Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH ASMA

DI SUSUN OLEH
KELOMPOK 1

AHMAD BAYHAQIE 20201440120005


AHMAD AMIN BAWAFIE 20201440120003
GUSTI RAMADHAN MA’MUN 20201440120027

YAYASAN BANJAR INSAN PRESTASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INTAN MARTAPURA
DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang “ASMA”
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “ASMA” ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
DAFTAR ISI

JUDUL…………………………………………………………………………………………
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………...
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………….
Bab 1 Pendahuluan …………………………………………………………………………..

1) Latar Belakang …………………………………………………………………………....


2) Tujuan Umum …………………………………………………………………………….
3) Tujuan Khusus ……………………………………………………………………………

Bab II Isi
1) Pengertian Asma ………………………………………………………………………..
2) Etiologi Asma …………………………………………………………………………...
3) Manifestasi Klinik Asma ……………………………………………………………….
4) Pencegahan Asma ………………………………………………………………………
5) Pemeriksaan Penunjang Asma ………………………………………………………..
6) Pengobatan Asma ……………………………………………………………………...
7) Asuhan Keperawatan Asma …………………………………………………………..

a) Pengkajian: anamnesis, pemeriksaan fisik, persiapan pasien untuk pemeriksaan


labolatorium ………………………………………………………………………..
b) Merumuskan masalah keperawatan ……………………………………………..
c) Rencana keperawatan …………………………………………………………….
d) Implementasi keperawatan ……………………………………………………….
e) Evaluasi asuhan keperawatan ……………………………………………………

Bab III Penutup


1) Kesimpulan ………………………………………………………………………..
2) Saran ……………………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA ……………………………...............................................................


BAB 1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Asma bronkhial merupakan salah satu penyakit kronik yang menyerang


