Anda di halaman 1dari 32

DESAIN STUDI DALAM EPIDEMIOLOGI KESEHATAN

REPRODUKSI

Tugas : Kelompok (6B)

Mata kuliah : Epidemiologi Kesehatan Reproduksi

Dosen : Lela Kania Rahsa Puji, S.Km, M.KM

Disusun oleh :

Dwi Ambarwati(161010500055)

Ermayanti (161010500042)

Fitria Rachmat (161010500061)

Mutiara (161010500046)

Recorni Julivo (161010500045)

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

KHARISMA PERSADA

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
karunia, dan nikmat-Nya kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan
tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Epidemiologi Kesehatan
Reproduksi. Tak lupa shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah
SAW, kepada keluarganya, sahabatnya, dan kita selaku umatnya hingga akhir
zaman.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah
Epidemiologi Kesehatan Reproduksi yang bertujuan untuk dapat memberikan
informasi kepada para pembaca tentang Desain Studi Epidemiologi Kesehatan
Reproduksi.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
dan memperluas wawasan serta pengetahuan kita mengenai Desain Studi
Epidemiologi Kesehatan Reproduksi. Semoga makalah ini juga dapat memberikan
wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca
khususnya para mahasiswa STIKes Kharisma Persada.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Pamulang, April 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 4
2.1 Definisi Epid Deskriptif, Epid Analitik dan Epid Kespro .......................... 4
2.2 Perbedaan Studi Observasional dan Studi Eksperimental.......................... 5
2.3 Perbedaan Syrvey Penampang dan Studi Ekologi ..................................... 6
2.4 Perbedaan Studi Kasus-Kontrol dan Studi Kohort .................................... 10
2.5 Langkah-Langkah Studi Cross-Sectional, Kasus-Kontrol dan Kohort ..... 23
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 27
3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 27
3.2 Saran .......................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 29

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah kesehatan di Indonesia populasinya cukup beragam, mulai dari
munculnya berbagai gejala (symptom) yang sifatnya ringan dan tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari hingga gejala yang sama sekali dapat
menghentikan aktivitas fisik atau bahkan penyakit yang sifatnya berat dan
memerlukan perawatan serius di rumah sakit. Masalah-masalah kesehatan ini
harus dipahami sebagai fenomena alamiah yang dapat terjadi kapanpun di
sekitar kita. Mengapa demikian? Oleh karena ada 3 faktor yang selalu
berpengaruh, yaitu host (pejamu), agent (perantara), dan environment
(lingkungan). Hampir semua penyakit dapat dijelaskan melalui ketiga faktor
tersebut.
Epidemiologi sebagai salah satu disiplin ilmu kesehatan yang relatif
masih baru bila dibandingkan dengan beberapa disiplin ilmu lain, pada saat
ini telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Epidemiologi terbagi
atas dua kelompok yaitu, kelompok epidemiologi deskriptif dan epidemiologi
analitik, dalam makalah ini akan dibahas tentang epidemiologi analitik.
Penelitian deskriptif merupakan penelitian tanpa intervensi dan umumnya
tanpa hipotesis terlebih dahulu. Di lain pihak apabila seorang peneliti ingin
mengetahui apakah merokok dapat menyebabkan kanker paru maka rancangan
penelitian yang tepat untuk ini adalah studi analisis deskriptif, dalam hal ini dapat
berupa case-control study .
Sehingga, ini berpedoman pada dilakukannya berbagai upaya untuk
menemukan serta merumuskan masalah kesehatan dimasyarakat. Upaya tersebut
dikaitkan dengan menentukan frekuensi, penyebaran serta faktor-faktor yang
mempengaruhi frekuensi dan penyebaran disuatu masalah kesehatan dimasyarakat
tercakup dalam suatu cabang ilmu yang disebut dengan nama Epidemiologi.
Subjek dan objek epidemiologi adalah tentang masalah kesehatan. Ditinjau
dari sudut epidemiologi, pemahaman tentang masalah kesehatan berupa penyakit
amatlah penting. Karena sebenarnya berbagai masalah kesehatan yang bukan
penyakit hanya akan mempunyai arti apabila ada hubungannya dengan soal penyakit.

1
Apabila suatu masalah kesehatan tidak sangkut pautnya dengan soal penyakit maka
pada lazimnya masalah kesehatan tersebut tidak terlalu diperiotaskan
penanggulangannya
Demikianlah kerana pentingnya soal penyakit ini, maka perlulah
dipahami dengan sebaik-baikna hal ikhwal yang berkaitan dengan penyakit
tersebut. Kepentingan dalam epidemiologi paling tidak untuk mengenal ada
atau tidaknya suatu penyakit di masyarakat sedemikian rupa sehingga ketika
dilakukan pengukuran tidak ada yang sampai luput atau tercampur dengan
penyakit lainnya yang berbeda.
Epidemiologi analitik adalah ilmu yang mempelajari determinan yaitu
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dan distribusi penyakit atau
masalah yang berkaitan dengan kesehatan (Lapau, 2009). Epidemiologi
analitik merupakan fase kedua dari fase pendekatan epidemiologi karena pada
fase ini dicoba untuk menganalisis penyebab penyakit dengan cara menguji
hipotesis untuk menjawab pertanyaan seperti bagaimana timbulnya dan
berlanjutnya penyakit.
Unit analisis dari studi epidemiologi adalah sekelompok masyarakat
yang bertempat tinggal sama di suatu daerah batas negara, propinsi,
kabupaten, kotamadya, kecamatan, desa, serta tempat lainnya dan merupakan
ilmu yang mempelajari hubungan antara masalah-masalah kesehatan dengan
distribusi dan frekuensi penyakit yang menimpa masyarakat yang disebut
sebagai epidemiologi analitik. Epidemiologi analitik sering digunakan atau
dipakai pada penelitian kesehatan untuk mengetahui dan mempelajari
hubungan antara faktor risiko dan masalah-masalah kesehatan yang terjadi di
dalam masyarakat(Chandra, 2009).
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan epidemiologi deskriptif, epidemiologi analitik
dan epidemiologi kesehatan reproduksi ?
2. Bagaimana perbedaan antara studi observasional dan eksperimental ?
3. Bagaimana perbandingan dan perbedaan survei penampang (cross
sectional survey) dan studi ekologi ?

2
4. Bagaimana perbandingan dan perbedaan studi kasus kontrol dan studi
kohort ? Apa saja kekuatan dan kelemahan dari studi kasus kontrol dan
studi kohort?
5. Jelaskan langkah-langkah umum untuk membangun studi cross sectional,
studi kasus kontrol dan studi kohort ?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi epidemiologi deskriptif, epidemiologi analitik
dan epidemiologi kesehatan reproduksi.
2. Untuk mengetahui perbedaan studi observasional dan eskperimental.
3. Unuk mengetahui perbandingan dan perbedaan survey penampang (cross
sectional) dan studi ekologi.
4. Untuk mengetahui perbandingan dan perbedaan studi kasus kontrol dan
studi kohort serta untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan dari studi
kasus kontrol dan studi kohort.
5. Untuk mengetahui langkah-langkah umum untuk membangun studi cross
sectional, studi kasus kontrol dan studi kohort.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Epidemiologi Deskriptif dan Epidemiologi Analitik
Studi epidemiologi deskriptif adalah riset epidemiologi yang bertujuan
mengambarkan pola distribusi penyakit dan determinan penyakit menurut
populasi, letak geografik, dan waktu. Indikator yang digunakan mencakup
faktor-faktor sosio-demografik seperti umur, gender, ras, status, perkawinan,
pekerjaan; maupun variabel-variabel gaya hidup seperti jenis makanan,
pemakaian obat-obatan, perilaku seksual.
Meskipun berguna untuk merumuskan hipotesis, nama hipotesis
epidemiologi tidak harus dirumuskan melalui studi deskriptif. Hipotesis
epidemiologi dapat dirumuskan melalui kontemplasi teoritik. Gagasan
spekulatif, atau deduksi aksioma (Popper , 1965). Selain itu, meskipun tujuan
utama adalah mendeskriptifkan oenyakit dan paparan, tetapi studi deskriptif
dapat digunakan sebagai bukti ilmiah inferensi hubungan kausal (rothman,
1986). Inferensi hubungan kausal tidak dapat dimapankan dengan hanya
didukung oleh sebuah studi analitik atau sebuah studi deskriptif , betapapun
validnya penelitian itu. Sebab kesimpulan kausal tidak hanya membutuhkan
hasil yang valid dari penelitian itu sendiri, tetapi juga bukti-bukti riset diluar
penelitian itu, baik yang sifatnya epidemiologik maupun non-epidemiologik.
Studi analitik adalah riset epidemiologi yang bertujuan untuk
memperoleh penjelasan tentang factor-faktor risiko dan penyebab penyakit.
Prinsip analisis yang digunakan dalam studi analitik adalah membandingkan
risiko terkena penyakit antara kelompok terpapar dan tidak terpapar faktor
penelitian. Analisis tersebut memungkinkan dilakukan pengujian hipotesis
etiologi dalam rancangan studi analitik.
Istilah reproduksi berasal dari kata re yang artinya kembali,
kata produksi yang artinya membuat atau menghasilkan sehingga istilah
reproduksi mempunyaiarti suatu proses kehidupan manusia dalam
menghasilkan keturunan demikelestarian hidupnya. Arti kesehatan reproduksi
adalah suatu kondisi sehat yangmenyangkut sistem, fungsi dan proses

4
reproduksi yang dimiliki oleh seseorang.Pengertian sehat di sini tidak semata-
mata bebas dari penyakit atau kecacatan,namun juga sehat secara mental dan
sosio-kultural. Epidemiologi menurut Omran adalah suatu studi mengenai
kejadian dan distribusi kesehatan, penyakit,dan perubahan
penduduk. Sedangakan menurut Mausner & Kramerepidemiologi adalah studi
tentang distribusi dan determinan penyakit dankecelakaan pada manusia
Epidemiologi kesehatan reproduksi adalah ilmu yang mempelajari
tentang distribusi, frekuensi, dan determinan penyakit atau masalah kesehatan
reproduksi pada populasi atau kelompok.
2.2. Perbedaan Antara Studi Observasional dan Studi Eksperimental
Dalam desain studi analitik, unit analisis adalah individu. Terdapat
dua tipe studi analitik yaitu observasional dan eksperimental. Dalam studi
observasional variabel yang diobservasi berada diluar kontrol atau pengaruh
peneliti, seperti dalam studi kohort atau studi kasus-kontrol. Sebaliknya,
dalam studi eksperimental beberapa partisipan dimanipulasi dengan sengaja
untuk mengevaluasi efek intervensi.
2.2.1. Studi Observasional
Pada studi observasional, peneliti hanya mengamati perjalanan
alamiah peristiwa, membuat catatan siapa yang terpapar dan tidak terpapar
faktor penelitian, dan siapa yang mengalami dan tidak mengalami penyakit
yang diteliti. Dalam epidemiologi dikenal dua jenis studi observasional,
yaitu studi kasus kontrol dan studi kohort.
2.2.2. Studi Eksperimental
Pada studi eksperimental, peneliti dengan sengaja mengalokasikan
paparan, kemudian mengikuti perjalanan subyek untuk dicatat
perkembangan penyakit yang dialami. Jadi, peneliti dengan proaktif
memanipulasi faktor. Dalam hal ini paparan faktor penelitian disebut juga
perlakuan atau intervensi.
Berdasarkan teknik pengalokasian perlakuan, studi eksperimental
dibagi menjadi dua jenis yaitu ekperimental murni dan ekperimental kuasi
(semu). Pada ekperimen murni, pengalokasian perlakuan dilakukan

5
dilakukan dengan tehnik randomisasi. Sedangkan pada ekperimen semu,
pengalokasian perlakuan dilakukan dengan teknik non-randominasi.
Tujuan studi eksperimental adalah untuk memperoleh penjelasan
apakah perlakuan yang diberikan mengakibatkan perubahan pada status
kesehatan. Perlakuan itu sendiri dapat bersifat preventif (pencegahan), atau
tarapetik (pencegahan sekunder).
Terlepas dari apakah perlakuan dialokasikan secara acak atau
tidak,kita mengenal beberapa jenis studi eksperimen epidemiologi menurut
unit eksperimennya, yaitu :
1. Uji klinik.
2. Eksperimen lapangan.
3. Intervensi komunitas.
Uji klinik adalah eksperimen dengan pasien sebagai subjek penelitian.
Dalam praktek, pada umumnya alokasi perlakuan dalam uji klinik dilakukan
dengan randomisasi secara individual. Eksperimen lapangan adalah
eksperimen yang dilakukan dilapangan. Dimana subjek penelitiannya adalah
orang yang belum terjangkit penyakit yang diteliti. Dalam praktek, pada
umumnya perlakuan diberikan secara individual. Misalnya efikasi vaksin
poliomyelitis dilakukan dengan ataupun tanpa randomisasi. Intervensi
komunitas adalah eksperimen dimana unit ekperimentasinya adalah
komunitas yang belum sakit. Dalam praktek, pada umumnya perlakuan
diberikan tanpa randomisasi.
2.3. Perbandingan dan Perbedaan Studi Penampang (Cross-Sectional) dan
Studi Ekologi
2.3.1. Studi Penampang (Cross-Sectional)
Studi penampang (cross-sectional) adalah rancangan studi
epidemiologi yang mempelajari hubungan penyakit dan paparan (faktor
penelitian) dengan cara mengamati status paparan dan penyakit serentak
pada individu-individu dari populasi tunggal, pada satu saat atau periode.
Studi penampang (cross-sectional) memberi data yang dapat
dikorelasikan denngan menggambarkan prevalensi pajanan atau hasil pada

6
populasi tertentu. Misalnya, survei penampang terkini mengidentifikasi
bahwa prevalensi keguguran di antara wanita di tenda pengungsi Yordania
adalah 2,3%. Karena data pajanan dan hasil dikumpulkan pada waktu yang
sama, menetapkan urutan waktu kejadian antara variabel menjadi
bermasalah, yang membatasi penarikan kesimpulan mengenai kausalitas.
Dalam penelitian kesehatan, rancangan (desain) studi yang banyak
digunakan adalah studi penampang (Cross-Sectional Studi). Dalam arti luas,
studi penampang (Cross-Sectional Studi). adalah suatu penelitian dengan
peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel hanya satu kali pada
satu saat. Kata pada satu saat bukan berarti semua subjek diamati tepat pada
saat yang sama, tetapi berarti bahwa tiap subjek hanya diobservasi satu kali
dan pengukuran variabel penelitian dilakukan pada saat yang sama.
Cross-Sectional Study dapat digunakan baik untuk penelitian
deskriptif maupun analitik. Cross-Sectional Study untuk penelitian
deskriptif adalah studi yang bertujuan untuk menggambarkan mengenai
fenomena yang ditemukan, baik berupa faktor resiko (paparan) ataupun efek
(penyakit atau masalah kesehatan), dengan penelitian melakukan observasi
atau pengukuran variabel hanya satu kali pada satu saat. Misalnya,
penelitian mengenai pemberian ASI eksklusif di suatu masyarakat,
penelitian mengenai gambaran kejadian anemia pada remaja putri, dan
penelitian tentang pengetahuan siswa SMA mengenai kesehatan reproduksi
remaja.
Sedangkan Cross-Sectional Study untuk penelitian analitik adalah
studi yang mmpelajari hubungan faktor risiko (paparan) dan efek (penyakit
atau masalah kesehatan) dengan cara mengamati faktor risiko dan efek
secara serentak pada banyak individu dari suatu populasi pada satu waktu.
Misalnya, penelitian mengenai perbedaan pemberian ASI eksklusif pada
berbagai tingkat pendidikan ibu, penelitian mengenai beda proporsi
hiperlipidema pada pria dan wanita, dan penelitian mengenai hubungan
berbagai faktor risiko dalam menyebabkan terjadinya penyakit tertentu.

7
Dalam Cross-SectionalStudy untuk penelitian analitik tiap subjek
hanya diobservasi satu kali dan pengukuran variabel penelitian, yaitu
variabel bebas (faktor risiko) dan variabel terikat (efek penyakit atau
masalah kesehatan) dilakukan pada saat yang sama. Dari pengukuran
tersebut dapat diketahui jumlah subjek yang mengalami efek (+), baik pada
kelompok subjek yang mempunyai faktor risiko (faktor risiko +) maupun
pada kelompok tanpa faktor risiko (-). Untuk selengkapnya dapat dilihat
pada skema Cross-Sectional Study berikut :

Kekuatan Cross-Sectional Study adalah sebagai berikut :


1. Desain penelitian mudah untuk dilakukan dan biayanya murah.
2. Kontrol pada populasi studi
3. Kontrol pada pengukuran
4. Beberapa asosiasi antara variabel dapat diteliti pada waktu yang sama
5. Periode waktu yang singkat diperlukan
6. Pengumpulan data yang lengkap
7. Data pajanan dan cedera atau penyakit dikumpulkan dari individu yang
sama
8. Menghasilkan prevalensi
9. Desain yang efisien untuk mendiskripsikan distribusi penyakit
dihubungkan dengan distribusi sejumlah karakteristik populasi,
misalnya usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, jumlah anak yang
dilahirkan (paritas), status social ekonomi, dan status perkawinan
Sedangkan kelemahan Cross-Sectional Study adalah sebagai berikut :

8
1. Tidak ada data mengenai hubungan waktu antara pajanan dan
perkembangan penyakit atau cedera
2. Bias potensial dari angka respons yang rendah
3. Bias pengukuran potensial
4. Proporsi yang lebih tinggi pada ketahanan hidup jangka panjang
5. Tidak menghasilkan insidens atau risiko relatif
A. Analisis Data Hasil Penelitian
Hasil observasi atau pengukuran faktor risiko dan efek pada
penelitian analitik kemudian dianalisis adanya hubungan atau perbedaan
prevalens antar kelompok yang diteliti. Analisis ini dapat berupa suatu uji
hipotesis seperti uji chi-Square, uji-t, regresi dan korelasi atau analisis
untuk memperoleh faktor risiko, yaitu dengan menggunakan prevalence
ratio (PR).
PR adalah perbandingan antar prevalensi efek (penyakit atau
masalah kesehatan) pada kelompok subjek yang memiliki faktor risiko
dan prevalens efek pada kelompok tanpa faktor risiko. Prevalence ratio
(PR) menunjukkan peran faktor risiko dalam terjadinya efek pada studi
potong lintang. PR dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan
menggunakan tabel 2X2 sebagai berikut :

Penyakit
Faktor Risiko Total
Ya Tidak
Terpapar a b a+b
Tidak terpapar c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d = N

Dari definisi PR di atas, rumus untuk menghitung PR adalah


sebagai berikut :
𝑎/ (𝑎+𝑏)
PR = 𝑐/(𝑐+𝑑)

PR harus selalu disertai nili interval kepercayaan yang dikehendaki,


misalnya interval kepercayaan 95%. Interpretasi hasil PR adalah :

9
1. Bila hasil PR = 1, artinya tidak ada asosiasi atau faktor risiko antara
pemajan dan penyakit.
2. Bila hasil PR > 1, artinya merupakan faktor risiko penyakit, paparan
meningkatkan risiko terkena penyakit tertentu.
3. Bila hasil PR < 1, artinya paparan memiliki efek protektif terhadap
penyakit, paparan melindungi atau mengurangi risiko penyakit
tertentu.
B. Contoh Kasus
Penelitian untuk menentukan hubungan antara tingkat pendidikan
ibu dengan kejadian diare pada balita. Dalam penelitian ini dikumpulkan
sebanyak 119 ibu dengan tingkat pendidikan rendah dan 127 ibu dengan
tingkat pendidikan tinggi. Dari 119 ibu dengan pendidikan rendah
ditemukan 27 balita terkena diare dan dari 127 ibu dengan tingkat
pendidikan tinggi terdapat 12 balita terkena. Berapa nilai PR ?
Jawab :
Kejadian Balita Diare
Tingkat pendidikan Total
Diare Tidak Diare
Rendah 27 92 119
Tinggi 12 115 127
Total 39 207 246

𝑎/ (𝑎+𝑏) 27/(27+92) 27/119 0,22


PR = = = = = 2,4
𝑐/(𝑐+𝑑) 12/(12+115) 12/127 0,009

Hal ini berarti ibu yang berpendidikan rendah berisiko memiliki


anak yang terkena penyakit diare sebesar 2,4 kali lebih besar
dibandingkan ibu yang berpendidikan tinggi.
2.3.2. Studi Korelasi (Studi Ekologi)
Penelitian korelasi atau ekologi adalah suatu penelitian untuk
mengetahui hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih
tanpa ada upaya untuk mempengaruhi variabel tersebut sehingga tidak
terdapat manipulasi variabel (Faenkel dan Wallen, 2008:328). Adanya

10
hubungan dan tingkat variabel ini penting karena dengan mengetahui tingkat
hubungan yang ada, peneliti akan dapat mengembangkannya sesuai dengan
tujuan penelitian. Jenis penelitian ini biasanya melibatkan ukuran
statistik/tingkat hubungan yang disebut dengan korelasi (Mc Millan dan
Schumacher, dalam Syamsuddin dan Vismaia, 2009:25). Penelitian
korelasional menggunakan instrumen untuk menentukan apakah, dan untuk
tingkat apa, terdapat hubungan antara dua variabel atau lebih yang dapat
dikuantitatifkan.
Penelitian korelasional dilakukan dalam berbagai bidang diantaranya
pendidikan, sosial, maupun ekonomi. Penelitian ini hanya terbatas pada
panafsiran hubungan antarvariabel saja tidak sampai pada hubungan
kausalitas, tetapi penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk diajadi
penelitian selanjutnya seperti penelitian eksperimen (Emzir, 2009:38).
Studi kolerasi populasi adalah studi epidemiologi dengan populasi
sebagai unit analisis, yang bertujuan mendeskripsikan hubungan koleratif
antara penyakit dan faktor-faktor yang diamati penelitian. Faktor-faktor
tersebut misalnya : umur, bulan, penggunaan pelayanan kesehatan,
konsumsi jenis makanan, obat-obatan, sigraret, dan sebagainya. Unit
observasi dan unit analisis adalah kelompok (agregat) mengamati agregat
individu itu sendiri, maka studi kolerasi populasi disebut juga studi agregat,
studi kolerasi ekologi, atau analisis ekologi. Dalam hal ini, agregat tersebut
biasanya dibatasi secara geografik, misalnya penduduk provinsi, penduduk
kota madya, penduduk negara bagian, penduduk negara, dan sebagainya.
Adapun ciri-ciri studi korelasi adalah sebagai berikut :
1. Penelitian kolerasi tepat jika variabel kompleks & peneliti tidak
melakukan manipulasi variable.
2. Memungkinkan variabel diukur secara intensif dalam setting
(lingkungan) nyata.
3. Memungkinkan peneliti mendapatkan derajat asosiasi yang signifikan.
Kekuatan studi korelasi adalah sebagai berikut :
1. Mengambil keuntungan dari data yang ada sebelumnya

11
2. Dapat digunakan untuk mengevaluasi program, kebijakan atau peraturan
yang dilaksanakan di tingkat ekologi
3. Memungkinkan perkiraan efek yang tidak mudah diukur untuk individu
Sedangkan kelemahan studi korelasi adalah Studi kolerasi populasi
bukan merupakan rancangan yang kuat untuk menganalisi hubungan sebab-
akibat, karena beberapa alasan. Pertama ketidakmampuannya
menjembatani kesenjangan status paparan dan status penyakit pada tingkat
populasi dan tingkat individu. Dengan studi kolerasi populasi dapat
diketahui jumlah orang yang terpapar maupun jumlah kasus pada masing-
masing agregat/populasi, tetapi tidak dapat diketahui bagaiman status
paparan faktor penelitian dan status penyakit pada tingkat individu, dengan
kata lain kita tidak mengetahui apakah seorangyang terpapar adalah juga
berpenyakit, takala populasi sebagai unit analisis kita pakai untuk membuat
inferensi kausal pada individu, maka saat itulah kita melakukan kekeliruan
yang dikenal sebagai kesalahan ekologi (ecologic fallacy).
Kedua ketidakmampuan mengontrol pengaruh faktor perancu
potensial. Faktor-faktor perancu tersebut bersama-sama faktor penelitian
berkorelasi dengan penyakit, menciptakan keadaan yang disebut problem
multikolineritas. Akibat adanya multikolineritas, maka perkiraan korelasi
melalui analisis populasi selalu lebih besar daripada analisis individu.
Meski lemah untuk pengujian hipotesis etiologi penyakit, tetapi studi
korelasi populasi cocok untuk menilai efektivitas program intervensi
kesehatan pada populasi sasaran. Begitu determinan penyakit telah dapat
ditentukan (dengan rancangan anakitik yang kuat), maka efektivitas
intervensi pengendalian penyakit pada populasi dapat dievaluasi
menggunakan studi korelasi populasi. Dalam praktik, sesungguhnya batas
antara pengujian hipotesis etiologi dan evaluasi efektivitas intervensi sangat
tipis. Sebab pemhetahuan kita tentang etiologi penyakit tidak pernah
paripurna. Hal riset analitik yang valid tentang determinan penyakit perlu
diuji penerapannya pada populasi umum. Sehingga sesungguhnya studi
korelasi populasi tidak saja berguna untuk memahami fenomena alami pada

12
populasi, tetapi juga menguji penerapan pengetahuan kita tentang etiologi
penyakit pada setting yang nyata. Penggolongan Studi Korelasi Populasi
adalah sebagai berikut :
1. Studi Eksplorasi
Studi Eksplorasi adalah studi dengan melakukan observasi terhadap
perbedaan geografis yang ada hubungannya dengan masalah kesehatan
diberbagai region/group/wilayah. Tujuannya untuk mendapatkan
gambaran yang mengarah pada etiologi lingkungan atau hipotesis
etiologik khusus. Contohnya seperti Hubungan curah hujan dengan
penyakit Demam Berdarah (DBD).
2. Multiple Group Comparison
Multiple Group Comparison adalah studi yang mengamati
hubungan antara rata-rata derajat keterpaparan (exposure) dan disease
rate (masalah kesehatan) diantara berbagai group (kelompok populasi).
Contohnya seperti Hubungan tingkat polusi udara dengan proporsi
Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA).
3. Mixed Study
Mixed Study adalah studi yang mengamati perubahan rata-rata
derajat keterpaparan (exposure) dengan perubahan disease rate (masalah
kesehatan) pada berbagai populasi. Contohnya seperti Hubungan tingkat
kebisingan dengan gangguan pendengaran pada kelompok beberapa
kelompok pekerja di Perusahan X.
4. Time Trend Study (Time Series)
Time Trend Study (Time Series) adalah studi yang mengamati
hubungan antara perubahan rata-rata keterpaparan (exposure) dengan
perubahan disease rate (masalah kesehatan) pada populasi.
2.4. Perbandingan dan Perbedaan Studi Kasus-Kontrol dan Studi Kohort
2.4.1. Studi Kasus-Kontrol (Case-Control Study)
Studi kasus kontrol adalah rancangan studi epidemiologi yang
mempelajari hubungan antara paparan (faktor penelitian) dan penykit,

13
dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol
berdasarkan status paparannya.
Ciri-ciri studi kasus kontrol adalah pemilihan subyek berdasarkan
status penyakit, untuk kemudian dilakukan pengamatan apakah subyek
mempunyai riwayat terpapar faktor penelitan atau tidak. Subyek yang
didiagnosis menderita penyakit disebut kasus, berupa insiden (kasus baru)
yang muncul dari suatu populasi. Sedangkan subyek yang tidak menderita
disebut kontrol, yang diambil secara acak dari populasi yang berbeda
dengan populasi asal kasus. Tetapi untuk keperluan inferensi kausal, kedua
populasi tersebut harus dipastikan setara.
Dalam mengamati dan mencatat riwayat paparan faktor penelitian
pada kasus maupun pada kontrol, peneliti harus menjaga untuk tidak
terpengaruh status penyakit subyek. Skema studi kasus control dapat dilihat
pada gambar dibawah ini :

Hasil dari studi kasus control lebih diutamakan untuk menetapkan


hubungan sebab akibat (hubungan etiologis) dari pada untuk melakukan
generalisasi pada populasi umum. Misalnya karakteristik atau perilaku
tertentu dapat diduga sebagai penyebab terjadinya suatu penyakit, seperti
kegemukan dan kebiasaan merokok sebagai risiko terjadinya penyakit
hipertensi, dan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan (adanya hubungan etiologis)
sehungga dapat diartikan sebagai kegemukan dan kebiasaan merokok
sebagai penyebab hipertensi.
A. Menentukan Kelompok Yang Di Teliti

14
Kelompok yang akan diteliti adalah kelompok kasus, yaitu kelompok
subjek yang mempunyai efek (berpenyakit) dan kelompok kontrol, yaitu
kelompok subjek yan tanpa efek (tidak berpenyakit). Kasus dan kontrol
harus diseleksi dan diatur berdasarkan klasifikasi yang sama, mempunyai
sifat yng sama kecuali penyakit yang diteliti.
Memilih kasus. Dalam memilih kasus perlu diperhatikan beberapa hal,
yaitu :
a. Kriteria diagnosis suatu penyakit yang akan kita teliti dan definisi
opersional harus jelas, agar tidak menimbulkan bias dalam melakukan
pengukuran.
b. Populasi sumber kasus dapat berasal dari rumah sakit, populasi
masyarakat atau komunitas tertentu.
c. Jenis data penyakit, apakah data prevalensi atau insidensi.
Memilih Kontrol, kelompok kontrol dimaksudkan untuk
membandingkan proporsi terpapar faktor risiko pada kelompok kasus
dengan proporsi terpapar faktor resiko pada kelompok control. Kelompok
control harus komparabel terhadap kelompok kasus. Agar dapat
digunakan sebagai kelompok pembanding terhadap kasus, kelompok
kontrol harus mempunyai beberapa ciri yaitu :
1. Tidak menderita penyakit atau masalah kesehatan yang sedang diteliti
2. Mempunyai kemungkinan terpapar faktor risiko yang sedang diteliti
seperti yang terjadi pada kelompok kasus.
3. Merupakan sampel yang representatif terhadap populasi kasus.
Kontrol harus dipilih dari populasi yang memiliki karakteristik serupa
dengan populasi kasus sehingga mempunyai kesempatan yang sama
untuk terpapar faktor risiko yang diteliti. Misalnya, jika peneliti ingin
mengetahui apakah kanker payudara disebabkan oleh pil KB maka untuk
kontrol adalah subyek yang memiliki peluang yang sama untuk
menggunakan pil KB yaitu wanita usia subur dan menikah (wanita yang
belum menikah atau tidak mempunyai anak tidak akan minum pil KB.

15
Pada desain kasus kontrol, tujuannya bukan untuk mendeskripsikan
distribusi efek dan faktor resiko pada populasi umum. Melainkan
menaksir hubungan faktor risiko dan efek pada populasi. Dengan
demikian yang penting bukan keterwakilannya, tetpi keserupaan antara
kasus dan kontrol dalam semua faktor yang merancukan penaksiran
hubungan antara paparan dan penyakit. Kontrol diperoleh dari beberapa
sumber diantaranya adalah pasien rumah sakit, populasi umum, tetangga
atau kerabat keluarga.
B. Pengolahan dan Analisis Data Hasil Penelitian
Setelah semua data hasil penelitian terkumpul, yaitu data keterpaparan
faktor penelitian yang dialami kasus dan kontrol, dilakukan pengolahan
data. Dengan demikian, data dapat ditangani dengan mudah meliputi
kegiatan editing, coding, processing, dan cleaning.
Setelah data diolah kemudian dilakukan analisis data baik secara
univariat, bivariate, dan multivariate. Untuk melihat apakah faktor
resiko (faktor penelitian) yang dialami subjek sebagai penyebab
timbulnya efek (penyakit atau masalah kesehatan), dilakukan melalui tes
kemaknaan dengan menggunakan uji statistic yang disesuaikan dengan
data hasil penelitian.
Pada desain kasus kontrol, kita dapat menghitung besarnya risiko
terkena penyakit yang mungkin terjadi karena adanya paparan. Dalam
desain studi kasus kontrol untuk menilai besarnya risiko terkena penyakit
tidak dapat menggunakan perbandingan insidensi penyakit, karena tidak
dapat menghitung kecepatan kejadian penyakit baik pada kelompok
dengan faktor risiko maupun kelompok dugaan, dilakukan perhitungan
yang disebut odds ratio (OR).

16
Efek
Faktor Risiko total
Kasus kontrol

Ya a b a+b

Tidak c d c+d

Total a+c b+d a+b+c+d = N

𝑎.𝑑
OR = 𝑏.𝑐

C. Contoh Kasus
Suatu penelitian tentang hubungan Ca paru-paru dengan rokok yang
dilakukan secara retrospektif dengan mengambil 100 orang penderita Ca
paru-paru sebagai kasus dan 100 orang dengan penyakit lain yang tidak
ada hubungannya dengan Ca paru-paru sebagai kelompok kontrol. Kedua
kelompok disamakan berdasarkan umur, jenis kelamin, dan sosial
ekonomi.
Hasilnya yang diperoleh adalah pada kelompok kasus terdapat 90
orang yang merokok, sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 40
orang yang merokok. Dari data tersebut berapa nilai OR ?
Jawab :
Efek
Pajanan
Kasus kontrol
Perokok 90 40
Tidak perokok 10 60
Total 100 100

Rate Pemaparan pada kelompok kasus = 90/100 = 90%


Rate pemaparan pada kelompok kontrol = 40/100 = 40%
𝑎.𝑑 90.60 5400
OR = 𝑏.𝑐 = = = 13,5
40.10 400

Jadi, diperkirakan risiko bagi perokok terkena Ca paru-paru adalah


13,5 kali lebih besar dibandingkan dengan bukan perokok.

17
D. Kekuatan dan kelemahan studi kasus-kontrol (case-control study)
Kekuatan studi kasus-kontrol (case-control study) adalah sebagai
berikut :
1. Relatif Murah dan mudah dilakukan dibandingkan dengan desain
analitik lainnya seperti kohort dan eksperimen.
2. Cocok untuk meneliti penyakit dengan periode laten yang panjang.
3. Adanya keleluasaan menentukan perbandingan ukuran sampel kasus
dan control dan dengan demikian tepat untuk meneliti penyakit
langka.
4. Dapat meneliti pengaruh sejumlah paparan terhadap suatu penyakit.
Sedangkan kelemahan studi kasus-kontrol (case-control study)
adalah sebagai berikut :
1. Pemilihan subyek berdasarkan status penyakit dilakukan saat paparan
telah berlangsung sehingga rawan bias.
2. Tidak efisien mempelajari paparan yang langka.
3. Subyek penelitian dipilih berdasarkan status penyakit sehingga tidak
dapat menghitung laju insidensi (kecepatan kejadian penyakit).
4. Kadang-kadang sulit memastikan hubungan temporer atau sesaat
antara paparan dan penyakit.
5. Hanya dapat meneliti sebuah penyakit.
2.4.2. Studi Kohort
Dalam epidemiologi, istilah kohort lebih mengacu pada sekelompok
orang yang diteliti dan lahir dalam tahun yang sama atau dalam periode
yang sama, kemudian kelompok tersebut akan bergerak melalui serangkaian
kehidupan yang berbeda. Ketika kelompok bertambah usianya, perubahan
dapat dilihat dalam data statistik kesehatan dan data vital kelompok tersebut.
Dengan demikian, berbagai faktor kesehatan dan kematian dapat dilacak
melalui kohort.
Studi kohort adalah studi yang mempelajari hubungan antara faktor
risiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan), dengan memilih
kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor resiko. Kemudian mengikuti

18
sepanjang suatu periode waktu tertentu untuk melihat berapa banyak subjek
dalam masing-masing kelompok mengalami efek (penyakit atau masalah
kesehatan).
Pada awal penelitian, subjek harus bebas dari penyakit yang diteliti.
Pada studi kohort faktor risiko diidentifikasi terlebih dahulu, kemudian
subjek diikuti sampai periode tertentu untuk melihat terjainya efek atau
penyakit yang diteliti pada kelompok subjek dengan faktor risiko dan tanpa
faktor risiko. Hasil pengamatan atau penelitian dianalisis dengan teknik
tertentu sehingga dapat disimpulkan apakah ada hubungan antara faktor
risiko dengan kejadin penyakit atau efek yang terjadi.
Studi kohort merupakan merupakan epidemiologi yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi suatu populasi berdasarkan kriteria
tertentu, seperti usia atau paparan yang dialami individu, atau dapat dengan
menggunakan cara atau sifat atau pengelompokkan individu lainnya
berdasarkan tujuan penelitian. Kelompok dari suatu populasi studi dapat
ditetapkan untuk mengkaji apakah setiap kelompok telah atau akan terkena
penyakit atau efek yang kita teliti. Luasnya paparan, probabilitas paparan,
jenis dan besarnya faktor risiko dapat diketahui secara keseluruhan dalam
kelompok kohort selama beberapa waktu sampai kemasa depan sesuai
lamanya waktu penelitian.
Pengamatan kohort dapat dilakukan secara kontinue atau intermiten.
Periode waktu follow up umumnya beberapa tahun atau bahkan dasawarsa
untuk memberi waktu yang cukup kepada sebagian penyakit (terutama
kanker) untuk memanifestasikan diri secara klinis.
A. Kohort Prospektif dan Retrospektif
Studi kohort disebut prospektif apabila faktor resiko atau faktor
penelitian diukur pada awal penelitian, kemudian dilakukan follow up
untuk melihat kejadian penyakit dimasa akan datang. Lamanya follow up
dapat ditentukan berdasarkan lamanya waktu terjadinya penyakit.
Kejadian penyakit atau efek dan kesudahan lainnya dapat ditentukan

19
melalui wawancara dengan anggota kohort, anggota keluarganya, hasil
pemeriksaan laboratorium atau memeriksa catatan medik responden.
Pada studi kohort Retrospektif, faktor risiko dan efek atau penyakit
sudah terjadi dimasa lampau sebelum dimulainya penelitian. Dengan
demikian, variabel tersebut diukur melalui catatan historis.
B. Menentukan Nilai Relative Risk (RR) dan Atributable Risk (AT)
Pada desain kohort, kita dapat menghitung besarnya risiko yang
dihadapi kelompok terpapar untuk terkena penyakit. Untuk menilai
besarnya risiko terjadinya penyakit pada kelompok terpapar dapat
digunakan perhitungan yang meliputi RR (Resiko relative atau Relative
Risk) dan risiko atribut (Atributable Risk).
Relative Risk adalah perbandingan antara insidensi penyakit yang
muncul dalam kelompok terpapar dan insidensi penyakit yang muncul
dalam kelompok tidak terpapar. Berdasarkan tabel 2X2 diatas, kita dapat
menghitung rumus RR.
RR = (a/a+b)/(c/c+d)

Penyakit
Faktor Risiko Total
Ya Tidak
Ya a b a+b
Tidak c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d = N

1. Bila hasil RR = 1, artinya tidak ada asosiasi atau faktor risiko antara
pemajan dan penyakit.
2. Bila hasil RR > 1, artinya merupakan faktor risiko penyakit, paparan
meningkatkan risiko terkena penyakit tertentu.
3. Bila hasil RR < 1, artinya paparan memiliki efek protektif terhadap
penyakit, paparan melindungi atau mengurangi risiko penyakit tertentu.
Risiko atribut (Atributable Risk) adalah selisih antara insidensi
penyakit yang di derita kelompok terpapar dan insidensi penyakit yang

20
diderita kelompok yang tidak terpapar. Bedasarkan tabel 2X2 kita juga
dapat menghitung AT.
𝑎 𝑐
AT = (𝑎+𝑏) − (𝑐+𝑑)

C. Contoh Kasus
Penelitian untuk menentukan hubungan antara peminum alkohol
dengan terjadinya hemoragi stroke. Dalam penelitian ini dikumpulkan
sebanyak 4.952 orang peminum alkohol dan 2.916 orang bukan peminum
alkohol. Dilakukan pengamatan pada kedua kelompok selama 12 tahun
dan diperoleh hasil sebagai berikut. Dari 4.952 orang ditemukan 197
orang menderita stroke dan dari 2.916 bukan peminum terdapat 93 orang
menderita stroke. Berapa nilai RR dan At ?
Jawab :

Penyakit

Pemajan Sakit (+) Tidak Sakit (-) Total

Peminum (+) 193 2.732 2.916

Tidak Peminum (-) 93 4.859 4.952

Total 286 7.582 7.868

𝑎/(𝑎+𝑏) 193/(193+2732) 193/2916 0,066


RR = = = = = 3,67
𝑐/(𝑐+𝑑) 93/(93+4859) 93/4952 0,018

𝑎 𝑐 193 93
AT = (𝑎+𝑏) − (𝑐+𝑑) = (2916) − (4952) = 0,066 − 0,018 = 0,48 𝑎𝑡𝑎𝑢 4,8%

Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa peminum


alkohol mempunyai risiko 3,67 kali lebih besar jika dibandingkan dengan

21
bukan peminum dan besar risiko yang dapat dihindarkan dengan tidak
menjadi peminum adalah 4,8%.
D. Kekuatan dan Kelemahan Studi Kohort
Kekuatan Studi Kohort adalah sebagai berikut :
1. Pada awal penelitin, sudah ditetapkan bahwa subjek harus bebas dari
penyakit, kemudian diikuti sepanjang periode waktu tertentu sampai
timbulnya penyakit yang diteliti, sehingga sekuens waktu antara faktor
risiko dan penyakit atau dapat diketahui secara pasti.
2. Dapat menghitung dengan akurat jumlah paparan yang dialami
populasi.
3. Pada studi kohort, dapat menghitung laju insidensi (kecepatan
terjadinya penyakit) karena penelitian dimulai dari faktor risiko
sampai terjadinya pnyakit.
4. Dapat meneliti paparan yang langka.
5. Memungkinkan peneliti mempelajari sejumlah efek atau penyakit
secara serentak sebuah paparan. Misalnya, apabila kita telah
mengidentifikasi kohort berdasarkan pemakaian kontasepsi oral (pil
KB) maka dengan studi kohort dapat diketahui sejumlah kemungkinan
efek kontrasepsi oral pada sejumlah penyakit, seperti infark
miokardium, kanker payudara dan kanker ovarium.
6. Penyakit yang terjadi dapat diperiksa dan didiagnosis secara teliti.
7. Bias dalam menyeleksi subjek dan menentukan status paparan kecil.
8. Tidak ada subjek yang dirugikan, karena tidak mendapat paparan
faktor yang merugikan kesehatan.
9. Hubungan sebab akibat lebih jelas dan lebih meyakinkan.
Kelemahan studi kohort adalah sebagai berikut :
1. Tidak efisien dan tidak praktis untuk mempelajari penyakit yang
langka.
2. Jika prospektif, sangat mahal dan memakan banyak waktu.
3. Jika retrospektif, membutuhkan ketersediaan catatan lengkap dan
akurat.

22
4. Validitas hasil penelitian dapat terancam, karena adanya subjek-subjek
yang hilang waktu follow up.
2.5. Langkah-Langkah Umum Untuk Membangun Studi Cross Sectional,
Studi Kasus kontrol dan Studi Kohort.
2.5.1. Langkah-Langkah Studi Cross-Sectional
Untuk melakukan penelitian dengan pendekatan cross sectional
dibutuhkan langkah-langkahsebagai berikut :
1. Identifikasi dan perumusan masalah
Masalah yang diteliti harus diidentifikasi dan dirumuskan dengan
jelas agar dapatditentukan tujuan penelitian dengan jelas. Identifikasi
masalah dapat dilakukan denganmengadakan penelaahan terhadap
insidensi dan prevalensi berdasarkan catatan yang laluuntuk mengetahui
secara jelas bahwa masalah yang sedang dihadapi merupakan masalahyang
penting untuk diatasi melalui suatu penelitian. Dari masalah tersebut dapat
diketahuilokasi masalah tersebut berada.
2. Menentukan tujuan penelitian
Tujuan penelitian harus dinyatakan dengan jelas agar orang dapat
mengethaui apa yangakan dicari, dimana akan dicari, sasaran, berapa
banyak, dan kapan dilakukan serta siapayang melaksanakan. Sebelum
tujuan dapat dinyatakan dengan jelas, hendaknya tidak melakukan
tindakan lebih lanjut. Tujuan penelitian merupakan hal yang sangat
penting dalamsuatu penelitian karena dari tujuan ini dapat ditentukan
metode yang akan digunakan.
3. Menentukan lokasi dan populasi studi
Dari tujuan penelitian dapat diketahui lokasi penelitian dan
ditemukan pula populasistudinya.. biasanya, penelitian cross sectional
tidak dilakukan terhadap semua subjek studi,tetapi dilakukan pada
sebagian populasi dan hasilnya diekstrapolasi pada populasi studitersebut.
Populasi studi dapat berupa populasi umum dan dapat berupa kelompok
populasitertentu tergantung dari apa yang diteliti dan dimana penelitian
dilakukan.

23
Agar tidak terjadi kesalahan dalam pengumpulan data, sasaran
yang dituju yang disebutsubjek studi harus diberi kriteria yang jelas,
misalnya jenis kelmain, umur, domisili, danpenyakit yang diderita. Hal ini
penting untuk mengadakan ekstrapolasi hasil penelitian yaitukepada siapa
hasil penelitian ini berlaku.
4. Menentukan cara dan besar sampel
Pada penelitian cross sectional, diperlukan perkiraan besarnya
sampel dan carapengambilan sampel.
5. Menentukan variabel yang akan diukur
Variabel yang akan diteliti sudah harus jelas pada saat metumuskan
tujuan penelitian.
6. Menyusun instrumen pengumpulan data
Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian harus disusun
dan dilakukan uji coba.Instrumen ini dimaksudkan agar tidak terdapat
variabel yang terlewat karena dalaminstrumen tersebut berisi semua
variabel yang dikehendaki. Instrumen dapat berupa daftarpertanyaan atau
pemeriksaan fisik atau pemeriksaan laboratorium atau radiologis dan lain-
lain disesuaikan dengan tujuan penelitian.
7. Rencana analisis
Analisis data yang diperoleh harus sudah direncanakan sebelum
penelitian dilaksanakanagar diketahui perhitungan yang akan digunakan.
Rancangan analisis harus disesuaikandengan tujuan penelitian agar hasil
penelitian dapat digunakan untuk menjawab tujuan tersbut.
2.5.2. Langkah-Langkah Studi Kasus-Kontrol
Langkah-langkah sari studi case contol adalah sebagai berikut :
1. Menetapkan pertanyaan penelitian dan hipotesis yang sesuai
Dari pertanyaan penelitian dapat disusun hipotesis penelitian yang
akan diuji validitasnya secaraempiris.
2. Mendiskripsikan variabel penelitian (faktor risiko dan efek)

24
Intensitas pajanan faktor risiko dapat dinilai dengan cara mengukur
dosis, frekuensi, ataulamanya pajanan. Ukuran pajanan terhadap faktor
risiko yang berhubungan dengan frekuensi dapat besifat :
a. Dikotom, yaitu bila hanya terdapat dua kategori, misalnya pernah
minum jamu peluntur atau tidak
b. Polikotom, pajanan diukur pada lebih dari dua tingkat, misalnya tidak
pernah, kadang-kadang,atau sering terpejan.
c. Kontinu, pajanan diukur dalam skala kontinu atau numerik, misalnya
umur dalam tahun, paritas, berat lahir
Ukuran pajanan yang berhubungan dengan waktu dapat berupa :
a. Lamanya pajanan (misalnya jumlah bulan pemakaian AKDR) dan
apakah pajanan itu berlangsung terus-menerus)
b. Saat mendapat pajanan pertama
c. Apabila terjadi pajanan terakhir
3. Menentukan populasi terjangkau dan sampel (kasus, control) dan cara
untuk pemilihan subyek penelitian
Kelompok kasus adalah kelompok individu yang menderita
penyakit yang akan diteliti dan ikut proses penelitian sebagai subyek studi.
Sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok individu yang sehat atau
tidak menderita penyakit yang akan diteliti, tetapi mempunyai peluang
yang sama dengan kelompok kasus karena terpajan oleh faktor risiko yang
diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit.
Cara terbaik untuk memilih kasus adalah dengan mengambil secara
acak subyek dari populasi yang menderita efek. Namun dalam praktik, hal
ini hampir tidak mungkin dilaksanakan karena penelitian kasus kontrol
lebih sering dilakukan pada kasus yang jarang yang diagnosisnya biasanya
ditegakkan di rumah sakit.
4. Melakukan pengukuran variabel efek dan faktor risiko
Pengukuran terhadap variabel yang dipelajari (efek dan faktor
risiko) merupakan hal yang sentral pada studi kasus kontrol. Penentuan
efek harus sudah didefinisikan dalam usulan penelitian. Pengukuran faktor

25
risiko atau pajanan yang terjadi diwaktu lampau melalui anamnesis
(recall) semata-mata mengandalkan daya ingat responden.
5. Menganalisis data
Analisis hasil studi kasus-kontrol dapat bersifat sederhana yaitu
penentuan rasio odds, sampaiyang bersifat kompleks yaitu menggunakan
analisis multivariat. Ini ditentukan oleh apa yangingin diteliti, bagaimana
cara memilih kontrol (matched atau tidak), dan terdapatnya variabelyang
mengganggu atau tidak.
6. Menganalisis hasil studi case-control
2.5.3. Langkah-Langkah Studi Kohort
1. Merumuskan pertanyaan penelitian
2. Menetapkan kohort
3. Memilih kelompok controld
4. Mengidentifikasi variable penelitiane
5. Mengamati timbulnya efek
6. Menganalisis hasil

26
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Studi epidemiologi deskriptif adalah riset epidemiologi yang bertujuan
mengambarkan pola distribusi penyakit dan determinan penyakit menurut
populasi, letak geografik, dan waktu. Studi analitik adalah riset epidemiologi yang
bertujuan untuk memperoleh penjelasan tentang factor-faktor risiko dan penyebab
penyakit. Epidemiologi kesehatan reproduksi adalah ilmu yang mempelajari
tentang distribusi, frekuensi, dan determinan penyakit atau masalah kesehatan
reproduksi pada populasi atau kelompok
Dalam desain studi analitik, unit analisis adalah individu. Terdapat dua tipe
studi analitik yaitu observasional dan eksperimental. Dalam studi observasional
variabel yang diobservasi berada diluar kontrol atau pengaruh peneliti, seperti
dalam studi kohort atau studi kasus-kontrol. Sebaliknya, dalam studi
eksperimental beberapa partisipan dimanipulasi dengan sengaja untuk
mengevaluasi efek intervensi.
Studi penampang (cross-sectional) memberi data yang dapat dikorelasikan
denngan menggambarkan prevalensi pajanan atau hasil pada populasi tertentu.
Misalnya, survei penampang terkini mengidentifikasi bahwa prevalensi keguguran
di antara wanita di tenda pengungsi Yordania adalah 2,3%. Penelitian korelasi
atau ekologi adalah suatu penelitian untuk mengetahui hubungan dan tingkat
hubungan antara dua variabel atau lebih tanpa ada upaya untuk mempengaruhi
variabel tersebut sehingga tidak terdapat manipulasi variabel (Faenkel dan
Wallen, 2008:328).
Studi kasus kontrol adalah rancangan studi epidemiologi yang mempelajari
hubungan antara paparan (faktor penelitian) dan penykit, dengan cara
membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status
paparannya. Dalam epidemiologi, istilah kohort lebih mengacu pada sekelompok
orang yang diteliti dan lahir dalam tahun yang sama atau dalam periode yang
sama, kemudian kelompok tersebut akan bergerak melalui serangkaian kehidupan
yang berbeda

27
3.2. Saran
1. Bagi Mahasiswa/i
Agar mahasiswa/i dapat lebih memahami materi tentang desain studi
dalam epidemiologi kesehatan reproduksi.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan diharapkan bisa melatih keterampilan dibidangnya
masing-masing agar pelayanan kesehatan yang diberikan lebih berkualitas
dan optimal khususnya untuk kesehatan reproduksi remaja.

28
DAFTAR PUSTAKA
Budiarto, Eko.,Dewi Anggraeni.2001.Pengantar Epidemiologi Edisi 2.Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Bustan, M. Nadjib. 2012. Pengantar Epidemiologi. Jakarta : Rineka Cipta
Murti, Bhisma. 1997. Prinsip dan Metoda Riset Epidemiologi. Edisi pertama.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Nugrahaeni, Dyan Kunthi.2010.Konsep Dasar Epidemiologi.Jakarta:Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
https://repository.maranatha.edu/2522/4/Metlit%20BAB%20III.pdf (Diakses pada
tanggal : 24 Maret 2019)

https://www.scribd.com/document/345617413/Penelitian-Observasional-vs-
Eksperimen (Diakses pada tanggal : 24 Maret 2019)

https://www.scribd.com/document/95823954/Langkah-Penelitian-Cross-Sectional
(Diakses pada tanggal : 30 Maret 2019)

https://www.scribd.com/doc/88734061/Studi-Case-Control (Diakses pada tanggal


: 30 Maret 2019)

https://www.scribd.com/doc/87565677/STUDI-KOHORT (Diakses pada tanggal :


30 Maret 2019)

29

Anda mungkin juga menyukai