Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH JURNAL FARMAKOLOGI

(ANTIBIOTIK)

KELOMPOK 1
DIVA SHABRINA SALSABILA (22031048)
WULAN NUR AFRIANI (22031056)
HANI WARDANA (22031072)
NUR KHOLIDIA (22031064)

KELAS B ANGKATAN 2022


UNIVERSITAS HANGTUAH PEKANBARU
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembautan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya
untuk masyarakat ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap
pembaca.
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Antibiotik merupakan obat yang berfungsi untuk mencegah dan mengobati infeksi
yang disebabkan oleh bakteri. Sebagai salah satu jenis obat umum, antibiotik
banyak beredar di masyarakat. Hanya saja, penggunaan antibiotik yang tidak tepat
menimbulkan beragam masalah. Hal ini merupakan ancaman global bagi kesehatan
terutama dalam hal resistensi antibiotik. Resistensi antibiotik terjadi karena
penggunaan yang meluas dan tidak rasional, beberapa faktor yang mendukung
terjadinya resistensi adalah penggunaannya yang terlalu singkat, dosis yang terlalu
rendah, diagnosis awal yang salah, indikasi yang kurang tepat, misalnya infeksi
virus, dan penggunaan antibiotik tanpa resep.
Menurut World Health Organization (WHO) pembelian antibiotik tanpa resep 64%
terjadi di negara yang berada di Asia Tenggara. Penggunaan antibiotik tanpa resep
terjadi di beberapa negara, seperti di Korea Selatan perilaku penggunaan antibiotik
tanpa resep dipengaruhi oleh umur dan pengetahuan konsumen tentang antibiotik.
Pada responden berumur 18-39 tahun pengetahuan tentang penggunaan antibiotik
lebih rendah dari responden berumur 40-59 tahun, dan responden yang telah lulus
perguruan tinggi 2,39 kali lebih mengerti tentang penggunaan antibiotik.
Survei di Palestina menunjukkan penggunaan antibiotik tanpa serep dipengaruhi
oleh faktor ekonomi. Dimana masyarakat yang memiliki tingkat perekonomian
menengah keatas sikap dan perilaku penggunaan antibiotik juga lebih baik. Dari
beberapa survei yang dilakukan alasan masyarakat membeli antibiotik tanpa resep
antara lain, 87,45% karena sudah pernah menggunakan antibiotik sebelumnya dan
sisanya 12,55% karena alasan lainnya. Pada penelitian yang lain didapati bahwa
89,89% masyarakat beranggapan bila menderita penyakit yang sama maka
penggunaan antibiotik berulang dapat dilakukan.
Sedangkan penelitian yang dilakukan di kota Kendari didapati 75,26% masyarakat
membeli antibiotik tanpa resep karena pengobatan sebelumnya memberikan hasil
yang baik. Dan pada penelitian 1 yang dilakuakan pada ibu-ibu didapati alasan
penggunaan antibiotik tanpa resep antara lain 37,28% mengetahui jenis antibiotik
yang digunakan, 23,15% karena biaya yang murah, 11,98% menggunakan obat
sisa dari pengobatan dokter sebelumnya, 24,34% disarankan oleh teman/keluarga
dan 3,25% karena tidak tahu. Di Indonesia 86,10% masyarakat mendapatkan
antibiotik tanpa resep. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Yusuf Sholihan
tahun 2015 di Kecamatan Jebres Kota Surakarta dari 276 responden, terdapat
64,86% pernah membeli antibiotik tanpa resep. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat 36,96% memiliki tingkat pengetahuan yang rendah, 43,48%
memiliki tingkat pengetahuan sedang dan 19,57% memiliki tingkat pengetahuan
yang tinggi tentang antibiotik.
Penelitian Fatmawati dan Irma tahun 2014 yang dilakukan pada mahasiswa
kesehatan dan non kesehatan di Universitas Muhammadiyah Surakarta
menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap dan perilaku responden baik dan cukup
dalam hal penggunaan antibiotik.10 Pada penelitian yang dilakukan oleh
Theodorus Garry Putra Gan, tahun 2017, pada mahasiswa Universitas Respati
Yogyakarta didapati hasil semakin tinggi pengetahuan seseorang terkait antibiotik
maka semakin baik sikap dan tindakan untuk tidak menggunakan antibiotik tanpa
resep.
Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasnal Laily Yarzadkk,tahun
2015, dimana didapati hasil tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat
pengetahuan dengan penggunaan antibiotik tanpa resep.11,12 Mahasiswa/i
merupakan salah satu komponen masyarakat yang memiliki pengetahuan tinggi
yang diharapkan dapat memiliki pengetahuan yang baik tentang antibiotik dan
dapat mengedukasi keluarga, teman dan masyarakat untuk tidak menggunakan
antibiotik tanpa resep. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti hubungan
tingkat pengetahuan tentang antibiotik dengan sikap dan tindakan penggunaan
antibiotik tanpa resep pada mahasiswa/i keperawatan Universitas Hangtuah
Pekanbaru.

1.2 Rumusan masalah


Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan tentang antibiotik dengan sikap dan
tindakan penggunaan antibiotik tanpa resep pada mahasiswa/i Universitas
Hangtuah Pekanbaru?
BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi antibiotik
Antibiotik merupakan salah satu obat ampuh bagi masyarakat untuk mengatasi
berbagai penyakit. Antibiotik merupakan obat yang paling sering digunakan
untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Berbagai macam studi
menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotik digunakan secara tidak tepat,
contohnya untuk penyakit-penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan
antibiotik. (Hadi, 2009).
Antibiotik merupakan sebuah substansi kimia yang bisa kita dapatkan dari
macam-macam spesies mikroorganisme yang mempunyai kemampuan untuk
menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya. Antibiotik terdapat banyak
di alam yang memiliki peranan penting dalam mengatur populasi mikroba
dalam air, tanah, kompos, dan limbah.
Antibiotik memiliki susunan kimia dengan cara kerja yang berbeda, maka daro
itu antibiotik mempunyai kuman standar tertentu. Dari berbagai jenis antibiotik
yang telah ditemukan, hanya beberapa saja yang tidak toksik untuk dipakai
dalam pengobatan.

2. Sejarah antibiotik
Sejarah antibiotik dimulai sejak dahulu kala. Dimulai dari peradaban Yunani
dan Aztec dimana digunakannya filix max atau pakis pria dan minyak
chenopodi sebagai obat cacing. Dan masih banyak pengobatan-pengobatan
tradisional yang menggunakan fitroterapi dengan cara coba-coba. Tetapi, pada
abad ke 16 diterapkan pengobatan sifilis pertama menggunakan air raksa (Tjay
& Raharja, 2008).
Meskipun demikian, penemuan antibiotik pertama baru terjadi pada tahun 1910
dimana Paul Erlich menemukan antibiotik untuk infeksi mikroba yang disebut
sebagai magic bullet. Antibiotik pertama itu merupakan salvarsan untuk
melawan sipilis. Penemuan brilian itu kemudian diteruskan oleh Alexander
Fleming pada tahun 1928 yang menemukan penisilin. Kemudian, Gerhard
Domagk menjadi pembuka jalan bgi penemuan obat anti TB. Tahun 1943, anti
TB pertama yaitu streptomycin ditemukan oleh Wakzman dan Schatz. Sesudah
itu, antibiotik semakin dikenal (Utami, 2011).
Antibiotik awalnya berasal dari bakteri yang telah dilemahkan. Bakteri tersebut
kemudian dapat membunuh bakteri lain yang ada dalam tubuh makhluk hidup.
Mikroba terutama jamur adalah penghasil antibiotik yang dapat menghambat
atau membunuh pertumbuhan dari mikroba lain (Nastiti,2011).
Namun, bakteri kian resisten terhadap antibiotik seiring dengan berjalannya
waktu. Sekitar tahun 1950 muncul jenis bakteri baru yang tidak dapat dilawan
oleh penisilin. Tapi berkat inovasi dari para ilmuwan antibiotik baru semakin
banyak ditemukan. Tetapi pada akhir 1960, kurangnya penemuan membuat
dunia khawatir akan semakin banyaknya bakteri yang resisten terhadap
antibiotik. Hingga pada tahun 1999 ilmuan berhasil mengembangkan antibiotik
baru namun sedikit terlambat karena sudah banyak bakteri yang resisten
(Borong, 2012).

