Anda di halaman 1dari 12

TEKNOLOGI PENGEMASAN HASIL PERIKANAN

Pengemasan Ikan Hidup


(Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknologi Pengemasan Hasil Perikanan)

Disusun Oleh :
KELOMPOK 1
Sri Sundari (230110164001)
Priyanka Surya Perdana (230110164003)
Shafa Shofiani (230110164004)
Muadz Abdan Syakuro (230110164005)
Santi Ayu Wantini (230110164006)
Choirunnisa Ramadhani (230110164007)
Revanda Fitriadi Wicaksana (230110164008)

PROGRAM STUDI PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PSDKU UNIVERSITAS PADJADJARAN PANGANDARAN
2018
KATA PENGANTAR

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada Allah Subhanahu


Wata’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada kami sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah dengan judul “Teknologi Pengemasan Produk – Pengemasan Ikan


Hidup” ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Pengemasan Produk,
menggali dan menambah pengetahuan kami tentang teknik pengemasan produk ikan hidup
secara lebih dalam.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada penulisan
makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik
yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah kedepannya.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Pangandaran, 8 April 2018

Tim Penyusun

i
ii
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tingkat produksi perikanan yang tinggi dan sifatnya yang mudah mengalami
penghilangan mutu menjadi suatu permasalahan yang harus dihadapi produsen
perikanan. Produk marikultur merupakan barang komersial yang cepat mengalami
kerusakan (mudah membusuk) mengingat sifat alami produk ini, upaya menjaga mutu
adalah menyampaikan produk tersebut dalam keadaan hidup ke konsumen (Sudradjat
et al., 1999). Dalam upaya menjaga mutu ini, diperlukan adanya langkah pengemasan
untuk dapat mempertahankan mutu produk sampai ke tangan konsumen. Menurut
Hambali et al. (1990), diacu dalam Jailani (2000), pengemasan merupakan suatu cara
untuk melindungi atau mengawetkan produk pangan maupun non pangan.
Pengemasan tidak hanya bertujuan untuk mengawetkan produk yang dikemas, tetapi
juga merupakan penunjang bagi transportasi, distribusi dan merupakan bagian penting
dari usaha untuk mengatasi persaingan dalam pemasaran. Dalam melakukan kegiatan
pengemasan, kita perlu memperhatikan kondisi fisiologis ikan yang akan berdampak
pada kualitas produk ketika sampai ke tangan konsumen. Kondisi fisiologis juga akan
berpengaruh terhadap tingkat kematian ikan. Selain itu, bahan dan cara pengemasan
ikan akan membantu mempertahankan kualiatas ikan selama pengangkutan. Dengan
berlatar belakang untuk mengetahui hal-hal berkaitan tentang pengemasan ikan hidup
dan untuk memenuhi salah satu tugas Teknologi Pengemasan Produk kami menyusun
makalah ini.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui prinsip-prinsip pengemasan ikan hidup.
2. Mengetahui jenis-jenis bahan yang digunakan dalam pengemasan ikan hidup.
3. Mengetahui jenis-jenis ikan hidup yang dikemas.
4. Mengetahui teknik pengemasan ikan hidup.
1.3 Manfaat
1. Memahami prinsip-prinsip pengemasan ikan hidup.
2. Memahami teknik yang dilakukan dalam pengemasan ikan hidup.

1
BAB II: PEMBAHASAN

2.1 Prinsip – Prinsip Pengemasan Ikan Hidup


Pada prinsipnya pengemasan ikan hidup bertujuan untuk membuat ikan dalam kondisi
baik, tidak rusak, mudah, praktis dan tidak mengganggu kondisi sekitarnya selama
pengangkutan atau pengiriman. Dalam pengemasan ikan hidup perlu diperhatikan
beberapa aspek yang penting, diantaranya yaitu :
1. Sistem kemasan, kemasan dapat menggunakan sistem tertutup atau terbuka. Pada
pengangkutan dengan wadah tertutup, ikan diangkut di dalam wadah tertutup dan
suplai oksigen diberikan secara terbatas yang telah diperhitungkan sesuai dengan
kebutuhan selama pengangkutan. Pada pengangkutan dalam wadah terbuka, ikan
diangkut dengan wadah terbuka dengan suplai oksigen secara terus menerus dan
aerasi selama perjalanan. Kemasan yang baik digunakan dalam pengemasan ikan
hidup untuk jenis pengangkutan sistem tertutup adalah menggunakan plastik jenis
Poly Etylen (PE) dengan ketebalan plastik 0,03 mm, karena ringan, mudah didapat
dan murah (Liviawaty dan Arifianto, 1990). Penggunaan kantong plastik pada
pengangkutan jarak jauh sebaiknya diletakkan dalam kotak styrofoam untuk
mengurangi kontak yang terjadi antara air di dalam kantong plastik dengan temperatur
lingkungan yang relatif lebih panas. Garbhards (1965) menyatakan bahwa
penggunaan wadah plastik yang diletakkan pada kotak styrofoam meningkatkan
kelangsungan hidup sebesar 99,9%
2. Penyeleksian antara jenis ikan, ukuran ikan dan kepadatan ikan yang bertujuan agar
ukuran ikan yang akan dikemas menjadi seragam karena mempengaruhi sarana
pengangkutan.
3. Suhu yang digunakan dalam pengemasan ikan hidup harus mendekati suhu normal
karena peningkatan pada waktu pengangkutan dapat menyebabkan ikan stress. Dalam
mempertahankan suhu, diberikan pecahan es batu disekitar media kemasan dengan
perkiraan 10% dari banyaknya air media angkutnya.

2.2 Jenis – Jenis Bahan Pengemas Ikan Hidup


Menurut Hambali et al. (1990), diacu dalam Jailani (2000), pengemasan merupakan
suatu cara untuk melindungi atau mengawetkan produk pangan maupun non pangan.
Pengemasan tidak hanya bertujuan untuk mengawetkan produk yang dikemas, tetapi
juga merupakan penunjang bagi transportasi, distribusi dan merupakan bagian penting
dari usaha untuk mengatasi persaingan dalam pemasaran. Kemasan yang baik dalam
pengangkutan sistem tertutup adalah menggunakan plastik jenis poly etylen (PE)
dengan ketebalan plastik 0,03 mm, karena ringan, mudah didapat dan murah
(Liviawaty dan Arifianto, 1990). Penggunaan kantong plastik pada pengangkutan
jarak jauh sebaiknya diletakkan dalam kotak Styrofoam untuk mengurangi kontak
yang terjadi antara air di dalam kantong plastik dengan temperatur lingkungan yang
relatif lebih panas. Garbhards (1965) menyatakan bahwa penggunaan wadah plastik
yang diletakkan pada kotak Styrofoam meningkatkan kelangsungan hidup sebesar
99,9%.
- Contoh Pengemasan Ikan Hidup

Kotak styrofoam Kotak siap angkut

2.3 Jenis – Jenis Ikan yang Umum dikemas dalam Kondisi Hidup

Ikan Jambal Siam (Pangasius hypophthalmusf)


Ikan jambal slam merupakan ikan ekonomis tinggi, karena dagingnya mempunyai
citarasa yang khas dan disukai oleh sebagian besar masyarakat. Ikan ini merupakan
jenis ikan asli sungai dan danau. Di propinsi Riau budidaya ikan ini berkembang cepat
sekali dan memerlukan penanganan yang serius dalam pemasarannya (Anonim,
1999).
Sumberdaya ikan jambal siam ini di Propinsi Riau terus meningkat setiap tahunnya,
demikian pula dengan luas area budidayanya. Pada tahun 1996 luas area budidayanya
yaitu 1.568 Ha dengan produksi 966 ton. Tahun 1997 luas area budidaya 1.024 Ha
dengan produksi 1.792 ton. Sedangkan pada tahun 1998 peningkatan luas area
budidaya menjadi 1.051 Ha dengan produksi 1.932 ton (Anonim, 1999). Tingkat
produksi tinggi inilah yang memacu produsen untuk bersaing memberikan kualitas
mutu produk paling baik sampai ke tangan konsumen dengan mengemasnya dalam
keadaan hidup.