antara 100-150 juta orang di seluruh dunia (Junaidi, 2010). Asma bronkhial tidak
hanya masalah kesehatan masyarakat di negara maju, tetapi juga terjadi di negara
berkembang (WHO, 2016). Angka kematian yang disebabkan oleh penyakit asma
diseluruh dunia diperkirakan akan meningkat 20% pada 10 tahun kedepan, jika
tidak terkontrol dengan baik. Asma merupakan lima penyakit terbesar yang
menyumbang kematian di dunia dengan prevalensi mencapai 17,4%. Prevalensi
asma di seluruh dunia dalam 10 tahun terakhir ini meningkat sebesar 50% (PDPI,
2014). Penyakit pernafasan ini merupakan penyebab tingginya angka kesakitan
dan kematian terbanyak di Indonesia (Sihombing, 2010). Penyakit asma termasuk
dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia. Berdasarkan
data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 sampai 2018, prevalensi
penyakit asma di Indonesia tahun 2018 pada semua umur menurut provinsi
sebesar 2,4%. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2012,
asma bronkhial merupakan penyebab kematian ke-4 di Indonesia sebesar 5,6%.
Dampak asma dapat merugikan setiap manusia yang mengalaminya.
Penyakit ini bisa menimbulkan masalah pada jalan nafas dan mengganggu
aktivitas sehari-hari. Asma bronkhial adalah salah satu penyakit non
communicable (penyakit yang tidak menular) kronis pada saluran pernafasan yang
hiper reaktif dan menyempit akibat berbagai rangsangan yang ditandai adanya serangan
sesak nafas, mengi dengan tingkat keparahan serta frekuensi setiap orang
berbeda (WHO, 2016). Hal tersebut dapat menyebabkan penyempitan jalan nafas
yang menyeluruh sehingga timbul sesak nafas yang reversibel baik secara spontan
maupun dengan terapi. Asma bronkhial menyebabkan resiko mengalami
eksaserbasi akut dan memicu diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
Penyakit asma merupakan suatu kondisi darurat dan seringkali kurang berhasil
dalam penanganannya. Kondisi tersebut akan meningkatkan kejadian masuk
rumah sakit, lebih buruknya terjadi gagal napas dan kematian (Hodder et al,
2010).
Penatalaksanaan pada pasien asma dapat dilakukan secara farmakologik
dan non farmakologik. Pengobatan farmakologik salah satunya melalui terapi
nebulizer. Tujuan dari terapi nebulizer atau nebulasi dengan obat-obat
bronkodilator ialah mengurangi sesak nafas, relaksasi dari spasme bronkial,
mengencerkan dahak, melancarkan dan melembabkan saluran pernafasan.
Nebulizer merupakan suatu alat dengan cara pemberian obat-obatan yang dihirup.
Obat tersebut terlebih dahulu dipecahkan menjadi partikel-partikel yang lebih
kecil melalui cara aerosol atau humidifikasi (Muttaqin, 2014). Efek dari terapi
nebulizer dapat mengembalikan kondisi spasme bronkus. Selain itu, obat yang
diberikan melalui nebulizer apabila dihirup atau dikumpulkan pada organ paru
akan meningkatkan bersihan sekresi pulmonal. Nebulisasi memberikan
keuntungan bagi penderita asma karena mudah digunakan pada saat serangan
sedang sampai berat. Terapi nebulizer yang disertai obat-obatnya juga lebih
efektif dari obat oral maupun intravena.
Pemberian nebulizer pada pasien asma bronkial dapat disertai dengan
melatih batuk efektif. Batuk efektif dilakukan setelah diberikan terapi nebulizer
supaya dapat maksimal dalam penerapannya. Hal tersebut disebabkan karena
didalam nebulasi terdapat obat yang membantu dalam mencairkan sekret atau
dahak sehingga mudah untuk dikeluarkan. Batuk efektif sangat penting untuk
menghilangkan gangguan pada sistem pernafasan dan menjaga paru-paru agar
tetap bersih. Batuk efektif dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan ekspansi
paru, mobilisasi sekret dan mencegah efek samping dari penumpukan sekret.
Batuk yang tidak efektif akan dapat menyebabkan efek yang merugikan pada
pasien dengan penyakit paru-paru kronis berat (Pranowo, 2012). Latihan batuk
efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, di mana dapat menghemat energi
pasien sehingga tidak mudah lelah mengeluarkan sputum secara maksimal
(Tabrani, 2010). Hal tersebut dapat menyiapkan paru-paru dan saluran nafas
sebelum melaksanakan teknik batuk dengan mengeluarkan semua udara yang ada
didalamnya (Putri, 2013).
Pengeluaran dahak yang tidak lancar akibat ketidakefektifan bersihan jalan
nafas dapat menimbulkan dampak yang buruk. Akibat adanya penumpukan dahak
ini adalah pernapasan cuping hidung, peningkatan respiratory rate, dypsneu,
timbul suara crackles saat diauskultasi, dan kesulitan bernapas. Kesulitan
bernapas akan menghambat pemenuhan suplai oksigen di dalam tubuh. Hal
tersebut dapat membuat kematian sel, hipoksemia dan penurunan kesadaran
sehingga dapat mengakibatkan kematian apabila tidak segera ditangani. Lebih
bahayanya akan mengalami penyempitan sehingga terjadi perlengketan dan obstruksi
pada jalan nafas. Maka dari itu, pasien perlu diberikan latihan batuk
efektif untuk membantu penderita dalam pengeluaran dahak sehingga jalan
nafasnya lancar. Menurut penelitian Hendi Setiawan (2018), setelah dilakukan
latihan batuk efektif selama 5 hari menunjukkan hasil berupa kepatenan jalan
nafas yang ditandai dengan normalnya frekuensi dan irama pernafasan serta
kemampuan batuk pasien asma bronkhial di Ruang Laika Waraka RSUD Bahtera
Kendari. Berdasarkan prevalensi asma bronkhial yang masih banyak ditemukan di
masyarakat dan berbagai penjelasan diatas, penulis tertarik melakukan
penyusunan review literatur untuk mengetahui adanya pengaruh atau tidak
mengenai penerapan batuk efektif pasca nebulasi pada pasien asma bronkhial
dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
2. Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini agar kita semua terutama orang tua dan
perawat dapat memahami mengenai serangan asma dam tata cara pelaksanaan
penanganan asma yang terjadi. Selain itu juga memenuhi tugas yang di berikan dosen
pembimbing.
3. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan definisi asma
b. Mengetahui etiologi asma
c. Mengetahui manifestasi klinik
d. Cara pencegahan asma
e. Cara pengobatan asma
BAB II
ISI

