Anda di halaman 1dari 86

LAPORAN STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. Z DENGAN LIMFADENOPATI


DIRUANG NURI RSD IDAMAN BANJARBARU TAHUN 2022

Diajukan Sebagai Salah Syarat Untuk Memperoleh


Predikat Ahli Madya Keperawatan

OLEH:
NOVIA RAHMAH
NIM.20191440119031

YAYASAN BANJAR INSAN PRESTASI


STIKES INTAN MARTAPURA
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN STUDI KASUS

Studi Kasus yang berjudul “LAPORAN STUDI KASUS


ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.Z DENGAN LIMFADENOPATI DI
RUANG NURI RSD IDAMAN BANJARBARU” oleh Novia Rahmah NIM
20191440119031 telah disetujui untuk dipertahankan Tim
Penguji Seminar Studi Kasus STIKES Intan Martapura.
Martapura, Maret 2022

Tim Penguji :

1. Penguji 2 : Hj. Asni Hasaini.,M.Kep ( )


NIK.19870203 201109 2 034

2. Penguji 1 : Martini Nur Sukmawaty,S.Kep.M.Kep ( )


NIK.19841003 201209 2 043

Mengetahui ;
Ketua STIKES Intan Keperawatan
Martapura

Hj. Zubaidah, SST, S.Kep. MPH


NIP. 19641103 198603 2 006

ii
KATA PENGANTAR

Assalamalaikum Wr.Wb. Salam sejahtera untuk


kita semua.Syukur alhamdulillah penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan limpahan rahmat dan karunianya sehingga
dapat menyelesaikan STUDI KASUS dengan Judul “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA Tn.Z DENGAN LIMFADENOPATI DI RUANG
NURI RSD IDAMAN BANJARBARU”. Studi Kasus ini
merupakan tuntunan untuk memenuhi salah satu syarat
dalam menyelesaikan pendidikan Ahli Madya
Keperawatan pada Diploma III STIKES Intan Martapura.
Dalam penulisan Studi Kasus ini, penulis
banyak menerima bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Ketua STIKES Intan Martapura Ibu Hj. Zubaidah,
SST,.S.Kep.,MPH
2. Dr. dr. Hj. Endah Labati Silapurna, MH.Kes selaku
Direktur RSD Idaman Banjarbaru yang telah
bersedia memberikan izin dalam pengumpulan data
penelitian.
3. Ibu Martini Nur Sukmawaty,S.Kep.M.Kep selaku
penguji 1.
4. Ibu Hj. Asni Hasaini.,M.Kep selaku Penguji 2.
5. Seluruh Dosen dan staf STIKES Intan Martapura
yang telah membantu penulis dalam menuntut ilmu
pengetahuan selama masa pendidikan kurang lebih 3
tahun.

iii
6. Ucapan terimakasih, rasa haru dan syukur yang
setinggi- tingginya buat Ayahanda dan Ibunda
serta teman-teman tercinta yang telah memberi
semangat serta do’a sehingga penulis dapat
menyelesaikan Studi Kasus ini.
Penulis juga menyadari bahwa Studi Kasus ini
masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritikan dan saran dari semua pihak
demi kesempurnaan penulisan ini.
Akhirnya atas segala bantuan dan dorongan
dari semua pihak yang membantu semoga mendapat
karunia dari Allah SWT.
Amin Ya Rabbal A’lamin.
Wassalamualaikum Wr.Wb.

Martapura, 25 April 2022


Penulis

Novia Rahmah
NIM. 20191440119031

iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ........................... ii
KATA PENGANTAR .............................. iii
DAFTAR ISI .................................. v
DAFTAR TABEL ................................ vii
DAFTAR GAMBAR ............................... viii
BAB I PENDAHULUAN ........................... 1
A. Latar Belakang ......................... 1
B. Manfaat Penulisan ...................... 3
C. Batasan Masalah ........................ 4
D. Tujuan ................................. 4
1. Tujuan Umum ......................... 4
2. Tujuan Khusus........................ 4
E. Metode Pengumpulan Data................. 5
BAB II LANDASAN TEORI ....................... 6
A. Anatomi Fisiologi....................... 6
B. Konsep Limfadenopati .................... 10
D. Konsep Asuhan Keperawatan .............. 18
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN Tn. z............ 36
A. Identitas Pasien ....................... 36
B. Analisa Data ........................... 39
C. Rencana Asuhan Keperawatan ............. 41
D. Tindaka dan Evaluasi ................... 48

v
BAB IV PEMBAHASAN ........................... 53
A. Pengkajian ............................. 53
B. Diagnosa Keperawatan .................. 55
C. Rencana Asuhan Keperawatan ............. 58
D. Implementasi Keperawatan ............... 61
E. Evaluasi .............................. 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................. 64
A. Kesimpulan ............................. 64
B. Saran .................................. 66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan ...........


..................................
Tabel 3.2 Analisa Data .....................
..................................
Tabel 3.3 rencana asuhan keperawatan .......
..................................
Tabel 3.4 Tindakan dan Evaluasi
Keperawatan.......................
..................................

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar.1 Lokasi kelenjar getah


bening(KGB) di daerah kepala
dan leher.........................
Gambar 2. Skema kelenjar getah bening...... 9

viii
ix
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Menurut Krisna Mulasimadhi, dokter spesialis
penyakit dalam RS Melinda 2 Kota Bandung, 2018
hal yang lagi fenomena dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari dalam pembesaran Kelenjar Getah
Bening (KGB) yaitu karena adanya peradangan
kronis (Oehadian, 2013).
Dari studi yang dilakukan di New York,
ditemukan 2.556 kasus limfadenopati yang tidak
diketahui penyebabnya(Skandalakis, 2014).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
menghitung secara kumulatif jumlah kasus
Limfadenopati terdapat 778 kasus dengan jumlah
penduduk Indonesia 265.632.700 jiwa (BPS, 2018).
Pembesaran Kelenjar Getah Bening (KGB) atau
disebut Limfadenopati merupakan pembesaran dengan
ukuran lebih besar dari 1 cm. Berdasarkan
lokasinya, limfadenopati terbagi menjadi
limfadenopati generalisata dan limfadenopati
lokalisata. Penyebab limfadenopati terjadi ketika
kelenjar getah bening membesar atau membengkak
akibat melawan virus dan bakteri yang masuk ke
dalam tubuh. Pada proses tersebut, sel darah dan
cairan akan berkumpul di kelenjar getah bening
sehingga menyebabkan pembengkakan.Biasanya,
bagian tubuh yang terserang infeksi terletak di
dekat kelenjar getah bening yang mengalami
pembengkakan. Sebagai contoh, seseorang yang
2

menderita radang tenggorokan akan mengalami


pembengkakan kelenjar getah bening di
lehernya(Oehadian, 2013).
Limfadenopati berbahaya jika tidak
ditangani, penyakit ini dapat berkembang menjadi
kondisi yang lebih parah. Pada beberapa kasus,
komplikasi penyakit kelenjar getah bening berupa
rusaknya jaringan kulit di area kelenjar
(Skandalakis, 2014).
Kelenjar getah bening atau limfoma tidak
boleh disepelekan karena bisa berdampak bahaya.
Penyakit ini terjadi karena pertumbuhan sel
kanker pada sistem limfatik yang merupakan bagian
dari jaringan melawan kuman tubuh. Pasalnya,
penyakit yang satu ini memang tergolong penyakit
mematikan atau kemungkinan kesembuhannya
tergolong kecil(Oehadian, 2013).
Berdasarkan data dari cacatan Medical
Record, 2021 RSD Idaman Banjarbaru selama tahun
2021 telah merawat klien sebanyak 132 klien,
dengan jumlah klien operasi sebanyak 53 klien.
Didapatkan hasil klien dengan limfadenopati tidak
termasuk ke dalam 10 penyakit terbesar di Ruang
Nuri RSD Idaman Banjarbaru dengan jumlah klien
sebanyak 8 orang. Meskipun tidak masuk ke dalam
10 besar penyakit di Ruang Nuri perawat tetap
mempunyai peran dalam melakukan asuhan
keperawatan kepada klien limfadenopati karena
limfadenopati dapat mengganggu kebutuhan dasar

manusia seperti bio, psiko, sosial dan spiritual


3

(Kasir DR,2014).
Limfadenopati yang tidak ditangani dengan
tepat bisa menyebabkan infeksi. Infeksi ini
nantinya bisa berujung pada abses dan sepsis.
Sepsis sendiri bisa menimbulkan tekanan darah
turun drastis dan menyebabkan kerusakan pada
banyak organ(Kasir DR,2014).
Pentingnya peran perawat dalam setiap
tindakan, perawat perlu melakukan observasi
tingkat nyeri insisi biopsi untuk menentukan
skala nyeri, resiko infeksi dan ansietas. Dari
uraian diatas perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan melalui tindakan mandiri dan
kolaboratif memfasilitasi pasien untuk
menyelesaikan masalah keperawatan (Setioyohadi,
2014).

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik


untuk melakukan “ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.Z
DENGAN LIMFADENOPATI DIRUANG NURI RSD IDAMAN
BANJARBARU”.

B. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi Klien
Untuk menambah pengetahuan klien tentang
penyakit limfadenopati dan memberikan informasi
tentang Asuhan Keperawatan dalam mengatasi
masalah kesehatan yang dialami klien.
2. Bagi Mahasiswa
Dalam merawat penderita limfadenopati yaitu
dapat menerapkan dan memberikan Asuhan
4

Keperawatan sesuai dengan ilmu dan teori yang


didapat di bangku kuliah.

3. Bagi Perawat
Perawat dapat menambah pengalaman untuk
menentukan diagnosa dan intervensi keperawatan
yang tepat pada pasie,menggali asuhan keperawatan
pada promkes serta meningkatkan kemampuan perawat
dalam keperawatan.

C. BATASAN MASALAH
Dalam penulisan studi kasus ini hanya membahas
tentang Asuhan Keperawatan Pada Tn.Z Dengan
Limfadenopati diRuang Nuri RSD Idaman Banjarbaru.

D. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu mengaplikasikan teori dan pengalaman
praktik yang sudah diperoleh untuk memecahkan
masalah dalam bentuk Asuhan Keperawatan pada Tn.Z
Dengan Limfadenopati.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada Tn.Z Dengan
Limfadenopati
b. Mampu merumuskan dan memprioritaskan diagnosa
keperawatan pada Tn.Z Dengan Limfadenopati
c. Mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan
(intervensi) pada Tn.Z Dengan Limfadenopati
d. Melakukan tindakan keperawatan (implementasi)
pada Tn.Z Dengan Limfadenopati
5

e. Mampu mengevaluasi keperawatan berdasarkan


tindakan pada Tn.Z Dengan Limfadenopati

E. METODE PENGUMPULAN DATA


1. Wawancara
Metode pengumpulan data secara langsung
melalui tatap muka dan tanya jawab dengan klien.

2. Pengamatan
Pengumpulan data secara pengamatan dan
pemeriksaan keadaan klien termasuk tanda dan
gejala yang dirasakan klien.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Data yang didapat melalui pengamatan terhadap
keadaan klien.
b. Palpasi
Jenis pemeriksaan dengan cara meraba.
c. Perkusi
Pemeriksaan fisik dengan cara menggunakan jari
tangan untuk mengetuk sehingga mengetahui
normal atau tidaknya suatu organ tubuh.
d. Auskultasi
Pemeriksaan fisik dengan cara mendengarkan
suara abnormal dalam tubuh.
4. Referensi
Pengumpulan data dengan mengambil referensi
yang sesuai dengan masalah.
5. Studi Kepustakaan
6

Pengumpulan data melalui beberapa literatur


yang ada diperpustakaan dan dijadikan landasan
teori dalam memberikan suatu pelayanan
keperawatan dan penyusunan Laporan Asuhan
Keperawatan pada klien Limfadenopati.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Sistem limfatik tersusun atas berbagai organ-
organ dalam tubuh, di antaranya adalah:
1. Getah bening
Getah bening atau cairan limfatik adalah
cairan ekstra yang mengalir dari sel dan jaringan.
Akan tetapi, tidak terserap kembali ke dalam
kapiler. Cairan ini juga berfungsi untuk
mengangkut sel darah putih (limfosit) yang bekerja
melawan infeksi.
2. Kelenjar getah bening
Kelenjar getah bening (lymph nodes) adalah
kelenjar yang memantau dan membersihkan getah
bening saat menyaringnya. Kelenjar ini menyaring
sel-sel rusak serta sel kanker.
Beberapa lokasi kelenjar getah bening adalah
di area ketiak, selangkangan, dan juga leher.
Kelenjar ini pun terhubung dengan area lainnya
melalui pembuluh limfatik.
3. Pembuluh limfatik
Ini adalah jaringan kapiler dan jaringan
tabung besar yang berada si seluruh tubuh. Organ
limfatik ini berperan untuk mengangkut getah
bening dari jaringan.
Pembuluh limfatik bekerja di bawah tekanan
yang sangat rendah. Ada pula serangkaian katup
untuk menjaga agar cairan tetap bergerak satu
arah.

7
4. Limpa
Limpa adalah organ terbesar dalam sistem
limfatik, berada di sisi kiri bawah tulang rusuk
atau berada di atas perut. Fungsinya adalah untuk
menyaring dan menyimpan darah.Selain itu, limpa
juga berfungsi menghasilkan sel darah putih untuk
melawan infeksi atau penyakit.
5. Timus
Kelenjar timus sebagai bagian dari organ
sistem limfatik dan kelenjar endokrin, letaknya
berada di bekalang tulang dada. Fungsinya adalah
untuk mematangkan jenis sel darah putih tertentu,
sehingga melawan organisme asing.
Selain itu, kelenjar timus juga sudah mulai
mengembangkan sistem kekebalan tubuh dari sebelum
lahir hingga masa perkembangan anak.
6. Sumsum tulang belakang
Sumsum tulang belakang adalah jaringan lunak
yang kenyal, letaknya berada di tengah tulang
tertentu. Sebagai contoh, tulang pinggul dan
tulang dada.
Sebenarnya, sumsum tulang bukanlah jaringan
limfatik. Akan tetapi, bisa dianggap menjadi
bagian sistem limfatik karena di sinilah limfosit
sel B dari sistem kekebalan menjadi matang.
7. Tonsil
Tonsil atau amandel adalah bagian dari organ
sistem limfatik yang berukuran kecil dan terletak
di belakang tenggorokan. Sebagai salah satu
pertahanan tubuh, fungsi tonsil yang utama adalah
memerangi infeksi.

8
Ini karena tonsil dapat menghasilkan sel
darah putih, antibodi, serta mampu menyaring
virus dan bakteri yang masuk ke dalam tubuh.
Organ ini juga berfungsi mencegah masuknya benda
asing yang mungkin terhirup atau pun tertelan,
sebelum masuk ke dalam paru-paru.
Pembesaran KGB dapat dibedakan menjadi
pembesaran KGB (limfadenopati lokalisata) dan
pembesaran KGB umum (limfadenopati generalisata).
Limfadenopati lokalisata didefinisikan sebagai
pembesaran KGB hanya pada satu daerah saja,
sedangkan limfadenopati generalisata apabila
pembesaran KGB pada dua atau lebih daerah yang
berjauhan dan simetris. Ada sekitar 300 KGB di
daerah kepala dan leher, gambaran lokasi
terdapatnya KGB pada daerah kepala dan leher adalah
sebagai berikut: (Bakta IM.2016)

Gambar 1. Lokasi kelenjar getah bening (KGB) di daerah


kepala dan leher.

9
10

Secara anatomi aliran getah bening aferen


masuk ke dalam KGB melalui simpai (kapsul) dan
membawa cairan getah bening dari jaringan
sekitarnya dan aliran getah bening eferen keluar
dari KGB melalui hilus. Cairan getah bening masuk
kedalam kelenjar melalui lobang-lobang di simpai.
Di dalam kelenjar, cairan getah bening mengalir
dibawah simpai di dalam ruangan yang disebut sinus
perifer yang dilapisi oleh sel endotel
(Zahra,Abu.2014).
Jaringan ikat trabekula terentang melalui
sinus-sinus yang menghubung- kan simpai dengan
kerangka retikuler dari bagian dalam kelenjar dan
merupakan alur untuk pembuluh darah dan
syaraf(Zahra,Abu.2014).
Dari bagian pinggir cairan getah bening
menyusup kedalam sinus penetrating yang juga
dilapisi sel endotel. Pada waktu cairan getah
bening di dalam sinus penetrating melalui hilus,
sinus ini menempati ruangan yang lebih luas dan
disebut sinus meduleri. Dari hilus cairan ini
selanjutnya menuju aliran getah bening

eferen(Zahra,Abu.2014).
Gambar 2. Skema kelenjar getah bening (KGB
11

Pada dasarnya limfosit mempunyai dua bentuk,


yang berasal dari sel T (thymus) dan sel B (bursa)
atau sumsum tulang. Fungsi dari limfosit B dan
sel-sel turunanya seperti sel plasma,
imunoglobulin, yang berhubungan dengan humoral
immunity, sedangkan T limfosit berperan terutama
pada cell-mediated immunity.
Terdapat tiga daerah pada KGB yang berbeda:
korteks, medula, parakorteks, ketiganya
berlokasinya antara kapsul dan hilus. Korteks dan
medula merupakan daerah yang mengandung sel B,
sedangkan daerah parakorteks mengandung sel
T(Zahra,Abu.2014).
Dalam korteks banyak mengandung nodul
limfatik (folikel), pada masa postnatal, biasanya
berisi germinal center. Akibatnya terjadi
stimulasi antigen, sel B didalam germinal centers
berubah menjadi sel yang besar, inti bulat dan
anak inti menonjol. Yang sebelumnya dikenal
sebagai sel retikulum, sel-selnya besar yang
ditunjukan oleh Lukes dan Collins (1974) sebagai
sel noncleaved besar, dan sel noncleaved kecil.
Sel noncleaved yang besar berperan pada
limphopoiesis atau berubah menjadi immunoblas,
diluar germinal center, dan berkembang didalam
sel plasma(Bakta IM.2016).

B. KONSEP LIMFADENOPATI
1. Definisi
Limfadenopati merupakan pembesaran
Kelenjar Getah Bening (KGB) dengan ukuran
12

lebih dari 1 cm. Berdasarkan lokasinya


limfadenopati terbagi menjadi limfadenopati
generalisata dan limfadenopati lokalisata
(Oehadian, 2013).
Limfadenopati adalah abnormalitas ukuran
atau karakter kelenjar getah bening. Terabanya
kelenjar getah bening supraklavikula, iliaka
atau poplitea dengan ukuran berapa pun dan
terabanya kelenjar epitroklear dengan ukuran
lebih besar dari 5 mm yang merupakan keadaan
abnormal (Oehadian, 2013).
Berdasarkan kedua definisi tersebut penulis
menyimpulkan bahwa Limfadenopati merupakan
pembesaran kelenjar limfatik atau suatu keadaan
dimana KGB mengalami pembesaran dengan ukuran
lebih dari 1 cm dan terabanya kelenjar
epitroklear dengan ukuran lebih besar dari 5 mm
yang merupakan keadaan abnormal.
2. Etiologi

Banyak keadaan yang dapat menimbulkan


limfadenopati.Penyebab kelenjar getah bening
bengkak yang paling umum adalah infeksi,
terutama infeksi virus dan bakteri. Beberapa
infeksi umum yang bisa membuat kelenjar getah
bening bengkak yakni flu, radang tenggorokan,
campak, infeksi telinga, gigi berlubang,
mononukleosis, dan HIV. Penyakit autoimun,
seperti rheumatoid arthritis atau lupus.
Kanker, misalnya limfoma atau leukemia
(Zahra,Abu.2014).
13

3. Patofisiologi

Sebuah penelitian oleh Price tahun 1995


(dikutip dalam Astria Dian Setyorini 2014)
Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan
sejajar dengan sistem vaskular darah. Biasanya
ada penembusan lambat cairaninterstisial kedalam
saluran limfe jaringan, dan limfe yang terbentuk
dibawa kesentral dalam badan dan akhirnya
bergabung kembali kedarah vena. Bila daerah
terkena radang, biasanya terjadi kenaikan yang
menyolok pada aliran limfe dari daerah itu.
Telah diketahui bahwa dalam perjalanan
peradangan akut, lapisan pembatas pembuluh limfe
yang terkecil agak meregang, sama seperti yang
terjadi pada venula, dengan demikian
memungkinkan lebih banyak bahan interstisial
yang masuk kedalam pembuluh limfe. Bagaimanapun
juga, selama peradangan akut tidak hanya aliran
limfe yang bertambah, tetapi kandungan protein
dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan
cara yang sama(Oehadian, 2013).
Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan
melalui pembuluh limfe menguntungkan karena
cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang
meradang dengan mengosongkan sebagian dari
eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang dapat
menimbulkan cedera dapat dibawa oleh pembuluh
limfe dari tempat peradangan primer ketempat
yang jauh dalam tubuh. Dengan cara ini,
misalnya, agen-agen yang menular dapat menyebar.
14

Penyebaran sering dibatasi oleh penyaringan yang


dilakukan oleh kelenjar limfe regional yang
dilalui oleh cairan limfe yang bergerak menuju
kedalam tubuh, tetapi agen atau bahan yang
terbawa oleh cairan limfe mungkin masih dapat
melewati kelenjar dan akhirnya mencapai aliran
darah(Oehadian, 2013).
Sebuah penelitian oleh Harrison tahun 1999
(dikutip dalam Sutrisno 2018) Riwayat penyakit
dan pemeriksaan fisis dapat menghasilkan
petunjuk tentang kemungkinan diagnosis ini dan
evaluasi lebih lanjut secara langsung (misalnya
hitung darah lengap, biakan darah, foto rontgen,
serologi, uji kulit). Jika adenopati sistemik
tetap terjadi tanpa penyebab yang jelas tanpa
diketahui, biopsi kelenjar limfe dianjurkan.
Biopsi kelenjar jika diputuskan tindakan
biopsi, idealnya dilakukan pada kelenjar yang
paling besar, paling dicurigai dan paling mudah
diakses dengan pertimbangan nilai diagnostiknya.
KGB inguinal mempunyai nilai diagnostik paling
rendah. KGB supraklavikular mempunyai nilai
diagnostik paling tinggi. Adanya gambaran
arsitektur kelenjar pada biopsi merupakan hal
yang penting untuk diagnostic yang tepat,
terutama untuk membedakan limfoma dengan
hyperplasia reaktif yang jinak. (Oehadian,
2013).
Sebuah penelitian oleh Oswari tahun 2010
(dikutip dalam Roezin,2017) Anestesi umum
menyebabkan mati rasa karena obat ini masuk
15

kejaringan otak dengan tekanan setempat yang


tinngi. Pada awal pembiusan ukuran pupil masih
biasa, reflek pupil masih kuat, pernafasan tidak
teratur, nadi tidak teratur, sedangkan tekanan
darah tidak berubah, seperti biasa.