Ikan Nila (Oreochromis niloticus)


Ikan nila merupakan salah satu komoditas unggulan dan tiap tahunnya akan selalu
meningkat baik pada pasar lokal maupun ekspor (Kementrian Kelautan dan Perikanan
(KKP), 2012). Peningkatan ini sejalan dan akan terus bertambah akibat terjadinya
kecenderungan pergeseran permintaan pasar untuk komoditas perikanan yaitu dari
bentuk mati (beku) atau olahan lain ke bentuk hidup terutama untuk kebutuhan stok
indukan pada komoditas unggulan (Dobsikova,2009)

Ikan Lele Dumbo


Salah satu budidaya ikan yang cukup menjanjikan yaitu budidaya ikan lele dumbo.
Budidaya lele dumbo berkembang pesat dikarenakan dapat dibudidayakan di lahan
dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi, teknologi budidaya relatif
mudah dikuasai oleh masyarakat, pemasarannya relatif mudah dan modal usaha yang
dibutuhkan relatif rendah (Najiyati, 1992).
Produksi lele ukuran konsumsi secara nasional mengalami kenaikan sebesar 18,3 %
per tahun dari 24.991 ton pada tahun 1999 menjadi 57.740 ton pada tahun 2003.
Revitalisasi lele sampai dengan akhir tahun 2009 ditargetkan mencapai produksi
175.000 ton atau meningkat rata rata 21,64 % per tahun. Kebutuhan benih lele
meningkat pesat dari 156 juta ekor pada tahun 1999 menjadi 360 juta ekor pada tahun
2003 atau meningkat rata rata sebesar 46 % per tahun. Kebutuhan benih lele sampai
dengan akhir tahun 2009 diperkirakan mencapai1,95 milliar ekor (Mahyuddin, 2008).
Salah satu faktor penting dalam penyediaan benih ikan lele untuk memenuhi
kebutuhan pembudidaya ikan dan keberhasilan dalam budidaya ikan lele dumbo
adalah transportasi ikan hidup. Transportasi ikan hidup tanpa media air merupakan
sistem pengangkutan ikan hidup dengan media pengangkutan bukan air. Karena tidak
menggunakan air, ikan dibuat dalam kondisi tenang atau aktifitas respirasi dan
metabolismenya rendah. Kondisi tersebut dapat dicapai apabila ikan dalam kondisi
pingsan (imotil) (Wibowo, 1993).

Ikan Jelawat (Leptobarbus hoevenii)


Ikan jelawat (Leptobarbus hoevenii) merupakan ikan air tawar lokal yang
budidayanya sudah cukup berkembang di masyarakat, baik pembesaran maupun
pembenihannya. Saat ini benih ikan jelawat sudah dapat diproduksi secara masal
melalui metode pemijahan buatan (Hardjamulia 1992). Keberhasilan pemijahan
buatan tersebut harus didukung oleh penanganan pasca produksi benih yang baik,
sehingga benih yang diproduksi memiliki kualitas yang baik dan kuantitas yang cukup
tinggi sampai menuju areal budidaya (pembesaran). Untuk itu sebagai bagian dari
teknologi pembenihan, penanganan aspek transportasi benih perlu dikuasai dengan
baik.

Ikan Kembung
Ikan kembung pada saat musimnya, yaitu sekitar bulan Oktober sampai November di
Indonesia, hasil tangkapan ikan kembung melimpah. Karena itu, fermentasi ikan
kembung menjadi ikan kembung picungan merupakan salah satu jalan keluar untuk
mengatasi kelebihan hasil panen ikan kembung yang tidak terserap pasar sebagai ikan
segar. Selain itu, karena ikan kembung tersebar di seluruh wilayah perairan Indonesia
maka terbuka peluang untuk mengembangkan ikan kembung picungan di lokasi lain
di Indonesia.
Ikan Mas (Cyroinus Caprio)
Ikan mas merupakan salah satu sumber protein hewani yang digemari oleh
masyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan pada usaha budidaya ikan mas untuk
peningkatan produktivitasnya, diantaranya adalah pemasaran ikan. Pemasaran ikan
biasanya dilakukan dalam keadaan ikan hidup. Pemasaran atau pengangkutan ikan
dalam keadaan hidup merupakan salah satu mata rantai dalam usaha perikanan. Pada
dasarnya, ada dua metode transportasi ikan hidup, yaitu sistem basah atau dengan
menggunakan air sebagai media dan sistem kering atau menggunakan media tanpa air.
Sistem basah dianggap tidak praktis dan tidak efisien karena memiliki banyak
kelemahan baik dalam volume maupun biaya sehingga diperlukan cara yang lebih
praktis dan efisien yaitu penanganan sistem kering. Pada transportasi ikan hidup
dengan sistem kering perlu dilakukan proses penanganan atau pemingsanan terlebih
dahulu. Metode pemingsanan ikan dapat dilakukan dengan cara menggunakan zat
anestesi atau dapat juga menggunakan penurunan suhu. Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh tingkat mortalitas terendah dengan metode pemingsanan, penyimpanan
dan penyadaran kembali yang standar.

Ikan Tuna (Thynnos)


Ikan Tuna (thynnos) merupakan salah satu komoditas ekspor dan merupakan potensi
ikan laut yang menjadi andalan yang hidup di laut dalam, khususnya di Perairan
Indonesia bagian Timur meliputi Laut Makassar, Laut Banda, Laut Maluku, Laut
Sulawesi, Laut Arafuru dan Laut Papua. Oleh karena itu,untuk meningkatkan nilai
jual dan memperkecil penurunan mutu, ikan tuna dikemas dalam kondisi hidup.

Lobster Air Tawar Capit Merah (Cherax quadricarinatus)


Salah satu kelebihan dari lobster air tawar dibandingkan dengan lobster air laut
adalah kemampuan hidup di luar media air dalam lingkungan yang lembab
dalam waktu yang lebih lama. Oleh karena itu, lobster air tawar diperdagangkan
dalam keadaan hidup dan transportasi dilakukan dalam sistem kering.
Transportasi sistem kering menggunakan prinsip hibemasi. Hibernasi merupakan
usaha untuk menekan metabolisme suatu organisme sehingga dalam kondisi
lingkungan yang minimum organisme tersebut mampu bertahan (Junianto 2003).
Transportasi lobster hidup tanpa media air (sistem kering) merupakan sistem
pengangkutan lobster hidup dengan media pengangkutan bukan air. Oleh karena itu,
pada sistem ini lobster dibuat dalam kondisi tenang atau aktivitas respirasi dan
metabolismenya rendah.
2.4 Teknik Pengemasan Ikan Hidup
Produk dikemas dengan cepat, cermat, saniter dan higienis. Pengemasan dilakukan
dalam kondisi dingin untuk mempertahankan kesegaran.
Sebelum melakukan pengemasan ikan hidup, kondisi fisiologis saat pengangkutan
berlangsung sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini dikarenakan kondisi fisiologis
ikan saat pengangkutan mempengaruhi mutu ikan begitu sampai ke tangan konsumen
beberapa metode yang digunakan untuk menjaga mutu ikan hidup secara fisiologis
adalah :
1. Pemberokkan (Pemuasaan)
Pada proses pencernaan akan dibutuhkan energi yang secara langsung berkaitan
dengan kebutuhan oksigen, di mana oksigen diperlukan pada proses oksidasi
untuk memproduksi bioenergi dari penguraian bahan makanan (Fujaya, 1999),
sehingga dengan tiadanya bahan yang harus dicerna, secara tidak langsung juga
akan menurunkan kebutuhan oksigen. Ketiadaan bahan untuk dicerna juga akan
meniadakan sisa hasil pencernaan yang berupa kotoran, kencing, dan energi panas
yang berpotensi meningkatkan kekeruhan, konsentrasi amonia, dan kenaikan suhu
pada media pengangkutan. Semakin tinggi konsentrasi amonia di dalam media
air, mengakibatkan amonia darah meninggi yang berdampak pada peningkatan
pH darah sehingga mempengaruhi reaksi berantai enzim pada kegiatan
metabolisme. Pemuasaan dan penurunan suhu media akan mengurangi
pengeluaran amonia (Anonymous, 1986).

2. Penurunan suhu
Setiap peningkatan suhu media akan menyebabkan peningkatan aktivitas
metabolisme dan mengurangi kelarutan oksigen, dan metabolisme yang tinggi
mempercepat penurunan kualitas air oleh senyawa metabolit (Suparno & Irianto,
1995). Suhu media yang dingin secara langsung akan mempengaruhi suhu badan
ikan dan suhu darah, semakin dingin suhu darah tingkat viskositas darah akan
mengental dan mengakibatkan aliran darah yang lebih lambat (Fujaya, 1999).
Penurunan suhu berdampak pada penurunan konsumsi oksigen dan menurunnya
produk metabolisme yang dapat bersifat racun (toxic) baik dalam bentuk gas CO2
maupun amonia dalam bentuk NH3 (Wedemeyer, 1996).

3. Pasok Oksigen
Konsumsi oksigen untuk respirasi tergantung pada jenis dan ukuran ikan dalam
kaitannya dengan tingkat aktivitasnya. Pasok oksigen murni bertujuan
meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut sehingga meningkatkan tekanan parsial
gas oksigen di dalam air untuk meningkatkan proses difusi oksigen ke dalam
darah.

4. Pembiusan
Pembiusan dapat dilakukan dengan berbagai jenis obat bius, mulai dari ethylene
glycol mono phenyl ether, tricaine methenesulfonate (MS-222), quinaldine, dan
phenoxyethanol. Tujuan utama pembiusan adalah membuat ikan tertidur atau
pingsan dan dalam kondisi tersebut akan menurunkan tingkat metabolisme yang
mengakibatkan berkurangnya kebutuhan oksigen dan menurunkan produksi
amonia dan karbondioksida (Wedemeyer, 1996). Teknik pembiusan juga telah
dilakukan oleh Surono et al. (1995) untuk menurunkan kemungkinan stres dan
cacat pada ikan saat panen hingga penanganan dan pengemasan. Pembiusan
mencegah ikan dari stres karena gerakan yang sangat aktif (hyperactivity)
(Anonymous, 1986). Akibat dari stres pada ikan akan menurunkan daya tahan
terhadap penyakit yang dapat ditimbulkan dari mikroba ataupun bakteri yang
terdapat secara alamiah pada ikan (Suparno & Irianto, 1995).

5. Penurunan Kadar Garam


Penurunan kadar garam media pengangkut akan berdampak pada menurunnya
aktivitas osmoregulasi dan kebutuhan energi metabolisme. Pada transportasi
udara, termonitor pemberian es balok yang cukup banyak untuk menurunkan
suhu air sampai mencapai 16°C--17°C, yang secara tidak langsung menurunkan
kadar garam pada tangki aklimatisasi. Sedangkan pendinginan air laut untuk
pengemasan hanya menggunakan es balok (air tawar) sehingga dapat dipastikan
kadar garam akan turun cukup nyata.

Menurut Subasinghe (1997), kebanyakan eksportir mengemas udang atau lobster


dalam satu kotak pengemas sebanyak empat sampai lima lapis yang masing-
masing diselingi serbuk gergaji, setelah itu kotak pengemas disegel dengan
lakban. Suhu kemasan yang berukuran 50x50x50 cm3 agar dapat dipertahankan
sama dengan suhu pembiusan maka disarankan untuk menggunakan es seberat
0,5-1 kg yang dibungkus dengan plastik. Es ini diletakkan di bagian atas atau
bawah kemasan. Cara lainnya adalah meletakkan es ini di sudut kemasan. Es ini
dimasukkan ke dalam plastik kemudian dibungkus dengan kertas koran. Suhu
kotak styrofoam yang berukuran 40x60x40 cm3 dapat dipertahankan sama
dengan suhu pembiusan dengan menambahkan es seberat 0,5 kg sedangkan yang
berukuran 30x30x40 cm3 dan 40x30x30 cm3 dengan menambahkan es seberat
0,3-1 kg dan 0,5 kg yang dibungkus dengan plastik. Es ini diletakkan di bagian
bawah kemasan (Setiabudi et al. 1995; Jailani 2000; Suryaningrum et al. 2004;
Handini 2008). Bahan media kemasan yang digunakan harus memperhatikan
kestabilan suhu media kemasan. Suhu media kemasan harus dapat dipertahankan
serendah mungkin mendekati titik imotil. Hal ini disebabkan suhu media kemasan
berperan dalam mempertahankan tingkat terbiusnya udang atau lobster selama
pengangkutan sehingga ikut mempertahankan ketahanan hidup udang atau lobster
dalam media bukan air (Junianto 2003).
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Pengemasan ikan hidup bertujuan untuk membuat ikan dalam kondisi baik, tidak
rusak, mudah, praktis dan tidak mengganggu kondisi sekitarnya selama pengangkutan
atau pengiriman, beberapa aspek yang penting, diantaranya yaitu : system kemasan,
penyeleksi antar jenis ikan dan suhu. Kemasan yang baik dalam pengangkutan sistem
tertutup adalah menggunakan plastik jenis poly etylen (PE) dengan ketebalan plastik
0,03 mm dan dalam pengangkutannya dimasukkan ke dalam kotak styrofoam.
Jenis ikan yang umumnya dikemas dalam keadaan hidup adalah : Ikan Jambal Siam
(Pangasius hypophthalmusf), Ikan Nila (Oreochromis niloticus), Ikan Lele Dumbo,
Ikan Jelawat (Leptobarbus hoevenii, Ikan Kembung, Ikan Mas (Cyroinus Caprio),
Ikan Tuna (Thynnos) dan Lobster Air Tawar Capit Merah (Cherax quadricarinatus).
Teknik pengemasan ikan hidup meliputi pemberokkan, penurunan suhu, pasok
oksigen, pembiusan dan penurunan kadar garam.
DAFTAR PUSTAKA

(t.thn.). Dipetik April 10, 2018, dari https://nanopdf.com:


https://nanopdf.com/download/pembiusan-lobster-air-tawar-capit-merah_pdf

(t.thn.). Dipetik April 2018, dari http://digilib.unila.ac.id/12548/4/bab%20II.pdf

Warta Ekspor . (2012, Juni 03). Dipetik April 10, 2018, dari http://djpen.kemendag.go.id:
http://djpen.kemendag.go.id/app_frontend/admin/docs/publication/5401360218810.pdf

Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan . (2014, April). Dipetik April 10, 2018, dari
http://journal.unair.ac.id: http://journal.unair.ac.id/dow nload-fullpapers-
jipke2860508fffull.pdf

Bloes, T. (t.thn.). Dipetik April 2018, dari https://www.scribd.com/doc/60276833/an-Ikan-Air-Tawar

patoeah. (t.thn.). Dipetik April 2018, dari https://www.scribd.com/document/3089790/ikan-patin

Anda mungkin juga menyukai