Anda di halaman 1dari 27

UKURAN EPIDEMIOLOGI ASOSIATIF

Makalah Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Keperawatan Komunitas I

Dosen Pengampu : Yuni Sapto ER, M. Kep

Disusun Oleh :

1. Defindra Yudha Pramana (108116037)


2. Khotijah Safinaturrohmah (108116040)
3. Riniyanti (108116044)
4. Putri Septiasari (108116046)
5. Putri Utami (108116058)
6. Arfi Nur’afifah (108116061)
7. Icha Cahya Puspita (108116065)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Ukuran Epidemiologi Asosiatif” ini, meskipun masih jauh dari kesempurnaan.

Tujuan kami membuat makalah ini adalah untuk melengkapi salah satu tugas pada
mata kuliah Keperawatan Komunitas I. Dalam kesempatan ini tak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini.
Atas bantuan dan dorongannya, semoga mendapat balasan dari Allah SWT, dan
kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya bagi pembaca pada
umumnya.
Karena sifat keterbatasan yang dimiliki, maka saran dan kritik yang membangun
sangat kami harapkan, dan semoga makalah ini dapat menjadi titik sumbangan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di dunia keperawatan.

Cilacap, 16 Oktober 2018

Penyusun

KEPERAWATAN KOMUNITAS I| i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................................... ii
BAB I ................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 1
A. LATAR BELAKANG .................................................................................................................. 1
B. RUMUSAN MASALAH............................................................................................................. 4
C. TUJUAN .................................................................................................................................. 4
BAB II ............................................................................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................................. 5
A. DEFINISI UKURAN ASOSISASI ................................................................................................. 5
B. RISIKO RELATIF....................................................................................................................... 5
C. RISIKO LAJU INSIDENSI........................................................................................................... 8
D. RASIO ODDS ......................................................................................................................... 11
E. BEDA RISIKO......................................................................................................................... 15
F. BEDA LAJU INSIDENSI .......................................................................................................... 17
G. PENGGUNAAN UKURAN ASOSIASI ...................................................................................... 20
BAB III ........................................................................................................................................... 22
PENUTUP ...................................................................................................................................... 22
A. KESIMPULAN........................................................................................................................ 22
B. SARAN .................................................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 24

KEPERAWATAN KOMUNITAS I| ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Globalisasi adalah suatu proses menyeluruh di dunia yang menyertakan
internasionalisasi komunikasi, perdagangan dan organisasi ekonomi. Hal itu
melibatkan perubahan sosial, politis dan ekonomi secara cepat. Globalisasi
mempunyai potensi untuk menyebabkan ketidakseimbangan. Riset terhadap
dampak perubahan politis dan ekonomi yang cepat serta meluasnya
ketidakseimbangan sosial pada penyebaran dan kemunculan penyakit, dapat
menjadi pertimbangan bagi pilihan kebijakan kesehatan di suatu negara.
Seperti yang diketahui, sekarang ini banyak masalah kesehatan
masyarakat, khususnya pengendalian penyakit. Adanya epidemiologi dapat
menjadi alat atau metode yang strategis untuk memecahkan dan menanggulangi
masalah kesehatan tersebut. Di bidang kesehatan, pengenalan masalah
merupakan landasan bagi pengelolaan kesehatan, yaitu untuk merencanakan
tindakan pencegahan ataupun mengatasi masalah yang dihadapi.
Epidemiologi sebagai ilmu diagnosa kesehatan masyarakat, terus
menerus berkembang dari pengalaman menghadapi sepak terjang penyakit
sebagai fenomena massa. Ketika wabah penyakit menular melanda bangsa-
bangsa di dunia, epidemologi diartikan sebagai ilmu tentang epidemik (wabah).
Untuk mengatasi suatu wabah yang tengah berkecamuk, perlu diketahui
bagaimana menjalarnya wabah tersebut dengan mengamati siapa-siapa yang
terserang, dimana wabah menyerang, dan berapa lama waktu yang dibutuhkan
untuk menyerang sejumlah orang tertentu. Sesuai peranannya pada masa itu
epidemiologi dirumuskan sebagai ilmu tentang fenomena massa penyakit
infeksi (Frost, 1927).
Epidemiologi merupakan salah satu bagian dari ilmu Kesehatan
Masyarakat (Public Health) yang menekankan perhatiannya terhadap
keberadaan penyakit ataupun masalah kesehatan lainnya dalam masyarakat.
Keberadaan penyakit dalam masyarakat itu didekati oleh epidemiologi secara
kuantitatif. Karena itu, epidemiologi akan mewujudkan dirinya sebagai suatu

KEPERAWATAN KOMUNITAS I| 1
metode pendekatan yang banyak memberikan perlakuan kuantitatif dalam
menjelaskan masalah kesehatan (M.N Bustan, 2006).
Menurut asal katanya, secara etimologis, Epidemiologi bearti ilmu
mengenai kejadian yang menimpa penduduk. Epidemiologi berasal dari bahasa
Yunani, di mana epi = upon, pada atau tentang; demos = people, penduduk; dan
logia = knowledge, ilmu. Nama epidemiologi sendiri berkaitan dengan sejarah
kelahirannya dimana epidemiologi memberikan perhatian tentang penyakit yang
mengenai penduduk (epidemi). Penyakit yang banyak menimpa penduduk pada
waktu itu hingga akhir abad 19 adalah penyakit wabah atau epidemic (penyakit
yang mengenai penduduk secara luas). Epidemiologi memberikan perhatian
tentang epidemic yang banyak menelan korban kematian, dan begitulah nama
Epidemiologi tidak bias dilepaskan dengan epidemi itu sendiri (M.N Bustan,
2006).
Epidemiologi juga erat hubungannya dengan dunia kerja, yaitu mengenai
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Tempat kerja bisa menjadi tempat
penyebaran penyakit atau perkembangbiakannya wabah penyakit. Oleh karena
itu dengan epidemiologi dapat diatasi masalah penyebaran penyakit dan cara
penanggulangannya serta identifikasi bahaya-bahaya yang akan terjadi. Faktor –
faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit adalah host, agent, dan
environmental.
Host atau pejamu adalah faktor yang ada dalam diri manusia, yang dapat
mempengaruhi timbulnya serta perjalanan suatu penyakit. Faktor tersebut yaitu
faktor keturunan, mekanisme pertahanan tubuh, umur, jenis kelamin, ras, status
perkawinan, pekerjaan, kebiasaan hidup dan lain-lain. Agent atau bibit penyakit
merupakan suatu substansi atau elemen tertentu yang kehadiran atau
ketidakhadirannya dapat menimbulkan dan mempengaruhi perjalan suatu
penyakit. Substansi atau elemen yang dimaksud banyak macamnya, yang secara
sederhana dapat dikelompokkan kedalam lima macam, yaitu nutrient, faktor
kimia, faktor fisik, faktor mekanik, dan faktor biologi. Sedangkan untuk faktor
environmental (lingkungan) adalah seperti faktor lingkungan fisik dan
lingkungan non-fisik. Hubungan antara host, agent dan environmental dalam
menimbulkan suatu penyakit amat komplek dan majemuk.

KEPERAWATAN KOMUNITAS I| 2
Penyakit merupakan gangguan di dalam fungsi maupun struktur tubuh
seseorang. Penyakit, sakit, cedera, dan gangguan semuanya dikategorikan
didalam istilah tunggal morbiditas. Morbiditas (kesakitan) merupakan derajat
sakit,cedera atau gangguan pada suatu populasi. Morbiditas juga merupakan
suatu penyimpangan dari status sehat dan sejahtera, atau keberadaan suatu
kondisi sakit. Morbiditas biasanya ditunjukkan dalam angka prevalensi atau
insidensi yangumum atau spesifik. Morbiditas juga mengacu pada angka
kesakitan; jumlahorang yang sakit dibandingkan dengan populasi tertentu yang
sering kalimerupakan kelompok yang sehat atau kelompok yang berisiko.
Mortalitas (kematian) dan angka kematian digunakan sebagai indicator
status kesehatan. Selain itu angka morbiditas atau angka kesakitan juga
digunakan sebagai indikator kesehatan.
Jika ditinjau dari proses yang terjadi pada orang sehat, menderita
penyakit dan terhentinya penyakit tersebut yang dikenal dengan nama riwayat
alamiah perjalanan penyakit (RAP), ada beberapa tahap, yaitu tahap
prepatogenesis, inkubasi, penyakit dini, penyakit lanjut, dan tahap akhir
penyakit.
Adapun empat tahapan kegiatan untuk mengatasi masalah penyakit
menular yaitu :
1. Apa masalahnya (surveillance). Identifikasi masalah, apa masalahnya, kapan
terjadinya, di mana, siapa penderitanya, bagaimana terjadinya, kapan hal itu
terjadi, apakah ada kaitannya dengan musim atau periode tertentu.
2. Mengapa hal itu terjadi (identifikasi faktor resiko). Mengapa hal itu lebih
mudah terjadi pada orang tertentu, faktor apa yang meningkatkan kejadian
(faktor resiko) dan faktor apa yang menurunkan kejadian (faktor protektif).
3. Apa yang berhasil dilakukan (evaluasi intervensi). Atas dasar kedua langkah
terdahulu, dapat di rancang upaya yang perlu dilakukan untuk mencegah
terjadinya masalah, menanggulangi dengan segera penderita dan melakukan
upaya penyembuhan dan pendampingan untuk menolong korban dan menilai
keberhasilan tindakan itu dalam mencegah dan menanggulangi masalah.
4. Bagaimana memperluas intervensi yang efektif itu (implementasi dalam skala
besar). Setelah diketahui intervensi yang efektif, tindakan selanjutnya

KEPERAWATAN KOMUNITAS I| 3
bagaimana melaksanakan intervensi itu di pelbagai tempat dan setting dan
mengembangkan sumber daya untuk melaksanakannya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana cara mengukur Risiko Relative, Risiko Laju Insidensi dan Rasio
Odd pada suatu masalah kesehatan atau penyebaran penyakit?
2. Apa perbedaan Beda Risiko, Beda Laju Insidensi, dan Penggunaan Ukuran
Asosiasi

C. TUJUAN
1. Dapat memahami dan mengukur Risiko Relative, Risiko Laju Insidensi dan
Rasio Odd pada suatu masalah kesehatan atau penyebaran penyakit
2. Dapat memahami Beda Risiko, Beda Laju Insidensi, dan Penggunaan Ukuran
Asosiasi.

KEPERAWATAN KOMUNITAS I| 4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI UKURAN ASOSISASI


Ukuran asosiasi termasuk salah satu dari tiga ukuran dalam
epidemiologi. Ukuran asosiasi merupakan ukuran yang didasarkan
akibat pemaparan dari suatu penyakit dan berfungsi untuk mengukur
keeratan hubungan statistik antara faktor tertentu dengan kejadian
penyakit yang diduga merupakan akibat pemaparan tersebut.
Hubungan antara pemaparan dan akibatnya diukur dengan
menggunakan Risiko Relatif (Relative Risk) dan Rasio Odds (Odds
Ratio) (Bustan,2006).
Ukuran asosiasi juga merefleksikan kekuatan atau besar
asosiasi antara suatu eksposur/faktor risiko dan kejadian suatu
penyakit. Memasukkan suatu perbandingan frekuensi penyakit antara
dua atau lebih kelompok dengan berbagai derajat eksposur. Selain itu,
beberapa ukuran asosiasi juga digunakan untuk mengestimasi efek
penyakit yang ditimbulkan (Azwar,1999).
Ukuran asosiasi terdiri dari :

1. Ukuran Rasio [Rasio Resiko/Risiko Relatif (RR) dan Odds Ratio


(OR)]

2. Ukuran Beda [Risk Different/Beda Risiko (RD)] (Azwar, 1999)

B. RISIKO RELATIF

Risiko relatif sering disebut sebagai rasio risiko (risk ratio)


adalah perbandingan risiko peristiwa tertentu pada kelompok-kelompok
orang yang berbeda. Risiko relatif (RR) biasanya digunakan untuk
memperkirakan paparan terhadap sesuatu yang dapat mempengaruhi
kesehatan. Risiko relatif adalah rasio angka insidensi penyakit karena

KEPERAWATAN KOMUNITAS I| 5
paparan dibandingkan dengan angka insidensi penyakit yang sama tanpa
terpapar, dengan rumus sebagai berikut:
Relative Risk = Angka insidensi penyakit dalam kelompok yang
terpapar Angka insidensi penyakit dalam
kelompok tanpa terpapar
Risiko relatif digunakan hanya sebagai pengukur probabilitas,
dengan ini dapat dipertanyakan berapa peluang kelompok menjadi sakit
jika mereka terpapar dan berapa peluang mereka tidak kena sakit kalau
tidak terpapar (Magnus, 2010).
Risiko relatif berhubungan dengan penelitian kohort. Penelitian
kohort disebut juga penelitian insiden atau penelitian prospektif karena
dikaitkan dengan waktu pengumpulan datanya, bukan menyatakan
hubungan antara eksposur dan efeknya. Kelebihan utama dari penelitian
ini adalah metodenya yang memungkinkan mengamati bagaimana suatu
faktor keterpaparan berlangsung hingga memungkinkan terjadinya efek.
Pada umumnya rancangan kohort merupakan penelitian epidemiologi
longitudinal prospektif, yaitu:
1. Dimulai dari status keterpaparan

2. Arahnya selalu maju

Rancangan penelitian kohor dapat digambarkan sebagai berikut :

Efek
Faktor Risiko (FR) ya

Populasi

tidak
subjek:
Populasi Sampel orang
sehat tanpa ya
sakit

KEPERAWATAN KOMUNITAS I| 6
Populasi
tidak
Waktu

Arah pengumpulan data

Gambar 1 rancangan Penelitian kohort

Penelitian ini dimulai dengan memilih sampel kelompok


(subjek) sehat dari suatu populasi. semua subjek penelitian harus
bebas dari penyakit atau efek yang diteliti. Setelah itu subjek-subjek
dengan maupun tanpa paparan faktor risiko diikuti terus secara
prospektif sampai timbul efek atau penyakit tertentu. Hasilnya
memberikan nilai perhitungan asosiasi yang disebut Risiko relatif
(Relative Risk). Sebagai suatu asosiasi, untuk memudahkan analisis
terhadap data penelitian kohor, perlu adanya pemahaman kerangka
tabulasi yang baku. risiko relatif dapat digambarkan dalam suatu
matriks empat sel 2 x 2 yang mempresentasikan adanya eksposur
faktor risiko dan penyakit (Ryadi, dkk., 2010).

Tabel 2.1

Tabel 2 x 2 eksposur faktor risiko dan penyakit:

Outcome/ efek
Eksposur Total
(+) (-)
(+) A B (a+b)
(-) C D (c+d)
Total (a+c) (b+d)

Pada kerangka tabel tersebut, yang disebut dengan insiden


kasus kelompok terpapar adalah a/(a+c), sedangkan insiden kasus
kelompok tidak terpapar adalah b/(b+d).
Dimana risiko relatif pada penelitian kohor adalah:

KEPERAWATAN KOMUNITAS I| 7
Interpretasi:

1. RR = 1 , faktor risiko bersifat netral, risiko kelompok terpapar


sama dengan kelompok tidak terpapar.
2. RR > 1 , Confient Interval (CI) > 1 , faktor risiko menyebabkan
sakit.

3. RR < 1 , Confient Interval (CI) < 1 , faktor risiko mencegah sakit


(Bustan, 2006).

Contoh Soal :

Suatu bahan cat tertentu bila digunakan dalam jangka waktu


lama dapat menimbulkan kanker kulit. Untuk mewaspadai sifat
karsinogenik kini diadakan studi kohort. Pada penelitian diambil
1.500 pegawai di perusahaan cat tersebut yang sehari-harinya
mengalami kontak langsung terhadap bahan yang dicurigai sebagai
kelompok terpapar. Sebagai kelompok control adalah mereka yang
dianggap yang tidak terpapar. Diambil 2.500 pegawai perusahaan
(yang sehari- harinya tidak mengalami kontak dengan bahan cat
tersebut).
C. RISIKO LAJU INSIDENSI
Berdasarkan riwayat alamiah penyakit, kejadian penyakit dapat
dibedakan menjadi 2 jenis yaitu insidence dan prevalens insidence sering

KEPERAWATAN KOMUNITAS I| 8
dikatakan sebagai kasus baru, sedangkan prevalens sering dikatakan
sebagai kasus baru dan kasus lama.

Ukuran frekuensi insidens penyakit dapat dibedakan dapat


dibedakan menjadi 3 macam yaitu insidens kumulatif, secondary attack
rate dan laju insidens.

1. Insiden Kumulatif (Cumulative Incidence = CI)

Insidens kumulatif adalah parameter yang menunjukkan


taksiran probabilitas (risiko,risk) seseorang untuk terkena
penyakit dalam suatu jangka waktu. CI selalu bernilai antara 0 dan
1. Dalam menghitung CI, perlu penentuan periode waktu. Periode
waktu tersebut bias berupa beberapa jam, bulan, tahun dan
sebagainya.

Rumusnya sebagai berikut :

Istilah lain untuk insidens komulatif adalah insidens risk.


Syarat yang digolongkan beresiko dalam insiden komulatif
adalah:

a. Tidak sedang/telah terjangkit penyakit yang diteliti

b. Tidak imun terhadap penyakit yang diteliti


c. Memiliki organ sasaran yang masih intak
d. Hidup
e. Masih dalam jangkauan pengamatan

Sedangkan dalam Kejadian Luar Biasa (KLB) / wabah.


Misalnya keracunan makanan, istilah yang digunakan adalah
attack rate. Rumus sebagai berikut:

KEPERAWATAN KOMUNITAS I| 9
2. Secondary Attack Rate
Secondary attack rate dalah ukuran yang menunjukkan
jumlah penderita baru pada serangan kedua berbanding dengan
jumlah penduduk yang mempunyai resiko-jumlah penduduk yang
terkena pertama.
Rumus sebagai berikut:

3. Laju Insidensi (Incidence Density = ID)

Laju insidens adalah ukuran yang menunjukkan kecepatan


kejadian baru penyakit pada populasi. Laju insidens merupakan proporsi
antara jumlah orang yang menderita penyakit dan jumlah orang dalam
resiko kali lamanya dalam resiko.

a. Perkiraan terbaik mengenai mortalitas dan morbiditas.

b. Numerator adalah jumah kasusbaru dalam populasi.

c. Denominator adalah jumlah periode waktu dimana setiap orang


dalam pengamatan dan bebas dari penyakit.

d. Dimensi adalah orang per waktu ( Orang-tahun, Orang-bulan,


Orang- hari, Orang-jam, Orang-menit dan lain-lain.

e. Nilai berkisar : 0 – Tak Terhingga.


Rumus sebagai berikut :

Person time adalah jumlah orang dalam resiko dikalikan


dengan lamanya orang-hari dalam resiko, yang digambarkan

KEPERAWATAN KOMUNITAS I| 10
dalam orang-minggu, orang-bulan atau orang-tahun tergantung
dari jenis penyakit yang sedang diteliti. Untuk masing-masing
individu yang berada dalam populasi, maka waktu memiliki
resiko adalah waktu selama individu yang sedang diamati itu
masih terbebas dari penyakit. Denominator yang diperlukan
untuk menghitung laju insidens tersebut adalah jumlah dari
keseluruhan periode-periode waktu terbebas dari penyakit selama
penelitian.
Contoh kasus:

Physicians Health Study mengamati kasus baru Heart


Attack individu yang menggunakan Aspirin. Jumlah orang tahun
yang lalu diobservasi 54.560 jiwa, orang yang terkena Heart
Attack sebanyak 139 jiwa. Berapa laju insidensinya?

D. RASIO ODDS

Odds ratio (OR) atau rasio odds adalah kemungkinan paparan


faktor risiko pada kelompok kasus dengan kemungkinan paparan faktor
risiko pada kelompok kontrol (Kasjono dan Kristiawan, 2009). Definisi
lain odds ratio menurut Magnus (terj., Belawati, dkk., 2010) adalah
ukuran yang digunakan untuk menjelaskan asosiasi yang di dapatkan
dalam penelitian kasus-kontrol. Ukuran ini menggunakan tabel 2x2
dengan notasi yang sama untuk menjelaskannya. Terdapat dua pola
desain tabulasi pada penelitian kasus-kontrol. Pola desain tersebut yaitu
sebagai berikut :

KEPERAWATAN KOMUNITAS I| 11
Tabel 2.2
Notasi Tabel 2 x 2
Pola I Desain Penelitian Kasus-Kontrol
Eksposur
Penyakit Total
(+) (-)
(+) (a) (b) (a+b)
(-) (c) (d) (c+d)
Total (a+c) (b+d) (a+b+c+d)

Tabel 2.3.
Notasi Tabel 2 x 2
Pola II Desain Penelitian Kasus-Kontrol
Penyakit
Eksposur Total
(+) (-)
(+) (a) (c) (a+c)
(-) (b) (d) (b+d)
Total (a+b) (c+d) (a+b+c+d)

(Ryadi dan Wijayanti, 2011).


Tabel Odds ratio merepresentasikan probabilitas untuk berada
dalam kelompok yang sesuai (concordant group), dimana huruf (a)
mewakili kelompok yang terpajan dan sakit serta (d) mewakili
kelompok yang tidak terpajan dan tidak sakit., atau berada dalam
kelompok yang tidak sesuai (discordant group), dimana (b) mewakili
kelompok yang tidak terpajan namun sakit serta (c) mewakili kelompok
yang terpajan namun tidak sakit.
Baik pada pola I maupun pola II, rumus untuk mencari rasio odds-nya
yaitu :

Pada dasarnya kedua pola tersebut menunjukkan hasil rasio odds

KEPERAWATAN KOMUNITAS I| 12
yang sama, hanya berbeda pada penempatan eksposur dan outcome-nya
pada sistem tabulasi. Pada umumnya, pola II lebih banyak digunakan.
Rasio odds digunakan dalam penelitian kasus-kontrol dan bukan
penelitian kohort. Hal ini karena desain dan ukuran penelitian kohort
terkait secara integral, dan tidak dibenarkan untuk mengubah salah
satunya tanpa mengubah yang lain. Kita tidak mungkin menyamakan
kelompok yang tidak terpajan di dalam penelitian kohort dengan jumlah
kasus dan kontrol yang tidak terpajan di dalam penelitian kasus-kontrol.
Pada penelitian kasus-kontrol dengan perhitungan rasio odds-nya
sampel kasus harus bersifat tetap, sedangkan pada kohort bisa
bertambah. Oleh karena jumlah sampel kasus tetap, maka harus dilihat
pada peluang seseorang untuk mendapatkan pajanan yang
menjadikannya sakit bukan risiko seseorang menjadi sakit (Magnus,
terj., Belawati, dkk., 2010).

Pada penelitian kasus-kontrol, studi kasus yang digunakan dalam


penelitian bukan kasus insidensi, tetapi sering berupa prevalensi
(mencakup kasus baru dan kasus lama), sedangkan untuk penelitian
kohort, studi kasus yang digunakan berupa kasus insidensi sehingga RR
(risiko relatif) pada kasus-kontrol tidak dapat dihitung langsung dengan
perhitungan pada metode kohort. Karena data yang di dapat pada kasus-
kontrol lebih banyak prevalensi, maka RR yang digunakan adalah RR
yang disebut rasio odds (OR) (Ryadi dan Wijayanti, 2011).
Jika penyakit yang hendak diselidiki itu merupakan penyakit
yang relatif langka, misalnya penyakit kanker atau kardiovaskular, dan
sampel kelompok kontrol ditentukan tanpa bergantung pada pajanan,
maka rasio odd akan merepresentasikan aproksimasi RR. Ini terjadi
karena a << c dan b << d sehingga a + c dapat diaproksimasikan oleh c,
dan b + d dapat diaprosimaksikan oleh d. Sifat OR ini sangat berguna
dan merupakan sifat yang membuat penelitian kasus- kontrol terhadap
outcome yang langka menjadi alat yang kuat dalam epidemiologi (Ryadi
dan Wijayanti, 2011).

KEPERAWATAN KOMUNITAS I| 13
Sebagai contoh kasus yaitu sebagai berikut: pada suatu lokasi
konstruksi, terdapat 118 pekerja. 66 diantaranya menggunakan APD
secara lengkap dan sisanya memakai APD seadanya dan 20 orang
diantaranya mengalami kecelakaan kerja ringan seperti terkena paku,
terkena pecahan kaca dan lain-lain. Dari data yang diperoleh, 5 orang
yang biasanya memakai APD secara lengkap juga mengalami
kecelakaan kerja ringan. Hitung berapa rasio oods-nya dan apa arti hasil
dari angka ini?

Dengan menggunakan pola II:


Tabel 2.4
Hubungan Pemakaian APD dengan Angka Kecelakaan Kerja
untuk mencari Rasio Odds (Pola II)
Mengalami Kecelakaan
Memakai APD Total
(+) (-)
(-) 20 32 52
(+) 5 61 66
Total 25 93 118

Definisi rasio odds disini adalah angka kecelakaan kerja pada


pekerja yang tidak memakai APD terhadap angka kecelakaan kerja pada
pekerja yang memakai APD. Disini angka kecelakaan kerja pada pekerja
yang memakai APD adalah 5, yang tidak memakai APD adalah 20, dan
rasio yang tidak memakai APD terhadap yang memakai APD adalah:

Dengan keluarnya angka hitungan ini dapat disimpulkan bahwa


kecenderungan pekerja yang tidak menggunakan APD untuk mengalami

KEPERAWATAN KOMUNITAS I| 14
kecelakaan kerja adalah 7,625 kali lebih besar daripada pekerja yang
memakai APD.
Untuk penggunaan pola I sebagai pola perhitungan yaitu sebagai
berikut :
Tabel 2.5
Hubungan Pemakaian APD dengan Angka Kecelakaan Kerja
untuk mencari Rasio Odds (Pola I)
Mengalami Memakai APD
Total
Kecelakaan (-) (+)
(+) 20 5 25
(-) 32 61 93
Total 52 66 118
Rasio odds yang dicari yaitu rasio angka kecelakaan pada pekerja
yang tidak memakai APD terhadap pekerja yang memakai APD, dimana
angka kecelakaan pada pekerja yang tidak memakai APD adalah 20/32
dan kelompok yang memakai APD adalah 5/61, yaitu sebagai berikut:

Dari penggunaan dua pola tersebut dihasilkan angka yang sama.


Cara terbaik untuk kasus tersebut yaitu dengan menggunakan poka II,
dimana eksposur ditempatkan di atas dan outcome (penyakit yang timbul)
ditempatkan disamping. Hal ini untuk memudahkan menghitung rasio
outcome positif ( + ) terhadap outcome negatif ( - ) pada masing-masing
kelompok terekspos dan kelompok tidak terekspos sebelum lebih lanjut
dihitung rasio odds-nya.

Dengan dihitung rasio odds-nya dan ditemukan hasilnya yaitu


7,625 berarti bahwa pekerja yang tidak memakai APD mempunyai peluang
mengalami kecelakaan kerja 7,625 kali lebih besar dibandingkan dengan
memakai APD.

E. BEDA RISIKO

KEPERAWATAN KOMUNITAS I| 15
Beda risiko (risk difference/RD) atau disebut juga risiko atribut
(attributable risk/AR) dapat diperoleh dengan menghitung selisih
angka insidensi kelompok terpajan dan kelompok angka insidensi tidak
terpajan dan hasilnya dianggap sebagai pemaparan oleh faktor
penyebab penyakit (atribut). Makin besar jumlah kasus penyakit yang
bisa dihindari seandainya dilakukan pencegahan terjadinya paparan
pada kelompok terpapar. Rumus Beda risiko sebagai berikut. Angka
Insidensi kelompok terpajan - angka insidensi kelompok tidak terpajan
(Richard F. Morton et all,2009)
Beda risiko kadang-kadang juga dinyatakan sebagai pecahan
preventif di kalangan terpajan, yaitu :
Angka Insidensi kelompok terpajan - angka insidensi kelompok
tidak terpajan Angka Insidensi kelompok
terpajan
(Eko Budiarto dan Dewi Anggraeni, 2003)
Beda risiko menunjukkan kelebihan penyakit karena suatu factor
di subkelompok populasi yang terpajan oleh suatu factor. Jika “angka
insidensi di kalangan terpajan” diganti dengan “angka insidensi di
seluruh populasi” dalam rumus beda risiko, maka akan didapatkan
population attribute risk. Population attribute risk umumnya penting
bagi pengambil kebijakan kesehatan masyarakat karena population
attribute risk mengukur potensial manfaat yang diharapkan jika pajanan
di dalam populasi dapat dikurangi (Richard F. Morton et all,2009)
Contoh 1

Hubungan antara perokok dengan karsinoma paru-paru :

1. Dari 100 orang pekerja tambang lapangan ditemukan sebanyak 5


orang yang menderita karsinoma paru-paru maka besarnya risiko =
0,05
2. Dari 100 orang pekerja tambang kantor ditemukan sebanyak 2 orang
yang menderita karsinoma paru-paru maka besarnya risiko = 0,02

KEPERAWATAN KOMUNITAS I| 16
Risiko atribut = 0,05 – 0,02 = 0,03

Angka risiko atribut di atas dapat dinyatakan bahwa 3%


insidensi karsinoma paru-paru disebabkan karena rokok.
Risiko atribut bermanfaat untuk memperkirakan besarnya
risiko yang dapat dihindarkan bila “atribut” yang dianggap sebagai
faktor penyebab penyakit dihindarkan. Hal ini penting untuk:
1. Memberi penerangan pada masyarakat tentang manfaat yang
diperoleh bila faktor penyebab penyakit dapat dihindarkan dan
2. Menyusun rencana pencegahan penyakit dengan cara
menghilangkan atau mengurangi “atribut” atau factor yang
dianggap sebagai penyebab timbulnya penyakit.
Contoh 2
Penelitian tentang hubungan APD dengan kecacatan. Hasil
penelitian menyatakan bahwa dari 1700 orang yang tidak
menggunakan APD terdapat 17 orang yang menderita kecacatan.
Dari 1000 orang yang menggunakan APD ditemukan sebanyak 5
orang yang menderita tromboflebitis. Besarnya risiko kecatatan
akibat lalai pemakaian APD adalah 17/1700 – 5/1000 = 0,005

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa risiko timbulnya


kecacatan akibat tidak memakai APD adalah 0,5% atau dengan
kata lain, risiko timbulnya kecacatan yang dapat dihindarkan
dengan memakai APD adalah sebesar 0,5 %.
F. BEDA LAJU INSIDENSI
Insidensi merupakan salah satu tipe ukuran yang paling penting
dalam epidemologi, terutama dalam epidemologi penyakit menular.
Ukuran insidensi menyatakan banyaknya kasus baru penyakit yang
terjadi dalam rentan waktu tertentu. Insidensi memungkinkan kita
untuk memeriksa hal terkait kasus yang menjadi saat ini bukan yang
terjadi pada periode waktu sebelumnya. Ketika suatu masalah pertama

KEPERAWATAN KOMUNITAS I| 17
kali teridentifikasi, insidensi menghitung semua jumlah kasus baru
dalam beberapa bulan terakhir.

1. Insidensi Rate

Insidensi adalah jumlah seluruh kas baru pada suatu populasi pada
suatu populasi pada suatu saat periode waktu tertentu. Indikator yang
paling banyak digunakan di dalam epidemologi bila dikaitkan dengan
penderita baru dalam waktu tertentu

Biasanya insidensi digunakan untuk penyakit yang


sifatnya akut. Pengamatan harus bersifat dinamis
dimana ukuran disini menggambarkan keoatan/kekuatan peubahan
keadaan karena pengaruh lingkungan. Insidensi bukan merupakan ukuran
probabilitas, lain dapat berkisar dari 0 – hampir tak terhingga. Dan
ukuran ini tidak dapat diinterpretasikan kepada individu yang ada di
populasi.
Kelemahan dari pemakaian insidensi adalah susah menentukan
waktu serangan suatu penyakit dengan jelas beberapa hal yang perlu
diperhatikan :
a. Kapan mulainya gejala pertama.

b. Waktu diagnose.

c. Tanggal masuk rumah sakit/ pelayanan kesehatan

Penyebut adalah jumlah penduduk didaerah yang bersangkutan


pada periode waktu yang sama (dalam hal ini sulit menentukan siapa dari
penduduk tersebut tersebut yang susceptible dan siapa yang bukan,
sehingga diambil pendekatan dengan memakai jumlah populasi yang

KEPERAWATAN KOMUNITAS I| 18
beresiko pada pertengahan tahun dikalikan dengan lama periode
pengamatan). Contoh : kita hendak menyelidiki 100 tikus sehat yang
dapat menderita TBC setelah dicampurkan satu kandang dengan seekor
tikus penderita TBC selama setahun. Bila dalam setahun terdapat 10 tikus
sebagai kasus TBC baru maka :

Manfaat insidensi Rate adalah :


a. Mengetahui masalah kesehatan yang dihadapi
b. Mengetahui resiko unutk terkena masalah kesehatan yang dihadapi
c. Mengetahui beban tugas yang harus diselenggarakan oleh suatu
fasilitas pelayanan kesehatan.

2. Insidensi Kumulatif (IK)

Tingkat insidensi kumulatif adalah suatu ukuran tentang kejadian


penyakit atau ukuran status kesehatan yang lebih sederhana. Tidak
seperti tingkat insidensi, maka yang diukur hanyalah denominator yang
ada pada permulaan saja tingkat insidensi kumulatif dapat dihitung
sebagai berikut :

Dalam pengertian statistik maka insidensi kumulatif itu adalah


merupakan probabilitas atau risiko dari individu yang berada didalam
populasi tersebut untuk terkena penyakit dalam periode waktu tertentu.
Hasil ukuran tersebut tidak mempunyai satuan, kisaran angka antara 0 –
1. Seringkali tingkat insidensi kumulatif ditemukan sebagai jumlah kasus

KEPERAWATAN KOMUNITAS I| 19
per 1.000 populasi.

3. Attacke Rate (AR)

Biasanya dinyatakan dengan persen (%) dan dipergunakan dalam


jumlah populasi yang realtif sedikit dan waktu yang relatif singkat. Proses
penghitungan sama dengan IR.
Contoh: keadaan wabah, keracunan makanan, penyakit yang
menyerang pada batas umur tertentu.
4. Secondary Attack Rate/SAR
Kasus sekunder adalah kasus-kasus yang terkena penyakit di
dalam suatu lingkungan setelah dating nya satu atau lebih kasus primer
dari lingkungan yang lain.

G. PENGGUNAAN UKURAN ASOSIASI

Cara terbaik untuk membahas bagaimana cara menyampaikan


ukuran asosiasi secara tepat dapat dilihat pada contoh berikut ini.

Suatu penelitian mengenai asosiasi antara virus dan sindrom yang


baru dikenali dan kaitannya dengan kabut asap yang menyerang suatu
kota karena pembakaran lahan. Penelitian dilakukan untuk menyelidiki
tentang agent etiologik. Penelitian yang dilakukan merupakan
penelitian kasus-kontrol. Penelitian cross-sectional, ekologis, dan
laboratorium telah dilaksanakan dan tinggal menyelesaikan penelitian
case-control yang pertama mengenai agent etiologik. OR adalah 1,64.
Angka tersebut menunjukkan bahwa peluang untuk sebelumnya

KEPERAWATAN KOMUNITAS I| 20
terpajan agen infeksi pada orang yang sakit 1,64 kali lebih besar
daripada orang yang tidak sakit. Atau, peluang untuk sebelumnya
terpajan agen infeksi pada orang yang sakit 64% lebih tinggi daripada
orang yang tidak sakit. Ukuran ini membandingkan peluang untuk
keterpajanan sebelumnya pada dua kelompok, yaitu kelompok orang
yang sakit dan tidak sakit.

Pada penelitian sebelumnya (melalui penelitian kohort) diperoleh


RR adalah 1,75. Angka tersebut menunjukkan resiko seseorang
terpajan dan kemudian menjadi sakit 1,75 kali lebih besar daripada
orang yang tidak terpajan. Atau, risiko untuk menjadi sakit lebih besar
75% pada orang yang terpajan daripada yang tidak terpajan. Ukuran ini
membandingkan probabilitas untuk menjadi sakit pada dua kelompok,
yaitu orang yang terpajan dan tidak terpajan.
Sehingga dapat dikatakan, kedua kasus telah memperlihatkan
asosiasi (hubungan) antara dua variabel, yaitu agens infeksi dan
penyakit yang diteliti. Namun, kita harus hati-hati dalam menyajikan
ukuran asosiasi, kesimpulan suatu penelitian bukan melalui asumsi
pribadi, namun melalui uji terkontrol acak dan analisis yang sangat
spesifik.

KEPERAWATAN KOMUNITAS I| 21
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Ukuran asosiasi merupakan ukuran yang didasarkan akibat
pemaparan dari suatu penyakit dan berfungsi untuk mengukur
keeratan hubungan statistik antara faktor tertentu dengan
kejadian penyakit yang diduga merupakan akibat pemaparan
tersebut.
2. Ukuran asosiasi terdiri dari ukuran Rasio [Rasio Resiko/Risiko
Relatif (RR) dan Odds Ratio (OR)] dan ukuran Beda [Risk
Different/Beda Risiko (RD)].
3. Risiko relatif sering disebut sebagai rasio risiko (risk ratio)
adalah perbandingan risiko peristiwa tertentu pada kelompok-
kelompok orang yang berbeda.
4. Risiko relatif digunakan hanya sebagai pengukur probabilitas
dan berhubungan dengan penelitian kohort.
5. Laju insidensi adalah ukuran yang menunjukkan kecepatan
kejadian baru penyakit pada populasi

KEPERAWATAN KOMUNITAS I| 22
6. Rasio odds adalah kemungkinan paparan faktor risiko pada
kelompok kasus dengan kemungkinan paparan faktor risiko pada
kelompok kontrol.
7. Rasio odds digunakan dalam penelitian kasus-kontrol dan bukan
penelitian kohort dikarenakan desain dan ukuran penelitian
kohort terkait secara integral, dan tidak dibenarkan untuk
mengubah salah satunya tanpa mengubah yang lain.
8. Beda risiko (risk difference/RD) atau disebut juga risiko atribut
(attributable risk/AR) dapat diperoleh dengan menghitung
selisih angka insidensi kelompok terpajan dan kelompok angka
insidensi tidak terpajan dan hasilnya dianggap sebagai
pemaparan oleh faktor penyebab penyakit (atribut).
9. Beda risiko menunjukkan kelebihan penyakit karena suatu factor
di subkelompok populasi yang terpajan oleh suatu factor.

B. SARAN

Dengan mengetahui ukuran asosiasi dan penggunaannya,


seharusnya faktor resiko penyakit dapat dihindari dan
ditanggulangi. Dengan demikian, akan tericipta kebersihan dan
kenyamanan lingkungan.

KEPERAWATAN KOMUNITAS I| 23
DAFTAR PUSTAKA

Azwar Azrul. 1999. Pengantar Epidemiologi. Binarupa Aksara: Jakarta

TIM Dosen Universitas Lambung Mangkurat Fak. Kedokteran Program


Studi Kesehatan Masyarakat. 2013. Buku Ajar Dasar-Dasar
Epidemiologi. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru

https://www.scribd.com/doc/217765713/Kel-13-Epidemiolog

KEPERAWATAN KOMUNITAS I| 24

Anda mungkin juga menyukai