4. Skema Ptofisiologi

Penembusan lambat cairan


interstitial kedalam saluran limfe
jaringan.

Radang Limfe

Terjadi kenaikan aliran limfe Menuju sentral dalam


pada daerah peradangan badan
Perubahan
Bergabung
dalam
kembali ke vena
kemampuan
pembekuan
darah
Pembuluh vena yang terkecil agak Bila terjadi trauma
meregang

Resiko kekurangan
Banyak cairan interstitial Kandungan volume cairan
masuk ke pembuluh protein bertambah
limfe

Menekan Terjadi bengkak


organ
pernapasan Jaringan
mengeluarkan zat
Ketidakefektifan Dilakukan Kontinuitas kimia bradykinin,
pola napas tindakan invasif jaringan kulit serotonin,
prostaglandin
hingga menstimulasi
Port de
nyeri
entree
Diteruskan ke
Resiko infeksi Nyeri akut thalamus
sebagai pusat
sensori
Ansietas
Kelemahan fisik
16

Bagan 2.1 Pathway Limfadenopati (Roezin,2017)


5. Tanda dan Gejala
Menurut Bakta (2016) pada pasien dengan
Limfadenopati pembengkakan atau pembesaran pada
kelenjar getah bening. Pembengkakan ini bisa
diketahui dari munculnya benjolan di bawah kulit,
biasanya akan terasa nyeri. Limfadenopati ini
bisa terjadi hanya satu limpa yang membesar atau
lebih. Pembesaran kelenjat getah bening paling
sering berada di kepala dan leher. Tapi, gejala
dari penyakit ini tidak hanya pembengkakan saja,
sebab limfadenopati juga bisa memunculkan gejala-
gejala lainnya. Gejala ini bisa saja berbeda-
beda, bergantung pada penyebab dan lokasi
terjadinya pembengkakan, gejala lainnya adalah
demam, berkeringat di malam hari dan lemas,Ruam
kulit, Berat badan turun dan Lemas.
Selain itu, segeralah lakukan penaganan bila
pembengkakan yang dialami: (Sutrisno, 2018).
1. Terus bertambah dan telah berlangsung lebih
dari dua minggu.
2. Pembengkakan muncul tanpa sebab yang jelas.
3. Teksturnya kerena dan tak bergerak ketika
digoyangkan.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang diantaranya yaitu :
(Sutrisno, 2018)
Biopsi eksisi merupakan gold standar dari
pemeriksaan limfadenopati namun tidak semua
pusat layanan kesehatan dapat melakukan prosedur
ini karena keterbatasan sarana dan tenaga medis.
17

Disamping itu, metode biopsi eksisi ini

tergolong invasif dan mahal (Chandrasoma,2015).

a. Biopsi aspirasi jarum halus merupakan


penunjang yang cukup baik dalam menggantikan
jika pusat pelayanan kesehatan memiliki
keterbatasan sarana dan tenaga medis.
Meskipun biopsi aspirasi jarum halus adalah
diagnosis pertama yang mapan alat untuk
evaluasi kelenjar getah bening, hanya biopsi
inti atau biopsi eksisi akan cukup untuk
diagnosis formal limfoma ketika teknik
analitik lebih lanjut tidak tersedia,
seperti imunohistokimia, aliran cytometry
dan noda khusus(Chandrasoma,2015).
b. Pemeriksaan laboratorium limfadenopati
terutama dilihat dari riwayat dan
pemeriksaan fisik berdasarkan ukuran dan
karakteristik lain dari nodul dan
pemeriksaan klinis keseluruhan klien. Ketika
pemeriksaan laboratorium ditunjukkan, itu
harus didorong oleh pemeriksan klinis.
Pemeriksaan laboratorium dari limfadenopati
diantaranya adalah complete blood cell count
(CBC) with differential, erythrocyte
sedimentation rate (ESR), lactate
dehydrogenase (LDH), specific serologies
based on exposures and symptoms [B.
henselae, Epstein– Barr virus (EBV), HIV],
tuberculin skin testing (TST)
(Chandrasoma,2015).
18

c. Pemeriksaan radiologi diantaranya yaitu


ultrasonografi bisa berguna untuk diagnosis
dan monitor klien dengan limfadenopati,
terutama jika mereka memiliki kanker tiroid
atau riwayat terapi radiasi saat muda.
Tetapi harus dipikirkan bahwa meski di klien
kanker pembesaran kelenjar getah bening
jinak lebih sering dibandingkan yang ganas.
Bentuk dari nodul limfa jinak biasanya
berbentuk oval tipis sedangkan ganas
berbentuk bulat dan kenyal. Perbedaan di
ukuran atau homogenitas tidak menjadi
indikator patologi yang bisa diandalkan
(Chandrasoma,2015).
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI) sebelum
meluasnya penggunaan gadolinium dan teknik
supresi lemak, MRI sering tidak lebih
spesifik dibandingkan Computerized
Tomography (CT) dalam karakterisasi nodul
limfa servikal metastasis karena rendahnya
kemampuan untuk menunjukkan nodul yang
bertambah secara heterogen, tanda
metastasis nodul yang sangat akurat dalam
pengaturan SCC leher. Namun, teknologi scan
MRI meningkat, peningkatan gadolinium, dan
rangkaian supresi lemak telah memungkinkan
akurasi yang sebanding. Juga, deteksi MRI
dari invasi arteri karotis oleh penyebaran
ekstrakaspular tumor dari nodul sering kali
lebih unggul daripada CECT
19

(Chandrasoma,2015).
e. Pemeriksaan CT nodul limfa dilakukan
bersamaan selama pemeriksaan CT terhadap
sebagian besar tumor suprahyoid dan
infrahyoid atau peradangan. Kualitas
penilaian nodul limfa sangat tergantung pada
keberhasilan mencapai konsentrasi kontras
yang tinggi dalam struktur arteri dan vena
leher. Jika tidak, nodul dan pembuluh
mungkin tampak sangat mirip
(Chandrasoma,2015).
7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaan limfadenopati berdasarkan
pada penyebab masing- masing limfadenopati
tersebut. Tatalaksana atau pengobatan awal
yang dilakukan pada Limfadenopati biasanya
adalah diberikan antibiotik dengan durasi 1-2
minggu serta diobservasi. Beberapa antibiotik
ditargetkan untuk bakteri seperti
Staphylococcus aureus dan Streptococci group
A. Antibiotik yang disarankan untuk
limfadenopati adalah cephalosporins,
amoxicillin/clavulanate (Augmentin),
orclindamycin. Obat kortikosteroid sebaiknya
dihindari terlebih dahulu pada beberapa saat
karena pengobatan dengan kortikosteroid dapat
menunda diagnosis hitologik dari leukemia atau
limfoma. (Zahra,Abu.2014).
Penatalaksanaan limfadenopati dengan
penanganan pembedahan yang sering dilakukan
yaitu Limfadenektomi (pembedahan dimana KGB
20

dan sampel jaringan diperiksa dibawah


mikroskop untuk tanda-tanda kanker)
(Zahra,Abu.2014).

C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap pertama dari
proses keperawatan yang mencangkup pengumpulan
data, penyusunan, validasi dan pencatatan data.
Pengkajan dibagi dalam pengumpulan data dan
pengorganisasian data. Pengkajian dilakukan
sebelum penetapan diagnosa keperawatan.
Pengkajian merupakan proses yang kontiyu
dilakukan dalam setiap tahap proses keperawatan.
Pengkajian dilakukan untuk mementukan hasil
strategi keperawatan yang telah dilakukan dan
mengevaluasi pencapaian tujuan (Carpenito, Lynda
Juall. 2015).
a. Pengumpulan data (Doenges, Marilyn E, et all.
2013)
1) Identitas klien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin,
pendidikan, status perkawinan, suku/bangsa,
agama, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, nomor medrec, diagnosis medis
dan alamat.
2) Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
hubungan dengan klien dan alamat.
3) Riwayat Kesehatan
21

a) Riwayat Kesehatan sekarang


 Keluhan Utama Saat Masuk RS
Menjelaskan mengenai keluhan utama yang
pertama kali klien rasakan seperti
nyeri tekan, demam, kelelahan atau
berkeringat malam hari. Dituliskan juga
penanganan yang pernah dilakukan dan
penanganan pertama yang diberikan saat
masuk rumah sakit.
 Keluhan Utama Saat dikaji
Keluhan utama yang bisa ditemukan pada
klien dengan insisi biopsierasi
limfadenopati adalah nyeri pada luka
insisi biopsierasi dan tidak dapat bebas
digerakkan (Sugiani, 2015).
Nyeri luka insisi biopsierasi merupakan
keluhan yang sering ditemukan pada
klien dengan gangguan sistem limfatik
(limfadenopati). Perawat harus lebih
jauh mengkaji tentang karakteristik
nyeri luka insisi biopsierasi yang
berhubungan dengan Limfadenopati. Rasa
nyeri yang dirasakan bisa sama ataupun
berbeda dari satu klien ke klien lain,
bergantung pada ambang nyeri dan
toleransi nyeri masing masing klien.
(Sugiani, 2015). Keluhan utama dapat
dikaji dengan cara PQRST :
(1) Provoking Incident : Kelemahan
fisik terjadi setelah melakukan
22

aktivitas ringan sampai berat,


sesuai derajat gangguan pada luka
insisi biopsierasi.
(2) Quality of Pain : Seperti apa
keluhan kelemahan dalam melakukan
aktivitas yang dirasakan atau
digambarkan klien. Biasanya setiap
beraktivitas klien merasakan nyeri
luka insisi biopsierasi seperti
disayat – sayat.
(3) Region : radiation, relief :
Apakah kelemahan fisik bersifat
lokal atau memengaruhi keseluruhan
sistem otot rangka dan apakah
disertai ketidakmampuan dalam
melakukan pergerakan. Pada insisi
biopsierasi limfadenopati
penyebaran nyeri di rasakan hanya
di area sekitar luka insisi
biopsierasi.
(4) Severity (Scale) of Pain : Kaji
rentang kemampuan klien dalam
melakukan aktivitas sehari – hari.
Biasanya kemampuan klien dalam
beraktivitas menurun sesuai derajat
gangguan perfusi yang dialami.
(5) Time : Sifat mula timbulnya
(onset), keluhan kelemahan
beraktivitas biasanya timbul
perlahan. Lama timbulnya (durasi)
kelemahan saat beraktivitas
23

biasanya setiap saat, baik


istirahat maupun saat beraktivitas.
 Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang
mendukung dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita
infeksi saluran pernapasan atas,
faringitis, penyakit periodontal,
konjungtivis, limfadenitis, tinea,
gigitan serangga, imunisasi yang tidak
lengkap dan dermatitis. Tanyakan
mengenai obat – obat yang biasa diminum
oleh klien pada masa lalu yang masih
relevan (Carpenito, Lynda Juall. 2015).
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit
yang pernah dialami oleh keluarga,
serta bila ada anggota keluarga yang
meninggal, maka penyebab kematian juga
ditanyakan. Carpenito, Lynda Juall.
2015).
(1) Pola aktivitas sehari-hari
(2) Pola Nutrisi
Hal yang perlu dikaji dalam nutrisi
antara lain : jenis makanan dan
minuman, porsi yang dihabiskan,
keluhan mual dan muntah, lokasi
nyeri, nafsu makan. perawat juga
harus memperhatikan adanya perubahan
pola makan sebelum dan saat sakit,
24

penurunan turgor kulit, berkeringat,


dan penurunan berat badan.
(3) Pola Eliminasi
Pada klien dengan limfadenopati
biasanya cenderung mengalami
peningkatan reabsorbsi natrium di
tubulus distal sehingga terjadi
retensi urine.
(4) Pola istirahat
Pada klien dengan limfadenopati
cenderung mengalami penurunan
kualitas tidur dikarenakan adanya
gejala konstitusional seperti
berkeringat malam hari.
(5) Personal Hygiene
Kebersihan pada klien dengan
limfadenopati biasanya masih terjaga
kebersihannya terkecuali jika sudah
mengalami keganasan.
b) Sistem Pernafasan
Pengkajian yang didapat dengan adanya
tanda limfadenopati adalah dispnea, batuk
dan pilek. (Carpenito, Lynda Juall.
2015).
c) Sistem Kardiovaskuler
Pada sistem ini tekanan darah dan nadi
dan nadi cenderung normal tetapi dapat
mengalami peningkatan apabila ada
merasakan nyeri. (Carpenito, Lynda Juall.
2015).
d) Sistem Pencernaan
25

Pada klien biasanya ditemukan penurunan


berat badan tanpa sebab yang jelas,
radang amandel, infeksi tenggorokkan dan
infeksi gigi. (Carpenito, Lynda Juall.
2015).
e) Sistem Genitourinaria
Dalam sistem ini intake dan output masih
dalam batas normal, limfadenopati
generalisata ukuran biasanya <1,5 cm pada
inguinal. (Carpenito, Lynda Juall. 2015).
f) Sistem Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
(Carpenito, Lynda Juall. 2015).
g) Sistem Limfatik
Pada limfadenopati pada umumnya teraba
pada pembesaran kelenjar getah bening
(KGB) dengan ukuran lebih besar dari 1
cm2. (Carpenito, Lynda Juall. 2015).
h) Sistem Persyarafan
Pada umumnya pada sistem persyarafan
tidak terdapat kelainan keadaan umum baik
dan keadaan Composmentis (Glasslow Coma
Scale 15). Pada 12 nervus tidak terjadi
kelainan yang signifikan. (Carpenito,
Lynda Juall. 2015) :
(1)Tes Fungsi Cerebral
Kesadaran kompos mentis,
orientasi klien terhadap waktu,
tempat dan orang baik.
(2)Tes fungsi kranial
(a) Nervus Olfaktorius (N1)
26

Nervus Olfaktorius merupakan saraf


sensoris yang fungsinya mencium bau
(penciuman/pembauan). Kerusakan
saraf ini menyebabkan hilangnya
penciuman atau berkurangnya
penciuman.
(b) Nervus Optikus (N2)
Nervus optikus adalah penangkap
rangsang cahaya yang merupakan sel
batang dan kerucut di retina. Impuls
alat kemudian dihantarkan melalui
serabut saraf yang membentuk nervus
optikus.
(c) Nervus Okulomotorius, Trochearis,
Abdusen (N 3,4,6) Fungsi nervus
3,4, dan 6 saling berkaitan dan
diperiksa bersama-sama. Fungsinya
adalah menggerakkan otot mata
ekstraokuler dan mengangkat kelopak
mata. Serabut otonom nervus 3
mengatur otot pupil.
(d) Nervus Trigeminus (N5)
Terdiri dari 2 bagian yaitu bagian
sensor motoric (porsio mayor) dan
bagian motoric (porsio minor).
Bagian motoric mengurusi otot
mengunyah.
(e) Nervus Facialis (N7)
Nervus facialis merupakan saraf
motoric yang menginervasi otot-otot
ekspresi wajah. Juga membawa serabut
27

parasimpatis ke kelenjar ludah dan


lakrimaris. Termasuk sensasi
pengecapan 2/3 bagian anterior
lidah.
(f) Nervus auditorius (N8)
Sifatnya sensorik, mensyarafi alat
pendengaran yang membawa rangsangan
dari telinga, saraf ini memiliki 2
buah kumpulan serabut saraf, yaitu
rumah keong (koklea) disebut akar
tengah adalah saraf untuk mendengar
dan pintu halaman (vetibulum) adalah
untuk syaraf keseimbangan.
(g) Nervus Glasifaringeus (N9)
Sifatnya majemuk (sensorik+motoric),
yang mensyarafi faring, tonsil dan
lidah.
(h) Nervus Vagus (N10)
Kemampuan menelan kurang baik dan
kesulitan membuka mulut.
(i) Nervus Assesorius (N11)
Menginervasi sterno cleidomastoideus
dan trapezimus menyebabkan gerakan
menoleh (rotasi) pada kepala.
(j) Nervus Hipoglosus (N12)
Saraf ini mengandung somato
sensorik yang menginservasi otot
intrinsic dan ekstrinsik lidah.
i) Sistem Integumen
Pada sistem ini suhu tubuh mengalami
peningkatan karena terjadi infeksi,
28

selalu berkeringat dimalam hari karena


adanya peningkatan suhu adanya perubahan
pada kelembaban turgor kulit.
(Carpenito, Lynda Juall. 2015).
j) Sistem Muskuloskeletal
Badan yang terasa lemah tetapi tidak ada
gangguan pada pergerakkan dan rentang
gerak umumnya tidak terbatas.
(Carpenito, Lynda Juall. 2015).
k) Sistem Penglihatan
Tidak terdapat kelainan pada sistem
penglihatan (Carpenito, Lynda Juall.
2015).
l) Sistem Wicara dan THT
Tidak ada kelainan pada sistem wicara
dan THT. (Carpenito, Lynda Juall. 2015).
m) Pemeriksaan Psikologi
1) Data Psikologi
Data psikologis yang dikaji meliputi
status emosi klien, kecemasan, pola
koping, gaya komunikasi dan konsep diri.
(Carpenito, Lynda Juall. 2015).
2) Data Sosial
Dikaji hubungan klien dengan keluarga,
klien dengan petugas kesehatan tempat
klien dirawat dan hubungan klien dengan
sesama klien di ruangan tempat klien
dirawat. (Carpenito, Lynda Juall. 2015).
3) Data Spiritual
Pengkajian spiritual klien meliputi
beberapa dimensi yang memungkinkan
29

perawat untuk memperoleh persepsi yang


jelas mengenai status emosi, kognitif
dan perilaku klien. Perawat mengumpulkan
pemeriksaan awal pada klien tentang
kapasitas fisik dan intelektualnya saat
ini. (Muttaqin, 2009).
n) Pemeriksaan Diagnostik
1) Hb / Ht : untuk mengkaji sel darah yang
lengkap.
2) Leukosit : untuk melihat apakah
adanya kemungkinan infeksi atau tidak.
3) Analisa Gas Darah : menilai
keseimbangan asam basa baik metabolik
maupun respiratorik.
4) Tes fungsi ginjal dan hati (BUN,
Kreatinin) : menilai efek yang terjadi
terhadap fungsi hati atau ginjal.
5) CT – Scan : menilai CT nodul limfa
terhadap sebagian peradangan.
6) Tiroid : menilai aktifitas tiroid.
7) EKG : menilai hipertrofi atrium,
ventrikel, iskemia, infark dan
distritmia.
m) Terapi
Terapi merupakan data obat yang
dikonsumsi atau diberikan kepada klien.
2. Diagnosa Keperawatan
Sebagai masalah keperawatan yang muncul pada
pasien yang mengalami pembengkakan pada kelenjar
getah bening antara lain: (Buku SDKI, SIKI, dan
SLKI 2017)
30

a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis


(misal; inflamasi, iskemia, neoplasma)
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
b. Gangguan mobilitas fisik b.d Nyeri
Definisi : Keterbatasan dalam gerakan fisik
dari satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma
jaringan akibat prosedur invasife atau
tindakan operasi.
Definisi :Resiko infeksi adalah keadaan dimana
seseorang individu berisiko terserang oleh
agens patogenik atau oportunistik (virus,
jamur, bakteri, protozoa, atau parasit lain).
d. Ansietas
Definisi : Kondisi emosi dan pengalaman
subyektif individu terhadap obyek yang tidak
jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya
yang memungkinkan individu melakukan tindakan
untuk menghadapi ancaman

3. Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan merupakan
serangkaian tindakan yang dapat mencapai
tujuan khusus. Perencanaan keperawatan
meliputi perumusan tujuan, tindakan dan
penelitian rangkaian asuhan keperawatan klien
31

dapat diatasi (Nurarif & Kusuma, 2015).


Adapun rencana keperawatan yang pada
diagnosa limfadenopati yaitu (Nurarif &
Kusuma, 2015) :
32

Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan (Nurarif & Kusuma, 2015)


Diagnosa keperawatan
Interview Rasional
(tujuan, kretia hasil)
Nyeri akut b/d luka insisi 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Membantu mengevaluasi
biopsi komprehansif derajat ketidaknyamanan dan
Tujuan : 2. Observasi adanya efektivitas
Setelah dilakukan tindakan petunjuk manuverbal 2. Isyarat nonverbal dapat atau
keperwatan selama 3x24 menganai ketidaknyamanan tidak dapat mendukung
jam, klien akan mengalami 3. Kurangi faktor persepsi intensitas nyeri klien
penurunan rasa nyeri nyeri 3. Meningkatkan istirahat dan
KH : 4. Pertimbangkan pengertian meningkatkan koping
1. Melaporkan nyeri budaya terhadap budaya 4. Menolong dan mengingkatkan
mereda (terkendala respon nyeri relaksasi dan refocus
dengan sklan 2 (0-10) 5. Monitor vital sign
6. Catat lokasi
karakteristik
2. Berpartisipasi dalam 7. Informasi tentang nyeri 5. Indikator penilaian penentu
beraktivitas secara 8. Kendalikan faktor 6. Mengetahui apakah terjadi
tepat lingkungan yang dapat pengurangan nyeri atau
3. Tanda – tanda vital mempengaruhi klien bertambah
dalam rentang normal 9. Ajarkan penggunaan teknik 7. Memfokuskan kembali perhatian
non farmakologi meningkatkan relaksasi dan
10. Berikan analgetik untuk meningkatkan kemampuan koping
mengurangi nyeri 8. Meredakan nyeri meningkatkan
11. Evaluasi keefektifan kenyamanan dan meningkatkan
kontrol nyeri tentukan istirahat
lokasi karakteristik 9. Meredakan nyeri meningkatkan
33

kualitas dan derajat kenyamanan dan meningkatkan


nyeri sebelum dan istirahat
berikan obat
12. Gali pengetahuan dan 10. Memastikan pasien sudah
kepercayaan tidak nyeri setelah diberikan
13. Kurangi eliminasi manajemen nyeri
faktor-faktor yang dapat 11. Tujuan umum atau maksimal
mempengaruhi respon mengontrol nyeri dan minimum
pasien terhadap dan ke kekuatan dalam ADL
ketidaknyamanan
Ketidakefektifan pola 1. Buka jalan napas gunakan 1. Membantu membebaskan jalan
napas berhubungan dengan teknik chin lift atau nafas
nyeri jaw thrust bila perlu.
Tujuan 2. Posisikan klien untuk
Dalam waktu 3 x 24 jam memaksimalkan ventilasi. 2. Membantu memposisikan klien
ketidakefektifan pola 3. Identifikasi klien untuk keperluan jalan nafas
napas dapat teratasi perlunya pemasangan alat 3. Membantu pemasangan alat
dengan kriteria hasil : jalan napas buatan. jalan nafas
1. Mendemonstrasikan batuk 4. Keluarkan secret dengan 4. Membantu mengeluarkan secret
efektif dan suara napas batuk atau suction.
yang bersih, tidak ada 5. Auskultasi suara napas, 5. Mendengarkan suara nafas
sianosis dan dyspnea. catat adanya suara napas
2. Menunjukkan jalan napas tambahan.
yang paten. 6. Lakukan suction pada
6. Memonitor respirasi dan status
3. Tanda-tanda vital dalam mayo.
O2
rentang normal. 7. Monitor respirasi dan
status O2.
34

Resiko infeksi b/d 1. Bersihkan lingkungan 1. Meningkatkan pemulihan dan


tindakan invasif dengan baik mencegah komplikasi
2. Batasi jumlah pengunjung 2. Meminimalkan penyebaran
Tujuan 3. Ajarkan cuci tangan 3. Mencegah terjadinya infeksi
Dalam waktu 3 x 24 jam 4. Cuci tangan sebelum dan 4. Mencegah terjadinya infeksi
resiko infeksi dapat sesudah kegiatan 5. Membantu mencegah infeksi
teratasi perawatan pasien bakteri
KH 5. Pastikan perawatan luka 6. Meningkatkan pemulihan dan
1. Mengidentifikasi yang tepat mencegah komplikasi
faktor resiko 6. Berikan antibiotik yang
individu wall dan tepat
intervensi untuk
mengurangi
kemungkinan infeksi
2. Mempertahankan 7. Ajarkan pasien dan 7. Untuk mengidentifikasi
lingkungan aseptik keluarga mengenal tanda mendeteksi tanda awal bahaya
yang aman dan gejala infeksi pada klien
3. Bebas dari tanda
infeksi yang dapat
pada perawatan
kesehatan
Ansietas b/d Perubahan 1. Kaji pengetahuan pasien 1. Memberikan kesempatan pada
status kesehatan mengenai penyakit pasien agar bisa mengungkapkan
Tujuan 2. Tingkatkan kualitas perasaan yang sebenarnya
Dalam waktu 1 x 24 jam tidur tentang yang dirasakan saat
sitis cemas dapat teratasi 3. Berikan penjelasan ini
35

1. Pasien merasa tenang tentang semua tindakan 2. Untuk memberikan rasa tenang
2. Cemas yang diberikan dan mengalihkan perhatian
berkurang/hilang 4. Berikan kesempatan 3. Agar pasien bisa kooperatif
kepada keluarga untuk dalam setiap perawatan
melakukan kunjungan tindakan yang diberikan
4. Agar pasien tidak merasa
sendirian dan bisa mengalihkan
pikirannya
36

4. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan. Focus dari
intervensi keperawatan antara lain adalah :
1) Memonitor vital sign
2) Memberikan informasi tentang nyeri
3) Mengendalikan faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi klien
4) Mengurangi faktor persepsi nyeri
5) Mengajarkan penggunaan teknik farmakologi
6) Mengevaluasi keefektifan kontrol nyeri
tanda dan gejala infeksi
7) Memberikan lingkungan dengan baik
8) Membatasi jumlah pengunjung
9) Mengajarkan pasien dan keluarga mengenal
tanda dan gejala infeksi
10)Berikan penjelasan tentang penyakitnya dan
semua tindakan yang diberikan

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk


melengkapi proses keperawatan yang menandakan
keberhasilan dari Diagnosa keperawatan, rencana
intervensi dan implementasi.
Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau
memantau perkembangan klien, digunakan
SOAP/SOAPIER. Penggunaan tersebut tergantung
dari kebijakan setempat. Pengertian SOAPIER
sebagai berikut (Setiadi, 2012) :
37

a. Evaluasi Formatif
Evaluasi jenis ini berfokus pada aktivitas
proses keperawatan dan hasil tindakan
keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan
setelah perawat mengimplementasikan rencana
keperawatan guna menilai keefektifan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan.
b. Evaluasi Sumatif
Evaluasi jenis ini dikerjakan dengan cara
membandingkan antara tujuan yang akan dicapai.
Bila terdapat kesenjangan diantara keduanya,
mungkin semua tahap dalam proses keperawatan
perlu ditinjau kembali, agar di dapat data-
data, masalah atau rencana yang perlu
dimodifikasi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN Tn. Z

A. IDENTITAS PASIEN

Pengkajian dilakukan oleh mahasiswa pada


tanggal 11 Januari 2022 jam 18.00 Wita. Mahasiswa
menggunakan metode anamnesis, observasi dan
pemeriksaan fisik dalam pengkajian keperawatan dan
menggunakan data pendukung seperti hasil
laboratorium. Data tentang status sehat sakit
pasien dapat dikategorikan menjadi data subjektif
dan objektif. Data subjektif diperoleh dengan
menggunakan pendekatan wawancara. Berdasarkan
sumber data, data dibedakan menjadi data primer dan
data sekunder. Data primer merupakan data yang
diperoleh dari sumber asli (pasien), sedangkan data
sekunder adalah data yang diperoleh dari keluarga
pasien.
Hal-hal yang akan dikaji dengan wawancara
adalah keluhan utama saat ini, riwayat kesehatan
masa lalu, riwayat kesehatan keluarga dan pola-pola
kesehatan pasien.
Hasil pengkajian pasien didapat nama pasien
adalah Tn.Z dirawat diruang Nuri RSD Idaman
Banjarbaru, Umur 18 tahun, jenis kelamin laki-laki,
suku Banjar, menganut Agama Islam, Pekerjaan pasien
adalah Siswa, pendidikan terakhir SMK dan bertempat
tinggal di Jl. Bukit Barisan Komp.Wirapratama No.36
A Kemuning Banjarbaru Selatan.
Riwayat penyakit sekarang adalah pembesaran
kelenjar getah bening.Pasien mengatakan setelah

38
39

dapat rujukan ke RSD Idaman Banjarbaru pada tanggal


10 Januari 2022 pada jam 10.30 dan langsung
dilakukan operasi.pada tanggal 11 Januari 2022 pada
jam 18.00 dilakukan pengkajian adanya pembesaran
kelenjar getah bening.Pasien mengatakan nyeri pada
luka insisi biopsi (dileher sebelah kanan), skala
nyeri 5, nyeri hanya terasa dibagian leher, nyeri
yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk, nyeri sering
dirasakan hilang timbul,. TD pasien 127/81 mmHg, N
82X/m, SPO2 89%, T.36,6 oC, RR 22X/m.
Riwayat penyakit dahulu adalah pasien sudah
terdiagnosis Limfomadenopati sejak bulan Desember
2021.Pasien mengeluh mengalami batuk disertai
tenggorokan gatal. Batuk dikatakan membaik dengan
obat namun muncul lagi. Pasien juga mengeluhkan
muncul benjolan pada leher kanan dan
kiri sejak bulan Desember 2021. Benjolan dirasakan
memiliki konsistensi padat. Benjolan tersebut tidak
disertai nyeri ketika disentuh, namun ketika
terjepit terasa sakit. Awalnya pasien tidak
menyadari adanya benjolan hingga benjolan dikatakan
semakin lama semakin membesar. Ukuran benjolan yang
kanan dikatakan pasien lebih besar dibandingkan
yang kiri, namun lama kelamaan ukuran keduanya
kurang lebih sama dengan diameter kurang lebih 3
cm.
Pasien mengatakan tidak pernah menderita sesak
napas atau penyakit lain seperti hipertensi.
Keluarga pasien mengatakan bahwa saat ini tidak
ada keluarga yang memiliki penyakit yang sama
seperti pasien.
40

Pada pengkajian Pola nutrisi hasil yang


didapat ialah keluarga pasien mengatakan bahwa
sehari-hari sebelum masuk rumah sakit, pasien
biasanya makan 3x sehari, makanan yang dimakan
bervariasi yang terdiri dari nasi, sayur-sayuran,
tempe, tahu, ikan, terkadang dengan daging, dan
selalu menghabiskan porsi makan. Saat masuk rumah
sakit nafsu makan pasien tetap baik, sehari makan 3
kali dan porsi yang dihabiskan Cuma setengah porsi
makan.
Pasien mengatakan tidur siang selama kurang
lebih 1 jam yaitu dari jam 14.00 sampai jam 13.00.
pasien tidur malam dari jam 22.00 malam sampai jam
05.00 pagi. Pasien mengatakan BAK 3-4 kali sehari,
warna kuning terang, tidak berbau, BAB 1 kali
sehari, konsistensi lunak.
Pasien dan keluarga pasien mengatakan bahwa
mereka tidak menganggap sakit yang pasien alami ini
sebagai kutukan. Namun, menurut keluarga penyakit
yang dialaminya adalah wajar. Pasien mengatakan
pasien menganut agama Islam dan percaya bahwa
Tuhan melindunginya serta keluarganya. Pasien yakin
bahwa ia akan sembuh tetapi disisi lain pasien
khawatir, cemas, dan takut yang berlebihan dengan
nyeri yang dirasakan pasien apalagi mendapat kabar
harus segera dilakukan operasi. Pasien menyatakan
cemas dengan keadaannya dan merasa tidak nyaman
dengan kondisinya saat ini. Pasien tampak gelisah
dan sedikit berkeringat.
Pasien tampak lemah, tingkat kesadaran pasien
composimentis dengan E:4, V:5. M:6, GCS: 15, TTV:
41

TD 127/81 mmHg, N 82X/m, SPO2 89%, T.36,6 C, RR


o

22X/m.

Sistem Pernafasan, Sistem Kardiovaskuler,


Sistem Pencernaan, Sistem Genitourinaria, Sistem
Persyarafan dan Sistem Integumen tidak terjadi
masalah yang ada masalah cuma pada sistem
limfatik Tn. Z yaitu terlihat ada sayatan bekas
biopsi dengan ukuran 3 cm, berwarna kemerahan dan
terasa nyeri dengan skala 5.

B. ANALISA DATA
TANGGAL DATA ETIOLOGI MASALAH
Selasa Ds : Pasien Luka Nyeri akut
11-1-2022 mengatakan insisi
18:00 nyeri pada biopsi
luka bekas
operasi

Do : Pasien
tampak
meringis
menahan
sakit
KU : sedang
TD : 127/81
N : 82x/m
S : 36,6 oC
SPO2 = 89
RR : 22x/m
P : nyeri
insisi
biopsi
Q :
seperti di
tusuk-tusuk
R : leher
sebelah
kanan
S : S (1-10)
T : hilang
42

timbul
-
Selasa Ds : - Tindakan Resiko
11-1-2022 invasif infeksi
18:00 Do : -Tampak
luka
insisi
biopsi
pada
bagian
bawah
telinga
sebelah
kanan
- Tampak
luka
tertutup
dengan
balutan
kassa
TTV :
127/81 mmhg
N : 82x/m
S : 36,6
oCSPO2 = 89
RR : 22x/m

Selasa Ds : Pasien Perubahan Ansietas


11-1-2022 menyatakan status (cemas)
18:00 cemas kesehatan
dengan
keadaannya,
danmerasa
tidak
nyaman
dengan
kondisinya
saat ini
Do : tampak
gelisah,
sedikit
berkeringat
43

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Hari / Diagnosa keperawatan
Waktu Interview Rasional
tanggal (tujuan, kretia hasil)
Selasa 18:00 Nyeri akut b/d luka 1. Lakukan pengkajian 1. Membantu
11-1- insisi biopsi nyeri komprehansif mengevaluasi
2022 Tujuan : 2. Observasi adanya derajat
Setelah dilakukan petunjuk manuverbal ketidaknyamanan
tindakan keperwatan menganai dan efektivitas
selama 3x24 jam, klien ketidaknyamanan 2. Isyarat nonverbal
akan mengalami penurunan 3. Kurangi faktor dapat atau tidak
rasa nyeri persepsi nyeri dapat mendukung
KH : 4. Pertimbangkan intensitas nyeri
1. Melaporkan nyeri pengertian budaya klien
mereda (terkendala terhadap budaya 3. Meningkatkan
dengan skala 5 (0- respon nyeri istirahat dan
10) 5. Monitor vital sign meningkatkan
2. Berpartisipasi dalam 6. Catat lokasi koping
beraktivitas secara karakteristik 4. Menolong dan
tepat 7. Informasi tentang mengingkatkan
3. Tanda – tanda vital nyeri relaksasi dan
dalam rentang normal 8. Kendalikan faktor refocus
lingkungan yang 5. Indikator
dapat mempengaruhi penilaian penentu
klien 6. Mengetahui apakah
9. Ajarkan penggunaan terjadi
teknik non pengurangan nyeri
farmakologi atau bertambah
44

10. Berikan analgetik 7. Memfokuskan


untuk mengurangi kembali perhatian
nyeri meningkatkan
11. Evaluasi relaksasi dan
keefektifan kontrol meningkatkan
nyeri tentukan kemampuan koping
lokasi karakteristik 8. Meredakan nyeri
kualitas dan derajat meningkatkan
nyeri sebelum dan kenyamanan dan
berikan obat meningkatkan
12. Gali pengetahuan istirahat
dan kepercayaan 9. Meredakan nyeri
13. Kurangi eliminasi meningkatkan
faktor-faktor yang kenyamanan dan
dapat mempengaruhi meningkatkan
respon pasien istirahat
terhadap 10. Memastikan
ketidaknyamanan pasien sudah
tidak nyeri
setelah diberikan
manajemen nyeri
11. Tujuan umum
atau maksimal
mengontrol nyeri
dan minimum dan
ke kekuatan dalam
ADL
45

Hari / Diagnosa keperawatan


Waktu Interview Rasional
tanggal (tujuan, kretia hasil)
Selasa 18:30 Resiko infeksi b/d 1. Bersihkan lingkungan 1. Meningkatakan
tindakan invasif dengan baik pemulihan dan
11-1-
tujuan dalam waktu 3 2. Batasi jumlah mencegah komplikasi
2022 x 24 jam resiko pengunjung 2. Meminimalkan
infeksi dapat teratasi 3. Ajarkan cuci tangan penyebaran
KH 4. Cuci tangan sebelum 3. Mencegah
1. Mengidentifikasi dan sesudah kegiatan terjadinya infeksi
faktor resiko perawatan pasien 4. Mencegah
individu wall dan 5. Pastikan perawatan terjadinya infeksi
intervensi untuk luka yang tepat 5. Membantu mencegah
mengurangi 6. Berikan antibiotik infeksi bakteri
kemungkinan yang tepat 6. Meningkatkan
infeksi 7. Ajarkan pasien dan pemulihan dan
2. Mempertahankan keluarga mengenal mencegah
lingkungan aseptik tanda dan gejala komplikasi
yang aman infeksi 7. Untuk
3. Bebas dari tanda mengidentifikasi
infeksi yang dapat mendeteksi tanda
pada perawatan awal bahaya pada
kesehatan klien
Selasa 19:00 Ansietas b/d Perubahan 1. Kaji pengetahuan 1. Memberikan
status kesehatan pasien mengenai kesempatan pada
11-1-
Tujuan penyakit pasien agar bisa
2022 Dalam waktu 1 x 24 jam 2. Tingkatkan kualitas mengungkapkan
situasi cemas dapat tidur perasaan yang
teratasi 3. Berikan penjelasan sebenarnya tentang
46

1. Pasien merasa tentang semua yang dirasakan saat


tenang tindakan yang ini
2. Cemas diberikan 2. Untuk memberikan
berkurang/hilang 4. Berikan kesempatan rasa tenang dan
kepada keluarga mengalihkan
untuk melakukan perhatian
kunjungan 3. Agar pasien bisa
kooperatif dalam
setiap perawatan
tindakan yang
diberikan
4. Agar pasien tidak
merasa sendirian
dan bisa
mengalihkan
pikirannya

Hari / Waktu Diagnosa keperawatan Interview Rasional


47

tanggal (tujuan, kretia hasil)


Rabu 18:00 Nyeri akut b/d luka 1. Lakukan pengkajian 1. Membantu
12-1- insisi biopsi nyeri komprehansif mengevaluasi
2022 Tujuan : 2. Monitor vital sign derajat
Setelah dilakukan 3. Informasi tentang ketidaknyamanan
tindakan keperwatan nyeri dan efektivitas
selama 3x24 jam, klien 4. Berikan analgetik 2. Meningkatkan
akan mengalami penurunan untuk mengurangi istirahat dan
rasa nyeri nyeri meningkatkan
KH : 5. Evaluasi keefektifan koping
1. Melaporkan nyeri kontrol nyeri 3. Meredakan nyeri
mereda (terkendala tentukan lokasi meningkatkan
dengan sklan 4 (0- karakteristik kenyamanan dan
10) kualitas dan derajat meningkatkan
2. Tanda – tanda vital nyeri sebelum dan istirahat
dalam rentang normal berikan obat 4. Memastikan pasien
6. Kurangi eliminasi sudah tidak nyeri
faktor-faktor yang setelah diberikan
dapat mempengaruhi manajemen nyeri
respon pasien 5. Tujuan umum atau
terhadap maksimal
ketidaknyamanan mengontrol nyeri
dan minimum dan
ke kekuatan dalam
ADL
48

Hari / Diagnosa keperawatan


Waktu Interview Rasional
tanggal (tujuan, kretia hasil)
Rabu 18:30 Resiko infeksi b/d 1. Bersihkan lingkungan 1. Meningkatakan
12-1- tindakan invasif dengan baik pemulihan dan
2022 tujuan dalam waktu 3 2. Batasi jumlah mencegah
x 24 jam resiko pengunjung komplikasi
infeksi dapat teratasi 3. Cuci tangan sebelum 2. Meminimalkan
KH dan sesudah kegiatan penyebaran
Bebas dari tanda perawatan pasien 3. Mencegah
infeksi yang dapat 4. Pastikan perawatan terjadinya infeksi
pada perawatan luka yang tepat 4. Mencegah
kesehatan 5. Berikan antibiotik terjadinya infeksi
yang tepat 5. Membantu mencegah
infeksi bakteri

Rabu 19:00 Ansietas b/d Perubahan 1. Kaji pengetahuan 1. Memberikan


12-1- status kesehatan pasien mengenai kesempatan pada
2022 Tujuan penyakit pasien agar bisa
Dalam waktu 1 x 24 jam 2. Berikan penjelasan mengungkapkan
situasi cemas dapat tentang semua perasaan yang
teratasi : tindakan yang sebenarnya tentang
Cemas berkurang/hilang diberikan yang dirasakan saat
ini
2. Untuk memberikan
rasa tenang dan
mengalihkan
perhatian
49

Hari / Diagnosa keperawatan


Waktu Interview Rasional
tanggal (tujuan, kretia hasil)
Kamis 08:00 Nyeri akut b/d luka 1. Lakukan pengkajian 1. Membantu
12-1- insisi biopsi nyeri komprehansif mengevaluasi
2022 Tujuan : 2. Evaluasi keefektifan derajat
Setelah dilakukan kontrol nyeri ketidaknyamanan
tindakan keperwatan tentukan lokasi dan efektivitas
selama 3x24 jam, klien karakteristik 2. Tujuan umum atau
akan mengalami penurunan kualitas dan derajat maksimal
rasa nyeri nyeri sebelum dan mengontrol nyeri
KH : berikan obat dan minimum dan
Melaporkan nyeri mereda ke kekuatan dalam
(terkendala dengan skala ADL
3 (0-10)

Kamis 08:30 Resiko infeksi b/d 1. Bersihkan lingkungan 1. Meminimalkan


12-1- tindakan invasif tujuan dengan baik penyebaran
2022 dalam waktu 3 x 24 jam 2. Cuci tangan sebelum 2. Mencegah
resiko infeksi dapat dan sesudah kegiatan terjadinya infeksi
teratasi perawatan pasien 3. Mencegah
KH 3. Pastikan perawatan terjadinya infeksi
Bebas dari tanda luka yang tepat 4. Membantu mencegah
infeksi yang dapat 4. Berikan antibiotik infeksi bakteri
pada perawatan yang tepat
kesehatan
50

Kamis 09:00 Ansietas b/d Perubahan Berikan penjelasan Untuk memberikan rasa
12-1- status kesehatan tentang semua tindakan tenang dan mengalihkan
2022 Tujuan yang diberikan perhatian
Dalam waktu 1 x 24 jam
situasi cemas dapat
teratasi : Cemas hilang

D. TINDAKAN DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/tgl/shift No.DK Implementasi Evaluasi hasil (SOAP) Paraf


Selasa 1 1. Melakukan pengkajian nyeri S : Pasien mengatakan
11-1-2022 komprehansif nyeri pada luka
2. Mengobservasi adanya petunjuk bekas opreasi
manuverbal mengenai KU : sedang
ketidaknyamanan TD : 127/81 N :
3. Memonitor vital sign 82x/m
4. Mencatat lokasi karakteristik S : 36,6 oC
5. Memberikan informasi tentang SPO2 = 89
nyeri RR : 22x/m
6. Mengajarkan penggunaan teknik
51

non farmakologi O : P: nyeri insisi


7. Memberikan analgetik untuk biopsi
mengurangi nyeri Q : seperti di
tusuk-tusuk
R : leher sebelah
kanan
S : 5 (1-10)
T : hilang timbul

A : masalah belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan
Selasa 2 1. Memberikan lingkungan dengan S : -
11-1-2022 baik O : - Tampak luka
2. Membatasi jumlah pengunjung insisi biopsi
3. Mengajarkan cuci tangan pada bagian
4. Memastikan perawatan luka yang bawah telinga
tepat sebelah kanan
5. Memberikan antibiotik yang - Tampak luka
tepat tertutup dengan
6. Mengajarkan pasien dan balutan kassa
keluarga mengenal tanda dan A : masalah belum
gejala infeksi teratasi
P : intervensi
dilanjutkan
Selasa 3 1. Mengkaji pengetahuan pasien S : Pasien menyatakan
11-1-2022 mengenai penyakit cemas dengan
2. Memberikan penjelasan tentang keadaannya, dan
52

semua tindakan yang diberikan merasa tidak nyaman


3. Memberikan kesempatan kepada dengan kondisinya
keluarga untuk melakukan saat ini
kunjungan O : tampak gelisah,
sedikit
berkeringat
A : masalah belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan

Hari/tgl/shift No.DK Implementasi Evaluasi hasil (SOAP) Paraf


Rabu 1 a. Melakukan pengkajian nyeri S :
12-1-2022 komprehansif 1. Pasien mengatakan
b. Memonitor vital sign nyeri berkurang
c. Mencatat lokasi karakteristik 2. Skala nyeri 4
d. Memberikan informasi tentang
nyeri O : pasien masih
e. Mengajarkan penggunaan teknik merasakan nyeri
non farmakologi TTV / TD : 121/80
f. Memberikan analgetik untuk mmhg
mengurangi nyeri N : 100x/m
S : 360C
RR : 22x/m
A ; masalah belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan
53

Rabu 2 1. Membatasi jumlah pengunjung S : -


12-1-2022 2. Memastikan perawatan luka yang
tepat O : tidak ada tanda-
3. Memberikan antibiotik yang tanda infeksi pada
tepat luka operasi
4. Mengajarkan pasien dan A ; masalah teratasi
keluarga mengenal tanda dan P : intervensi
gejala infeksi dihentikan

Hari/tgl/shift No.DK Jam Implementasi Evaluasi hasil (SOAP) Paraf


Kamis 1 08:30 1. Memonitor vital sign S :
13-1-2022 2. Mengobservasi adanya 1. Pasien mengatakan
petunjuk nonverbal nyeri berkurang
mengenai ketidaknyamanan 2. Skala nyeri 3
3. Mengendalikan faktor O : pasien tampak
lingkungan yang dapat rileks
mempengaruhi klien TTV / TD : 120/80
mmhg
N : 100x/m
S : 360C
RR : 21x/m

A ; masalah teratasi
P : intervensi
dihentikan
54
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada BAB IV pembahasan ini akan dibahas tentang


teori dari asuhan keperawatan dan pengaplikasian asuhan
keperawatan pada kasus dilahan yang akan dianalisis dan
dibandingkan, sehingga dapat diketahui sejauh mana
kesamaan diteori dengan kenyataan dilahan. Pada kasus
kali ini penulis mengangkat tentang asuhan keperawatan
pada pasien dengan Limfadenopati Di Ruang Nuri RSD
Idaman Banjarbaru, mencakup semua tahapan proses
keperawatan meliputi pengkajian, diagnose keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang
dilaksanakan selama 3 hari yaitu dari tanggal 11-2-2022
sampai 14-2-2022.

A. Pengkajian
Saat dilakukan pengkajian didapatkan data-data
secara menyeluruh melalui wawancara, observasi,
catatan medis, dan catatan keperawatan. Dalam
memperoleh data-data pada kasus ini perawat tidak
mengalami kesulitan atau hambatan. Hal ini karena
pasien cukup terbuka dan berusaha memberikan
informasi yang dibutuhkan secara jelas sehingga
mudah bagi perawat untuk melakukan tindakan
keperawatan.
Pada pengkajian diperoleh data, yaitu : nama:
Tn. Z, Umur 18 tahun, Masih sekolah SMK bertempat
tinggal di Jl. Bukit Barisan Komp.Wirapratama No.36
A Kemuning Banjarbaru Selatan. Dari informasi yang
didapat pasien masuk RSD Idaman Banjarbaru pada

55
56

tanggal 10 Januari 2022 dan dilakukan pengkajian


pada
57

tanggal 11 Januari 2022. Alasan masuk Tn. Z karena


dapat surat rujukan dari Puskesmas.
Dari hasil pengkajian diketahui untuk tanda-
tanda vital dengan tekanan darah 127/81 mmHg, N
82X/m, SPO2 89%, T.36,6 oC, RR 22X/m.
Baik dari data subjektif maupun objektif dapat
dijelaskan bahwa pasien mengalami masalah penyakit
Limfadenopati ditandai dengan pembengkakan atau
pembesaran pada kelenjar getah bening.
Menurut Bakta (2016) pengkajian pada pasien
Limfadenopati ditandai dengan pembengkakan atau
pembesaran pada kelenjar getah bening. Pembengkakan
ini bisa diketahui dari munculnya benjolan di bawah
kulit, biasanya akan terasa nyeri. Limfadenopati
ini bisa terjadi hanya satu limpa yang membesar
atau lebih. Pembesaran kelenjat getah bening paling
sering berada di kepala dan leher. Tapi, gejala
dari penyakit ini tidak pembengkakan saja.
Gejalanya bisa saja berbeda-beda, bergantung pada
penyebab dan lokasi terjadinya pembengkakan, gejala
lainnya adalah demam, berkeringat di malam hari dan
lemas.
Keluhan yang didapatkan Limfadenopati insisi
biopsi biasanya nyeri pada luka insisi biopsi.
Sedangkan pada pengkajian pada tanggal 11-2-2022
pada klien Tn. Z di dapatkan identitas klien sama
dengan yang ada di teori yaitu nyeri.
Pada pasien Limfadenopati biasanya ada
pembesaran kelenjar getah baning, sering
berkeringat, penurunan nafsu makan dan
kelemahan/keletihan. Berdasarkan kasus Tn Z di
58

dapatkan data bahwa masuk Rumah Sakit dengan


keluhan
59

adanya pembesaran kelenjar getah bening.Hal ini


menunjukkan tidak terdapat kesenjangan antara
teori dan kasus karena sama-sama mengeluh adanya
pembesaran kelenjar getah bening.

B. Diagnosa Keperawatan
Dari hasil asuhan keperawatan pada Tn.Z Dengan
Limfadenopati, didapatkan beberapa masalah yang
menjadi pendukung untuk dijadikan diagnosa, yaitu:
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi biopsi
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan infasif
3. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan

Berdasarkan teori, diagnosa keperawatan yang


ada pada pasien dengan Limfadenopati adalah :
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi biopsi
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan
nyeri
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan infasif
4. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan

Berdasarkan data diatas, jika di bandingkan


antara diagnosa keperawatan berdasarkan teori dan
fakta dilahan, terdapat perbedaan, yang pertama dari
segi jumlah diagnosa keperawatan, faktor yang
mempengaruhi, kemudian diagnosa diluar teori yang
sudah disebutkan. Dari 4 diagnosa yang ada atau
diangkat pada penulisan laporan studi kasus ini
hanya 3 diagnosa yang penulis angkat. Hal ini
dikarenakan 1 diagnosa lain tidak ditemukan dari
segi ciri keluhan yang mendasarkannya.
60

Didapatkan kesenjangan antara kasus dan teori


dimana pada kasus tidak didapatkan diagnosa
61

Ketidakefektifan pola napas. Hal ini disebabkan oleh


respon tubuh setiap orang berbeda-beda sesuai dengan
gejala dan tanda yang dialami oleh
pasien serta tidak ada diagnosa yang mendukung untuk
diangkat diagnosa jadi penulis hanya mengangkat
diagnosa sesuai dengan yang dialami pasien.
Untuk diagnosa keperawatan yang pertama penulis
mendapatkan data yang mendukung adalah Nyeri akut
berhubungan dengan luka insisi biopsi, pada saat
pengkajian data subjektif didapatkan pasien
mengalami
nyeri pada area lrher kanan, data objektif
didapatkan pasien tampak meringis menahan sakit.
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional
yang tidak menyenangkan dimana seseorang merasakan
perasaan yang tidak nyaman yang disebabkan oleh
kerusakan jaringan. Sedangkan Insisi biopsierasi
adalah masa setelah dilakukan pembedahan dimulai
saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan
berakhir sampai pemeriksaan selanjutnya. Nyeri post-
operasi adalah suatu reaksi tubuh terhadap kerusakan
jaringan (mulai dari sayatan kulit hingga kerusakan
yang ditimbulkan proses operasi), tarikan atau

regangan pada organ dalam tubuh (Kasir, 2014). Pada


saat pengkajian data subjektif didapatkan kedua
pasien mengalami nyeri pada area leher kanan, data
objektif didapatkan kedua
pasien tampak meringis menahan sakit.
Menurut asumsi penulis tentang masalah Nyeri
akut berhubungan dengan luka insisi biopsi
dipengaruhi fisik, psikis atau emosi, karakter
62

individu dan sosiokultural maupun pengalaman


terhadap rasa nyeri. Derajat kecemasan penderita
pasca bedah juga mempunyai peranan penting.
Penderita yang masuk rumah sakit akan timbul reaksi
cemas/strees. Dan keadaan ini membentuk pra kondisi
nyeri pasca bedah. Keadaan tersebut digolongkan
“hospital stress”.Pada golongan penderita dengan
hospital stress tinggi cenderung mengalami nyeri
lebih hebat daripada golongan hospital stress
rendah.
Untuk diagnosa keperawatan yang kedua penulis
mendapatkan data yang mendukung diagnosa yang sama
dengan teori dan ditemukan pada pasien selanjutnya
adalah resiko infeksi dibuktikan dengan
efek prosedur invasive. Pada saat dilakukan
pengkajian ditemukan data objektif pada pasien yaitu
terdapat luka hasil operasi dibagian leher.
Resiko infeksi adalah berisiko nya mengalami
peningkatan terserang organisme patogenik
(Zahra,Abu.2014).
Diagnosa resiko infeksi menurut peneliti tanda
faktor yang didapatkan dari diagnosis SDKI (Standar
Diagnosa Keperawatan Indonesia), yaitu dari faktor
resiko adalah efek prosedur invasive, dan untuk
kondisi klinis terkait adalah tindakan invasive
Menurut peneliti terdapat kekurangan data yang
kurang
lengkap pada analisa data yang mendukung diagnose
resiko infeksi. Pada data objektif tidak dijelaskan
seperti apa kriteria luka operasi dan tidak
dilakukan pengkajian tanda tanda infeksi mencakup
63

rubor (kemerahan), kalor (panas), Dolor (rasa


sakit),
dan tumor (pembengkakan), fungsio laesa (perubahan
fungsi jaringan).
Untuk diagnosa keperawatan yang ketiga penulis
mendapatkan data yang mendukung adalah ansietas
berhubungan dengan perubahan status kesehatan. Pada
saat melakukan pengkajian data subjektif
didapatkan data pasien menunjukan kecemasan.
Ansietas atau kecemasan adalah reaksi dasar jangka
pendek
terhadap sebuah situasi. Namun, rasa takut dapat
menjadi gangguan mental jika respons rasa takut
tidak bersifat jangka pendek dan berlanjut, bahkan
jika tidak ada alasan untuk perasaan itu. Ini bisa
disebut gangguan kecemasan atau ketakutan. Individu
yang memiliki ansietas / gangguan kecemasan dapat
merasa khawatir yang tampaknya tidak penting dan
menganggap situasi lebih buruk daripada yang
sebenarnya.
Kecemasan terjadi dalam gejala mental dan fisik
dan dapat mengganggu kehidupan sehari-hari seseorang
dan mengubah situasi biasa menjadi tantangan yang
menantang. Menurut peneliti tanda mayor yang
didapatkan sudah memenuhi validasi penegakan
diagnosis pada SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia), dimana tanda mayor yang didapatkan pada
pasien yaitu pasien merasa khawatir dengan akibat
dari kondisi yang dihadapi dan pasien tampak gelisah
dan tegang.
64

C. Rencana Asuhan Keperawatan


Intervensi atau rencana keperawatan adalah
perencanaan tindakan yang ditentukan dengan maksud
agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal yang
mencakup aspek peningkatan, pemeliharaan, dan
65

pemulihan kesehatan dengan mengikut sertakan pasien


(Nursalam,2012).
Pada tahap rencana penyusunan tindakan asuhan
keperawatan beberapa intervensi mengacu pada teori
sesuai adalah sebagai berikut :
a. Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi biopsi

1) Lakukan pengkajian nyeri komprehansif


2) Observasi adanya petunjuk manuverbal menganai
ketidaknyamanan
3) Kurangi faktor persepsi nyeri
4) Pertimbangkan pengertian budaya terhadap budaya
respon nyeri
5) Monitor vital sign
6) Catat lokasi karakteristik
7) Informasi tentang nyeri
8) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi klien
9) Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi
10) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
11) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri tentukan
lokasi karakteristik kualitas dan derajat nyeri
sebelum dan berikan obat
12) Gali pengetahuan dan kepercayaan
Kurangi eliminasi faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan
b. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur
invasive
a. Bersihkan lingkungan dengan baik
b. Batasi jumlah pengunjung
c. Ajarkan cuci tangan
66

d. Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan


perawatan pasien
e. Pastikan perawatan luka yang tepat
f. Berikan antibiotik yang tepat
Ajarkan pasien dan keluarga mengenal tanda dan
gejala infeksi
c. Ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan
1) Kaji pengetahuan pasien mengenai penyakit
2) Tingkatkan kualitas tidur
3) Berikan penjelasan tentang semua tindakan yang
diberikan
4) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk
melakukan kunjungan
Pada tahap rencana penyusunan tindakan asuhan
keperawatan beberapa intervensi yang tidak ada
didalam teori adalah ketidakefektifan pola napas
berhubungan dengan nyeri.
Penyusunan intervensi keperawatan penulis tidak
mengalami banyak kesulitan karena keluarga mau ikut
serta dalam menentukan rencana keperawatan yang
akan disusun.Berdasarkan intervensi yang telah
dipaparkan semua telah sesuai dengan yang sudah
direncanakan kepada pasien.
Perencanaan disusun berdasarkan prioritas
masalah yang disesuaikan dengan manifestasi klinis.
Setelah masalah ditetapkan, maka ditentukan tujuan
keperawatan. Tujuan bisa ditetapkan dalam jangka
panjang maupun pendek yang jelas, dapat
diukur, dan realitas. Setelah itu mendapat kriteria
hasil yang menjadi acuan intervensi berhasil. Waktu
perencanaan yang dibuat sudah dengan pencapaian
67

kriteria hasil 3x24 jam.Setelah rencana dibuat,


selanjutnya dilakukan implementasi keperawatan,
yang mengacu pada rencana tindakan yang telah
dibuat.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang dilakukan
dimana perawat mengaplikasikan tindakan sesuai
dengan rencana keperawatan yang telah disusun
sebelumnya (Kusuma, 2015). Tindakan yang diberikan
kepada pasien sudah sesuai dengan intervensi yang
dipaparkan sebelumnya.
Langkah ini merupakan pelaksanaan dari rencana
tindakan keperawatan sehingga pelaksanaan ini tidak
ada kesenjangan antara teori dan kasus dalam
melaksanakan implementasi baik mandiri dan
kolaboratif tidak ada hambatan atau kendala.
Implementasi Keperawatan sesuai dengan rencana
tindakan yang telah ditentukan dan dapat
dilaksanakan semuannya dengan optimal. Pelaksanaan
asuhan keperawatan bisa optimal karena didukung
dengan sarana dan prasarana yang cukup, kerja sama
dengan tim medis lainnya, serta pastisipasi keluarga
dengan pasien selama mendapatkan tindakan medis dan
perawatan dirumah sakit.
Implementasi yang dilakukan berdasarkan
perencanaan sebelumnya, semua yang telah
direncanakan harus dilakukan diimplmentasi. Setelah
dilakukan tindakan tersebut pengkaji melihat respon
pasien baik dari data subyektif maupun data
objektif. Tindakan semua telah dilakukan dan melihat
68

respon atau kondisi pasien secara umum atau biasa


disebut evaluasi.
69

Apabila masalah hanya teratasi sebagian, intervensi


bisa dilanjutkan atau dimodifikasi. Apabila masalah
sudah teratasi, intervensi dipertahankan atau
dihentikan
Dalam masa perawatan pasien sangat kooperatif
sehingga tidak ada kesulitan dalam menjalankan
pengkajian, menjalankan intervensi, melakukan
implementasi dan melakukan evaluasi.

E. Evaluasi
Hasil evaluasi yang didapatkan dari tiga
diagnosa keperawatan semua diagnosa keperawatan
dapat terlaksana dan berjalan sesuai apa yang
direncanakan tetapi kriteria hasil yang diharapkan
bisa teratasi.
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematis
dan terencana tentang kesehatan pasien dengan
tujuan/kriteria hasil yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan
melibatkan tenaga medis yang lain agar mencapai
tujuan/kriteria hasil yang telah ditetapkan(Harahap,
2019). Evaluasi keperawatan yang dilakukan oleh
penulis diruangan sudah sesuai dengan teori yaitu
menggunakan SOAP.
Pada pasien dapat dinilai hasil pelaksanaan
perawatan dengan melihat catatan perkembangan, hasil
pemeriksaan pasien, melihat langsung keadaan dari
keluhan pasien, yang timbul sebagai masalah.
Evaluasi yang dilakukan pada Tn Z semua diagnosa
teratasi. Hal ini dibuktikan dengan hasil evaluasi
pada tangga 14 Januari 2022 didapatkan bahwa masalah
70

nyeri akut dengan hasil skala nyeri berkurang.


Resiko
71

Infeksi dengan hasil tidak terlihat tanda-tanda


terjadinya infeksi pada luka insisi biopsi. Ansietas
dengan hasil pasien mengatakan tidak merasa cemas
lagi dengan keadaannya.
72

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil studi kasus dan pembahasan
diatas sesuai dengan aplikasi teori dan pengalaman
praktik, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pengkajian yang dilakukan pada Tn.Z didapatkan
data fokus subjektif pasien tanda-tanda vital
dengan tekanan darah 127/81 mmHg, N 82X/m, SPO2
89%, T.36,6 o
C, RR 22X/m.Baik dari data subjektif
maupun objektif dapat dijelaskan bahwa pasien
mengalami masalah penyakit Limfadenopati ditandai
dengan pembengkakan atau pembesaran pada kelenjar
getah bening.
2. Ada terdapat kesenjangan antara diagnosa
keperawatan dengan aplikasi langsung dilahan
praktik, diagnosa keperawatan yang tidak
ditegakkan dilahan praktik adalah
ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan
nyeri karena pola napas pasien normal.
3. Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan pada
Tn.Z terlaksana semua seperti pada intervensi
keperawatan tinjauan teoritis yaitu :
a. Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi
biopsi

1) Lakukan pengkajian nyeri komprehansif


2) Observasi adanya petunjuk manuverbal
menganai ketidaknyamanan
3) Kurangi faktor persepsi nyeri
73

4) Pertimbangkan pengertian budaya terhadap


budaya respon nyeri
5) Monitor vital sign
6) Catat lokasi karakteristik
7) Informasi tentang nyeri
8) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi klien
9) Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi
10) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
11) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
tentukan lokasi karakteristik kualitas dan
derajat nyeri sebelum dan berikan obat
12) Gali pengetahuan dan kepercayaan
Kurangi eliminasi faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan
b. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur
invasive
1) Bersihkan lingkungan dengan baik
2) Batasi jumlah pengunjung
3) Ajarkan cuci tangan
4) Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan
perawatan pasien
5) Pastikan perawatan luka yang tepat
6) Berikan antibiotik yang tepat
Ajarkan pasien dan keluarga mengenal tanda
dan gejala infeksi
c. Ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan
1) Kaji pengetahuan pasien mengenai penyakit
2) Tingkatkan kualitas tidur
74

3) Berikan penjelasan tentang semua tindakan


yang diberikan
4) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk
melakukan kunjungan
4. Implementasi keperawatan pada diagnosa utama
secara teori juga sama pada tindakan dilahan
klinik.
5. Evaluasi keperawatan yang dilakukan oleh penulis
diruangan sudah sesuai dengan teori yaitu
menggunakan SOAP. Dari ke 3 diagnosa diatas semua
evaluasi dapat teratasi dengan baik. Hal ini
dapat dilihat dengan hasil skala nyeri berkurang,
tidak terlihat tanda-tanda terjadinya infeksi
pada luka insisi biopsi dan pasien mengatakan
tidak merasa cemas lagi dengan keadaannya,
sehingga tujuan dan perencanaan tercapai.

B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis
menyarankan :
1. Bagi pasien
Untuk pasien diharapkan lebih memperhatikan
dan meningkatkan lagi perilaku hidup sehat dan
menjaga kondisi tubuh serta menghindari hal-hal
yang dapat memicu terjadinya
limfadenopati.Terdapat beberapa makanan yang
sebaiknya dihindari bagi pengidap penyakit
limfadenopati. Contohnya seperti daging berlemak,
fast food atau makanan cepat saji, hingga makanan
yang mengandung gula tinggi. Sebab, beberapa
makanan tersebut meingkatkan risiko infeksi atau
peradangan pada tubuh.
75

2. Bagi Rumah Sakit Banjarbaru


Diharapkan dapat mempertahankan pelayanan
yang baik yang sudah diberikan kepada pasien
untuk mendukung kesehatan dan kesembuhan pasien
dengan memberi pelayanan yang maksimal,
terkhususnya pada pasien dengan Limfadenopati.
3. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
mahasiswa tentang cara penyusunan asuhan
keperawatan, sehingga mahasiswa menjadi
profesional pada saat bekerja langsung
dilapangan.
76

DAFTAR PUSTAKA

Astria Dian Setyorini, 2014.Pembuluh limfe (getah


bening). Sentra Edukasi. http://www.sentra-
edukasi.com/2011/07/pembuluh-limfa-getah bening.
html#.Wi03u9Jl_Dc. Diakses April 2022.
Bakta IM.2016. Limfoma Non Hodgkin. Hematologi Klinik
Ringkas. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Badan Pusat Statistik, 2018. Jumlah Penyebaran Penyakit
Menurut Jumlah Penduduk. BPS Indonesia.
Chandrasoma P, Taylor CR, 2015. Sistim Limfoid: Limfoma
maligna. Alih bahasa. Dalam: Chandrasoma P, Taylor
CR. Patologi Anatomi. Edisi ke-10. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2015. Buku Saku Diagnosa
Keperawatan. Jakarta : EGC
Doenges, Marilyn E, et all. 2013. Nursing Care Plans :
Guidelines for Planning and Documenting Patient
Care, Edition 3, F.A. Davis Company, Philadelphia.
Harahap, E. E. 2019. Melaksanakan Evaluasi Asuhan
Keperawatan Untuk Melengkapi Proses Keperawatan.
Kasir DR, Wahid I, Bahtiar H.2014. Hubungan kadar
laktat dehidrogenase dengan stadium limfoma
maligna non hodgkin di rumah sakit Dr. M. Djamil
Padang
periode Desember 2009 sampai Maret 201. JKA.
2014;3(2):128–30
Kusuma, N. &. 2016. dengan menggunakan Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia.
77

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2009. Asuhan


Keperawatan Perioperatif,. Konsep, Proses, Dan
Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan. Diagnosa dan Nanda NIC
NOC Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction.
Roezin, A., Adham M., 2017, Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung. Tenggorok, kepala dan Leher, Edisi
7, Fakultas Kedokteran Universitas.
Skandalakis JE.Neck: Lymphatic System. In: Skandalakis
JE, Colborn GL, Weidman TA, Foster KS, Kingsworth
AN, Skandalakis LJ,et al eds. Skandalakis Surgical
Anatomy. New York: McGraw-Hill Companies,2014:32-3
Setioyohadi, B. Limfona non hodgkin. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II. Edisi VI. Jakarta; Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2014; 1251–60
Oehadian, A 2013, ‘Pendekatan Diagnosis Limfadenopati’,
CDK-209, vol. 40, no. 10, 2013, hlm. 727-732.
Sutrisno, H. Gambaran kualitas hidup pasien kanker
limfoma non-hodgkin yang dirawat di RSUP Sanglah
Denpasar. Jurnal Penyakit Dalam. 2010; 2: 96–102
Zahra,Abu.2014.lp dan askep klien limfoma
non.http://abuzzahra1980.blogspot.co.id/2013/06/lp
-dan-askep-klien-dengan-limfoma-non.html.diakses
tanggal 30 maret 2022

Anda mungkin juga menyukai