3. Klasifikasi Antibiotik
Antibiotik bisa diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu:
>Merusak bagian dinding sel bakteri, antara lain beta-laktam (penisilin,
sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor beta-laktamase), basitrasin,
dan vankomisin.
>Menghambat sintesis protein antara lain, aminoglikosid, kloramfenikol,
tetrasiklin, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin), klindamisin,
mupirosin, dan spektinomisin.
>Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat antara lain,
trimetoprim dan sulfonamid.
>Mempengaruhi metabolisme asam nukleat antara lain, kuinolon, nitrofurantoin
4. Penggolongan Antibiotik berdasarkan daya kerjanya, yaitu:

1. Bakterisid
Antibiotika yang bekerja secara aktif untuk membasmi kuman, seperti
sefalosporin, penisilin, aminoglikosida (dosis besar), kotrimoksazol ,
rifampisin, polipeptida, isoniazid dan masih banyak lagi.
2. Bakteriostatik
Merupakan antibiotik yang tidak bisa memusnahkan kuman, antibiotika
bakteriostika ini hanya dapat menghambat atau mencegah pertumbuhan kuman,
sehingga pembasmian kuman hanya tergantung pada daya tahan tubuh.
Sulfonamida, linkomisin, tetrasiklin, eritromisin, kloramfenikol, trimetropim,
makrolida, asam paraaminosalisilat, dan klindamisin termasuk ke dalam
golongan ini (Kemenkes, 2011).

Pertumbuhan bakteri biasanya dipengaruhi oleh berbagai jenis zat kimia dalam
lingkungan, karena pengaruh zat kimia, maka biasanya bakteri akan seperti
bergerak menuju atau bahkan menjauhi zat kimia tersebut. Hal tersebut terjadi
apabila bakteri-bakteri tersebut tertarik dan bergerak mengarah pada zat kimia atau
biasa disebut chemotaxis positif. Dan apabila sebaliknya, maka biasanya disebut
dengan chemotaxis negatif. Apabila terdapat bakteri yang tidak bergerak biasanya
disebut chemotropis (Zang, 2007).

5. Daya kerja antibiotic

Daya kerja antibiotik dikategorikan ke dalam 4 cara, yaitu:


1. Hambatan sintesis dinding sel
Obat antibiotik dapat menghambat sintesis dinding sel dari mikroba,
terutama bagi bakteri sefalosporin, basitrasin, penisilin, ristoferin, dan
vankomisin.
2. Hambatan fungsi selaput sel
Salah satu contohnya yaitu amfoterisin B, kolistin, nistatin, polimiskin.
3. Hambatan sintesis protein
Hambatan sintesis protein diantaranya yaitu,
>Eythromisin
>Khlorampenikol
>Linkomisin
>Tetrasiklin
>Neomisin
>Streptomisin
>Netilmisin
>Tobramisi
>Makrolida
>Klindasimin
>Mupirosin
>Spektinomisin

4. Hambatan sintesis asam nukleat


Antibiotik yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah asam nalidiksat,
rifampin, trimetoprin, sulfonamid, primetamin, dan novobiosin (Murray,
1995).
5. Hambatan enzim esensial dalam metabolisme folat
Beberapa antibiotik yang dapat digolongkan sebagai enzim yang bekerja
sebagai penghambat enzim esensial dalam metabolisme folat adalah sebagai
berikut :
7. Resistensi Antibiotik

Kemudian, antibiotik dapat menjadi resisten dengan ciri antibiotik


tersebut tidak terhambat pertumbuhannya ketika diberikan antibiotik
secara sistemik dalam dosisi normal yang semestinya dapat menghambat
pertumbuhan bakteri itu. Sedangkan, ada suatu fenomena yang disebut
dengan multiple drugs resistance yang merupakan kondisi ketika
seseorang resisten terhadap dua atau lebih obat maupun klasifikasi obat.
Lalu ada pula cross resistance yang merupakan resistensi suatu obat yang
diikuti dengan obat lain meskipun tidak berhubungan (Tripathi, 2003).

Penyebab dari resistensi antibiotik ini terjadi karena penggunaannya yang


berlenihan dan irasional. Bahkan, 40% dari penggunaan antibiotik ini
dipakai untuk hal yang kurang tepat seperti infeksi virus.

Selain itu, berikut beberapa faktor yang membuat resistensi itu terjadi :
1.Penggunaan yang kurang tepat
2.Berbagai faktor yang berhubungan dengan pasien
3.Peresepan dalam jumlah besar yang tidak terlalu penting
4.Penggunaan monoterapi daripada menggunakan terapi kombinasi
5.Perilaku hidup kurang sehat
6.Adanya infeksi endemic atau pun epidemic
7.Promosi besar-besaran yang menimbulkan salah persepsi di kalangan orang
awam
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Antibiotik memiliki susunan kimia dengan cara kerja yang berbeda, maka daro itu
antibiotik mempunyai kuman standar tertentu. Dari berbagai jenis antibiotik yang
telah ditemukan, hanya beberapa saja yang tidak toksik untuk dipakai dalam
pengobatan.

Antibiotik diklasifikasi mekanisme kerjanya, yaitu:


>Merusak bagian dinding sel bakteri, antara lain beta-laktam (penisilin,
sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor beta-laktamase), basitrasin, dan
vankomisin.
>Menghambat sintesis protein antara lain, aminoglikosid, kloramfenikol,
tetrasiklin, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin), klindamisin,
mupirosin, dan spektinomisin.
>Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat antara lain,
trimetoprim dan sulfonamid.
>Mempengaruhi metabolisme asam nukleat antara lain, kuinolon, nitrofurantoin

Maka dari penggunaan obat tidak bisa asal pakai, harus mengikuti prosedur
yang sudah di tetapkan

TERIMA KASIH
DAFTAR PUSTAKA

Borong, Meyta. F. 2012. Kerasionalan Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Rawat


Inap Anak Rumah Sakit M.M Dunda Limboto Tahun 2011. Laporan Hasil Karya
Tulis Ilmiah. Program Studi D-III Farmasi Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan
Keolahragaan Universitas Negeri GorontaloG
Hadi , U. 2009, Resistensi Antibiotik, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,Edisi V,
Jilid III, Interna Publishing, Jakarta.
Kemenkes RII. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2406/ Menkes/ Per/
XII/ 2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Jakarta : Kemenkes RI
Nasititi, F. H.L. 2011. Pola Peresepan dan Kerasionalan Penggunaan Antimikroba
pada Pasien Balita di Puskesmas Kecamatan Jatinegara. Skripsi. Program Studi
Ekstensi Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia. Depok.
Murray , R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W.2009. Biokimia harper (27 ed.).
Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Tjay dan Rahardja. 2008. Obat Obat Penting. Jakarta : PT Elex Media
Komputindo.
Tripathi, K.D. 2003. Essentials of Medical Pharmacology. New Delhi : Jaypee
Brothers Medical Publisher
Utami, E. R., 2012. Sntibiotika, Resistensi, dan Rasionalitas Terapi. Jurnal Saintis,
Volume I, Nomor 1, 125-135.
Zang , Y. 2007. Mechanisms of antibiotic resistance in the microbial world. USA :
Baltimore

Anda mungkin juga menyukai