Anda di halaman 1dari 32

PERBAIKAN TUGAS

FARMAKOTERAPI III
INFEKSI DAN ANTIBIOTIK

Dosen pengampu :
Apt.HELMICE AFRIYENI,M.Farm

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 1 :

ALIF SHAUMI MAHARANI 19160031


FITRI TUMMAGFIRA 19160038

PROGRAM STUDI SI FARMASI


UNIVERSITAS DHARMA
ANDALAS PADANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas rakhmat dan petununjuk-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul“Infeksi dan
Antibiotik”.

Makalah ini dibuat untuk mengetahui dan membahas tentang apa saja yang
berkaitan dengan “Infeksi dan Antibiotik” guna untuk menambah ilmu pengetahuan.
Selain itu pemakalah juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang
telah memberikan dorongan dan motivasi sehingga makalah ini dapat terselesaikan serta
rekan-rekan yang ikut membantu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam


penyajian data dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna untuk memenuhi
tugas Farmakoterapi III.

Demikian makalah ini kami susun, apabila ada kata-kata yang kurang berkenan
dan banyak kekurangan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Padang,24 mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1

I.1. Latar belakang..................................…….………………………………..1

I.2. Rumusan masalah........................................................................................1

1.3.Tujuan..........................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 2

II.1 Pengantar Penyakit Infeks...........................................................................2

II.2 Patologi Infeksi.......................................................................................... 3


II.3 Jenis Terapi Antibiotik............................................................................... 3
II.4 Prinsip Penggunaan dan Pemilihan Antibiotik...........................................4
II.5 Penggunaan Antibiotik yang Efektif.......................................................... 5
II.6 Kegagalan Terapi Antibiotik...................................................................... 6
BAB III PENUTUP............................................................................................... 9

III.1 Kesimpulan............................................................................................... 9
III.2 Saran..........................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar belakang

Farmakoterapi antimikroba yang tepat untuk infeksi tertentu penyakit


membutuhkan pengetahuan tentang patogen yang menginfeksi, karakteristik inang,
dan aktivitas obat yang diharapkan terhadap patogen. Itu aspek terapi yang paling
mendasar dimulai dengan diagnosa. Berbagai macam tes laboratorium tersedia untuk
membantu dokter dalam memverifikasi adanya infeksi dan untuk pemantauan respon
terhadap terapi. Meskipun berguna, tes ini tunduk pada interpretasi dan tidak dapat
menggantikan penilaian klinis yang sehat. Kerentanan organisme terhadap antimikroba
yang diberikan adalah kunci untuk menentukan hasil dari terapi pasien. Namun,
karakteristik pejamu seperti status imun, lokasi tempat infeksi, dan fungsi organ tubuh,
memainkan peran penting dalam memilih antimikroba yang paling tepat untuk individu
tertentu.

ANTIBIOTIK
Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang
dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik
dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam praktek
sehari-hari, Antimikroba sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba
(misalnya sulfonamid dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibiotik.
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat
menghambat pertumbuhan mikroba yang dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan
ada yang bersilat membunuh mikroba yang dikenal sebagai aktivitas bakterisid.
Kadar minimal yang diperlurkan untuk menghambat pertumbuhan mikroba
atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM)
dan kadar bunuh minimal (KBM). Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat
meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya
ditingkatkan melebihi KHM.

1.2. Rumusan masalah


1.apa yang dimaksud antibiotik dan infeksi ?
2.jelaskan patologi antibiotik dan infeksi ?
3. Jelaskan terapai dari antibiotik dan infeksi?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui antibiotik dan infeksi
2. Untuk mengetahui patologi antibiotik dan infeksi
3. untuk mengetahui terapi antibiotik dan infeksi

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 PENGANTAR PENYAKIT INFEKSI

Farmakoterapi antimikroba yang tepat untuk infeksi penyakit tertentu


membutuhkan pengetahuan tentang patogen yang menginfeksi, karakteristik inang,
dan aktivitas obat yang diharapkan terhadap patogen. Aspek terapi yang paling
mendasar dimulai dengan diagnosa. Berbagai macam tes laboratorium tersedia untuk
membantu dokter dalam memverifikasi adanya infeksi dan untuk pemantauan respon
terhadap terapi. Meskipun berguna, tes ini tunduk pada interpretasi dan tidak dapat
menggantikan penilaian klinis yang sehat. Kerentanan organisme terhadap antimikroba
yang diberikan adalah kunci untuk menentukan hasil dari terapi pasien. Tuan rumah
karakteristik, bagaimanapun, seperti status kekebalan, lokasi infeksi, dan fungsi organ
tubuh, memainkan peran penting dalam memilih antimikroba yang paling tepat untuk
individu tertentu. Ini bab meninjau tes laboratorium rutin yang digunakan untuk
membantu dalam diagnosis dan pengobatan infeksi.

Banyak tes yang digunakan oleh dokter untuk menentukan apakah pasien memiliki
sebuah infeksi. Meskipun tidak ada tes tunggal yang dapat membuktikan bahwa pasien
terinfeksi, bila digunakan dalam kombinasi dengan temuan klinis, tes membantu
menegakkan diagnosis infeksi. Tes yang umum digunakan dan interpretasi serta
aplikasinya untuk diagnosis dan manajemen infeksi.

1. Hitung dan Diferensial Sel Darah Putih

Memahami peran sel darah putih (WBC) dalam pertempuran infeksi penting dalam
diagnosis infeksi, pemilihan terapi obat, dan pemantauan kemajuan pasien. Peran utama
sel darah putih adalah untuk mempertahankan tubuh terhadap organisme yang
menyerang seperti bakteri, virus, dan jamur. Kisaran normal WBC adalah 4.500 hingga
10.000 sel/mm3. Sel darah putih biasanya meningkat sebagai respons untuk infeksi.

2. Tes lainnya

Beberapa tes laboratorium nonspesifik berguna untuk mendukung diagnosis infeksi.


Proses inflamasi yang diprakarsai oleh infeksi membentuk respons pejamu yang
kompleks. Aktivasi komplemen, seperti C3a dan C5a, memulai peradangan dan
memicu kaskade perubahan dan pelepasan mediator berikutnya, yang semuanya dapat
diukur dan dipantau. Konsentrasi komplemen serum, terutama C3, biasanya dikonsumsi
sebagai bagian dari mekanisme pertahanan inang dan selanjutnya dikurangi selama
tahap awal proses infeksi akut Reaktan fase akut, seperti laju sedimentasi eritrosit (ESR)
dan konsentrasi protein C-reaktif, meningkat dengan adanya proses inflamasi tetapi
tidak mengkonfirmasi adanya infeksi karena sering meningkat pada kondisi tidak
menular, seperti penyakit kolagen-vaskular dan radang

2
sendi. Peningkatan besar dalam ESR dikaitkan dengan infeksi seperti: seperti
endokarditis, osteomielitis, dan infeksi intraabdominal.

II.2 PATOLOGI

Patogen adalah organisme yang mampu merusak jaringan inang dan yang
menimbulkan respons dan gejala pejamu spesifik yang konsisten dengan proses infeksi.
Organisme ini dipindahkan dari pasien ke pasien, vektor ke pasien (binatang, serangga,
dan sebagainya), lingkungan ke pasien (misalnya, pengaturan rumah sakit) atau berasal
dari flora pasien itu sendiri. Sebaliknya, tubuh manusia mengandung banyak sekali
berbagai mikroorganisme yang menjajah sistem tubuh yang disebut flora normal.
Organisme ini terjadi secara alami di jaringan inang dan memberikan beberapa manfaat,
termasuk pertahanan dengan menempati ruang, bersaing untuk nutrisi penting,
merangsang antibodi pelindung silang, dan menekan pertumbuhan bakteri dan jamur
yang berpotensi pathogen.

Organisme yang merupakan flora normal dapat menjadi patogen ketika


pertahanan pejamu terganggu atau jika mereka berpindah ke tempat tubuh lain selama
trauma. Identifikasi sebuah organisme yang dianggap sebagai flora normal pada luka
atau sebaliknya rongga atau cairan tubuh yang steril seringkali menjadi dilema bagi
dokter dalam memutuskan apakah pasien terinfeksi atau tidak dan apakah pasien
memerlukan pengobatan atau tidak.

Demikian halnya dengan Staphylococcus epidermidis ketika diidentifikasi


dalam darah a pasien rawat inap. S. epidermidis dianggap sebagai flora kulit normal dan
biasanya mengkolonisasi kateter intravena. Dalam kondisi ini, Identifikasi organisme
harus dilakukan dengan mempertimbangkan pasien keadaan (tanda dan gejala, indeks
laboratorium yang mendukung) infeksi) dan kemungkinan organisme yang bertanggung
jawab untuk infeksi. Seringkali pelepasan kateter yang sederhana dapat menghilangkan
organisme dari aliran darah, sehingga mencegah kesalahan diagnosis dan aplikasi
antimikroba yang tidak perlu.

II.3 JENIS TERAPI ANTIBIOTIK

 Memperluas Spektrum Cakupan

Meningkatkan cakupan terapi antimikroba umumnya diperlukan pada infeksi


campuran di mana beberapa organisme mungkin menyajikan. Hal ini terjadi pada
infeksi panggul intraabdominal dan wanita, di mana berbagai bakteri aerob dan anaerob
dapat menghasilkan penyakit. Secara tradisional, kombinasi obat aktif terhadap basil
gram negatif aerobik, seperti aminoglikosida, dan obat yang aktif melawan bakteri
anaerob, seperti metronidazol atau klindamisin, dipilih. Senyawa baru, yang memiliki
sifat baik aktivitas terhadap kedua jenis organisme ini, seperti β- laktam/ kombinasi
inhibitor β-laktamase, karbapenem atau glisilsiklin, mungkin cukup untuk
menggantikan kombinasi dan dengan demikian mengurangi biaya terapi.

3
Situasi klinis lain di mana peningkatan spektrum aktivitas yang diinginkan adalah
dengan infeksi nosokomial.

 Sinergisme

Pencapaian aktivitas antimikroba sinergis menguntungkan untuk infeksi yang


disebabkan oleh basil gram negatif enterik pada pasien dengan imunosupresi. Secara
tradisional, kombinasi aminoglikosida dan β-laktam telah digunakan karena obat ini
bersama-sama umumnya bekerja secara sinergis melawan berbagai macam bakteri.
Namun, data yang mendukung kemanjuran unggul dari sinergis atas kombinasi
nonsinergis lemah. Paling-paling, tampaknya kombinasi sinergis menghasilkan hasil
yang lebih baik dalam infeksi tertentu yang disebabkan oleh spesies P. aeruginosa dan
Enterococcus. Contoh penggunaan sinergi yang paling nyata adalah treatment
endokarditis enterokokus. Organisme penyebab biasanya hanya dihambat oleh
penisilin, tetapi dibunuh dengan cepat dengan penambahan streptomisin atau
gentamisin menjadi penisilin. Kebutuhan akan aktivitas bakterisida dalam pengobatan
endokarditis menggarisbawahi perlunya untuk kombinasi sinergis ini.

II.4 PRINSIP PENGGUNAAN DAN PEMILIHAN ANTIBIOTIK

Memilih agen antimikroba untuk mengobati infeksi jauh lebih banyak rumit
daripada mencocokkan obat dengan patogen yang diketahui atau dicurigai. Pemilihan
awal terapi antimikroba hampir selalu empiris, yang merupakan inisiasi antimikroba
kadang-kadang sebelum dokumentasi adanya infeksi dan sebelum organisme penyebab
diidentifikasi. Penyakit infeksi umumnya bersifat akut, dan keterlambatan dalam terapi
antimikroba dapat mengakibatkan morbiditas yang serius atau bahkan kematian.
Dengan demikian pemilihan terapi antimikroba empiris adalah berdasarkan informasi
yang dikumpulkan dari riwayat pasien dan pemeriksaan fisik dan hasil pewarnaan
Gram atau pemeriksaan cepat melakukan tes pada spesimen dari situsyang terinfeksi.
Informasi ini, dikombinasikan dengan pengetahuan tentang organismeyang paling
mungkin menyerang dan pola kerentanan lokal institusi, harus menghasilkan
pemilihan antibiotik yang rasional untuk mengobati pasien.

a. Pendekatan Sistematis untuk Pemilihan Antimikroba

Konfirmasikan adanya infeksi

 Anamnesis dan fisik yang cermat


 Tanda dan gejala
 Faktor predisposisi

Identifikasi patogen

 Pengumpulan bahan yang terinfeksi,


 stains

4
 Serologi
 Budaya dan kepekaan,

Pemilihan terapi dugaan mempertimbangkan setiap situs yang terinfeksi

 Faktor host,
 Faktor obat

Pantau respons terapeutik

 Penilaian klinis
 Tes laboratorium
 Penilaian kegagalan terapi

b. Tanda dan Gejala

Jumlah Sel Darah Putih

Sebagian besar infeksi menyebabkan peningkatan jumlah WBC (leukositosis) karena


peningkatan produksi dan mobilisasi sel granulosit (neutrofil, basofil, dan eosinofil),
limfosit, atau baik untuk menelan dan menghancurkan mikroba yang menyerang.
Umumnya kisaran nilai normal yang diterima untuk jumlah WBC adalah antara 4,000
dan 10.000 sel/mm3. Nilai di atas atau di bawah rentang ini berlaku nilai prognostik dan
diagnostik yang penting. Infeksi bakteri berhubungan dengan peningkatan jumlah
granulosit, seringkali dengan bentuk yang belum matang (neutrofil pita) terlihat pada
apusan darah tepi. Neutrofil dewasa juga disebut sebagai neutrofil tersegmentasi atau
leukosit polimorfonuklear (PMN). Dengan infeksi, jumlah WBC perifer bisa sangat
tinggi, tetapi jarang lebih tinggi dari 30.000 hingga 40.000 sel / mm. Karena leukositosis
menunjukkan respon host normal terhadap infeksi, jumlah leukosit rendah setelah
timbulnya infeksi menunjukkan respon abnormal dan umumnya berhubungan dengan
prognosis yang buruk.

II.5 PENGGUNAAN ANTIBIOTIK YANG EFEKTIF

Dalam memilih rejimen obat untuk pasien tertentu, pertimbangan harus:


diberikan untuk kebutuhan menggunakan lebih dari satu obat. Kombinasi antimikroba
umumnya digunakan untuk memperluas spectrum cakupan untuk terapi empiris,
mencapai aktivitas sinergis terhadap menginfeksi organisme, dan mencegah timbulnya
resistensi. Memperluas Spektrum Cakupan Meningkatkan cakupan terapi antimikroba
umumnya diperlukan pada infeksi campuran di mana beberapa organisme mungkin
menyajikan. Hal ini terjadi pada infeksi panggul intraabdominal dan wanita, di mana
berbagai bakteri aerob dan anaerob dapat menghasilkan penyakit.

Secara tradisional, kombinasi obat aktif terhadap basil gram negatif aerobik,
seperti aminoglikosida, dan obat yang aktif melawan bakteri anaerob, seperti
metronidazol atau klindamisin, dipilih. Senyawa baru, yang memiliki sifat baik aktivitas
terhadap kedua jenis organisme ini, seperti B -laktam/ kombinasi inhibitor -

5
laktamase, karbapenem atau glisilsiklin, mungkin cukup untuk menggantikan
kombinasi dan dengan demikian mengurangi biaya terapi. Situasi klinis lain di mana
peningkatan spektrum aktivitas yang diinginkan adalah dengan infeksi nosocomial
sinergisme Pencapaian aktivitas antimikroba sinergis menguntungkan untuk infeksi
yang disebabkan oleh basil gram negatif enterik pada pasien dengan penekanan
kekebalan. Tes laboratorium untuk mengidentifikasi sinergi antara kombinasi antibiotik
dijelaskan dalam. Secara tradisional, kombinasi aminoglikosida dan -laktam telah
digunakan karena obat-obatan ini bersama-sama umumnya bekerja secara sinergis
terhadap berbagai berbagai bakteri. Namun, data yang mendukung kemanjuran unggul
dari sinergis atas kombinasi nonsinergis lemah. Itu akan tampak bahwa kombinasi
sinergis menghasilkan hasil yang lebih baik dalam infeksi tertentu yang disebabkan oleh
spesies P. aeruginosa dan Enterococcus. Contoh penggunaan sinergi yang paling nyata
adalah treatment endokarditis enterokokus. Organisme penyebab biasanya hanya
dihambat oleh penisilin, tetapi dibunuh dengan cepat dengan penambahan streptomisin
atau gentamisin menjadi penisilin.31 Kebutuhan akan aktivitas bakterisidal dalam
pengobatan endokarditis menggarisbawahi perlunya untuk kombinasi sinergis ini.

 Mencegah Resistensi

Penggunaan kombinasi untuk mencegah munculnya resistensi adalah diterapkan secara


luas tetapi tidak sering disadari. Satu-satunya keadaan dimana ini sudah jelas efektif
dalam pengobatan tuberkulosis. Itu prevalensi resistensi terhadap obat linipertama
seperti isoniazid atau rifampisin dalam populasi organisme.

 Kekurangan Terapi Kombinasi

Meskipun ada efek yang berpotensi menguntungkan dari menggabungkan obat, ada
juga potensi kerugian, termasuk peningkatan biaya, risiko toksisitas obat yang lebih
besar seperti nefrotoksisitas seperti: aminoglikosida, amfoterisin, dan mungkin
vankomisin, dan superinfeksi dengan bakteri yang lebih resisten. Kombinasi dua atau
lebih antibiotik dapat menimbulkan efek antagonistik. Secara klinis, efek antagonisme
mungkin terbukti ketika satu obat menginduksi produksi B-laktamase dan obat lain B-
laktamase tidak stabil. Cefoxitin dan imipenem adalah contoh dari obat yang mampu
menginduksi B-laktamase dan dapat menghasilkan lebih banyak inaktivasi penisilin
yang cepat bila digunakan bersama-sama.

II.6 OBAT GOLONGAN ANTIBIOTIKA


1. Sulfonamid
Sulfonamid adalah kemoterapeutik yang pertama digunakan secara sistemik
untuk pengobatan dan pencegahan penyakit infeksi pada manusia. Sulfonamid
berupa kristal putih yang umumnya sukar larut dalam air, tetapi garam natriumnya
mudah larut. Sulfonamid mempunyai spektrum antibakteri yang luas, meskipun
kurang kuat dibandingkan dengan antibiotik dan strain mikroba yang resisten makin
meningkat. Golongan obat ini umumnya hanya bersifat bakteriostatik, namun pada
kadar yang tinggi dalam urin, sulfonamid dapat bersifat bakterisid.
Kuman yang sensitive terhadap sulfa secara ln vltro ialah Strep. pyogenes,
Strep. pneumoniae, beberapa galur Bacillus anthracis dan Corynebacteium
6
diphtheriae, Haemophilus influenzae, H. ducreyi, Brucella, Vibrio chalerae,
Nocardia, Actinomyces, Calymmatobac-terium granulomatis, Chtamydia
trachomatis dan beberapa protozoa.

Farmakokinetik
Absorbsi 70-100 % dosis oral sulfonamid diabsorpsi melalui
saluran cerna terutama terladi pada usus halus,
tetapi beberapa jenis sulfa dapat diabsorpsi
melalui lambung.
Distribusi Semua sulfonamid terikat pada protein plasma
terutama albumin dalam derajat yang berbeda-beda.
Obat ini tersebar ke seluruh jaringan tubuh.
Metabolisme Dalam tubuh, sulfa mengalami asetilasi danoksidasi.
Bentuk asetil pada N-4 merupakan metabolit utama,
dan beberapa sulfonamid yangterasetilasi lebih sukar
larut dalam air.
Bentuk asetil ini lebih banyak terikat protein plasma
daripada bentuk asalnya. Kadar bentuk terkonjugasi ini
tergantung terutama pada
besarnya dosis, lama pemberian, keadaan fungsihati
dan ginjal penderita.
Ekskresi Melalui Urin

Farmakodinamik
Mekanisme Kerja Kuman memerlukan PABA (p-aminobenzoic acid)
untuk membentuk asam folat yang digunakan untuk
sintesis purin dan asam-asam nukleat. Sulfonamid
merupakan penghambat bersaing PABA. Dalam proses
sintesis asam folat, bila PABA
digantikan oleh sulfonamid, maka akan terbentuk
analog asam folat yang tidak fungsional.
Dosis - Sulfisoksazol : Dosis permulaan untuk dewasa 2-
4 g dilanjutkan dengan 1 g setiap 4-6 jam, sedangkan
untuk anak 150 mg/kg berat badan sehari. Mula-mula
diberikan setengah dosis tersebut, kemudian
dilanjutkan dengan 1/6 dosis per hari setiap 4 jam
(maksimal 6 g sehari).
- Sulfadiazin : Dosis permulaan oral pada orang
dewasa 2-4 g, dilanjutkan dengan 2-4 g dalam 3-
6 kali pemberian; lamanya pemberian tergantung dari
keadaan penyakit. Anak-anak berumur lebih dari dua
bulan diberikan dosis awal setengah dosis per hari
kemudian dilanjutkan dengan 60-150 mg/kg BB
(maksimum 6 g/hari) dalam 4-6 kali pemberian.
- Sulfametizol : Digunakan untuk pengobatan infeksi
saluran kemih dengan dosis 500-1000
mg dalam 3-4 kali pemberian sehari.
Cara Pemberian Cara pemberian yang paling aman dan mudah ialah per
oral. Bila pemberian per oral tidak mungkin dilakukan

7
maka dapat diberikan parenteral (lM atau lV).
Penggunaan topikal sulfonamid umumnya telah
ditinggalkan kecuali sulfasetamid untuk mata, mafenid
asetat dan sulfadiazin perak untuk luka
bakar, serta sulfasalazin untuk kolitis ulseratif.
Bentuk Sediaan - Sulfisoksazol : Tablet 500 mg
- Sulfadiazin : Tablet 500 mg
- Sulfametizol : Tablet 250 atau 500 mg
Indikasi - Infeksi saluran kemih
- Disentri Basiler
- Meningitis oleh meningokokus
- Nokardiosis
- Trakoma dan inclusion conjunctivitis
- Toksoplasmosis
- Kemoprofilaksis dengan sulfonamid.
Kontra Indikasi Terhadap pasien yang Hipersensitif dan pada wanita
hamil aterm.
Efek Samping - Gangguan sistim Hematopoitik
- Gangguan saluran kemih
- Reaksi alergi
- Mual dan muntah
Toksisitas Terjadinya Anemia aplastik dan
reaksi Hipersensitifitas
Interaksi Obat Dengan obat berikut dapat meningkatkan kerja obat
tersebut :
- Antikoagulan oral
- Antidiabetik sulfonylurea
- Fenitoin

2. Rifampisin
Rifampisin adalah derivat semisintetik rifamipsin B yaitu salah satu anggota
kelompok antibiotik makrosiklik yang disebut rifamisin. Kelompok zat ini
dihasilkan oleh Streptomyces mediterranei. Obat ini merupakan ion zwifter,larut
dalam pelarut organik dan air yang pH nya asam.
Rifampisin menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram positif dan
gram negatif. Terhadap kuman gram positif kerjanya tidak sekuat Penisilin G,
tetapi sedikit lebih kuat daripada eritromisin, linkomisin dan sefalotin, Terhadap
kuman gram-negatif kerjanya lebih lemah daripada tetrasiklin, kloramlenikol,
kanamisin, dan kolistin. Antibiotik ini sangat aktif terhadap N. meningitidis; kadar
hambat minimalnya berkisar antara 0,1-0,8 pg/ml. Obat ini dapat menghambat
pertumbuhan beberapa jenis virus.
Farmakokinetik
Absorbsi Melalui saluran cerna
Distribusi Ke seluruh tubuh
Metabolisme Mengalami deasetilasi didalam Empedu
Ekskresi Melalui empedu dan Ekskresi melalui urin
mencapai 30%. Obat ini juga dibuang lewat ASl.
8
Farmakodinamik
Mekanisme Kerja Menghambat DNA-dependent RNA polymerase dari
mikobakteria dan mikroorganisme lain dengan
menekan mula terbentuknya (bukan pemanjangan)
rantai dalam sintesis RNA. lnti RNA Polymerase dari
berbagai sel eukariotik tidak mengikat rifampisin dan
sintesis RNAnya tidak dipengaruhi. Rifampisin dapat
menghambat sintesis RNA mitokondria mamalia tetapi
diperlukan kadar yang lebih tinggi daripada kadar
untuk penghambatan pada kuman.

Dosis Dosis untuk orang dewasa dengan berat badan kurang


dari 50 kg ialah 450 mg/hari dan untukberat badan lebih
dari 50 kg ialah 600mg/hari.
Untuk anak-anak dosisnya 1O-20 mg/kgBB per hari
dengan dosis maksimum 600 mg/hari.
Cara Pemberian Obat ini biasanya diberikan sehari sekali sebaiknya
satu jam sebelum makan atau dua jam setelahmakan.

Bentuk Sediaan - Kapsul 150 mg dan 800 mg


- Tablet 450 mg dan 600 mg
- Suspensi yang mengandung 100 mg/5 ml
rifampisin
Indikasi - Untuk pengobatan tuberkulosis dan sering
digunakan bersama isoniazid untuk terapi
tuberkulosis jangka pendek.
- Untuk terapi penyakit Lepra (hanya dianjurkan
dalam kombinasi dengan obat lain)
Kontra Indikasi Wanita hamil
Efek Samping Reaksi hipersensitivitas, ruam kulit, demam, mual dan
muntah, Pada pemberian berselang dengan dosis lebih
besar sering leriadi flu like syndrome, nefritis
interstisial, nekrosis tubular akut, dan trombositopenia,
timbulnya sindrom hepatorenal, SGOT dan aktivitas
foslatase alkali. Serta Berbagai keluhan yang
berhubungan dengan sistem saraf seperli rasa lelah,
mengantuk, sakit kepala, pening, ataksia, bingung,
sukar berkonsentrasi, sakit pada tangan dan kaki, dan
melemahnya otot dapat juga
terjadi.
Resistensi Beberapa pasien yang makan obat ini selama 10 tahun
tidak timbul masalah, tetapi resistensi timbul dalam
waktu 3-4 tahun.
Toksisitas Terjadinya ikterus
Interaksi Obat - PAS (para-amino salisilat) : menghambat absorpsi
rifampisin sehingga kadarnya dalam darah tidak
cukup.
- Dengan berbagai obat hipoglikemik oral,
kortikosteroid, dan kontrasepsi oral akan
9
mengurangi efektivitas dari hipoglikemik,
kortikosteroid dan kontrasepsi.
- Vitamin D : mengganggu metabolisme vitamin D
- Disulfiram dan probenesid : menghambat ekskresi
rifampisin melalui ginjal

3. Penisilin
Penisilin yang digunakan dalam pengobatan terbagi dalam penisilin alam
dan penisilin semisintetik. Penisilin semisintetik diperoleh dengan cara mengubah
struktur kimia penisilin alam atau dengan cara sintesis dari inti penisilin yaitu
asam 6-aminopenisilanat (6-4PA). Sebagai bahan dasar untuk penisilin
semisintetik, 6-4PA dapat pula diperoleh dengan memecah rantai samping.
Mekanisme kerja antibiotik betalaktam dapat diringkas dengan urutan
sebagai berikut:
1) Obat bergabung dengan penicillin-binding protein (PBPs) pada
kuman.
2) Terjadi hambatan sintesis dinding sel kuman karena proses
transpeptidasi antar rantai peptidoglikan terganggu.
3) Kemudian terjadi aktivasi enzim proteolitik pada dinding sel.
Yang termasuk dalam kelompok penisilin antipseudomonas ialah golongan
karboksipenisitin (karbenisilin, natrium indanil karbenisitin dan tikarsilin) dan
ureidopenisilin (azlosilin, mezlosilin dan piperasilin).
Farmakokinetik
Absorbsi Sediaan oral diabsorbsi di Duodenum
Distribusi Terdistribusi ke seluruh tubuh
Metabolisme Akibat pengaruh penisilinase terjadi pemecahan cincin
betalaktam, dengan kehilangan seluruh aktivitas
antimikroba. Amidase memecah rantai samping
(radikal ekor), dengan akibat penurunan
potensi antimikroba yang sangat mencolok.
Ekskresi Umumnya diekskresi melalui proses sekresi di
tubuli ginjal

Farmakodinamik
Mekanisme Kerja Obat bergabung dengan penicillin-binding
protein (PBPs) pada kuman.
2) Terjadi hambatan sintesis dinding sel kuman karena
proses transpeptidasi antar rantai peptidoglikan
terganggu.
3) Kemudian terjadi aktivasi enzim proteolitik pada
dinding sel.

10
Dosis - Dosis oksasilin, kloksasilin, dikloksasilin,
flukloksasilin: 4-6 x 250-500 mg/kg BB sehari (anak
50-100 mg/kg BB/hari). Untuk infeksi berat
diberikan 8-12 g/hari dengan infus intermitten.
- Ampisilin : Dewasa, penyakit ringan sampai sedang

11
diberikan 2-4 g sehari, dibagi untuk 4 kali pemberian;
untuk penyakit berat sebaiknya diberikan preparat
parenteral sebanyak 4-6 g sehari. Untuk anak dengan
berat badan kurang dari 20 kg diberikan per orat : 50-
100 mg/kgBB sehari yang dibagi dalam 4 dosis; IM :
100-200 mg/kgBB sehari yang dibagi dalam 4 dosis,
bayi berumur kurang dari 7 hari diberi 50 mg/kgBB
sehari dalam 2 dosis, bayi berumur lebih dari 7 hari
diberi 75 mg/kgBB sehari dibagi dalam 3 dosis; IV:
empat kali 250-500 mg sehari. Untuk meningitis,
diberikan 150-250 mg/kgBB sehari dibagi dalam 6-8
dosis.
- Amoksisilin : 3 kali 250-500 mg sehari.
Cara Pemberian - Penisilin G: diberikan secara Parenteral dengan
suntikan SK, lM, lV atau intratekal.
- Penisilin V : diberikan secara oral
- Penisilin isoksazolil : diberikan secara oral dan
parenteral
- Ampisilin : diberikan secara oral dan parenteral
- Amoksisilin : diberikan secara oral
Bentuk Sediaan - Penisilin V (fenoksimetil penisilin) tersedia sebagai
garam kalium, dalam bentuk tablet 250 mg dan 625
mg dan sirup 125 mg/5 ml.
- Penisilin isoksazolil terdapat dalam bentuk tablet,
kapsul 125 mg, 250 mg, dan 500 mg; suspensi 62,5
mg/S ml dan 125 mg/5 ml; bubuk kering O2,S mg.
Untuk pemberian parenteral juga sebagai garam
natrium tersedia dalam vial 250 mg, 500 mg, dan 1
gram.
- Ampisilin tersedia dalam bentuk tablet atau kapsul
sebagai ampisilin trihidrat atau ampisilin anhidrat
125 mg, 250 mg, 500 mg dan 1000 mg.
Sedangkan untuk bubuk suspensi sirup mengandung
125 atau 500 mg/5 ml. Selain itu, ampisilin tersedia
juga untuk suntikan dalam ukuran 0,1; 0,25; 0,5 dan
1 g per vial
- Amoksisilin tersedia sebagai kapsul atau tablet
berukuran 125,250 dan 500 mg dan sirup 125 mg/5
ml
Indikasi a. Infeksi kokus gram positif
- Infeksi pneumococus, seperti pneumonia,
meningitis, endokarditis, dll
- Infeksi Streptococcus, seperti Faringitis dan
skarlatina, demam reumatik, Otitis media akut dan
mastoiditis, endortia, dll.
- Infeksi Stafilococcus
b. Infeksi kokus gram negatif
- Infeksi meningokokus
- Infeksi gonokokus, seperti gonorea, infeksi
ekstragenital
c. Sifilis
12
d. Aktinomikosis
e. Infeksi batang gram positif
- Difteria
- Klostridia
- Antraks
- Listeria
- Erisipeloid
f. Infeksi batang gram negatif
- Salmonela dan shigella
- Haemophilus influenza
- Fuso-spirochaeta
- Pasteurella, dll.
g. Penggunaan profilaksis
Kontra Indikasi - Penderita yang pernah mengalami reaksi alergi
penisilin, termasuk individu berisiko tinggi terhadap
keadaan tersebut, selanlutnya tidak boleh mendapat
Penisilin.
- Pada pasien mononukleosis.
Efek Samping - Reaksi Alergi
- Syok Anafilaksis
Resistensi - Pseudomonas, klebsiela, serrafia, asinobakter dan
proteus indol positif resisten terhadap ampisilin dan
aminopenisilin lainnya
Toksisitas Hanya sebagian kecil kemerahan kulit
oleh ampisilin berdasarkan reaksi alergi dan di sini
pemberian ampisilin harus dihentikan
Interaksi Obat - Pil KB : mengurangi efek pil KB
- Kloramfenikol : mengurangi efek penisilin
- Antibiotik Eritromisin : efek masing-masing
antibiotika dapat meningkat atauberkurang.
- Estrogen (hormon wanita) : mengurangiefek
estrogen
- Antibiotik tetrasiklin : mengurangi efek penisilin
4. Tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air, tetapi bentuk garam
natrium atau garam HCI-nya mudah larut. Dalam keadaan kering, bentuk basa dan
garam HCI tetrasiklin bersilat relatif stabil. Dalam larutan, kebanyakan tetrasiklin
sangat labil jadi cepat berkurang potensinya.
Efektivitasnya tinggi terhadap infeksi batang gram-negatif seperti Brucella,
Francisella tularensig Pseudomonas mallei, Pseudomonas pseudomallei, Vibrio
cholerae, Campylobacter fetus, Haemophilus ducreyi dan Calymmatobacterium
granulomatis, Yersinia pests, Pasteurella multocida, Spirillum minor,
Leptotrichia buccalis, Bordetella pertusis, Acinetobacter dan Fusobacterium.
Strain tertentu H. influenzae mungkin sensitif, tetapi E. coli, Klebsiella,
Enterobacter, Proteus indol positif dan Pseudomonas umumnya resisten.
Antibiotik golongan tetrasiklin dibagi menjadi 3 golongan berdasarkan silat
farmakokinetiknya :
1) Tetrasiklin, klortetrasiklin dan oksitetrasiklin. Absorpsi kelompok
13
tetrasiklin ini tidak lengkap dengan masa paruh 6-12 jam.
2) Demetilklortetrasiklin. Absorpsinya lebih baik dan masa paruhnya kira-kira
16 jam sehingga cukup diberikan 150 mg per oral tiap 6 jam.
3) Doksisiklin dan minosiklin. Absorpsinya baik sekali dan masa paruhnya 17-
20 jam. Tetrasiklin golongan ini cukup diberikan 1 atau 2 kali 100 mg sehari.
Farmakokinetik
Absorbsi Diserap dalam saluran cerna, sebagian besar
berlangsung di lambung dan usus halus bagianatas.

Distribusi Dalam plasma semua jenis tetrasiklin terikat oleh


protein plasma dalam jumlah yang bervariasi. Obat
golongan ini ditimbun dalam sistem retikulo
endotelial di hati, limpa dan sumsum tulang, serta di
dentin dan email dari gigi yang belum bererupsi.
Metabolisme Obat golongan ini ditimbun dalam sistem
retikuloendotelial di hati, limpa dan sumsum tulang,
serta di dentin dan email dari gigi yang belum
bererupsi. Serta mengalami sirkulasi enterohepatik,
dan Bila terjadi obstruksi pada
saluran empedu atau gangguan faal hati obat ini akan
mengalami kumulasi dalam darah.
Ekskresi Melalui urin, hati, lumen usus, dan tinja.

Farmakodinamik
Mekanisme Kerja Golongan tetrasiklin menghambat sintesis protein
bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2 proses
dalam masuknya antibiotik ke dalam ribosom bakteri
gram-negatif; pertama yang disebut difusi pasif melalui
kanal hidrofilik, ke dua ialah sistem transport aktif.
Setelah masuk maka antibiotik berikatan dengan
ribosom 30S dan
menghalangi masuknya komplek tRNA-asam amino
pada lokasi asam amino.
Dosis etrasiklin, klortetrasiklin : untuk Dewasa Secara Oral
4 kali 250-500 mg/hari, Parenteral, 300 lM*) mg sehari
yang dibagi dalam 2-3 dosis,
u 250-500 mg lV diulang 2-4 kali sehari. Anak: Oral, 25-
50 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 4 dosis. Parenteral,
untuk pemberian lM 15-25 mg/kg BB/hari sebagai dosis
tunggal atau dibagi dalam 2-3 dosis dan lV 20-30
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-3 dosis.
- Oksitetrasiklin : Untuk Dewasa secara Oral, 4 kali
250-5OO mg/hari, Parenteral, 100 mg lM, diulangi
2-3 sehari 500-1000 mg/hari IV (250 mg bubuk
dilarutkan dalam 100 ml larutan garam faal atau
dekstrosa 5%)
ak: Oral, 25-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam dalam 4

14
dosis, Parenteral, 15-25 mg/kgBB/hari, lM dibagi dalam
2 dosis dan 10-20 mg/kgBB/hari lV dibagi dalam 2 dosis
- Doksisiklin : Untuk Dewasa secara Oral, dosis awal
200 mg, selanjutnya 100-200 mg/hari
ak : Oral, hari pertama 4 mg/kgBB/hari, selanjutnya 2
mg/kgBB/hari, dosis tunggal
Bentuk Sediaan - Tetrasiklin : Tetrasiklin Kapsul/tablet 250 dan
0 mg, Bubuk obat suntik lM 100 dan 200 mg/vial, Bubuk
obat suntik lV 250 dan 500 mg/Vial, Salep kulit 3 %,
Salep/obat tetes mata 1% (tetrasiklin HCI dan tetrasiklin
kompleks fosfat untuk oral tersedia dengan ukuran yang
sama)
- Klortetrasiklin : Kapsul 250 mg, Salep kutit 3 %,
Salep mata 1 %
- Oksitetrasiklin : Kapsul 250 mg dan 500 mg, Larutan
obat suntik lM 250 dan 100 mg/ ampul 2 ml dan 500
mg/vial 10 ml, Bubuk obat suntik lV 250 mg, Salep
kulit 3 %, Salep mata 1 %
- Doksisiklin : Kapsul atau tablet 100 mg, tablet 50
mg Sirup 10 mg/ml
Indikasi - Riketsiosis
- Infeksi Klamidia
- Uretritis Non Spesifik
- Infeksi Mycoplasma Pneumoniae
- Infeksi Venerik
- Akne Vulgaris
- Infeksi Basil
- Infeksi kokus, dll
Kontra Indikasi anita hamil dengan pielonefritis

Efek Samping - Reaksi kepekaan


- Reaksi toksik dan iritatif

- Reaksi yang timbul akibat perubahan biologik.

Resistensi Beberapa spesies kuman, terutama streptokokus bela


hemolitikus, E. coli, Pseudomonas aeruginosa, Str,
pneumoniae, N. gononhoeae, Bacteroides, Shigella
dan S. aureus makin meningkat resistensinya
terhadap tetrasiklin. Resistensi terhadap satu jenis
tetrasiklin biasanya disertai resistensi terhadap
semua tetrasiklin lainnya, kecuali minosiklin pada
resistensi S. aureus dan
doksisiklin pada resistensi B. fragilis.
Toksisitas Reaksi fototoksik dan hepatoksisitas

15
Interaksi Obat Metoksifluoran : dapat menyebabkan nefrotoksik

II.7 KEGAGALAN TERAPI ANTIBIOTIK

Berbagai faktor mungkin bertanggung jawab atas kurangnya respon terhadap


terapi. Pasien yang gagal merespon selama 2 hingga 3 hari memerlukan evaluasiulang
yang menyeluruh. Ada kemungkinan penyakit itu tidak menular atau nonbakterial, atau
ada yang tidak terdeteksi patogen pada infeksi polimikroba. Faktor lainnya termasuk
berhubungan langsung dengan pemilihan obat, pejamu, atau patogen.
Kesalahan laboratorium dalam identifikasi, pengujian kerentanan, atau keduanya
(adanya) efek inokulum atau subpopulasi yang resisten) merupakan penyebab yang
jarang dari kegagalan antimikroba.

 Kegagalan yang Disebabkan oleh Pemilihan Obat

Faktor yang berhubungan langsung dengan pemilihan obat meliputi pemilihan obat
yang tidak tepat atau dosis atau rute pemberian. Malabsorbsi suatu produk obat karena
penyakit gastrointestinal (GI), seperti: sebagai sindrom usus pendek, atau interaksi obat,
seperti asi kompleks fluorokuinolon dengan kation multivalen yang mengakibatkan
berkurangnya penyerapan, dapat menyebabkan serum yang berpotensi subterapeutik
konsentrasi. Eliminasi obat yang dipercepat juga dimungkinkan. Ini dapat terjadi pada
pasien dengan cystic fibrosis atau selama kehamilan, ketika pembersihan yang lebih
cepat atau volume distribusi yang lebih besar dapat mengakibatkan konsentrasi serum
rendah, terutama untuk aminoglikosida. Penyebab umum kegagalan terapi adalah
penetrasi yang buruk ke tempat infeksi. Hal ini terutama berlaku untuk situs seperti SSP,
mata, dan kelenjar prostat. Kegagalan obat juga dapat diakibatkan oleh obat-obatan
yang sangat terikat protein atau yang secara kimiawi tidak aktif di tempat infeksi.

 Kegagalan Disebabkan oleh Faktor Tuan Rumah

Pertahanan pejamu harus dipertimbangkan ketika mengevaluasi pasien yang tidak


berespon terhadap terapi antimikroba. Pasien yang imunosupresi (misalnya,
granulositopenia dari kemoterapi atau AIDS) mungkin berespon buruk terhadap terapi
karena pertahanannya tidak cukup untuk membasmi infeksi meskipun obat tampaknya
cukup rejimen. Contoh yang baik adalah respon infeksi yang buruk pada pasien
granulositopenik yang terlihat saat jumlah WBC mereka tetap rendah selama terapi.
Ini kontras dengan yang jauh lebih baik respon ketika jumlah granulosit meningkat
selama terapi.

 Kegagalan yang Disebabkan oleh Mikroorganisme


Faktor yang berhubungan dengan patogen termasuk pengembangan obat resistensi
selama terapi. Resistensi primer mengacu pada intrinsic resistensi patogen penyebab
infeksi. Beberapa infeksi lebih mungkin mengakibatkan resistensi obat karena obat
16
tidak dapat diaksesnya (misalnya, pneumonia, endokarditis, infeksi kulit dan jaringan
lunak perut dan dalam). Hal tersebut menjadi semakin jelas bahwa meskipun
pengembangan dan pengenalan baru agen antimikroba, resistensi bakteri terus
meningkat baik di dalam maupun di seluruh genera bakteri yang berbeda. Organisme di
mana resistensi telah meningkat paling dramatis termasuk enterococci, pneumococci,
dan Mycobacterium tuberculosis. Enterococci telah diisolasi dengan pola resistensi
ganda.
Mereka mungkin resisten terhadap B-laktam (berdasarkan produksi B -laktamase,
protein pengikat penisilin yang diubah [PBP], atau keduanya), vankomicin (melalui
perubahan dalam sintesis peptidoglikan), dan tingkat tinggi aminoglikosida (melalui
degradasi enzimatik). Pneumokokus yang resisten terhadap penisilin, sefalosporin
tertentu, dan makrolida semakin umum. Organisme ini umumnya rentan terhadap
vankomisin, fluoroquinolones baru, dan cefo taxime atau ceftriaxone. M. tuberculosis
resisten terhadap satu atau lebih agen antituberkular lini pertama (misalnya, isoniazid,
rifampisin, etambutol, streptomisin, dan pirazinamid) telah meningkat frekuensinya
sebagai baik. Ini telah diamati terutama pada populasi penjara narapidana dan penderita
AIDS

17
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Farmakoterapi antimikroba yang tepat untuk infeksi penyakit tertentu
membutuhkan pengetahuan tentang patogen yang menginfeksi, karakteristik inang,
dan aktivitas obat yang diharapkan terhadap patogen. Kerentanan organisme terhadap
antimikroba yang diberikan adalah kunci untuk menentukan hasil dari terapi pasien.
Tes yang umum digunakan:
1. Hitung dan Diferensial Sel Darah Putih: Kisaran normal WBC adalah 4.500
hingga 10.000 sel/mm3. Sel darah putih biasanya meningkat sebagai respons untuk
infeksi.
2.Tes lainnya: Aktivasi komplemen, seperti C3a dan C5a, memulai peradangan dan
memicu kaskade perubahan dan pelepasan mediator berikutnya, yang semuanya dapat
diukur dan dipantau.

Patogen adalah organisme yang mampu merusak jaringan inang dan yang
menimbulkan respons dan gejala pejamu spesifik yang konsisten dengan proses infeksi.
Organisme ini dipindahkan dari pasien ke pasien, vektor ke pasien (binatang,serangga,
dan sebagainya), lingkungan ke pasien (misalnya, pengaturan rumah sakit) atau berasal
dari flora pasien itu sendiri. Organisme yang merupakan flora normal dapat menjadi
patogen ketika pertahanan pejamu terganggu atau jika mereka berpindah ke tempat
tubuh lain selama trauma
Pemilihan awal terapi antimikroba hampir selalu empiris, yang merupakan
inisiasi antimikroba kadang-kadang sebelum dokumentasi adanya infeksi dan sebelum
organisme penyebab diidentifikasi. Kegagalan terapi antibiotik adalah: kegagalan yang
disebabkan oleh pemilihan obat, kegagalan disebabkan oleh faktor tuan rumah,
kegagalan yang disebabkan oleh mikroorganisme

III.2 Saran
Kami sebagai penyusun dan penulis menyadari bahwa makalah ini ada kesalahan
dan jauh dari kesempurnaan. Tentunya kami akan memperbaiki makalah dengan
mengacu pada sumber yang lebih akurat.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini.

18
DAFTAR PUSTAKA

Dipiro.JT., 2009, Pharmacoterapy Handbook 7th edition, Mc Graw Hill, York.

19
KASUS
FARMAKOTERAPI III

DOSEN PENGAMPU :
apt. Helmice Afriyeni, M.Farm

DISUSUN OLEH :
Kelompok 1

1. ALIF SHAUMI MAHARANI 19160031


2. FITRI TUGMMAFIRA 19160038

PROGRAM STUDI FARMASI


UNIVERSITAS DHARMA ANDALAS
PADANG
2022
1. Tuan Robert seorang pria berumur 40 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan sakit
kepala yang tidak tertahankan dan nyeri pada semua otot, selain itu terdapat lepuhan atau lesi
pada organ genital dan dia mengaku sudah 3 hari frekuensi buang air kecil berkurang .Tuan
Robert memiliki kebiasaan berganti partner sexual dan suka mengkonsumsi minuman alcohol,
dia memiliki riwayat pengobatan yang menunjukkan alergi berat dengan obat golongan
penisilin. Hasil pemeriksaan serum darah menunjukkan positif bakteri Treponema pallidum.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil :

TD : 160/90
Billirubin : 50.08µmol/lt
AST : 50,01 IU/lt
ALT : 67 IU/lt
CrCl : 45 ml/min/1.73m2
GFR : 50 ml/min /1.73m2

Dokter meresepkan obat :


Losartan 50 mg 1x sehari
Tetrasiklin 500 mg 4xsehari, cefriaxon inj 1gv
Vitamin C 120 mg 1xsehari antioksidan
Furosemid 40 mg 1xsehari

Analisa Kasus di atasdengan metoda SOAP

A. SUBJEKTIF

Nama : tuan Robert


Umur : 40 tahun
Keluhan :Sakit kepala yang tidak tertahankan dan nyeri pada semua otot,
selain itu terdapat lepuhan atau lesi pada organ genital dan sudah 3 hari frekuensi buang air
kecil berkurang.
Riwayat social : Tuan Robert memiliki kebiasaan berganti partner sexual dan
suka mengkonsumsi minuman alcohol
Riwayat pengobatan :Dia memiliki riwaya tpengobatan yang menunjukkan alergi berat
dengan obat golongan penisilin.

B. OBJEKTIF
 Dokter meresepkan obat :
Losartan 50 mg 1x sehari
Tetrasiklin 500 mg 4xsehari
Vitamin C 120 mg 1xsehari
Furosemid 40 mg 1xsehari
 Hasil pemeriksaan labor :
Pemeriksaan Hasil keterangan Nilai normal

TD 160/90 Tinggi 120/80 mm/hg

Billirubin 50.08µmol/lt Tinggi 1,71 - 20,5 µmol/lt

AST 50,01 IU/lt Tinggi 5-35 µ/L

ALT 67 IU/lt Tinggi 5-35 µ/L

CrCl 45 ml/min/1.73m2 Rendah >80


ml/min/1.73m2

GFR 50 ml/min /1.73m2 Rendah <90 ml/min/1.73m2

Pemeriksaan serum Positif bakteri Treponema


pallidum

C. ASSESMENT
Tuan Robert seorang pria berumur 40 tahun datang kerumah sakit dan dilakukan
pemeriksaan fisik dan labor .Dari data subjektif dan objektif didapatkan diagnosis bahwa pasien
terkena hipertensi,gangguan ginjal dan penyakit sifilis yang disebababkan oleh bakteri
Treponema pallidum. Diagnosis ini didukung dengan pemeriksaan serum adanya positif bakteri
Treponema pallidum. Sifilis biasanya didapat melalui kontak seksual dengan selaput lendir yang
terinfeksi atau lesi kulit, meskipun pada kesempatan yang jarang dapat diperoleh dengan cara
nonseksual. kontak langsung, inokulasi yang tidak disengaja, atau transfusi darah.
Dari data labor terlihat bahwa nilai AST (Aspartate transmirase) dan ALT (Alanine
transmirase) dan bilirubin menunjukan hasil yang tinggi ini menunjukan bahwa terjadi
kerusakan hati. Kerusakan hati tuan Robert bisa disebabkan oleh kehidupan yang suka
mengkonsumsi minuman alcohol dan akibat infeksi bakteri Treponema pallidum.
Dari hasil pemeriksaan GFR tuan Robert juga menunjukan terjadinya penurunan
fungsi ginjal. Penurunan ini bisa diseabkan karena kebiasaan tuan Robert mngkonsumsi alcohol
dan juga infeksi bakteri Treponema pallidum tersebut. Kemungkinan terjadinya kerusakan-
kerusakan pada organ-organ tubuh tuan Robert menunjukan bahwa tingkatan sifilistuan Robert
memasuki tingkatan tersier dimana bakteri Treponema pallidum telah menyebar ke organ-organ
dan menyebabkan infeksi pada organ yang menyebabkan terjadinya kerusakan sel organ dan
menurunkan fungsi organ. Pada data labor didapatkan tingginya kadar bilirubin hal ini
dikarenakan terjadinya kerusakan pada hati atau liver sehingga menyebabkan tingginya kadar
bilirubin bisa meningkat.
Tuan Robert mengalami keluhan rasa sakit kepala yang tidak tertahankan ini bisa
disebabkan karena terjadinya neurosifilis atau gejala dari penyakit sifilis .Infeksi pada system
sara pusat yang disebabkan invasis awar darah otak oleh Treponemapallidum. Munculnya
lepuhana tau lesi pada organ genital disebabkan karna reaksi dari bakteri yang menepel pada
organ genital. Dan diamengaku sudah 3 hari frekuensi buang air kecil berkurang hal ini
disebabkan karna ginjal terganggu .
Kemudian dokter meresepkan obat Losartan 50 mg 1x sehari Tetrasiklin 500 mg
4xsehari Vitamin C 120 mg 1xsehari Furosemid 40 mg 1xsehari. Untuk penggunaan obat pada
pasien alergi dengan golongan penisilin sebaiknya diberikan tetrasiklin 500 mg per oral 4x
sehari selama 14 hari dan ceftriaxone 1 g secra IM atau IV setiap hari selama 8-10 hari sebagai
terapi lini pertama pada penyakit sifilis dan obat tambahan seperti furosemid untuk pengobatan
tekanan darah tinggi dan mengobati penyakit ginjal serta vitamin c untuk meningkatkan
imunitas tubuh.

D. PLANT

Terapi farmakologi
a) Tetrasiklin
 Dosis : 500 4x sehari
 Alas pengunaan :terapi lini pertama Sifilis untuk pasien yang alergi terhadap
obat golongan penisilin
 Indikasi : antibiotic untuk mengobati infeksi bakteri
 Efek samping : muntah,diare,sakit kepala
 Kontraindikasi : Tetrasiklin tidak boleh diberikan pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal karena dapat menyebabkan eksaserbasi penyakit ginjal

b) Ceftriaxone
 Dosis : 500 mg IV, sekalipemberi
 AlasanPenggunaan : Lini terapi pertama sifilis dengan kombinasi
tetrasilin
 Indikasi : untuk mengatasi infeksi bakteri gram negatif maupun
gram positif
 Efek samping :Mual dan muntah,sakit kepala,reaksi alergi
 Kontraindikasi : Penggunaan harus hati-hati pada pasien dengan riwayat
alergi penicillin karena bisa terjadi reaksi silang
c) Furosemid
 AlasanPenggunaan : Terapi hipertensi, untuk kombinasi dengan
losartan, serta untuk meningkatkan frekuensi keluaran urin
 Dosis : 40 mg, 1x sehar
 KontraIndikasi : Hipovolemia, Hiponatremia,
 EfekSamping : Hipotensi, hiperglisemia, peningkatan LDL
Kolesterol dan menurunkan HDL
 Interaksi : dengan obat golongan aminoglikosida dan cisplatin dapat
meningkatkan toksisitas, hiperglisemia, peningkatan LDL Kolesterol dan
menurunkan HDL
d) Vitamin C
 AlasanPenggunaan : sebagai suplemen, meningkatkan imunitas tubuh
 Dosis : 120 mgsecara oral, 1x sehari
KASUS
FARMAKOTERAPI III

DOSEN PENGAMPU :
apt. Helmice Afriyeni, M.Farm

DISUSUN OLEH :
Kelompok 1

1. ALIF SHAUMI MAHARANI 19160031


2. FITRI TUGMMAFIRA 19160038

PROGRAM STUDI FARMASI


UNIVERSITAS DHARMA ANDALAS
PADANG
2022
KASUS
Rani ( 28 tahun) seorang pegawai di sebuah Perusahaan berskala nasional pergi
mengikuti acara peresmian kantor cabang di propinsi X. Sepulang dari acara tersebut, kulit muka
bagian kanan rasa terbakar dan gatal, beberapa hari kemudian terlihat bekas hitam pada muka
dan mulai menyebar pada keningnya dan Rani juga merasa demam. Keluhan Rani yang lain
adalah keputihan yang semakin parah, sebelumnya dia tidak terganggu dengan keputihan
tersebut, tetapi sudah seminggu ini rani merasa perih dan gatal serta nyeri pada saat buang air
kecil. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan rani terinveksi virus herpes dan Candida
albicans.
METODE SOAP :
1. SUBJEKTIF

a. Nama : Ny. Rani


b. Umur : 28 th
c. Jenis kelamin : perempuan

d. Keluhan utama : kulit muka bagian kanan rasa terbakar dan gatal, beberapa hari
kemudian terlihat bekas hitam pada muka dan mulai menyebar
pada keningnya dan Rani juga merasa demam.
e. Keluhan lainnya : keputihan yang semakin parah, sebelumnya dia tidak terganggu
dengan keputihan tersebut, tetapi sudah seminggu ini rani merasa
perih dan gatal serta nyeri pada saat buang air kecil.
f. Riwayat sosial :-
g. Riwayat alergi :-

2. OBJEKTIF

a. Resep yang diberikan dokter : -


b. Hasil pemeriksaan fisik :
c. Hasil pemeriksaan laboratorium :
@ + terinveksi virus herpes dan Candida albicans

3. ASSESSMENT

Berdasarkan data pasien yang telah diketahui nyonya Rani 28 tahun menderita
penyakit herpes genitalia dan candidiasis. Herpes genital adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus herpes simpleks. Risiko kondisi ini bisa meningkat
berlipat ganda apabila Anda hobi bergonta-ganti pasangan seksual. Penyakit ini
sangat menular, bahkan jika penderita menyentuh luka dan memaparkannya ke
bagian tubuh lain.
Tanda dan gejala dari penyakit herpes genital ini, antara lain:
•Muncul gelembung kecil berisi cairan berwarna •kemerahan
•Terasa nyeri dan gatal
•Seperti ada sensasi terbakar
•Adanya pembesaran kelenjar getah bening
•Keluarnya cairan pada vagina
•Demam
•Sakit kepala
•Nyeri otot
Orang yang mengalami herpes ini juga dapat mengalami luka pada berbagai
bagian tubuh, termasuk bokong, paha, anus, mulut, hingga saluran kencing.
Pada wanita, herpes genital paling sering menyebabkan luka di sekitar vagina
dan serviksnya.

Candidiasis merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur Candida. Jamur


tersebut sebenarnya memang biasa hidup dalam jumlah kecil di dalam tubuh
(seperti area mulut, tenggorokan, dan vagina) tanpa memberikan masalah.
Namun, ketika ada kondisi yang memicu, jamur dapat berkembang biak dan
tumbuh tak terkendali sehingga menyebabkan infeksi candidiasis.
Candidiasis di vagina sering disebut dengan infeksi jamur pada vagina dan
kandidiasis vagina.
Infeksi ini memiliki beberapa gejala, seperti:
•Muncul rasa gatal berlebihan pada vagina
•Muncul pembengkakan dan kemerahan pada vagina serta vulva
•Terasa nyeri dan sensasi terbakar, terutama saat buang air kecil
•Rasa tidak nyaman saat berhubungan intim
•Keputihan kental berwarna putih kusam
Diperkirakan, hampir 3 dari 4 wanita pernah mengalami infeksi ini. Pemicunya,
bisa karena sedang hamil, diabetes, memakai pelumas yang tidak cocok,
menggunakan spermisida (alat kontrasepsi untuk membunuh sperma), dan saat
sistem kekebalan tubuh melemah.

Untuk mengurangi resiko penyakit Herpes Genitalia dan Candidiasis:

• Untuk mencegah herpes genital, satu-satunya cara adalah dengan tidak


melakukan hubungan seksual (vagina, anal, atau seks oral). Jika Anda aktif
secara seksual, penting untuk menggunakan kondom setiap kali berhubungan
intim.
• Untuk menurunkan risiko terkena candidiasis, gunakan celana dalam
berbahan katun dan tidak terlalu ketat. Hindari juga douching (memasukkan
cairan pembersih ke dalam vagina), menggunakan produk-produk kewanitaan
yang berpewangi, dan mengonsumsi antibiotik sembarangan.

4. PLAN
A. TERAPI FARMAKOLOGI
Asiklover(400 mg, sebanyak 3 kali sehari), selama 5–10 hari.
Metrodinazole ( 500 mg, sebanyak 2 kali sehari (selama 7 hari).

B. TERAPI NON FARMAKOLOGI


Terapi non-farmakologis meliputi perawatan lesi kulit yang terimbas. Area yang
mengalami herpes dijaga agar tetap bersih. Mandi dibatasi, dan area yang
terkena dibersihkan dengan sabun dan air. Kompres dingin dan cairan anti-
gatal seperti calamine lotion, juga dapat mengurangi nyeri.

Anda mungkin juga menyukai