Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH EPIDEMIOLOGI

KEHAMILAN EKTOPIK TERHADAP TIMBULNYA


MASALAH KEBIDANAN MENURUT KAJIAN
EPIDEMIOLOGI

Dosen Pembimbing :

Fijri Rachmawati, S.S.T., M.Keb

Disusun oleh:

NI WAYAN RENDIYANI

PROGRAM STUDI D 4 KEBIDANAN


UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG
2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa, atas
petunjuk dan kekuatan-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Epidemiologi
dengan lancar tanpa kendala yang berarti.
Tugas ini kami susun dengan tujuan memenuhi kebutuhan kami sebagai
mahasiswa untuk menambah pengetahuan kami tentang mata kuliah ini. Dengan
mengumpulkan informasi dari berbagai sumber yang relevan, yang nantinya dapat
bermanfaat bagi semua untuk mengatasi kesulitan belajar dalam mempelajari mata
kuliah ini.
Dalam penyelesaian makalah ini tentunya banyak melibatkan berbagai
pihak. Untuk itu ucapan terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang
telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Tentunya dalam penyusunan tugas ini kami belumlah cukup sempurna.
Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk menjadikan isi
makalah ini menjadi lebih baik dan menjadi tolak ukur bagi kami untuk menyusun
makalah yang sesuai dengan harapan kita semua yang bermanfaat untuk sekarang
dan masa depan. Semoga segala ikhtiyar kita diridhoi Allah SWT, Amin.

Bandar lampung, 20 juni 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Cover ........................................................................................ i


Kata Pengantar ......................................................................................... ii
Daftar Isi.................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................... 3
A. Epidemiologi ...................................................................... 3
B. Kehamilan Ektopik............................................................. 9
C. Kehamilan Ektopik dalam Masalah Kebidanan Ditinjau Dari
Kajian Epidemiologi .......................................................... 15
BAB III PENUTUP ............................................................................... 19
A. Kesimpulan ........................................................................ 19
B. Saran .................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Untuk dapat memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan,
mencegah dan mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan masyarakat
perlu disediakan dan diselenggarakan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (
Public Health Service ) yang sebaik – baiknya. Oleh karena itu pelayanan
kesehatan masyarakat yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan ( Health
Needs ) dari masyarakat.
Namun dalam praktek sehari – hari ternyata tidaklah mudah untuk
menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat yang
maksimal. Masalah pokok yang dihadapi adalah sulitnya merumuskan
kebutuhan kesehatan yang ada dalam masyarakat karena pola kehidupan
masyarakat yang beraneka ragam sehingga mengakibatkan kebutuhan
kesehatan yang ditemukan juga beraneka ragam.
Untuk mengatasinya, telah diperoleh semacam kesepakatan bahwa
perumusan kebutuhan kesehatan dapat dilakukan jika diketahui masalah
kesehatan yang ada di masyarakat. Misalnya ; apabila dalam suatu masyarakat
banyak ditemukan masalah kesehatan berupa penyakit menular ( TBC ), maka
pelayanan kesehatan yang disediakan akan lebih diarahkan kepada upaya
untuk mengatasi masalah penyakit menular tersebut.
Apabila hal ini kemudian dikaitkan dengan upaya untuk mengetahui
Frekwensi, Penyebaran dan Faktor – factor yang mempengaruhi suatu masalah
kesehatan dalam masyarakat, maka tercakup dalam suatu cabang Ilmu Khusus
yang disebut dengan Epidemiologi. Dan Epidemiologi ini merupakan inti dari
Ilmu Kesehatan Masyarakat. (Gordis, 2000 ).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud epidemiologi?
2. Apakah yang dimaksud dengan kehamilan ektopik?

1
3. Bagaimana kehamilan ektopik terhadap timbulnya masalah kebidanan
menurut kajian epidemiologi?

C. Tujuan Penulisan
1. Epidemiologi
2. Kehamilan ektopik
3. Kehamilan ektopik terhadap timbulnya masalah kebidanan menurut kajian
epidemiologi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Epidemiologi
1. Pengertian
Epidemiologi bersala dari kata Yunani, dan secara harfiah berarti :
Epi = di atas/ di antara/ yang ada diantara
Demos = populasi, orang, masyarakat
Logos = ilmu
Jadi epidemiologi secara bebas diartikan sebagai : Ilmu yang
mempelajari sesuatu (penyakit) yang ada di antara (yang melanda)
masyarakat/populasi. Atau :
Ilmu yang mempelajari epidemi/wabah dengan tujuan
mengendalikannya dan mencegah terulangnya kembali. (Slamet, 2005)
Epidemiologi dalam layanan kebidanan mengkaji distribusi serta
determinan peristiwa morbiditas dan mortalitas yang terjadi dalam layanan
kebidanan.
2. Tujuan
Tujuan epidemiologi dalam kebidanan adalah mengenali faktor-
faktor resiko terhadap ibu selama periode kehamilan, persalinan dan masa
nifas ( 42 hari setelah berakhirnya kehamilan) beserta hasil konsepsinya
dan mempelajari cara-cara pencegahannya.
3. Manfaat
1) Untuk mempelajari riwayat penyakit
a. Epidemiologi mempelajari tren penyakit untuk memprediksi tren
penyakit yang mungkin akan terjadi.
b. Hasil penelitian epidemiologi dapat digunakan dalam perencanaan
pelayanan kesehatan dan kesehatan masyarakat.
2) Diagnosis masyarakat
a. Penyakit, kondisi, cedera, gangguan, ketidakmampuan, defek/cacat
apa sajakah yang menyebabkan kesakitan, masalah kesehatan, atau
kematian di dalam suatu komunitas atau wilayah

3
3) Mengkaji risiko yang ada pada setiap individu karena mereka dapat
mempengaruhi kelompok maupun populasi
a. Faktor risiko, masalah, dan perilaku apa sajakah yang dapat
mempengaruhi kelompok atau populasi
b. Setiap kelompok dikaji dengan melakukan pengkajian terhadap
faktor risiko dan menggunakan tekhnik pemeriksaan kesehatan,
misalnya risiko kesehatan, pemeriksaan , skrining kesehatan, tes
kesehatan, dll.
4) Pengkajian, evaluasi, dan penelitian
a. Sebaik apa pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan
kesehatan dalam mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhan
populasi atau kelompok.
b. Untuk mengkaji keefektifan, efisiensi, kualitas, kuantitas, akses,
ketersediaan layanan untuk mengobati, mengendalikan atau
mencegah penyakit, cedera, ketidakmampuan atau kematian.
5) Melengkapi gambaran klinis
a. Proses identifikasi dan diagnosis untuk menetapkan bahwa suatu
kondisi memang ada atau bahwa seseorang memang menderita
penyakit tertentu
b. Menentukan hubungan sebab akibat misalnya radang tenggorokan
dapat menyebabkan demam rematik.
6) Identifikasi sindrom
a. Membantu menyusun dan menetapkan kriteria untuk
mendefinisikan sindrom, misalnya sindrom down, fetal alcohol,
kematian mendadak pada bayi.
7) Menentukan penyebab dan sumber penyakit
a. Temuan epidemiologi memungkinkan dilakukannya pengendalian,
pencegahan, dan pemusnahan penyebab penyakit, kondisi, cedera,
ketidakmampuan atau kematian. (Timmreck, 2004)

4
4. Terjadinya Masalah Kesehatan Dalam Pelayanan Kebidanan
Dengan menggunakan paradigma epidemiologi klasik yang
menganggap terjadinya penyakit atau masalah kesehatan sebagai hasil
akhir interakis antara penjamu, agen dan lingkungan:
1) Penjamu ( Ibu Hamil )
Adalah faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat
mempengaruhi timbulnya serta perjalanan suatu penyakit. Faktor
tersebut banyak macamnya, antara lain :
a) Faktor keturunan
Dalam dunia kebidanan dikenal berbagai penyakit yang dapat
diturunkan seperti penyakit alergis, kelainan jiwa dan beberapa
penyakit kelainan darah.
b) Mekanisme pertahanan tubuh
Jika pertahanan tubuh baik maka dalam batas – batas tertentu
beberapa jenis menyakit akan dapat diatasi.
c) Umur
Pada ibu hamilm yang primigravida dibawah umur 20 tahun rentan
terjadi abortus, ini di sebabkan karena sistem reproduksinya yang
belum matang.
d) Jenis kelamin
Beberapa penyakit tertentu ditemukan hanya pada jenis kelamin
tertentu saja misalnya tumor leher rahim ditemukan pada wanita.
e) Ras
Beberapa ras tertentu diduga lebih sering menderita beberapa
penyakit tertentu misalnya penyakit hemofili yang lebih banyak
ditemukan pada orang barat.
f) Status perkawinan
g) Pekerjaan
Para manajer yang memimpin suatu perusahaan lebih sering
menderita penyakit ketegangan jiwa daripada bawahan.

5
h) Kebiasaan hidup
Seseorang yang biasa hidup kurang bersih tentunya lebih mudah
terkena penyakit infeksi.
2) Agen ( hasil konsepsi)
Yaitu janin atau fetus yang ada dalam kandungan ibu hamil.
3) Lingkungan
Adalah lingkungan sosial budaya serta pelayanan kesehatan yang
diterima oleh ibu hamil.

5. Faktor-Faktor Resiko Dalam Pelayanan Kebidanan


Faktor-faktor resiko bagi kematian ibu hamil dapat di klasifikasikan
menjadi 4 kategori :
1) Faktor-faktor Reproduksi
a. Usia
Umumnya usia wanita untuk hamil normal adalah 20-35 tahun.
b. Paritas
Semakin banyak paritas dari seorang wanita, maka semakin tinggi
resikonya untuk mengalami komplikasi.
c. Kehamilan tak di inginkan
KTD atau kehamilan tak dinginkan, dalam hal ini sangat beresiko
tinggi. Karena bisa saja calon orang tua, terutama calon ibu akan
berusaha untuk melakukan terminasi kehamilan, yang selanjutnya
akan menimbulkan komplikasi-komplikasi lain.
2) Faktor-faktor resiko kehamilan
a. Perdarahan pada abortus spontan
Dimana terjadi perdarahan ringan atau bercak yang menunjukkan
ancaman terhadap kelangsungan suatu kehamilan. Dimana
sebagian atau keseluruhan hasil konsepsi telah keluar melalui
kavum uteri melalui kanalis servikalis.
b. Kehamilan ektopik
Kehamilan ektopik ialah kehamilan dimana setelah fertilisasi,
implantasi terjadi di luar endometrium kavum uteri. Hampir 90%
kehamilan ektopik terjadi di tuba uterina.kehamilan ektopik dapat

6
mengalami abortus atau ruptura apabila masa kehamilan
berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi (misalnya : tuba).
c. Perdarahan pada trimester III kehamilan
Untuk menurunkan angka kematian ibu di indonesia, departemen
kesehatan melakukan strategi agar semua asuhan antenatal dan
sekitar 60% dari keseluruhan persalinan dilayani oleh tenaga
kesehatan terlatih. Strategi ini dilaksanakan untuk dapat mengenali
dan menaggulangi gangguan kehamilan dan persalina sedini
mungkin. Penyiapan sarana pertolongan gawat darurat merupakan
langkah antisipasi terhadap komplikasi yang mungkin keselamatan
ibu. Adapun masalah yang sering ditemukan dalam trimester III
kehamilan adalah. Perdarahan apada kehamilan diatas 22 minggu
hingga menjelang persalinan, perdarahan intrapartum, dan
prematuritas serta mortalitas perinatal.
d. Perdarahan post partum
Adalah perdarahan yang melebihi 500 ml. Ditandai dengan
perubahan tanda vital pasien mengeluh lemah, berekeringat dingin,
mengigil, hiperpnea, sistolik kurang dari 90 mm hg, nadi lebih dari
100 x/menit, kadar HB kurang dari 8 gr % .
e. Infeksi nifas
Infeksi Puerperalis, dalah infeksi pada traktus genetalia setelah
persalinan, biasanya dari endometrium bekas insersi plasenta.
f. Gestosis
g. Distosia bahu
Adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan manoper obstertrik
oleh karena dengan tarikan biasa ke arah belakang pada kepala
bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi.
h. Abortus Provokatus
Abortus yang terjadi dengan sengaja.
3) Faktor-faktor Pelayanan Kesehatan
a. Kesukaran untuk memperoleh pelayanan kesehatan maternal
b. Asuhan medis yang kurang baik

7
c. Kekurangan tenaga terlatih dan obat-obat esensial
4) Faktor-faktor sosial budaya
a. Kemiskinan dan ketidakmampuan membayar pelayanan yang baik
b. Ketidaktahuan dan kebodohan
c. Status wanita yang rendah
d. Pantangan makan tertentu pada wanita hamil.

6. Ukuran epidemiologi
Secara subtantif menurut peristiwa yang dipelajari, ukuran
epidemiologi dibedakan atas ukuran fertilitas (peristiwa kelahiran), ukuran
mordibitas, dan ukuran mortalitas, sedangkan berdasarkan aspek statistik
yang akan dievaluasi, ukuran epidemiologi dibedakan atas ukuran
frekuensi, ukuran asosiasi, dan ukuran dampak.
a. Kasus insidens dan prevalens
Kasus insidens adalah jumlah kasus baru yang didapatkan selama
periode tertentu, sedangkan kasus prevalens adalah jumlah kasus (lama)
yang ada pada suatu titik waktu pengamatan tertentu
b. Mortalitas
Death risk dan death rate menyatakan tingkat kematian secara umum
tanpa memandang sebab kematian, biasanya digunakan untuk populasi
atau kelompok berukuran besar.

7. Surveilans Epidemiologi
Surveilans adalah proses pengumpulan, analisis, interpretasi, dan
penyebaran informasi deskriptif secara kontinu dan sistimatik untuk
pemantauan masalah kesehatan . sistem surveilans adalah jaringan orang
dan kegiatan yang memelihara proses ini dan dapat berfungsi pada
berbagai tingkatan, dari yang lokal sampai dengan internasional.
Tujuan surveilans dapat berupa :
a. Epidemiologi deskriptif masalah kesehatan.
Sasaran utama disini adalah pemantauan trend. Adanya peningkatan
kejadian kesehatan yang tak dinginkan akan mewaspadakan petugas
kesehatan untuk melkukan penyelidikan lebih lanjut

8
b. Kaitan dengan pelayan kesehatan:
Ditingkat komunitas, surveilans acap kali merupakan bagian integral
penyampaian pelayanan preventif dan terapeutik atau pun
profilaksisnya dapat diberikan. Intervensi demikian dilaksanakan
berdasarkan laporan kasus dari surveilans.
c. Kaitan dengan penelitian:
Data surveilans saja umumnya tidak cukup rinci bagi kebutuhan
penelitian, namun dapat memberi arahan bagi peneliti untuk melakukan
penyelidikan lebih lanjut
d. Evaluasi intervensi
Evaluasi efek intervensi bersifat kompleks, namun evaluasi berskala
penuh sering tidak layak untuk dikerjakan. Pemantauan trend dengan
surveilans disini dapat menghasilkan penilaian dampak intervensi yang
memadai dengan biaya yang relatif murah.
e. Proyeksi:
Data pemantauan trend dibutuhkan oleh perencana untuk
mengantisipasi kebutuhan pelayanan kesehatan diwaktu mendatang
f. Pendidikan dan kebijakan kesehatan
Dengan penyebarluasan secara efektif, data surveilans dapat
dimanfaatkan pula oleh pablik, media, dan pemimpin politik. Informasi
demikian bersifat mendidik bagi mereka yang secara langsung
bertanggung jawab atas pemberian pelayan kesehatan dan mereka yang
mengendalikan atau mempengaruhi alokasi sumberdaya kesehatan.

B. Kehamilan Ektopik
1. Definisi Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana setelah fertilisasi
implantasi terjadi diluar endometrium kavum uteri.
Kehamilan ektopik adalah implantasi hasil konsepsi pada tempat di
luar rongga uterus ( misalnya, di tuba fallopi, ovarium, serviks, atau
rongga peritoneum). (Barbara R Stright,cetakan I:2005:244)

9
Kehamilan ektopik atau kehamilan extrauterine ialah kehamilan
yang dapat terjadi di luar rahim, misalnya dalam tuba, ovarium atau
rongga perut,tetapi dapat terjadi di dalam cervix, pars interslitialis tubae
atau dalam tanduk rudimenter rahim. (obstetric patologi,hal :21)
Kehamilan ektopik kombinasi ( combined ectopic pregnancy)
adalah kehamilan intrauterine yang terjadi pada waktu bersamaan dengan
kehamilan ekstrauterine.
Kehamilan ektopik rangkap ( compound ectopic pregnancy) adalah
kehamilan intrauterine dengan kehamilan ekstrauterine yang lebih dulu
terjadi tapi janin sudah mati dan terjadi litopedion.
Berdasarkan tempat implantasinnya, kehamilan ektopik dapat
dibagi dalam beberapa golongan :
a. Tuba Fallopii
b. Uterus (diluar endometrium kavum uterus)
c. Ovarium
d. Intraligamenter
e. Abdominal
f. Kombinasi kehamilan didalam dan diluar uterus
2. Etiologi
a. Faktor dalam lumen tuba :
1) Endosalpingitis dapat menyebabkan perlengketan endosalping,
sehingga lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu
2) Lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk yang dapat terjadi pada
hipoplasia uteri. Hal ini dapat disertai kelainan fungsi silia
endosalping
3) Lumen tuba sempit yang diakibatkan oleh operasi plastik tuba dan
sterilisasi yang tidak sempurna.
b. Faktor pada dinding tuba :
1) Endometriosis tuba, dapat memudahkan implantasi telur yang
dibuahi dalam tuba
2) Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat
menahan telur yang dibuahi ditempat itu.

10
c. Faktor diluar dinding tuba :
1) Perlekatan peritubal dengan distorsiatau lekukan tuba dapat
menghambat perjalanan telur
2) Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen
tuba.
d. Faktor lain :
1) Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovum kanan ke tuba kiri-
atau sebaliknya- dapat memperpanjang perjalanan telur yang
dibuahi ke uterus. Pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat
menyebabkan implantasi premature
2) Fertilisasi in vitro

3. Manifestasi klinis
a. Nyeri perut
Gejala ini yang paling sering dijumpai dan terdapat pada hampir
semua penderita. Nyeri perut ini datang setelah mengangkat
berat,buang air besar tapi kadang kadang juga waktu pasien sedang
beristirahat. Gejala ini berhubungan dengan apakah kehamilan
ektopik sudah ruptur.
b. Shock karena hypovolaemia
(obstetri William international edition, hal: 890)
c. Amenorhoe
d. Perdarahan pervaginam
Dengan matinya telur desidua mengalami degenerasi dan nekrose dan
dikeluarkan dengan perdarahan. Perdarahan ini pada umumnya
sedikit, perdarahan yang banyak dari vagina harus mengarahkan
pikiran kita ke abortus yang biasa
e. Nyeri bahu dan leher Karen perangsangan digfragma
f. Nyeri pada palpasi
Perut pendeita biasanya tegang dan agak gembung, ada tanda – tanda
perdarahan intra abdominal(shifting dullness).

11
g. Tanda – tanda akut abdomen : nyeri tekan yang hebat (defance
musculair), muntah, gelisah, pucat, anemis, nadi kecil dan halus, tensi
rendah atau tidak terukur (syok).
h. Tanda Cullen : sekitar pusat atau linea alba kelihatan biru hitam dan
lebam.
i. Pada pemeriksaan dalam :
1) Adanya nyeri ayun: dengan menggerakkan porsio dan serviks ibu
akan merasa sakit yang sangat
2) Douglas crise : rasa nyeri hebat pada penekanan kavum douglasi
3) Kavum douglasi teraba menonjol karena terkumpulnya darah,
begitu pula teraba masa retrouterin (masa pelvis)
4. Patofisologi
Kebanyakan dari kehamilan ektopik berlokasi di tuba fallopii.
Tempat yang paling umum terjadi adalah pada pars ampullaris, sekitar 80
%. Kemudian berturut-turut adalah isthmus (12%), fimbriae (5%), dan
bagian kornu dan daerah intersisial tuba (2%), dan seperti yang disebut
pada bagian diatas, kehamilan ektopik non tuba sangat jarang. Kehamilan
pada daerah intersisial sering berhubungan dengan kesakitan yang berat,
karena baru mengeluarkan gejala yang muncul lebih lama dari tipe yang
lain, dan sulit di diagnosis, dan biasanya menghasilkan perdarahan yang
sangat banyak bila terjadi rupture.
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada
dasarnya sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi
secara kolumner atau interkolumner. Pada yang pertama telur
berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan
telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur
mati secara dini dan diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner telur
bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup,
maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang
menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena
pembentukan desidua di tuba tidak sempurna malahan kadang-kadang
tidak tampak, dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan

12
masuk dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan
pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada
beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan
banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.
Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus
luteum gravidatis dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, dan
endometrium dapat pula berubah menjadi desidua. Dapat ditemukan pula
perubahan-perubahan pada endometrium yang disebut fenomena Arias-
Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik,
lobuler, dan berbentuk tidak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-
lubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan
ini hanya terjadi pada sebagian kehamilan ektopik.
Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan
ektopik dalam tuba. Karena tuba bukan merupakan tempat yang baik
untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin dapat tumbuh
secara utuh seperti di uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu
pada umur kehamilan antara 6 minggu sampai 10 minggu.

5. Komplikasi
Pada pengobatan konsevatif yaitu bila ruptur tuba telah lama
berlangsung 9 4-6 minggu ) terjadi perdarahan ulang (recurrent
bleeding) ini merupakan indikasi operasi.
a. Infeksi
b. Sub ileus karena masaa pelvis
c. Sterilitas

6. Pemeriksaan penunjang
Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk membantu
diagnsosi kehamilan ektopik :
a. HCG-β
Pengukuran subunit beta dari HCG (Human Chorionic
Gonadotropin-Beta) merupakan tes laboratorium terpenting dalam

13
diagnosis. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara kehamilan
intrauterine dengan kehamilan ektopik
b. Kuldosintesis
Tindakan kuldosintesis atau punksi Douglas. Adanya yang
diisap berwarna hitam (darah tua) biarpun sedikit, membuktikan
adanya darah di kavum Douglasi
c. Dilatasi dan Kuretase
Biasanya kuretase dilakukan setelah amenore terjadi
perdarahan yang cukup lama tanpa menemukan kelainan yang nyata
disamping uterus.
d. Laparaskopi
Laparaskopi hanya digunakan sebagi alat bantu diagnosis
terakhir apabila hasil – hasil penilaian prosedur diagnotik lain untuk
kehamilan ektopik terganngu meragukan. Namun beberpa dekade
terakhir alat ini juga dipakai untuk terapi.
e. Ultrasonografi
Keunggulan cara pemeriksaan ini terhadap laporaskopi ialah
tidak invasive, artinya tidak perlu memasukkan rongga kedalam
rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal
endometrium, adanya massa dikanan kiri uterus dan apakah kavum
Douglas berisi cairan.
f. Tes Oksitosin
Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat
membuktikan adanya kehamilan ektopik lanjut. Dengan
pemerikasaan bimanual, diluar kantong janin dapat diraba suatu
tumor.
g. Foto Rontgen
Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam
letak paksa. Pada foto lateral tampak bagian- bagian janin menutupi
vertebra ibu.

14
h. Histerosalpingografi
Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar
dari biasa, dengan janin diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika
diagnosis kehamilan ektopik terganggu sudah dipastikan dengan USG
(Ultra Sono Graphy) dan MRI (Magnetic Resonance Imagine). Trias
klasik yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, perdarahan
vagina abnormal, dan amenore.

7. Penanganan
a. Penderita yang disangka KET harus segera dirawat inap dirumah
sakit untuk penanggulanggannya
b. Bila wanita dalam keadaan syok perbaiki keadaan umumnya dengan
pemberian cairan yang cukup ( dekstrose 5%, glukosa 5%, garam
fisiologis) dan transfusi darah.
c. Setelah didiagnosis jeals atau sangat disangka KET dan keadaan
umum baik atau lumayan, segera lakukan laparatomi untuk
menghilangkan sumber perdarahan ; dicari,diklem dan dieksisi
sebersih mungkin ( salpingektomi ) kemudian diikat sebaik-baiknya.
d. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya
penyembuhan lebih cepat
e. Berikan antibiotika sesuai indikasi dan obat anti inflamasi

C. Kehamilan Ektopik dalam Masalah Kebidanan Ditinjau Dari Kajian


Epidemiologi
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur
antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan
ektopik terjadi pada wanita 20-30 tahun dengan sosial ekonomi rendah dan
tinggi di daerah prevalensi gonore dan prevalensi tuberkalusa yang tinggi. Di
antara kehamilan ektopik terganggu, yang banyak terjadi ialah pada daerah
tuba (90%). (Wiknjosastro, 2005)
Penelitian Cumningham di Amerika Serikat melaporkan bahwa
kehamilan ektopik terganggu lebih sering dijumpai pada wanita kulit hitam

15
daripada kulit putih karena prevalensi penyakit peradagangan pelvis lebih
banyak pada wanita kulit hitam. Frekuensi kehamilan ektopik terganggu yang
berulang adalah 1-4%.
Insiden kehamilan ektopik terganggu lebih tinggi daripada jumlah kasus
yang dilaporkan karena pada stadium sangat dini biasanya pasien tidak
mengalami perdarahan yang serius dan rasa nyeri yang sangat minimal.
Wanita kulit hitam lebih sering menderita kehamilan ektopik terganggu
daripada wanita kulit putih karena prevalensi penyakit peradangan pelvis lebih
banyak pada wanita kulit hitam di Amerika Serikat.
Frekuensi kehamilan ektopik terganggu yang berulang adalah 1-14,6%.
Insidennya antara 1 dari 28 kehamilan sampai 1 dari 329 kehamilan. Laporan
kejadian terbanyak berasal dari Jamaika yaitu 1 dari 28 kehamilan. Insidennya
di Amerika antara 1 dari 80 sampai 1 dari 200 persalinan.
Frekuensi kehamilan ektopik yang sebenarnya sukar ditentukan. Gejala
kehamilan ektopik terganggu yang dini tidak jelas, sehingga sulit terdiagnosa.
Tidak semua kehamilan ektopik berakhir dengan abortus dalam tuba atau
ruptur tuba. Di rumah sakit Dr.Cipto Mangunkusomo pada tahun 1987
terdapat 153 kehamilan ektopik diantara 4007 persalinan, atau 1 di antara 26
persalinan. Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik
berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi
kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0-14,6%.1 Di Amerika
Serikat, insiden kehamilan ektopik pada tahun 1992 yaitu 19,7 tiap 1000
persalinan.5 Kehamilan ektopik merupakan penyebab tersering kematian ibu
hamil pada trimester pertama kehamilan, yaitu sekitar 10% dari angka
kematian maternal.
Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan angka kejadian
kehamilan ektopik, antara lain :
a. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, maka akan memiliki risiko 10
kali lipat untuk mengalami kehamilan ektopik kembali.
b. Riwayat operasi tuba atau operasi dalam rongga panggul. Jika ligasi tuba
falopii bilateral yang diikuti dengan kehamilan yang tidak diharapkan
akibat kegagalan ligasi atau adanya rekontruksi kembali pada tuba

16
khususnya apabila dilakukan pada wanita usia di bawah 30 tahun, maka
dapat meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik. Begitu pula, jika
ada riwayat operasi dalam rongga panggul, seperti miomektomi.
c. Riwayat infeksi pelvis. Pelvic Inflammatory Disease (PID) dapat merusak
tuba falopii. Chlamydia dan Gonorrhea adalah kuman yang mampu
tumbuh dalam tuba falopii dan mengakibatkan kerusakan berat pada
endosalping, aglutinasi lipatan mukosa tuba dan adhesi perituba akibat
pembentukan jaringan parut.
d. Riwayat menggunakan AKDR. Penggunaan AKDR adalah salah satu
faktor risiko untuk terjadinya kehamilan ektopik. Sebenarnya, semua
AKDR, kecuali AKDR yang mengandung progesteron, cukup protektif
mencegah kehamilan ektopik, selama AKDR terpasang dengan benar.
AKDR progestasert melepaskan sekitar 65 ng progesteron tiap hari.
Penggunaan AKDR jenis ini dapat meningkatkan risiko 2 kali lipat untuk
terjadinya kehamilan ektopik. Pergerakan otot-otot pada tuba falopii di
pengaruhi oleh aktivitas mioelektrik, aktivitas mioelektrik ini
menyebabkan gerakan zigot menuju cavum uterus. Keseimbangan
estrogen dan progeteron adalah faktor utama yang mempengaruhi aktivitas
mioelektrik. Estrogen dapat meningkatkan aktivitas tonus sebaliknya
progesteron menurunkan aktivitas tonus otot-otot pada tuba falopii.
Sehingga AKDR yang mengandung progesteron dapat meningkatkan
implantasi pada tuba karena hasil konsepsi tidak dapat mencapai cavum
uterus. Selain itu, penggunaan AKDR juga dapat dikaitkan dengan
kejadian infeksi dalam kavum uteri dan tuba falopi.
e. Riwayat uterus terpapar DES (diethylstilbestrol) misalnya pada
pengobatan endometriosis dapat menyebabkan terjadinya kehamilan
ektopik, mekanisme ini belum jelas. Namun suatu studi kasus melaporkan
bahwa lebih dari 327 wanita yang terpapar DES lebih dari 2 kali akan
mengalami abnormalitas pada cavum abnormal. Hal ini menyebabkan
wanita wanita tersebut 13% lebih rentan mengalami kehamilan ektopik
dibandingkan wanita dengan uterus normal. Kerusakan kavum uterus akan
membatasi kemampuan hasil konsepsi untuk berimplantasi.

17
f. Riwayat inflamasi pelvis (akibat endometriosis, benda asing). Inflamasi
pada struktur tuba dapat mengakibatkan adhesi akibat jaringan parut,
sehingga resiko terjadinya kehamilan ektopik meningkat.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Epidemiologi dalam layanan kebidana mengakaji distribusi dan
determinan peristiwa mordibitas dan mortalitas yang terjadi dalam layanan
kebidanan. Dimana pelayana kesehatan dinyatakan sebagai bagian integral
dari pelayanan dasar yang akan terjangkau seluruh masyarakat. Didalamnya
termasuk pelayana kesehatan ibu, yang berupaya agar setiap ibu hamil dapat
melalui kehamilan dan persalinannya dengan selamat.
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur
antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan
ektopik terjadi pada wanita 20-30 tahun dengan sosial ekonomi rendah dan
tinggi di daerah prevalensi gonore dan prevalensi tuberkalusa yang tinggi. Di
antara kehamilan ektopik terganggu, yang banyak terjadi ialah pada daerah
tuba (90%). (Wiknjosastro, 2005)
Insiden kehamilan ektopik terganggu lebih tinggi daripada jumlah kasus
yang dilaporkan karena pada stadium sangat dini biasanya pasien tidak
mengalami perdarahan yang serius dan rasa nyeri yang sangat minimal.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini di harapkan dapat di jadikan sebagai
bahan realisasi Mahasiswa untuk menambah wawasan dan pengetahuan
tentang masalah kebidanan khususnya kehamilan ektopik ditinjau dari kajian
epidemiologi.

19
DAFTAR PUSTAKA

Varney, Helen. et all, Buku Ajar Asuhan Kebidanan, ed 4. EGC Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta, 2006

Diktat, Epidemiologi Dalam Kebidanan. Siti Nahawa. SKM. Stikes Bina Generasi
Polewali Mandar Program Studi D III Kebidanan, 2011

Bari Saifuddin, Abdul. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal, Yayasan


Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta 2006.

Bari Saifuddin, Abdul. Ilmu kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawiroharjo, Jakarta 2006.

20

Anda mungkin juga menyukai