Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PROMOSI KESEHATAN

“Interaksi host,agent,environtmen”
Dosen Pengampu: Sri Nuraini S.Pd,M.Kes

Disusun Oleh:

Ana Sriwahyuni

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

TAHUN AKADEMIK 2016/2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat-Nyalah sehingga
tugas “Interaksi host,agent,environtmen “ ini dapat terselesaikan dengan
tepat waktu
Terima kasih kami ucapkan kepada pihak – pihak yang telah membantu kami
dalam penulisan makalah ini. Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih
belum sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dari teman –
teman yang bersifat membangun.
Demikianlah penulisan makalah kami ini semoga bermanfaat bagi para pembaca.
Bandar Lampung,30 Mei 2017

Penulis
HALAMAN JUDUL ................................................................................................................................. I

KATA PENGANTAR............................................................................................................................... II

DAFTAR ISI. .................................................................................................................................. III

BAB I…………. 4

1.      LATAR BELAKANG.................................................................................................................... 4

1.1 Latar Belang………………………………………………………………………………………….

1.2 Tujuan………………………………………………………………………………………………….

BAB II…… 5

2. Hubungan Host, Agen dan Environtmen...................................................................5

3.      ETOLOGI. .................................................................................................................................. 6

4.      PATOFISIOLOGI ......................................................................................................................... 6

5.      KLASIFIKASI DA GAMBARAN KLINIS................................................................................ 7

6.      MANIFESTASI KLINIS.............................................................................................................. 10

7.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK................................................................................................ 11

8.      KOMPLIKASI ............................................................................................................................... 11

9.      PENATALAKSANAAN............................................................................................................... 11

10.  PENCEGAHAN............................................................................................................................. 13

11.  PENGOBATAN............................................................................................................................ 13

BAB III .................................................................................................................................. 14

1.      PENGKAJIAN ............................................................................................................................... 14

2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN.................................................................................................. 15

3.      RENCANA KEPERAWATAN................................................................................................... 16

4.      EVALUASI. .................................................................................................................................. 20


DAFTAR PUSTAKA

BAB 1

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Epidemiologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran

masalah kesehatan pada sekelompok manusia serta actor-faktor yang mempengaruhinya.

Secara sederhana, studi epidemiologi dapat dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut :

1.      Epidemiologi deskriptif, yaitu Cross Sectional Study/studi potong lintang/studi prevalensi atau
actor.
2.      Epidemiologi analitik terdiri dari :
·         Non eksperimental
·         Eksperimental.
Pada saat ini epidemiologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang frekwensi dan
penyebaran masalah kesehatan pada sekelompok menusia serta actor-faktor yang
mempengaruhinya. Dari batasan yang seperti ini, segera terlihat bahwa dalam pengertian
epidemiologi terdapat tiga hal yang bersifat pokok yakni:

a)      Frekuensi masalah kesehatan

b)      Penyebaran masalah kesehatan

c)      Faktor-faktor yang memepengaruhi

Ada beberapa peranan epidemiolog dalam kesehatan masyarakat, diantaranya adalah:

1.      Mencari  / mengidentifikasi actor yang mempengaruhi timbulnya gangguan kesehatan atau
penyakit dalam suatu masyarakat tertentu dalam usaha mencari data untuk penanggulangan
serta cara pencegahannya.
2.      Menyiapkan data / informasi untuk keperluan program kesehatan dengan menilai status
kesehatan dalam masyarakat serta memberikan gambaran tentang kelompok penduduk yang
terancam.
3.      Membantu menilai beberapa hasil program kesehatan.
4.      Mengembangkan metodologi dalam menganalisis penyakit serta cara mengatasinya, baik
penyakit perorangan ( tetapi dianalisis dalam kelompok ) maupun kejadian luar biasa ( KLB ) /
wabah dalam masyarakat.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana hubungan antara Agent, Host, dan Environment (epidemiologi)?


2. Bagaimana reaksi fase rentan,sub klinis dan klinis?
3. Bagaimana upaya pemecaha masalah kesehatan (preventive, promotive, curative, rehabilitative

C.Tujuan dan Kegunaan Penulisan Makalah

1. Sebagai salah satu syarat dalam mencapai ketuntasan nilai dalam mata kuliah Ilmu
Kesehatan Masyarkat.
2. Kita dapat mengetahui Pengertian dari Penyakit Filariasis.
3. Kita dapat mengetahui Agent, Host, serta Environment yang berhubungan dengan
Penyakit Filariasis
BAB II
PEMBAHASAN
1.1   Host, Agen dan Environtment
Teori John Gordon  mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit sangat dipengaruhi oleh tiga
faktor yaitu bibit penyakit (agent), pejamu (host), dan lingkungan (environment). Untuk memprediksi
penyakit, model ini menekankan perlunya analis dan pemahaman masing-masing komponen. Penyakit
dapat terjadi karena adanya ketidak seimbangan antar ketiga komponen tersebut. Model ini lebih di kenal
dengan model triangle epidemiologi atau triad epidemilogi dan cocok untuk menerangkan penyebab
penyakit infeksi sebab peran agent (yakni mikroba) mudah di isolasikan dengan jelas dari lingkungan.
A.    Host
Host atau pejamu adalah manusia atau hewan hidup, termasuk burung dan arthropoda yang dapat
memberikan tempat tinggal dalam kondisi alam. Manusia merupakan reservoar untuk penularan
kuman Mycobacterium tuberculosis, kuman tuberkulosis menular melalui droplet nuclei. Seorang
penderita tuberkulosis dapat menularkan pada 10-15 orang (Depkes RI, 2002).
Host untuk kuman tuberkulosis paru adalah manusia dan hewan, tetapi host yang dimaksud disini adalah
manusia. Beberapa faktor host yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis paru
adalah :
1.        Jenis kelamin
Beberapa penelitian menunjukan bahwa laki-laki sering terkena TB paru dibandingkan perempuan. Hal
ini terjadi karena laki-laki memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan perempuan sehingga
kemungkinan terpapar lebih besar pada laki-laki (dalam Sitepu, 2009).
2.        Umur
Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun
(Kementrian Kesehatan RI,2010). Karena Pada usia produktif selalu dibarengi dengan aktivitas
yang meningkat sehingga banyak berinteraksi dengan kegiatan kegiatan yang banyak pengaruh
terhadap resiko tertular penyakit TB paru.
3.         Kondisi sosial ekonomi
WHO 2003 menyebutkan 90% penderita tuberkulosis paru di dunia menyerang kelompok dengan sosial
ekonomi lemah atau miskin (dalam Fatimah,2008). Penurunan pendapatan dapat menyebabkan
kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan
berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan
tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru.
4.         Kekebalan
Kekebalan dibagi menjadi dua macam, yaitu : kekebalan alamiah dan buatan. Kekebalan alamiah
didapatkan apabila seseorang pernah menderita tuberkulosis paru dan secara alamiah tubuh
membentuk antibodi, sedangkan kekebalan buatan diperoleh sewaktu seseorang diberi vaksin
BCG (Bacillis Calmette Guerin). Tetapi bila kekebalan tubuh lemah maka kuman tuberkulosis
paru akan mudah menyebabkan penyakit tuberkulosis paru (Fatimah, 2008).
5.         Status gizi
Apabila kualitas dan kuantitas gizi yang masuk dalam tubuh cukup akan berpengaruh pada daya tahan
tubuh sehingga tubuh akan tahan terhadap infeksi kuman tuberkulosis paru. Namun apabila
keadaan gizi buruk maka akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit ini, karena
kekurangan kalori dan protein serta kekurangan zat besi, dapat meningkatkan risiko tuberkulosis
paru (dalam Sitepu, 2009).
6.         Penyakit infeksi HIV
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sitem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity) sehingga
jika terjadi infeksi oportunistik  seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit
parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka
jumlah penderita tuberkulosis paru akan meningkat, dengan demikian penularan tuberkulosis
paru di masyarakat akan meningkat pula.
B.     Agen

Agen adalah faktor esensial yang harus ada agar penyakit dapat terjadi. Agent dapat berupa benda
hidup, tidak hidup, energi, sesuatu yang abstrak, suasana sosial, yang dalam jumlah yang
berlebih atau kurang merupakan penyebab utama/esensial dalam terjadinya penyakit (Soemirat,
2010).

Agent yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis adalah kuman Mycobacterium tuberculosis.
Agent ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pathogenitas, infektifitas dan virulensi.

1.      Pathogenitas adalah daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit pada host.
Pathogenitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat rendah.
2.      Infektifitas adalah kemampuan mikroba untuk masuk ke dalam tubuh host dan berkembangbiak di
dalamnya. Berdasarkan sumber yang sama infektifitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada
tingkat menengah.

3.      Virulensi adalah keganasan suatu mikroba bagi host. Berdasarkan sumber yang sama virulensi
kuman tuberkulosis termasuk tingkat tinggi. 

C.    Environment
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar dari host (pejamu), baik benda tidak hidup, benda
hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua elemen-
elemen tersebut, termasuk host yang lain (Soemirat, 2010). Faktor lingkungan memegang
peranan penting dalam penularan, terutama lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat.
Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap
status kesehatan penghuninya (Notoatmodjo, 2003). Adapun syarat-syarat yang dipenuhi oleh
rumah sehat secara fisiologis yang berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru antara lain :
1.      Lingkungan yang tidak sehat (kumuh) sebagai salah satu reservoir atau tempat baik dalam
menularkan penyakit menular seperti penyakit tuberkulosis. Peranan faktor lingkungan sebagai
predisposing artinya berperan dalam menunjang terjadinya penyakit pada manusia, misalnya
sebuah keluarga yang berdiam dalam suatu rumah yang berhawa lembab di daerah endemis
penyakit tuberkulosis. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan tempat percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman (Keman, 2005) .
2.      Kepadatan Penghuni Rumah
Ukuran luas ruangan suatu rumah erat kaitannya dengan kejadian tuberkulosis paru. Disamping itu
Asosiasi Pencegahan Tuberkulosis Paru Bradbury mendapat kesimpulan secara statistik bahwa
kejadian tuberkulosis paru paling besar diakibatkan oleh keadaan rumah yang tidak memenuhi
syarat pada luas ruangannya. Semakin padat penghuni rumah akan semakin cepat pula udara di
dalam rumah tersebut mengalami pencemaran. Karena jumlah penghuni yang semakin banyak
akan berpengaruh terhadap kadar oksigen dalam ruangan tersebut, begitu juga kadar uap air
dan suhu udaranya. Dengan meningkatnya kadar CO2 di udara dalam rumah, maka akan
memberi kesempatan tumbuh dan berkembang biak lebih bagi Mycobacterium tuberculosis.
Dengan demikian akan semakin banyak kuman yang terhisap oleh penghuni rumah melalui
saluran pernafasan. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, kepadatan penghuni
diketahui dengan membandingkan luas lantai rumah dengan jumlah penghuni, dengan
ketentuan untuk daerah perkotaan 6 m²  per orang daerah pedesaan 10 m²   per orang.
3.      Kelembaban Rumah
Kelembaban udara dalam rumah minimal 40% – 70 % dan suhu ruangan yang ideal antara 18°C – 30°C.
Bila kondisi suhu ruangan tidak optimal, misalnya terlalu panas akan berdampak pada cepat
lelahnya saat bekerja dan tidak cocoknya untuk istirahat. Sebaliknya, bila kondisinya terlalu
dingin akan tidak menyenangkan dan pada orang-orang tertentu dapat menimbulkan alergi.
Hal ini perlu diperhatikan karena kelembaban dalam rumah akan mempermudah berkembangbiaknya
mikroorganisme antara lain bakteri spiroket, ricketsia dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat
masuk ke dalam tubuh melalui udara ,selain itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan
membran mukosa hidung menjadi kering seingga kurang efektif dalam menghadang
mikroorganisme. Kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri-
baktri termasuk bakteri tuberkulosis (Keman, 2005).
Kelembaban di dalam rumah dapat disebabkan oleh tiga faktor, yaitu :
a.         Kelembaban yang naik dari tanah ( rising damp )
b.        Merembes melalui dinding ( percolating damp )
c.         Bocor melalui atap ( roof leaks )
Untuk mengatasi kelembaban, maka perhatikan kondisi drainase atau saluran air di sekeliling rumah,
lantai harus kedap air, sambungan pondasi dengan dinding harus kedap air, atap tidak bocor dan
tersedia ventilasi yang cukup.
4.      Ventilasi
Jendela dan lubang ventilasi selain sebagai tempat keluar masuknya udara juga sebagai lubang
pencahayaan dari luar, menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Menurut
indikator pengawasan rumah , luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah = 10% luas
lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 10%luas lantai
rumah. Luas ventilasi rumah yang < 10% dari luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan
mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksien dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida
yang bersifat racun bagi penghuninya. Disamping itu, tidak cukupnya ventilasi akan
menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dai
kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan yan tinggi akam menjadi media yang baik untuk
tumbuh dan berkembangbiaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman tuberkulosis. Tidak
adanya ventilasi yang baik pada suatu ruangan semakin membahayakan kesehatan atau
kehidupan, jika dalam ruangan tersebut terjadi pencemaran oleh bakteri seperti oleh penderita
tuberkulosis atau berbagai zat kimia organik atau anorganik.
Ventilasi berfungsi juga untuk membebaskan uadar ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri
patogen seperti tuberkulosis, karenadi ventilasi selalu terjadi aliran udara yang terus menerus.
Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Selain itu,  luas ventilasi yang tidak
memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangnya proses pertukaran udara dan
sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman tuberkulosis yang ada di dalam
rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan (Keman, 2005).
5.      Pencahayaan Sinar Matahari
Cahaya matahari selain berguna untuk menerangi ruang juga mempunyai daya untuk membunuh
bakteri. Sinar matahari dapat dimanfaatkan untuk pencegahan penyakit tuberkulosis paru,
dengan mengusahakan masuknya sinar matahari pagi ke dalam rumah. Cahaya matahari masuk
ke dalam rumah melalui jendela atau genteng kaca. Diutamakan sinar matahari pagi
mengandung sinar ultraviolet yang dapat mematikan kuman.
Kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup bertahun-tahun lamanya, dan mati bila terkena sinar
matahari , sabun, lisol, karbol dan panas api. Rumah yang tidak dapat di masuki sinar matahari
maka penguninya mempunyai resiko menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan dengan
rumah yang dapat dimasuki sinar matahari.
6.      Lantai rumah
Komponen yang harus dipenuhi rumah sehat memiliki lantai kedap air dan tidak lembab. Jenis lantai
tanah memiliki peran terhadap proses kejadian Tuberkulosis paru, melalui kelembaban dalam
ruangan. Lantai tanah cenderung menimbulkan kelembaban, pada musim panas lantai menjadi
kering sehingga dapat menimbulkan debu yang berbahaya bagi penghuninya.
7.      Dinding
Dinding berfungsi sebagai pelindung, baik dari gangguan hujan maupun angin serta melindungi dari
pengaruh panas dan debu dari luar serta menjaga kerahasiaan (privacy) penghuninya. Beberapa
bahan pembuat dinding adalah dari kayu, bambu, pasangan batu bata atau batu dan sebagainya.
Tetapi dari beberapa bahan tersebut yang paling baik adalah pasangan batu bata atau tembok
(permanen) yang tidak mudah terbakar dan kedap air sehingga mudah dibersihkan (Keman,
2005).

D.    Hubungan Host, Agen, dan Environment


Dari keseluruhan unsur di atas, di mana hubungan interaksi antara satu dengan yang lainnya akan
menentukan proses dan arah dari proses kejadian penyakit, baik pada perorangan, maupun
dalam masyarakat. Dengan demikian maka terjadinya suatu penyakit tidak hanya di tentukan
oleh unsur penyebab semata, tetapi yang utama adalah bagaimana rantai penyebab dan
hubungan sebab akibat di pengaruhi oleh berbagai faktor maupun unsur lainnya. Oleh karena
itu, dalam setiap proses terjadinya penyakit, selalu memikirkan adanya penyebab jamak
(multiple causational). Hal ini sangat mempengaruhi dalam menetapkan program pencegahan
maupun penanggulangan penyakit tertentu. Usaha tersebut akan memberikan hasil yang di
harapkan bila dalam perencanaannya memperhitungkan berbagai unsur di atas (Noor, 2008).
Keterangan :    A = Agen/penyebab penyakit,

H = Host/penjamu/populasi beresiko tinggi, dan

E = Environment/Lingkungan.

Keadaan pertama merupakan kondisi Sehat, keadaan seimbang H, A & E. Interaksi antara ketiga unsur
tersebut harus dipertahankan keadaan keseimbangannya. Apabila terjadi gangguan
keseimbangan antara ketiganya, akan menyebabkan timbulnya penyakit tertentu. Pada keadaan
normal, kondisi keseimbangan proses interaksi tersebut dapat dipertahankan.

Dalam interaksinya, terdapat empat keadaan yang memungkinkan terjadinya keadaan sakit, yaitu:

1.      Keadaan ke-2

Sakit, karena adanya peningkatan A infeksius (contoh : peningkatan infeksius bakteri Mycobacterium
tuberculosis). Kasus pada keadaan pertama merupakan adanya pemberatan agen terhadap
keseimbangan segitiga epidemiologi sehingga diartikan sebagai agen/penyebab penyakit
mendapat kemudahan menimbulkan penyakit pada host. Mycobacterium Tuberkulosis dapat
tahan hidup diudara kering maupun dalam keadaan dingin, atau dapat hidup bertahun-tahun
dalam lemari es. Ini dapat terjadi apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Pada sifat
dormant ini kuman tuberkulosis suatu saat dimana keadaan memungkinkan untuk dia
berkembang, kuman ini dapat bangkit kembali. Infektifitas bakteri Mycobacterium tuberculosis
meningkat dan tingkat virulensi yang tinggi menyebabkan cepatnya perkembangbiakan bakteri,
sehingga apabila terinfeksi maka kemungkinan besar sebagian besar masyarakat dapat tertular
dan akan sakit, atau keseimbangan akan terganggu.

2.      Keadaan ke-3

Sakit, karena peningkatan susceptibility pada populasi (contoh : peningkatan jumlah anak rentan TB
karena tidak di imunisasi BCG). Pada kasus ini, host menjadi pemberat dalam keseimbangan
segitiga epidemiologi. Keadaan seperti ini menyebabkan host menjadi lebih peka terhadap suatu
penyakit. Misalnya apabila jumlah penduduk menjadi muda atau atau proporsi jumlah penduduk
balita bertambah besar, maka sebagian besar populasi menjadi lebih peka terhadap penyakit TB,
namun apabila host tidak mendapat imunisasi BCG saat balita maka akan mudah terserang
penyakit TB anak maupun dewasa, dan mengakibatkan sakit atau keseimbangan terganggu.

3.      Keadaan ke-4

Sakit, karena perubahan E yang menguntungkan A (contoh : bencana tsunami). Pada kasus ini terjadi
pergeseran kualitas lingkungan sedemikian rupa sehingga memudahkan agen memasuki tubuh
host dan menimbulkan penyakit. Contohnya ketika terjadi banjir di suatu wilayah yang
menyebabkan air kotor yang mengandung kuman penyakit (agen) berkontak dengan
masyarakat, sehingga agen lebih mudah memasuki mereka yang kebanjiran. Banjir tersebut
menyebabkan lingkungan menjadi tidak sehat dan kumuh sehingga menjadi tempat  baik dalam
menularkan penyakit menular seperti penyakit tuberkulosis dan masuk dalam tubuh host
kemudian menyebabkan sakit atau keseimbangan terganggu.

4.      Keadaan ke-5

Sakit, karena perubahan E yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh A (contoh : polusi udara).
Sama dengan keadaan ke-4, ketidak seimbangan terjadi karena pergerseran kualitas lingkungan,
hanya sekarang mengakibatkan host menjadi lebih peka terhadap agen. Contohnya ketika terjadi
pencemaran udara yang menyebabkan saluran udara paru-paru populasi menyempit, namun
akibatnya ialah paru-paru kekurangan oksigen, dan menjadi lemah, dan ditambah dengan
terpapar bakteri tuberkulosis sehingga menyebabkan terjadinya sakit TB dan komplikasi-
komplikasi lainnya.

III.   Riwayat Alamiah Penyakit


Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah deskripsi tentang perjalanan waktu dan
perkembangan penyakit pada individu, dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen kausal
hingga terjadinya akibat penyakit, seperti kesembuhan atau kematian, tanpa terinterupsi oleh
suatu intervensi preventif maupun terapetik. Tahapan riwayat alamiah penyakit Tuberkulosis
adalah sebagai berikut.
A.    Tahap Peka/ Rentan/ Pre pathogenesis
Pada tahap ini telah terjadi interaksi antara pejamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih
diluar tubuh manusia, dalam arti bibit penyakit berada di luar tubuh manusia dan belum masuk
kedalam tubuh pejamu. Pada keadaan ini belum ditemukan adanya tanda – tanda penyakit dan
daya tahan tubuh pejamu masih kuat dan dapat menolak penyakit. Keadaan ini disebut sehat.
Risiko terinfeksi tuberkulosis sebagian besar adalah faktor risiko eksternal, terutama adalah faktor
lingkungan seperti rumah tak sehat, pemukiman padat dan kumuh. Sedangkan risiko menjadi
sakit tuberkulosis, sebagian besar adalah faktor internal dalam tubuh penderita sendiri yang
disebabkan oleh terganggunya sistem kekebalan dalam tubuh penderita seperti kurang gizi,
infeksi HIV/AIDS, dan pengobatan dengan immunosupresan.
B.     Tahap Pra gejala/Masa Inkubasi/ Sub-Klinis
Pada tahap ini telah terjadi infeksi, tetapi belum menunjukkan gejala dan masih belum terjadi gangguan
fungsi organ. Pada penyakit Tuberkulosis paru sumber infeksi adalah manusia yang
mengeluarkan basil tuberkel dari saluran pernapasan, kontak yang rapat (misalnya dalam
keluarga) pasien TB dapat mengeluarkan kuman TB dalam bentuk droplet yang infeksius ke
udara pada waktu pasien TB tersebut batuk (sekitar 3.000 droplet) dan bersin (sekitar 1 juta
droplet). Droplet tersebut dengan cepat menjadi kering dan menjadi partikel yang sangat halus
di udara. Ukuran diameter droplet yang infeksius tersebut hanya sekitar 1 – 5 mikron. Pada
umumnya droplet yang infeksius ini dapat bertahan dalam beberapa jam sampai beberapa hari.
Pada keadaan gelap dan lembab kuman TB dalam droplet tersebut dapat hidup lebih lama
sedangkan jika kena sinar matahari langsung (sinar ultra-violet) maka kuman TB tersebut akan
cepat mati. Pasien TB yang tidak diobati maka setelah 5 tahun akan: 50% meninggal, 30% akan
sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi, dan 20% menjadi kasus kronik yang tetap
menular (Nadia dan Donaldo, 2003).
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman tuberkulosis, droplet yang
terhirup sangat kecil ukurannya sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier
bronkus,dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat
kuman tuberkulosis paru berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang
mengakibatkan peradangan didalam paru, saluran limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut
sebagai komplek primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan komplek primer
adalah 4-6 minggu.
Infeksi TB dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberculin dari negatif menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya
tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman tuberkulosis. Meskipun
demikian ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persistent atau dormant (tidur),
kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya
dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita tuberkulosis paru. Masa
inkubasinya yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan
selama 6 bulan.
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil,
kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya
kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus
akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB.
Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan
kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang
biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di
jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu
kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini
menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar
limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di
apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan
gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran
limfe yang meradang (limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap
disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses
infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala
penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang
waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai
jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.
C.    Tahap Klinis (stage of clinical disease)
Tahap klinis merupakan kondisi ketika telah terjadi perubahan fungsi organ yang terkena dan
menimbulksn gejala. Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas
terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
1.      Gejala sistemik/umum:
a.    Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
b.   Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat
malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul
c.    Penurunan nafsu makan dan berat badan
d.   Perasaan tidak enak (malaise), lemah
2.      Gejala khusus:
a.    Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran
yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
b.   Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
c.    Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat
membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan
nanah.
d.   Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis
(radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-
kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak
dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru
dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal
serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30%   terinfeksi
berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
Gejala klinis pada penyakit Tuberculosis dibagi menjadi dua yaitu:

1.    Gejala klinik


Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila
organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai
organ yang terlibat), dimana gejala tersebut adalah batuk lebih dari 3 minggu, batuk berdarah,
sesak nafas dan nyeri pada bagian dada. Gejala ini sangat bervariasi: tegantung dari berat atau
tidaknya luas lesi yang ditimbulkan oleh kuman tersebut. Gejala Sistemik, dapat berupa demam,
keringat malam, anoreksia, dan berat badan menurun.
2.    Gejala tuberkulosis ekstra paru, misalnya pada lifadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran pada
organ limfa, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sesuai dengan organ
yang terserang (Herlina, 2007).
D.    Tahap Penyakit Lanjut/ Ketidakmampuan.
Tahap Penyakit Lanjut/ Ketidakmampuan merupakan tahap  saat akibat dari penyakit mulai terlihat.
Pasien yang menderita penyakit Tuberkulosis semakin bertambah parah dan penderita tidak
dapat melakukan pekerjaan sehingga memerlukan perawatan (bad rest).
E.     Tahap Terminal (Akhir Penyakit)
Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir. Berakhirnya perjalanan penyakit tersebut dapat
berada dalam lima keadaan, yaitu : sembuh sempurna, sembuh dengan cacad (fisik, fungsional,
dan social), karier, penyakit berlangsung kronik, berakhir dengan kematian. Menurut Depkes RI
(2008), Riwayat alamiah penyakit Tuberkulosis, apabila tidak mendapatkan pengobatan sama
sekali, dalam kurun waktu lima tahun adalah sebagai berikut:
a.       Pasien 50 % meninggal
b.      25% akan sembuh dengan daya tahan tubuh yang tinggi
c.       25 % menjadi kasus kronik yang tetap menular (Herlina, 2007).

IV.   Pencegahan Penyakit


Upaya pencegahan adalah upaya kesehatan yang dimaksudkan agar setiap orang terhindar dari
terjangkitnya suatu penyakit dan dapat mencegah terjadinya penyebaran penyakit. Tujuannya
adalah untuk mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit yaitu
penyebab penyakit (agent), manusia atau tuan rumah (host) dan faktor lingkungan
(environment) (Notoatmodjo, 2007).
Dalam epidemiologi, pencegahan dibagi menjadi 3 tingkatan sesuai dengan perjalanan penyakit meliputi,
pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier. Pencegahan tingkat pertama
atau pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap
sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Upaya pencegahan primer yaitu
pencegahan umum (mengadakan pencegahan pada masyarakat umum contohnya pendidikan
kesehatan masyarakat dan kebersihan lingkungan) dan pencegahan khusus (ditujukan pada
orang-orang yang mempunyai resiko terkena penyakit). Pencegahan tingkat kedua atau
pencegahan sekunder merupakan upaya manusia untuk mencegah orang yang telah sakit agar
sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindarkan komplikasi dan mengurangi
ketidakmampuan. Pencegahan sekunder ini dapat dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit
secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Pencegahan tingkat ketiga atau
pencegahan tersier dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan
rehabilitasi. Upaya pencegahan tersier ini dapat dilakukan dengan cara memaksimalkan fungsi
organ yan cacat, membuat protesa ekstremitas akibat amputasi dan mendirikan pusat-pusat
rehabilitasi medik (Budiarto, 2002).
BAB II

PENUTUP

1.      KESIMPULAN

Filariasis (penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah suatu infeksi
sistemik yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam saluran limfe dan kelenjar limfe
manusia yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak
mendapatkan pengobatan akan menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan,
dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki.

Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk (mengurangi


kontak dengan vektor).

Peningkatan pendidikan atau SDM masyarakat sangatlah berpengaruh bagi peningkatan taraf
hidup, perbaikan kebiasaan hidup, dan pengetahuan umum masyarakat akan penyakit ini.

2.      SARAN

Penyakit filariasis harus ditangani secara serius, mulai dari promosi, preventif, kurative dan rehabilitative.
Penyakit ini menyebabkan cacat fisik yang membebani keluarga, masyarakat dan negara sehingga dapat
mewujudkan Indonesia sehat.
DAFTAR PUSTAKA

Antika. 2011. Disability Limitation dan Rehabilitation. Jakarta.


 
Budiarto, Eko dan Dewi Anggraeni. 2002. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Kedokteran EGC.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis. Cetakan ke 8. Jakarta. 2002. p 1-37.
 
David Arnot, dkk (2009). Pustaka kesehatan Populer Pengobatan Praktis: perawatan Alternatif
dan tradisional, volume 7. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. hlm. 180
 
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta
 
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1994. Pengawasan Kualitas Kesehatan Lingkungan
dan Pemukiman, Dirjen P2M & PLP. Jakarta
 
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Protokol Surveilans HIV diantara pasien TB di
Indonesia. Jakarta : Depkes RI, UGM, Asia Link, KNCV.
 
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Edisi 2:cetakan II, Jakarta
 
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2001. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai