekitarnya. Pupuk yang terbuang
tersebut akan menyuburkan wilayah perairan, sehingga mempercepat pertumbuhan tanaman
air seperti eceng gondok, kayambang dan pandan air. Jika hal ini terus berlangsung, maka
sungai atau danau akan tertutup oleh tanaman tersebut, sehingga terjadilah pendangkalan.
Salah satu jenis fungisida yang banyak digunakan oleh petani yaitu fungisida. Fungisida
adalah senyawa kimia beracun untuk memberantas dan mencegah perkembangan
fungi/jamur. Penggunaan fungisida adalah termasuk dalam pengendalian secara kimia
(Djojosumartono 2000).

1.2 Rumusan Masalah


Beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu antara lain :
1. Pengertian fungisida

1
2. Klasifikasi fungisida
3. Sumber fungisida
4. Cara penggunaan fungisida
5. Beberapa merk fungisida
6. Dampak fungsida sintesis

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, tujuan dalam penulisan
makalah ini yaitu untuk mengetahui fungisida secara lebih jelas.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Fungisida
Secara bahasa, fungisida berasal dari gabungan dua kata dalam bahasa Yunani, yakni
fungus yang berarti jamur dan sida yang berarti racun. Secara istilah umum, fungisida dapat
diartikan sebagai suatu senyawa kimia yang dapat digunakan untuk menghambat dan
mengendalikan pertumbuhan atau bahkan membunuh jamur penyebab penyakit tanaman.
Senyawa dalam fungisida yang bersifat menghambat pertumbuhan tanpa membunuh jamur
disebut sebagai senyawa fungistatik, sedangkan pada virus atau mikroplasma antibiotik yang
memiliki sifat menghambat pertumbuhan jamur lebih tepat disebut remission. Fungisida
mampu mengendalikan serangan penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur pada tanaman
karena memiliki kemampuan proteksi/ melindungi, imunisasi /mencegah infeksi, terapi
/perawatan, eradikasi /mengobati, dan sistemik /mencegah perkembangan penyakit
(Juliansyah, 2013).

2.2 Klasifikasi Fungisida


1. Klasifikasi Fungisida Berdasarkan Bahannya
a. Fungisida Sintesis/Kimia
Fungisida sintetis atau fungisida kimia adalah fungisida yang dibuat dari bahan-
bahan kimia sintetis. Fungisida ini memiliki efek negatif dan berbahaya bagi
manusia, hewan dan lingkungan, terlebih jika digunakan dalam jangka panjang.
b. Fungisida Alami/Organik/Nabati
Fungisida alami atau fungisida organik adalah fungisida yang terbuat dari bahan-
bahan alami yang banyak tersedia di alam. Fungisida ini relatif lebih aman
digunakan karena tidak mengandung bahan kimia berbahaya dan mudah dibuat.
Keuntungan penggunaan pestisida nabati antara lain:
1) Bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam sehingga tidak mencemari
lingkungan.
2) Relatif aman bagi manusia dan ternak pelihar aan karena residu mudah hilang.
3) Relatif mudah dibuat oleh masyarakat.
2. Klasifikasi Fungisida Berdasarkan Bentuknya
a. Fungisida Berbentuk Tepung
b. Fungisida Berbentuk Cair
c. Fungisida Berbentuk Gas

3
d. Fungisida Berbentuk Butiran
3. Klasifikasi Fungisida Berdasarkan Sifatnya
a. Fungisida Selektif
Fungisida Selektif adalah fungisida yang bersifat selektif, yaitu fungisida yang
hanya dapat membunuh jenis cendawan tertentu namun tidak mengganggu
cendawan jenis lainnya.
b. Fungisida Non Selektif
Fungisida Non Selektif adalah fungisida yang bersifat tidak selektif yang dapat
membunuh semua jenis cendawan, baik cendawan yang merugikan maupun
cendawan yang menguntungkan.
4. Klasifikasi Fungisida Berdasarkan Cara Kerjanya
a. Fungisida Kontak
Fungisida kontak adalah fungisida yang hanya bekerja pada bagian yang terkena
semprotan saja atau hanya pada bagian yang kontak langsung dengan larutan
fungisida. Fungisida kontak tidak dapat menembus jaringan tanaman dan tidak dapat
didistribusikan di dalam jaringan tanaman.
b. Fungisida Translaminar
Fungisida translaminar adalah jenis fungisida yang dapat menembus jaringan
tanaman namun tidak dapat didistribusikan di dalam jaringan tanaman.
c. Fungisida Sistemik
Fungisida sistemik adalah jenis fungisida yang apabila disemprotkan ketanaman
akan diserap dan didistribusikan keseluruh bagian tanaman melalui jaringan
tanaman.
d. Fungisida Kontak dan Sistemik
Fungisida ini adalah fungisida yang bekerja secara ganda, yaitu bekerja secara
kontak sekaligus bekerja secara sistemik.
5. Klasifikasi Fungisida Berdasarkan Fungsinya
a. Fungisidal, adalah fungisida yang dapat membunuh cendawan dan menghambat
pertumbuhan cendawan.
b. Fungistatik, adalah fungisida yang hanya dapat menghambat pertumbuhan
cendawan.
c. Genestatik, adalah fungisida yang dapat mencegah terjadinya sporulasi.

4
2.3 Sumber Fungisida
1. Fungisida Anorganik
Dengan menggunakan logam berat seperti Tembaga (Cu) dapat menyebabkan koagulasi
protoplas pathogen dan punya daya oligodinamik yaitu proses penghambatan ion
logam terhadap pertumbuhan mikroba khusunya jamur.
2. Fungisida Organik
Dengan menggunakan belerang dan klor. Fungisida organik lebih tidak toksik daripada
fungisida anorganik dan lebih manjur karena aman bagi lingkungan,sifat toksik rendah.
Belerang dicampur dengan kapur akan menghasilkan bubur kalifornia sebagai
fungisida.
3. Fungisida Nabati
Dibuat dari menggunakan ekstrak dari tanaman seperti daun mindi, daun sirih, daun
cengkeh dan batang serai.

2.3 Cara Penggunaan Fungisida


Beberapa ketentuan yang harus dipenuhi antara lain :
1. Tidak boleh menjalani pemaparan lebih dari 5 jam sehari dan 30 jam dalam seminggu.
2. Memakai Alat Pelindung Diri (APD) yang berupa pakaian kerja, sepatu laras tinggi,
sarung tangan, kacamata pelindung atau pelindung muka dan pelindung pernapasan.
3. Menjaga kebersihan badan, pakaian kerja, APD, alat perlengkapan kerja, tempat kerja
serta menghindari tumpahan dan percikan pestisida.
4. Dalam penyemprotan tidak boleh menggunakan pestisida dalam bentuk debu.
5. Pekerja yang memiliki luka atau penyakit kulit harus melindungi luka tersebut agar
tidak terpapar langsung oleh pestisida. Begitu pun pekerja ibu menyusui dan hamil
tidak dianjurkan untuk melakukan kegiatan dengan pestisida karena dikhawatirkan
akan mengalami keracunan dan mengganggu kondisi kesehatannya (Adriyani, 2006).

2.4 Beberapa Merk Fungisida


Beberapa merk fungisida yang sudah terdaftar dan mendapat ijin dari DITJEN PSP
(2016) adalah sebagai berikut :
1. ABADO 50 WP
Merupakan fungisida berbahan aktif Dimetomorf 50%. Fungisida ini termasuk dalam
fungisida Sistemik dan Protektif berbentuk tepung yang dapat disuspensikan untuk
mengendalikan penyakit hawar daun pada tanaman kentang. Penggunaan untuk

5
produk ini dapat dilakukan dengan cara penyemprotan (Penyemprotan volume tinggi:
0,50 - 0,75 g/l).

Gambar 1. Fungisida ABADO 50 WP

2. ACAPELLA SYSTEM 280 SC


Jenis ini merupakan fungisida jenis sistemik, preventif, dan kuratif untuk
mengendalikan penyakit pada tanaman padi. Fungisida ini berbentuk pekatan suspensi
serta berbahan pikosistrobin 200 g/l dan siprokonazol 80 g/l. Sehingga dalam
penggunaannya dapat dengan cara penyemprotan. Penyakit yang dapat dikendalikan
antara lain bercak daun Cercospora oryzae, penyakit hawar pelepah Rhizoctonia
solani, penyakit blas/patah leher Pyricularia oryzae (penyemprotan volume tinggi :
600 ml/ha), dan penyakit busuk batang Helminthosporium oryzae (penyemprotan
volume tinggi : 500 ml/ha). Dengan aplikasi pada umur 45-50 HST dan 55-60 HST,
Acapela System® melindungi daun bendera untuk mengoptimalkan proses
pembentukan dan pengisian malai agar padi menghasilkan bulir berkualitas.

Gambar 2. Fungisida
ACAPELLA SYSTEM 280 SC

6
3. ACROBAT 50 WP
Fungisida sistemik berbentuk tepung yang dapat disuspensikan. Berbahan aktif
Dimetomorf 50%, dapat mengendalikan penyakit pada:
a. Cabai: penyakit bercak daun Cercospora capsici (Penyemprotan volume tinggi : 2-4
g/l).
b. Jagung: penyakit bulai Peronosclerospora maydis (Perlakuan benih : 1,25-2,50 g/kg
benih).
c. Kentang: penyakit busuk daun Phytopthora infestans (Penyemprotan volume tinggi
: 0,5-0,625g/l).
d. Semangka: penyakit embun bulu Pseudoperonospora cubensis, penyakit antraknosa
Colletotrichum capsici (Penyemprotan volume tinggi : 0,25-0,50g/l.
e. Tembakau: penyakit lanas Phytophthora nicotianae (Penyemprotan volume tinggi:
1-1,25g/l).
f. Tomat: penyakit busuk daun Phytophthora infestans (Penyemprotan volume tinggi:
0,5-1g/l).

Gambar 3. Fungisida
ACROBAT 50 WP

4. ACTOZEB 80 WP
Fungisida yang bersifat protektif berbentuk tepung yang dapat disuspensikan. Terbuat
dari bahan aktif mankozeb (mancozeb) : 80%. Fungisida ini mengendalikan penyakit
pada Kentang yaitu penyakit busuk daun Phytophthora sp. (Penyemprotan volume
tinggi : 2-4 g/l).

7
Gambar 4. Fungisida Actozeb 80 WP

2.5 Dampak Fungisida Sintesis


Berikut beberapa dampak negatif dari penggunaan pestisida termasuk fungisida dalam
bidang pertanian menurut Adriyani (2006):
1. Pencemaran air dan tanah di lingkungan perairan, pencemaran air oleh pestisida
terutama terjadi melalui aliran air dari tempat kegiatan manusia yang menggunakan
pestisida dalam usaha mena ikkan produksi pertanian dan peternakan. Jenis-jenis
pestisida yang persisten (DDT, Aldrin, Dieldrin) tidak mengalami degradasi dalam
tanah, tapi malah akan berakumulasi. Dalam air, pestisida dapat mengakibatkan
biology magnification, pada pestisida yang persisten dapat mencapai komponen
terakhir, yaitu manusia melalui rantai makanan. Pestisida dengan formulasi granula,
mengalami proses dalam tanah dan air sehingga ada kemungkinan untuk dapat
mencemari tanah dan air.
2. Pencemaran udara pestisida yang disemprotkan segera bercampur dengan udara dan
langsung terkena sinar matahari. Pestisida dapat mengalami foto dekomposisi di
udara. Pestisida mengalami perkolasi atau ikut terbang menurut aliran angin. Makin
halus butiran larutan makin besar kemungkinan ikut perkolasi dan makin jauh ikut
diterbangkan arus angin.
3. Timbulnya spesies hama yang resisten Spesies hama yang akan diberantas dapat
menjadi toleran terhadap pestisida, sehingga populasinya menjadi tidak terkendali. Ini
berarti bahwa jumlah individu yang mati sedikit sekali atau tidak ada yang mati,
meskipun telah disemprot dengan pestisida dosis normal atau dosis lebih tinggi
sekalipun. Populasi dari spesies hama dapat pulih kembali dengan cepat dari

8
pengaruh racun pestisida serta bisa menimbulkan tingkat resistensi pestisida tertentu
pada populasi baru yang lebih tinggi, hal ini biasanya disebabkan oleh pestisida
golongan organoklorin.
4. Timbulnya spesies hama baru atau ledakan hama sekunder. Penggunaan pestisida
yang ditujukan untuk memberantas jenis hama tertentu, bahkan dapat menyebabkan
munculnya jenis hama yang lain. Ledakan hama sekunder tersebut dapat terjadi
beberapa saat setelah penggunaan pestisida, atau pada akhir musimtanam atau malah
pada musim tanam berikutnya. Ledakan hama sekunder dapat lebih merusak daripada
hama sasaran sebelumnya.
5. Dampak terhadap kesehatan masyarakat Penggunaan pestisida dalam kegiatan
pertanian dapat mengakibatkan dampak negatif pada kesehat an manusia, misalnya :
(a) terdapat residu pestisida pada produk pertanian; (b) bioakumulasi dan
biomagnifikasi melalui rantai makanan. Manusia sebagai makhluk hidup yang
letaknya paling ujung dari rantai makanan dapat memperoleh efek biomagnifikasi
yang paling besar. Dampak ini ditimbulkan oleh pestisida golongan organoklorin; (c)
keracunan pestisida, yang sering terjadi pada pekerja dengan pestisida.

2.6 Studi Kasus


1. Judul : Pencemaran Pestisida Pada Perairan Perikanan di Sukabumi –
Jawa Barat.
2. Penulis : Imam Taufik, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar
3. Tujuan : Untuk mengetahui tingkat pencemaran pestisida pada lahan
perikanan budidaya di Sukabumi, Jawa Barat.
4. Metode Penelitian : Penentuan Lokasi
Lokasi pengambilan contoh ditentukan secara diagnostik
berdasarkan hasil survai, data sekunder, serta wawancara
dengan petani dan instansi terkait. Beberapa aspek yang
dipertimbangkan dalam menentukan lokasi antara lain: faktor
kondisi (geografis, sumber dan tata guna air, peruntukan
lahan, serta aktifitas pertanian), sistim irigasi, luas lahan dan
jenis komoditas budidaya,ntingkat penggunaan pestisida
dalam aktivitas di sekitar lokasi.

9
Pengambilan Contoh
Pengambilan contoh air dan sedimen dari setiap lokasi
dilakukan secara diagonal pada sekitas 5-7 titik tergantung
pada luas kolam. Contoh air diambil sebanyak 500 mL, contoh
sedimen diambil pada kedalaman 10-15 cm dari permukaan
dasar sebanyak 100-200 g (Mann, 1978). Contoh biota air
diambil secara acak pada 5-7 tempat masing-masing sebanyak
50-100 g, kemudian disatukan menjadi sampel komposit untuk
selanjutnya dianalisis di laboratorium.
Preparasi Contoh
Semua contoh yang berhasil dikumpulkan (sedimen,air, dan
biota air) dipreparasi dengan menggunakan metode Kanazawa
(1979) sebagai berikut:
 Contoh biota air (10 g) dimasukkan ke dalam tabung kertas
soxhlet, diekstrak dengan pelarut aceton sebanyak 100 mL
pada alat soxhlet, berlangsung selama 6 jam pada suhu
80oC. Selanjutnya diuapkan dalam evaporator pada suhu
45oC hingga agak kering. Residu pestisida yang diperoleh
dari hasil evaporasi dipindahkan ke dalam corong pemisah
150 mL dengan bantuan pelarut n-heksan 25 mL, kemudian
diekstraksi dengan pelarut asetonitril 25 mL sebanyak 3
kali. Lapisan n-heksan akan terbentuk di bagian atas
sedangkan lapisan asetonitril di sebelah bawah.
 Lapisan asetronitril hasil akstrak 3 kali kemudian
diuapkan/dipekatkan dalam evaporator pada suhu 45oC.
Larutan residu hasil evaporator selanjutnya dilarutkan
dengan pelarut n-heksan sebanyak 5 mL dan dimasukkan
ke dalam kolom kromatografi dan dielusi dengan eluen
campuran n-heksan + aceton (9 + 1). Eluat yang
mengandung residu pestisida ditampung dalam labu beralas
datar 125 mL. Eluat dipekatkan hingga agak bening. Eluat
yang hampir kering dimasukkan ke dalam tabung uji

10
dengan bantuan pelarut aceton hingga volume menjadi 5
ml.
 Preparasi contoh air sebanyak 200 mL dilakukan melalui
absorben SEP-PAK C18. Residu yang terikat pada
absorben C18 dielusi dengan 5 mL aceton. Eluat ditampung
langsung dalam tabung uji 100 mL.
Analisis Contoh
Hasil preparasi contoh (air, sedimen, biota air) yang berupa
eluat selanjutnya dianalisis dengan alat kromatografi gas cair
(Gas Chromatograph / GC).
Analisis Data
Melalui alat integrator yang terhubung dengan GC, bahan aktif
pestisida yang terkandung dalam contoh akan tergambar
dalam bentuk grafik. Untuk menentukan konsentrasi residu
pestisida yang terdapat dalam contoh berdasarkan gambar,
dilakukan perhitungan mengikuti persamaan Ardiwinata et al.
(1999) sebagai berikut: di mana:
Residu (mg/L) = (Ac x Vis x Ks x Vfc) / (As x Vic x B x R)
Ac = Area contoh
As = Area standar
Vic = Volume injeksi contoh
Vis = Volume injeksi standar
Ks = Konsentrasi standar (mg/L)
B = Bobot awal/volume awal (mg atau mL)
Vfc = Volume final contoh (mL)
R = Recovery (%)
5. Hasil dan Pembahasan
Pada table 1 dijelaskan bahwa Residu organoklorin masih terdapat dalam air (aldrin)
meski dalam konsentrasi rendah (0.0001 mg/L). Hal ini diduga akibat dari
penggunaannya pada masa lalu karena bahan aktif ini bersifat persisten yang dapat
bertahan hingga lebih dari 10 tahun di lingkungan, atau adanya residu tersebut akibat
pemakaian secara tidak terkontrol (ilegal).

11
Pada tabel 2 dijelaskan Residu pestisida yang ditemukan dalam tanah yang berasal
dari kolam budidaya perikanan, terdiri atas golongan organoklorin, organofosfat,
piretroid, dan karbamat dengan jenis dan konsentrasi

12
Meskipun residu pestisida yang terkandung dalam daging ikan masih berada di bawah
BMR, tetapi perlu diwaspadai karena hal ini terjadi akibat adanya konsentrasi subletal
pestisida pada lingkungan pemeliharaan (perairan) (Taufik et al., 2003). Konsentrasi
subletal bahan aktif pestisida secara kronis akan berakumulasi di dalam organ tubuh
ikan (Connel & Miller, 1995). Ikan yang terkena kontaminasi subletal dari berbagai
jenis pestisida akan memperlihatkan perubahan dalam aksi fisiologis, kegagalan
dalam perkembangbiakan, ketahanan, kerentanan, biokimia, morfologi, dan pengaruh
lainnya termasuk laju pertumbuhan (Brawn, 1978).

6. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Residu pestisida yang terdapat dalam air terdiri atas golongan: organoklorin dan
karbamat; sedangkan dalam tanah dan daging ikan : organoklorin, organofosfat
piretroid dan karbamat
2. Masuknya pestisida ke dalam lingkungan budidaya perikanan antara lain
diakibatkan oleh aktivitas pertanian, terutama budidaya tanaman padi di lahan
sawah yang terdapat di sepanjang daerah aliran sungai.
3. Jenis dan konsentrasi residu pestisida yang tertinggi terdapat pada ikan, kemudian
di dalam tanah, dan yang paling rendah dalam air.
4. Konsentrasi pencemaran pestisida pada lahan budidaya perikanan di wilayah
Sukabumi, Jawa Barat masih di bawah nilai BMR.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Secara istilah umum, fungisida dapat diartikan sebagai suatu senyawa kimia yang
dapat digunakan untuk menghambat dan mengendalikan pertumbuhan atau bahkan
membunuh jamur penyebab penyakit tanaman. Senyawa dalam fungisida yang bersifat
menghambat pertumbuhan tanpa membunuh jamur disebut sebagai senyawa fungistatik,
sedangkan pada virus atau mikroplasma antibiotik yang memiliki sifat menghambat
pertumbuhan jamur lebih tepat disebut remission. Fungisida mampu mengendalikan
serangan penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur pada tanaman karena memiliki
kemampuan proteksi/ melindungi, imunisasi /mencegah infeksi, terapi /perawatan,
eradikasi /mengobati, dan sistemik /mencegah perkembangan penyakit (Juliansyah,
2013). Adapun klasifikasi fungisida dibedakan berdasarkan bahan, bentuk, sifat, acara
kerja dan fungsinya.

14
DAFTAR PUSTAKA

DR. H. Moch. Agus Krisno Budiyanto, M. (2018 ). Membuat Fungisida Organik . Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang .

Setiawan, I. (n.d.). Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan .

Taufik, I. (2011). Pencemaran Pestisida Pada Perairan Perikanan di Sukabumi - Jawa Barat.
Media Akuakultur Volume 6 Nomor 1.

15

Anda mungkin juga menyukai