1. Pengertian Asma
Asma sendiri berasal dari kata asthma. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yang
memiliki arti sulit bernafas. Penyakit asma dikenal karena adanya gejala sesak
nafas, batuk, dan mengi yang disebabkan oleh penyempitan saluran nafas. Atau
dengan kata lain asma merupakan peradangan atau pembengkakan saluran nafas
yang reversibel sehingga menyebabkan diproduksinya cairan kental yang berlebih
(Prasetyo, 2010)
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan
oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophils, dan T-
lymphocytes terhadap stimuli tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea,
whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan
terjadi secara episodik berulang (Brunner & Suddarth, 2001).
Menurut Prasetyo (2010) Asma, bengek atau mengi adalah beberapa nama yang
biasa kita pakai kepada pasien yang menderita penyakit asma. Asma bukan
penyakit menular, tetapi faktor keturunan (genetic) sangat punya peranan besar di
sini. Saluran pernafasan penderita asma sangat sensitif dan memberikan respon
yang sangat berlebihan jika mengalami rangsangan atau ganguan. Saluran
pernafasan tersebut bereaksi dengan cara menyempit dan menghalangi udara yang
masuk. Penyempitan atau hambatan ini bisa mengakibatkan salah satu atau
gabungan dari berbagai gejala mulai dari batuk, sesak, nafas pendek, tersengal-
sengal, hingga nafas yang berbunyi ”ngik-ngik” (Hadibroto et al, 2006).

2. Etiologi Asma
GINA (2012) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya
asma dibagi menjadi faktor yang menyebabkan perkembangan asma dan faktor
yang memicu gejala asma.
a. Faktor host
1) Genetik
Studi keluarga dan analisis asosiasi kontrol kasus telah mengidentifikasi
sejumlah kromosom yang berkaitan dengan kerentanan asma. Kecenderungan
untuk menghasilkan kadar serum IgE total yang meningkat bersamaan dengan
terjadinya hiperresponsif jalan napas merupakan salah satu contoh penyebab
terjadinya asma yang disebabkan oleh faktor genetik.
2) Obesitas
Asma cenderung banyak ditemukan pada orang obesitas dengan BMI > 30
kg/m2 dan sulit untuk dikontrol. Efek obesitas pada mekanisme paru berpengaruh
pada jalan napas sehingga mengakibatkan penurunan fungsi paru, dalam hal ini
pasien obesitas memiliki pengurangan volume cadangan respirasi dan pola napas
yang berpengaruh terhadap elastisitas otot polos dan fungsi saluran napas lainnya.
3) Jenis kelamin
Pada usia anak-anak yaitu sebelum usia 14 tahun, jenis kelamin laki-laki
lebih berisiko mengalami asma dibandingkan dengan perempuan, hal tesebut
dikarenakan ukuran paru-paru pada laki-laki ketika lahir lebih kecil dibandingkan
perempuan. Akan tetapi, ukuran paru-paru pada laki-laki ketika dewasa lebih
besar dibandingkan perempuan, sehingga beberapa penelitian menyebutkan di
usia dewasa perempuan cenderung lebih berisiko mengalami asma dibandingkan
laki-laki.
b. Faktor lingkungan
1) Alergen
Alergen dapat menyebabkan kekambuhan pada penyakit asma. Jenis
alergen dibagi menjadi dua, yaitu alergen indoor dan alergen outdoor. Alergen
indoor merupakan alergi sebagai faktor pencetus asma yang didapatkan dari
dalam ruangan, seperti debu rumah, bulu pada binatang (anjing, kucing, dan
hewan pengerat), alergen pada kecoak dan jamur (alternaria, aspergilus,
caldosporium, dan candida), sedangkan alergen outdoor merupakan alergen yang
didapatkan dari luar ruangan, seperti serbuk pada pohon, gulma, rumput, jamur,
dsb.
2) Infeksi
Sejumlah virus berkaitan dengan fenotif asma muncul sejak masa bayi.
Respiratory Syncytial Virus (RSV) dan parainfluenza virus menghasilkan pola
gejala bronkiolitis yang mirip dengan gejala asma pada anak. Hipotesis terkait
kebersihan menunjukkan bahwa paparan infeksi di awal kehidupan perkembangan
anak juga mempengaruhi sistem kekebalan tubuh yang berkaitan dengan
terjadinya asma pada anak.
3) Asap rokok
Asap rokok pada perokok aktif maupun pasif menyebabkan terjadinya
percepatan penurunan fungsi paru, meningkatkan keparahan asma,
glukokortikosteroid sistemik, mengakibatkan penderita asma kurang responsif
terhadap pengobatan yang diberikan sehingga mengakibatkan rendahnya
kemungkinan dapat terkontrolnya suatu penyakit asma pada pederita.
4) Makanan
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa bayi yang diberikan susu sapi
maupun susu protein kedelai memiliki insiden lebih tinggi mengalami mengi
dibandingkan dengan bayi yang diberikan ASI. Peningkatan penggunaan makanan
olahan yang mengandung pewarna, pengawet, mengandung lemah jenuh
berkontribusi dalam peningkatan gejala munculnya penyakit asma.

3. Manifestasi Klinik Asma


Gejala klinis yang muncul pada penderita asma adalah sebagai berikut,
(Riyadi, 2009) :
a. Sesak napas
Sesak napas yang dialami oleh penderita asma terjadi setelah berpaparan
dengan bahan alergen dan menerap beberapa saat.
b. Batuk
Batuk yang terjadi pada penderita asma merupakan usaha saluran
pernapasan untuk mengurangi penumpukan mukus yang berlebihan pada saluran
pernapasan dan partikel asing melalui gerakan silia mukus yang ritmik keluar.
Batuk yang terjadi pada penderita asma sering bersifat produktif.
c. Suara napas wheezing/ mengi
Suara ini dapat digambarkan sebagai bunyi yang bergelombang yang
dihasilkan dari tekanan aliran udara yang melewati mukosa bronkus yang
mengalami pembengkakan tidak merata. Wheezing pada penderita asma akan
terdengar pada saat ekspirasi.
d. Pucat
Pucat pada penderita asma sangat tergantung pada tingkat penyempitan
bronkus. Pada penyempitan yang luas penderita dapat mengalami sianosis karena
kadar karbondioksida yang ada lebih tinggi daripada kadar oksigen jaringan.
e. Lemah
Oksigen di dalam tubuh difungsikan untuk respirasi sel yang akan
digunakan untuk proses metabolisme sel termasuk pembentukan energi yang
bersifat aerobic seperti glikolisis, jika jumlah oksigen berkurang maka proses
pembentukan energi secara metabolik juga menurun sehingga penderita mengeluh
lemah.

4. Pencegahan Asma
Masalah paru yang satu ini adalah jenis penyakit yang dapat dikendalikan
dengan mengatur pola hidup sehat. Selain itu, sebaiknya perhatikan beberapa hal
berikut:
- Mengenali dan menghindari pemicu asma
- Mengikuti anjuran rencana penanganan asma dari dokter
- Melakukan langkah pengobatan yang tepat dengan mengenali penyebab
serangan asma
- Menggunakan obat-obatan asma yang telah dianjurkan oleh dokter secara
teratur;
- Memonitor kondisi saluran napas.
Perlu diperhatikan, penggunaan inhaler justru berisiko meningkatkan
reaksi asma oleh karena itu, penting untuk mendiskusikannya dengan dokter,
supaya rencana penanganan asma disesuaikan dengan kebutuhan. Vaksinasi
flu dan pneumonia juga disarankan untuk pengidap asma untuk mencegah
komplikasi berbahaya yang berkaitan dengan pernapasan.
beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk mencegah datangnya
masalah asma.

1. Menjaga lingkungan dari potensi alergi


Misalnya, jika debu dapat menjadi pemicu, segeralah singkirkan debu dari
tempat di mana kita banyak berada. Jika hewan piaraan menjadi pemicu
gejala asma, maka tempatkanlah binatang peliharaan jauh dari jangkauan
kita, atau lebih sering memandikan hewan peliharaan.
2. Beri perhatian pada udara
Jika kita telah mengetahui polusi udara dapat memicu asma, maka segera
ambil tindakan atas polusi yang ada di sekitar kita. Bersihkan ruang, atau
pindah ke tempat berbeda. Mungkin pula kita dapat pindah dari ruangan
tertutup, dan mengurangi aktivitas di dalam ruangan.
3. Hindari rokok
Jika kita bukan seorang perokok, maka kita harus menghidari polusi asap
berbahaya ini. Sebaliknya, jika kita adalah perokok maka sebaiknya
kebiasaan buruk itu segera dihentikan. Merokok merupakan tindakan
paling buruk bagi paru-paru, terutama bagi para penderita asma.
4. Berolahraga
Langkah ini merupakan tips terbaik untuk menjaga tubuh dan pikiran yang
sehat. Jadi, jika kita rentan terhadap aktivitas olahraga, segeralah
berkonsultasi dengan dokter, untuk mengetahui cara mengelola gejala
asma. Jika kita kambuh selama permainan atau olahraga, hentikan apa
yang kita lakukan sampai benar-benar tenang. Atau, minum/gunakan obat
sesegera mungkin. Bila gejala telah pergi, kita dapat kembali berolahraga.
Yang perlu diingat adalah, asma tidak mencegah kita untuk melakukan
apapun yang kita senangi. Jika kita benar-benar mengenali gejala dan
pemicu asma, lalu menjaga faktor pemicu itu dengan benar, serta
mengkonsumsi obat, dan kontrol secara teratur, maka aktivitas akan bisa
dilakukan tanpa hambatan.
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Ngastiyah (2013), ada beberapa pemeriksaan
diagnostik bagi para penderita asma, antara lain :
1) Uji faal paru
Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat
obstruksi, menilai hasil provokasi bronkus, menilai hasil
pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit. Alat yang
digunakan untuk uji faal paru adalah peak flow meter,
caranya anak disuruh meniup flow meter beberapa kali
(sebelumnya menarik napas dalam melalui mulut
kemudian menghembuskan dengan kuat) dan dicatat hasil.
2) Foto toraks
Foto toraks dilakukan terutama pada anak yang baru
berkunjung pertama kali di poliklinik, untuk
menyingkirkan kemungkinan ada penyakit lain. Pada
pasien asma yang telah kronik akan terlihat jelas adanya
kelainan berupa hiperinflasi dan atelektasis.
3) Pemeriksaan darah
Hasilnya akan terdapat eosinofilia pada darah tepi dan
sekret hidung. Bila tidak eosinofilia kemungkinan bukan asma.
Selain itu juga, dilakukan uji tuberkulin dan uji kulit dengan
menggunakan alergen.

6. Pengobatan Asma
Pengobatan asma bertujuan untuk meredakan gejala dan mencegah timbulnya
serangan asma. Dokter akan menyesuaikan metode pengobatannya dengan
penyebab asma, serta usia, tingkat keparahan kondisi, dan respons pasien terhadap
pengobatan. Pengobatan asma dapat dilakukan dalam jangka pendek atau jangka
panjang. Berikut ini adalah penjelasan masing-masing metode beserta
pengobatannya:
Pengobatan Jangka Pendek
Metode pengobatan jangka pendek bertujuan untuk secara cepat meredakan
serangan asma saat sedang terjadi dan mencegah kekambuhan gejala. Ada tiga
jenis obat yang dapat digunakan pada metode ini, yaitu:
1. Inhaler short-acting beta2-agonist
Inhaler dapat digunakan untuk meredakan gejala dengan cepat saat serangan asma
sedang berlangsung. Obat ini dapat membuka saluran pernapasan yang
menyempit sehingga udara dapar kembali masuk. Meski inhaler dapat dengan
mudah meredakan gejala asma, obat ini sebaiknya hanya digunakan sesuai dengan
anjuran dokter. Hal ini karena penggunaannya tidak boleh terlalu sering dan perlu
dicatat tiap minggunya.
2. Kortikosteroid oral atau infus
Dokter akan meresepkan kortikosteroid untuk meredakan peradangan di saluran
pernapasan.
3. Obat antikolinergik
Obat antikolinergik, seperti ipratropium dan tiotropoium, digunakan untuk
melemaskan saluran pernapasan sehingga pasien bisa lebih mudah bernapas.

Pengobatan Jangka Panjang


Pengobatan jangka panjang bertujuan untuk meredakan gejala dengan mengurangi
peradangan dan mencegah penyempitan saluran pernapasan. Metode ini dilakukan
dengan mengonsumsi obat-obatan secara rutin, seperti:
- Kortikosteroid dalam bentuk hirup atau pil, untuk mengurangi respons tubuh
terhadap peradangan.
- Obat biologis bentuk suntik, seperti omalizumab, mepolizumab, reslizumab,
dan benralizumab, yang berfungsi meredakan respons tubuh terhadap alergen
pada penderita asma yang parah.
- Obat modifikasi leukotrien, seperti montelukast, zafirlukast, dan zileuton,
untuk meredakan peradangan dan menjaga saluran pernapasan tetap terbuka.
- Stabilisator sel mast, seperti cromolyn, untuk mencegah peradangan pada
saluran pernapasan saat terpapar alergen atau penyebab asma lain mencegah
sel imun menghasilkan sinyal pemicu peradangan
- Imunoterapi, dalam bentuk hirup, tablet, atau sirup, untuk mengurangi respons
tubuh terhadap alergen penyebab asma
- Inhaler bronkodilator long acting beta agonist, seperti salmeterol, untuk
mencegah penyempitan saluran pernapasan.
7. Asuhan Keperawatan
a) Pengkajian
Menurut Nuraruf & Kusuma (2015), meliputi :
1. Biodata
Identitas pasien berisikan nama pasien, tempat tanggal
lahir, jenis kelamin, tanggal masuk sakit, rekam medis.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma adalah
dispnea (sampai bisa berhari-hari atau berbulan-bulan),
batuk, dan mengi (pada beberapa kasus lebih banyak
paroksimal).
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor prediposisi
timbulnya penyakit ini, di antaranya adalah riwayat alergi
dan riwayat penyakit saluran nafas bagian bawah (rhinitis,
utikaria, dan eskrim).
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien dengan asma sering kali didapatkan adanya riwayat
penyakit turunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak
ditemukan adanya penyakit yang sama pada anggota
keluarganya.
5. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
1) Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien
pada posisi duduk.
2) Dada diobservasi
3) Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah
4) Inspeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan
kondisinya, skar, lesi, massa, dan gangguan tulang
belakang, seperti kifosis, skoliosis, dan lordosis.
5) Catat jumlah, irama, kedalaman pernafasan, dan kesimetrisan pergerakan
dada.
6. Observasi tipe pernapasan, seperti pernapasan hidung
pernapasan diafragma, dan penggunaan otot bantu
pernapasan.
7.Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi
(I) dan fase eksifirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya 1:2.
Fase ekspirasi yang memanjang menunjukkan adanya
obstruksi pada jalan napas dan sering ditemukan pada klien
Chronic Airflow Limitation (CAL) / Chornic obstructive
Pulmonary Diseases (COPD)
8. Kelainan pada bentuk dada
9. Observasi kesimetrisan pergerakkan dada. Gangguan
pergerakan atau tidak adekuatnya ekspansi dada
mengindikasikan penyakit pada paru atau pleura
10. Observasi trakea abnormal ruang interkostal selama
inspirasi, yang dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
b. Palpasi
1) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasikan keadaan
kulit, dan mengetahui vocal/ tactile premitus (vibrasi)
2) Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji
saat inspeksi seperti : massa, lesi, bengkak.
3) Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan
ketika berbicara(Nuraruf & Kusuma, 2015)
c. Perkusi
Suara perkusi normal :
1) Resonan (sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan
pada jaringan paru normal.
2) Dullnes : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan
diatas bagian jantung, mamae, dan hati.
3) Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas
perut yang berisi udara
4) Hipersonan (hipersonor) : berngaung lebih rendah
dibandingkan dengan resonan dan timbul pada bagian
paru yang berisi darah.
5) Flatness : sangat dullnes. Oleh karena itu, nadanya
lebih tinggi. Dapat terdengar pada perkusi daerah hati,
di mana areanya seluruhnya berisi jaringan. (Nuraruf
& Kusuma, 2015)
d. Auskultasi
1) Merupakan pengkajian yang sangat bermakna,
mencakup mendengarkan bunyi nafas normal, bunyi
nafas tambahan (abnormal).
2) Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara
ketika melalui jalan nafas dari laring ke alveoli,
dengan sifat bersih.
3) Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular
dan vesikular.
4) Suara nafas tambahan meliputi wheezing : peural
friction rub, dan crackles.(Nuraruf & Kusuma, 2015)

b) Diagnosa Keperawatan
Menurut diagnosis keperawatan Nanda (2015),
diagnosa keperawatan yang dapat diambil pada pasien dengan
asma adalah :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
mucus dalam jumlah berlebihan, peningkatan produksi
mucus, eksudat dalam alveoli dan bronkospasme
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan
otot pernafasan dan deformitas dinding dada
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi karbon
dioksida
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontakbilitas
dan volume sekuncup jantung
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (hipoksia) kelemahan
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan laju metabolic, dispnea saat makan,
kelemahan otot penguyah
7. Ansietas berhubungan dengan penyakit yang diderita

c) Intervensi Keperawatan
Berikut ini adalah intervensi yang dirumuskan untuk mengatasi masalah
keperawatan pada klien dengan asma bronkial : Ketidakefektifan bersihan
jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret. Nursing Outcomes
Classification (NOC) : setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien akan
mempertahankan bersihan jalan napas yang efektif. Domain 2 : kesehatan
Fisiologis, Kelas E : jantung paru. 0410 : saluran trakeobronkial yang
terbuka dan lancar untuk pertukaran udara berat (2) menjadi ringan
(4)dengan indikator :Kemampuan untuk mengeluarkan sekret, frekuensi
pernafasan, suara napas tambahan, batuk. Nursing Interventions
Classification (NIC) Airway Management : 1) Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi, 2) keluarkan sekret dengan batuk (teknik batuk
efektif), 3) monitor vital sign (RR), 4) observasi suara tambahan, 5) latih
napas dalam (teknik relaksasi).Ketidakefektifan pola napas berhubungan
dengan keletihan. otot pernafasan dan deformitas dinding dada. Nursing
Outcomes Classification (NOC) : setelah dilakukan tindakan keperawatan
pasien akan mempertahankan pola napas yang efektif. Domain 2 :
kesehatanFisiologis, Kelas E : jantung paru. 0402: pertukaran
karbondioksida dan oksigen di alveoli untuk mempertahankan
konsentrasi darah arteri berat (2) menjadi ringan (4) dengan
indikator : Saturasi oksigen, sianosis, gangguan kesadaran, keseimbangan
ventilasi dan perfusi. Nursing Interventions Classification (NIC) : Monitor
Pernapasan 1) Monitor kecepatan, irama, kedalam dan kesulitan bernafas, 2)
Monitor saturasi oksigen, 3) palpasi kesimetrisan ekspansi paru, 4) monitor
pola napas.Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi karbon
dioksida. Nursing Outcomes Classification (NOC) : setelah
dilakukan tindakan keperawatan pasien akan mempertahankan
pertukaran kepatenan pertukaran gas. Domain 2 : kesehatan
Fisiologis, Kelas E : jantung paru. 4020 : pertukaran karbondioksida dan
oksigen di alveoli untuk mempertahankan konsentrasi darah arteri berat (2)
menjadi ringan (4) dengan indikator : Saturasi oksigen, Sianosis, Gangguan
kesadaran, Keseimbangan ventilasi dan perfusi. Nursing Interventions
Classification (NIC) : Terapi oksigen : 1) Pertahankan kepatenan
jalan napas, 2) Berikan oksigen seperti yang diperintahkan, 3)
Monitor aliran oksigen, 4)Batasi merokok. Penurunan curah jantung
berhubungan dengan kontakbilitas dan volume sekuncup jantung.Nursing
Outcomes Classification (NOC) : setelah dilakukan tindakan keperawatan
pasien akan mempertahankan curah jantung yang stabil dengan kriteria hasil
Domain 2 : kesehatan Fisiologis, Kelas E : jantung paru, Denyut nadi apikal,
Tekanan darah sistol dan distol, Ukuran jantung, Intoleransi aktivitas.
Nursing Interventions Classification (NIC) : Perawatan jantung : 1) Catat
tanda dan gejala penurunan curah jantung, 2) Monitor EKG, 3) Evaluasi
perubahan tekanan darah, 4) Monitor sesak, kelelahan, takipnea Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan antara suplai dan kebutuhan oksigen
(hipoksia) kelemahan. Nursing Outcomes Classification (NOC) : setelah
dilakukan tindakan keperawatan pasien akan mempertahankan toleransi
aktivitas yang adekuat dengan kriteria hasil:Domain 1 : fungsi kesehatan,
Kelas A :
pemeliharaan energi, Saturasi oksigen ketika beraktivitas, Frekuensi
nadi keyika beraktivitas, Frekuensi pernapasan ketika beraktivitas,
Warna kulit, Tekanan darah sistolik dan diastolik ketika beraktivitas.
Nursing Interventions Classification (NIC): Manajemen energi : 1) Monitor
respirasi pasien selama kegiatan, 2) Bantu pasien identifikasi pilihan-pilihan
aktivitas, 3) Bantu pasien untuk menjadwalkan periode istirahat, 4) Monitor
respon oksigen pasien.Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan laju metabolic, dispnea saat makan, kelemahan
otot penguyah. Nursing Outcomes Classification (NOC) :
setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien akan mempertahankan
nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil:Domain 2 : kesehatan fisiologi,
Kelas K :
pencernaan & nutrisi, Asupan makanan, Asupan cairan, Energi, Rasio tinggi
badan/berat badan. Nursing Interventions Classification (NIC): Pemberian
makan : 1) Tanyakan pasien makanan yang disukai, 2) Atur makanan sesuai
dengan kesenangan pasien, 3) Beri minum pada saat makan, 4) Catat
asupan.Ansietas berhubungan dengan penyakit yang diderita. Nursing
Outcomes Classification (NOC) : setelah dilakukan tindakan keperawatan
pasien akan menurunkan tingkat kecemasannya dengan kriteria
hasil:Domain 3 : kesehatan psikososial, Kelas M : kesejahteraan psikologis,
Perasaan gelisah, Kesulitan berkonsentrasi, Meremas-remas tangan, Wajah
tegang. Nursing Interventions Classification (NIC): Pengurangan kecemasan
: 1) Ciptakan atmosfer rasa aman untuk meningkatakan kepercayaan, 2)
Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi, 3) Kaji
untuk tanda verbal dan non verbal kecemasan, 4) Dorong keluarga
untuk mendampingi klien.

d) Implementasi Keperawatan
1. Hindari alergen
Salah satu penatalaksanaan asma adalah menghindari eksaserbasi. Anak
yang rentan tidak dibiarkan untuk terpajan cuaca yang sangat dingin,
berangin, atau cuaca ekstrem lainnya, asap,spray, atau iritan lainnya.
2. Meredakan bronkospasme
Anak diajarkan untuk mengenali tanda dan gejala awal serangan sehingga
dapat dikendalikan sebelum gejala tersebut semakin berat. Tanda-tanda
objektif yang dapat diobservasi orang tua antara lain rinorea, batuk, demam
ringan, iritabilitas, gatal (terutama leher bagian depan dan dada), apati,
ansietas, gangguan tidur, rasa tidak nyaman pada abdomen, kehilangan
nafsu makan.Anak yang menggunakan nebulizer, MDI, diskhaler,
atau rotahaler untuk memberikan obat perlu mempelajari cara penggunaan
alat tersebut dengan benar.(Wong,2014)

e) Evaluasi Keperawatan
Efektivitas intervensi keperawatan ditentukan dengan
pengkajian ulang yang kontinu dan evaluasi perawatan berdasarkan
panduan observasi dan hasil yang diharapkan berikut ini:
1. Tanyakan keluarga mengenai upaya membasmi atau
menghindari alergen
2. Amati anak untuk adanya tanda-tanda gejala pernapasan
3. Kaji kesehatan umum anak
4. Amati anak dan tanyakan keluarga mengenai infeksi atau
komplikasi lainnya
5. Tanyakan anak tentang aktivitas sehari-hari
6. Tantukan tingkat pemahaman keluarga dan anak terhadap
kondisi anak dan tentang terapu yang harus dilakukan.(Wong,
2014)
BAB III
PENUTUP

1) Kesimpulan
Asma bronchial adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif
intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode
bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap
berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan
menjadi 3 tipe, yaitu : Ekstrinsik (alergik), Intrinsik (non alergik) ,Asma
gabungan. Dan ada beberapa hal yang merupakan faktor penyebab
timbulnya serangan asma bronkhial yaitu : faktor predisposisi(genetic),
faktor presipitasi(alergen, perubahan cuaca, stress, lingkungan kerja,
olahraga/ aktifitas jasmani yang berat). Pencegahan serangan asma dapat
dilakukan dengan :
1. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi
2. Menghindari kelelahan
3. Menghindari stress psikis
4. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin
Olahraga renang, senam asma

2) Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua
pembaca agar dapat menelaah dan memahami apa yang telah terulis
dalam makalah ini sehingga sedikit banyak bisa menambah pengetahuan
pembaca. Disamping itu saya juga mengharapkan saran dan kritik dari
para pembaca sehinga kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah
kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Muchid, dkk. (2007, September). Pharmaceutical care untuk penyakit asma.

Diakses 22 Juni 2012 dari Direktorat Bina Farmasi Komunitas

Dan Klinik Depkes RI:http://125.160.76.194 /bidang/yanmed/farmasi/


Pharmaceutical/ASMA.pdf

Tanjung, D. (2003). Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. Diakses 22 Juni 2012 dari USU
digital library:

Clark Varnell Margaret. (2013). Asma; Panduan Penatalaksanaan Klinis. Jakarta : EGC

Diagnosa Keperawatan : Definisi Keperawatan 2015-2017. Jakarta: EGC

Huda Amin, Kusuma Hardhi. (2016). Asuhan keperawatan praktis : berdasarkan


penerapan diagnosa Nanda, Nic, Noc. Yokyakarta : Mediaction Jogja.

Ikawati Zullies. (2016). Penatalaksanaan Terapi : Penyakit Sistem Pernafasan.


Yogyakarta : Bursa IlmuInfodatin. Pusat data dan informasi Kementrian Kesehatan RI.
ISSN 2447659.

Nelson. (2013). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, vol.1. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai