Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Penggunaan antibiotik dalam pengobatan sendiri menjadi masalah

kesehatan yang penting saat ini dikarenakan penggunaan antibiotik dilakukan

secara tidak rasional, seperti antibiotik digunakan untuk infeksi non-bakteri atau

tidak diminum sampai habis sehingga resistensi bakteri terhadap antibiotik pun

dapat terjadi. Meningkatnya resistensi antibiotik menyebabkan semakin

sempitnya jenis antibiotik yang dapat digunakan. Hal ini menjadi masalah

kesehatan global, terutama bagi negara berkembang dimana kejadiannya lebih

tinggi dibanding negara maju (WHO, 2016).

Pengobatan sendiri dengan antibiotika, tidak hanya terjadi di negara-

negara sedang berkembang, tetapi juga di negara-negara maju. Menurut Wold

Health Organization (WHO, 2010) di Negara-negara Eropa seperti Romania,

dan Lithuania, ditemukan prevalensi yang tinggi pada pengobatan sendiri dengan

antibiotika. Dibeberapa tempat Persentase pengobatan sendiri dengan antibiotika

yang ditemukan di India (18%), Sudan (48%), dan Jordan (40%). Adapun

penelitian yang dilakukan di Brazil menunjukkan bahwa 74% dari 107 apotek

yang telah dikunjungi, termasuk 88% apotek, yang didaftar oleh Municipal

Health Secretary, menjual antibiotika tanpa resep dokter. (Volpato, 2005).

Berdasarkan Survei Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI, 2014) di Indonesia per

100.000 penduduk 13,1% menggunakan antibiotik untuk pengobatan sendiri

dalam kurun waktu 1 bulan. Amoksisilin menjadi antibiotik yang paling banyak

1
2

digunakan dalam swamedikasi untuk mengatasi gejala common cold, seperti

batuk, radang tenggorokan, sakit kepala, dan gejala- gejala lainnya dengan waktu

penggunaan kurang dari 5 hari. Alasan responden menggunakan antibiotik dalam

pengobatan sendiri antara lain adalah karena penggunaan antibiotik sebelumnya

yang sudah terbukti berkhasiat menyembuhkan, menghemat waktu dan uang

untuk pergi ke dokter, maupun karena adanya kecenderungan dari dokter untuk

selalu meresepkan antibiotik yang sama. Sedangkan data di Jawa Timur

pengguna antibiotik juga tinggi. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Provinsi

Jawa Timur (2016), didapatkan 21% per 100.000 penduduk

menggunakan/mengkonsumsi antibiotik ketika sakit. Data tertinggi didapatkan di

Kabupaten Probolinggo, Situbondo dan 4 Kabupaten di Madura (Bangkalan,

Sampang, Pamekasan dan Sumenep). Sedangkan data di Kabupaten Pamekasan

berdasarkan studi pendahuluan yang didapat di Dinas Kesehatan Pamekasan

(2017), didapatkan data sebanyak 30% penduduk Pamekasan pernah

menggunakan antibiotik tanpa resep dokter untuk pengobatan sendiri.

Berdasarkan studi pendahuluan yang didapat di Puskesmas

……………..Kecamatan ……………… didapatkan hamper seluruh orang yang

berobat di Puskesmas pernah menggunakan antibiotik yang melanjutkan

pengobatan dari dokter dengan membeli sendiri ke apotik. Berdasarkan studi

pendahuluan pada 10 orang di Desa Proppo Kecamatan Proppo Kabupaten

Pamekasan didapatkan seluruh responden (100%) pernah membeli dan memakai

obat antibiotik. Seluruh responden mengatakan kalau sakit pilek, panas sembuh

dengan minum obat amoxicillin yang dibeli di warung, took ataupun apotik.

Kesehatan adalah suatu keadaan sempurna secara fisik, mental, spiritual


3

maupun sosial (WHO, 2016). Seseorang yang berada dalam kondisi sehat

memungkinkan untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Salah satu

upaya untuk mewujudkan keadaan sehat dari sakit adalah dengan melakukan

pengobatan. Upaya masyarakat untuk mengobati dirinya sendiri dikenal dengan

istilah swamedikasi. Pengobatan sendiri (swamedikasi) adalah pemilihan dan

penggunaan obat oleh seseorang untuk mengatasi penyakit maupun gejala tanpa

menggunakan resep dokter (WHO, 2016). Salah satu jenis obat yang sering

digunakan oleh masyarakat dalam swamedikasi adalah antibiotik. Pemahaman

masyarakat akan penggunaan antibiotik dengan resep pun sering tidak tepat.

Antibiotik tidak diminum sampai habis sesuai dengan yang sudah diberikan oleh

dokter. Kadang pasien beranggapan apabila kondisi kesehatannya sudah pulih

maka antibiotik tidak perlu dilanjutkan lagi penggunaannya. Hal seperti ini juga

dapat menyebabkan resistensi antibiotik semakin luas terjadi (Anonim,

2001).Minimnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat akan penggunaan

antibiotik menjadi penyebab terjadinya penggunaan antibiotika yang tidak

rasional. Tugas apoteker adalah memberikan edukasi yang berkaitan dengan

penggunaan antibiotik agar masyarakat dapat sepenuhnya memahami dan

mengetahui penggunaan antibiotik yang rasional.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sangat mengkhawatirkan tingginya

peningkatan jumlah resistensi bakteri di semua wilayah di dunia. Oleh karena itu,

untuk menciptakan koordinasi global, WHO mengeluarkan Global Strategy for

Containment of Antimicrobial Resistance (Strategi global untuk menahan

peningkatan resistensi antimikroba), yaitu dokumen yang ditujukan kepada para

pembuat kebijakan agar mendesak pemerintah di berbagai negara


4

untukmelakukan tindakan dan berbagai usaha yang dapat menahan terjadinya

resistensi antibiotika (WHO, 2001). Di Indonesia, juga telah dilakukan beberapa

usaha untuk tujuan ini, salah satu dari usaha tersebut adalah di berlakukannya

undang-undang yang mengatur tentang penjualan antibiotika yang diatur dalam

undang-undang obat keras St. No. 419 tgl. 22 Desember 1949, pada pasal 3 ayat

1 (Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 1949). Untuk

menghindari hal-hal yang tidak diinginkan pada penggunaan antibiotika di

kalangan masyarakat diperlukan edukasi dan berbagai aspek yang berkaitan

dengan penggunaan antibiotika, agar tingkat pengetahuan dan pemahaman

masyarakat tentang penggunaan antibiotika dapat mencapai tahap yang

diinginkan. Sehingga tidak terjadi penyalahgunaan antibiotika di kalangan

masyarakat. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang pengetahuan masyarakat tentang antibiotik di Desa

Proppo Kecamatan Proppo Kabupaten Pamekasan.

1.2 Rumusan Masalah

BagaimanakahPerilaku penggunaan obat antibiotik pada masyarakat di

Desa Proppo Kecamatan Proppo Kabupaten Pamekasan Tahun 2018?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Perilaku penggunaan obat

antibiotik pada masyarakat di Desa Proppo Kecamatan Proppo Kabupaten

Pamekasan Tahun 2018.


5

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi profesi keperawatan

Sebagai acuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan sebagai

bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya

1.4.2. Bagi penelitian keperawatan yang akan datang

1. Hasil penelitian ini akan menambah wawasan ilmu pengetahuan

kesehatan khususnya bagi ilmu keperawatan

2. Data dan informasi dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk

penelitian berikutnya.

1.4.3 Bagi responden

Sebagai informasi kepada masyarakat tentang obat antibiotik dan

penggunaannya di Desa Proppo Kecamatan Proppo Kabupaten Pamekasan.

1.4.4 Bagi instansi terkait

1. Bagi instansi kesehatanpemerintahdapatsebagaimasukandalam peningkatan

promosi kesehatan tentang penggunaan antibiotika yang tepat.

2. Evaluasi terhadap perkembangan cakupan dan keberhasilan terhadap

program yang dijalankan


BAB II

TINJAUANPUSTAKA

2.1. Konsep dan Teori Perilaku

2.1.1 Pengertian Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta

interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk

pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan

respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun

dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berpikir,

berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan

batasan ini, perilaku kesehatan dapat di rumuskan sebagai bentuk pengalaman dan

interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut

pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan

perilaku pasif tidak tampak, seperti pengetahuan, persepsi, atau motivasi.

Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga domain yaitu

pengetahuan, sikap, dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah

knowledge, attitude, practice (Sarwono, 2004). Perilaku adalah suatu kegiatan

atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung

maupun tidak langsung. Perilaku manusia adalah suatu aktivitas manusia itu

sendiri (Notoadmodjo, 2003).

2.1.2 Proses Pembentukan Perilaku

Perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Menurut Abraham

Harold Maslow, manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yakni :

6
7

1. Kebutuhan fisiologis/biologis, yang merupakan kebutuhan pokok utama,

yaitu H2, H2O, cairan elektrolit, makanan dan seks. Apabila kebutuhan ini

tidak terpenuhi akan terjadi ketidakseimbangan fisiologis. Misalnya,

kekurangan O2 yang menimbulkan sesak nafas dan kekurangan H2O dan

elektrolit yang menyebabkan dehidrasi.

2. Kebutuhan rasa aman, misalnya :

a. Rasa aman terhindar dari pencurian, penodongan, perampokan dan

kejahatan lain.

b. Rasa aman terhindar dari konflik, tawuran, kerusuhan, peperangan dan

lain-lain.

c. Rasa aman terhindar dari sakit dan penyakit

d. Rasa aman memperoleh perlindungan hukum.

3. Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya :

a. Mendambakan kasih sayang/cinta kasih orang lain baik dari orang tua,

saudara, teman, kekasih, dan lain-lain.

b. Ingin dicintai/mencintai orang lain.

c. Ingin diterima oleh kelompok tempat ia berada.

4. Kebutuhan harga diri, misalnya :

a. Ingin dihargai dan menghargai orang lain

b. Adanya respek atau perhatian dari orang lain

c. Toleransi atau saling menghargai dalam hidup berdampingan

5. Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya :

a. Ingin dipuja atau disanjung oleh orang lain

b. Ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita-cita


8

c. Ingin menonjol dan lebih dari orang lain, baik dalam karier, usaha,

kekayaan, dan lain-lain.

2.1.3 Bentuk Perilaku

Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu terhadap

rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu tersebut. Secara

garis besar bentuk perilaku ada dua macam, yaitu :

1. Perilaku Pasif (respons internal)

Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu dan tidak

dapat diamati secara langsung. Perilaku ini sebatas sikap belum ada

tindakan yang nyata.

2. Perilaku Aktif (respons eksternal)

Perilaku yang sifatnya terbuka, perilaku aktif adalah perilaku yang dapat

diamati langsung, berupa tindakan yang nyata.

2.1.4 Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap rangsangan yang

berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan

lingkungan. Respons atau reaksi organisme dapat berbentuk pasif (respons yang

masih tertutup) dan aktif (respons terbuka, tindakan yang nyata atau

practice/psychomotor).

Menurut Notoatmodjo (2013), rangsangan yang terkait dengan perilaku

kesehatan terdiri dari empat unsur, yaitu sakit dan penyakit, sistem pelayanan

kesehatan, makanan dan lingkungan.

2.1.5 Perilaku Terhadap Sakit dan Penyakit


9

Perilaku tentang bagaimana seseorang menanggapi rasa sakit dan penyakit

yang bersifat respons internal (berasal dari dalam dirinya) maupun eksternal (dari

luar dirinya), baik respons pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun aktif

(praktik) yang dilakukan sehubungan dengan sakit dan penyakit. Perilaku

seseorang terhadap sakit dan penyakit sesuai dengan tingkatan-tingkatan

pemberian pelayanan kesehatan yang menyeluruh atau sesuai dengan tingkatan

pencegahan penyakit, yaitu:

1. Perilaku peningkatan dan pemeliharan kesehatan (health promotion

behavior)

2. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior)

3. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior)

4. Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior)

2.1.6. Perilaku Terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan

Perilaku ini adalah respons individu terhadap sistem pelayanan kesehatan

modern maupun tradisional, meliputi :

1. Respons terhadap fasilitas pelayanan kesehatan

2. Respons terhadap cara pelayanan kesehatan

3. Respons terhadap petugas kesehatan

4. Respons terhadap pemberian obat-obatan

Respons tersebut terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan

penggunaan fasilitas, petugas maupun penggunaan obat-obatan.

2.1.7 Perilaku Terhadap Lingkungan Kesehatan (Environmental behaviour)


10

Perilaku ini adalah respons individu terhadap lingkungan sebagai

determinant (faktor penentu) kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini sesuai

lingkungan kesehatan lingkungan, yaitu :

1. Perilaku terhadap air bersih, meliputi manfaat dan penggunaan air bersih

untuk kepentingan kesehatan.

2. Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor atau kotoran. Disini

menyangkut pula hygiene, pemeliharaan, teknik dan penggunaannya.

3. Perilaku sehubungan dengan pembuangan limbah, baik limbah cair

maupun padat. Dalam hal ini termasuk sistem pembuangan sampah dan air

limbah yang sehat dan dampak pembuangan limbah yang tidak baik.

4. Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat. Rumah sehat menyangkut

ventilasi, pencahayaan, lantai, dan sebagainya.

5. Perilaku terhadap pembersihan sarang-sarang vektor.

2.1.8 Perilaku Orang Sakit dan Perilaku Orang Sehat

Menurut Sarwono (2014) yang dimaksud dengan perilaku sakit dan perilaku

sehat sebagai berikut :

Perilaku sakit adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu

yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan. Perilaku sakit menurut

Suchman adalah tindakan untuk menghilangkan rasa tidak enak atau rasa sakit

sebagai akibat dari timbulnya gejala tertentu.

Perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara

dan meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit, perawatan

kebersihan diri dan penjagaan kebugaran melalui olahraga dan makanan bergizi.
11

Penyebab perilaku Sakit Menurut Mechanic sebagaimana diuraikan oleh

Sarwono (2014) bahwa penyebab perilaku sakit itu sebagai berikut :

1. Dikenal dan dirasakannya tanda dan gejala yang menyimpang dari keadaan

normal.

2. Anggapan adanya gejalan serius yang dapat menimbulkan bahaya.

3. Gejala penyakit dirasakan akan menimbulkan dampak terhadap hubungan

dengan keluarga, hubungan kerja, dan kegiatan kemasyarakatan.

4. Frekuensi dan persisten (terus-menerus, menetap) tanda dan gejala yang

dapat dilihat.

5. Kemungkinan individu untuk terserang penyakit.

6. Adanya informasi, pengetahuan dan anggapan budaya tentang penyakit.

7. Adanya perbedaan interpretasi tentang gejala penyakit.

8. Adanya kebutuhan untuk mengatasi gejala penyakit.

9. Tersedianya berbagai sarana pelayanan kesehatan, seperti : fasilitas,

tenaga, obat-obatan, biaya dan transportasi.

2.1.9 Perilaku Pencegahan Penyakit

Psikologi memandang perilaku manusia (human behavior) sebagai reaksi

yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks. Pada manusia

khususnya dan pada berbagai spesies hewan umumnya memang terdapat bentuk-

bentuk perilaku instinktif (species–specific behavior) yang didasari oleh kodrat

untuk mempertahankan kehidupan. Salah satu karakteristik reaksi perilaku

manusia yang menarik adalah sifat diferensialnya. Maksudnya, satu stimulus


12

dapat menimbulkan lebih dari satu respon yang berbeda dan beberapa stimulus

yang berbeda dapat saja menimbulkan satu respon yang sama.

Lewin (1951,dalam buku Azwar, 2012) merumuskan suatu model hubungan

perilaku yang mengatakan bahwa perilaku adalah fungsi karakteristik individu dan

lingkungan. Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai –

nilai, sifat kpribadian dan sikap yang saling berinteraksi pula dengan faktor –

faktor lingkunga dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki

kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan kadang – kadang kekuatannya

lebih besar dari pada karakteristik individu. Hal inilah yang menjadikan prediksi

perilaku lebih kompleks.

Teori tindakan beralasan mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku

lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan dan

dampaknya terbatas hanya pada 3 hal yaitu :

1. Perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tetapi oleh sikap yang

spesifik terhadap sesuatu.

2. Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma –

norma subjektif (subjective norms) yaitu keyakinan kita mengenai apa

yang orang lain inginkan agar kita perbuat.

3. Sikap terhadap suatu perilaku bersama norma–norma subjektif membentuk

suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu.

Secara sederhana, teori ini mengatakanbahwa seseorang akan melakukan

suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya

bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya. Dalam teori perilaku terencana

keyakinan–keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada


13

norma–norma subjektif dan pada kontrol perilaku yang dia hayati. Ketiga

komponen ini berinteraksi dan menjadi determinan bagi intensi yang pada

gilirannya akan menentukan apakah perilaku yang bersangkutan dilakukan atau

tidak (Azwar, 2012).

Menurut Green dalam buku Notoatmodjo (2013), menganalisis bahwa

perilaku manusia dari tingkatan kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat

dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yakni faktor perilaku (behaviour causer) dan

faktor dari luar perilaku (non behaviour causer). Selanjutnya perilaku itu sendiri

ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu :

1. Faktor–faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

2. Faktor–faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau

sarana-sarana kesehatan misalnya Puskesmas, obat-obatan, alat-alat

kontrasepsi, jamban dan sebagainya.

3. Faktor–faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap

dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan

kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan

ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari

orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu ketersediaan fasilitas,

sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan

mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Menurut Leavel dan Clark


14

yang disebut pencegahan adalah segala kegiatan yang dilakukan baik langsung

maupun tidak langsung untuk mencegah suatu masalah kesehatan atau penyakit.

Pencegahan berhubungan dengan masalah kesehatan atau penyakit yang spesifik

dan meliputi perilaku menghindar (Notoatmodjo, 2007).

Tingkatan pencegahan penyakit menurut Leavel dan Clark ada 5 tingkatan

yaitu (Notoatmodjo, 2013) :

1. Peningkatan kesehatan (Health Promotion).

a. Penyediaan makanan sehat cukup kualitas maupun kuantitas.

b. Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan.

c. Peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat antara lain pelayanan

kesehatan reproduksi bagi remaja yang hamil diluar nikah, yang terkena

penyakit infeksi akibat seks bebas dan Pelayanan Keluarga Berencana.

2. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit tertentu (Spesific

Protection).

a. Memberikan imunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah

terhadap penyakit – penyakit tertentu.

b. Isolasi terhadap penyakit menular.

c. Perlindungan terhadap keamanan kecelakaan di tempat-tempat umum dan

ditempat kerja.

d. Perlindungan terhadap bahan–bahan yang bersifat karsinogenik, bahan-

bahan racun maupun alergi.

3. Menggunakan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat

(Early Diagnosis and Promotion).

a. Mencari kasus sedini mungkin.


15

b. Melakukan pemeriksaan umum secara rutin.

c. Pengawasan selektif terhadap penyakit tertentu misalnya kusta, TBC,

kanker serviks.

d. Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita.

e. Mencari orang-orang yang pernah berhubungan dengan penderita

berpenyakit menular.

f. Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus.

4. Pembatasan kecacatan (Dissability Limitation)

a. Penyempurnaan dan intensifikasi pengobatan lanjut agar terarah dan tidak

menimbulkan komplikasi.

b. Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan.

c. Perbaikan fasilitas kesehatan bagi pengunjung untuk dimungkinkan

pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.

5. Pemulihan kesehatan (Rehabilitation)

a. Mengembangkan lembaga – lembaga rehablitasi dengan mengikutsertakan

masyarakat.

b. Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan

memberi dukungan moral, setidaknya bagi yang bersangkutan untuk

bertahan.

c. Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga setiap penderita

yang telah cacat mampu mempertahankan diri.

d. Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutannya harus tetap dilakukan

seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit.

2.1.10 Domain Perilaku


16

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan

seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan

tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Ada empat macam pengetahuan

(Widodo, 2006), yaitu:

1. Pengetahuan Faktual (Factual knowledge)

Pengetahuan yang berupa potongan - potongan informasi yang terpisah-

pisah atau unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan

faktual pada umumnya merupakan abstraksi tingkat rendah. Ada dua macam

pengetahaun faktual yaitu pengetahuan tentang terminologi (knowledge of

terminology) mencakup pengetahuan tentang label atau simbol tertentu baik yang

bersifat verbal maupun non verbal dan pengetahuan tentang bagian detail dan

unsur-unsur (knowledge of specific details and element) mencakup pengetahuan

tentang kejadian, orang, waktu dan informasi lain yang sifatnya sangat spesifik.

2. Pengetahuan Konseptual

Pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-unsur

dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama - sama.

Pengetahuan konseptual mencakup skema, model pemikiran, dan teori baik yang

implisit maupun eksplisit. Ada tiga macam pengetahuan konseptual, yaitu

pengetahaun tentang kelasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan

generalisasi, dan pengetahuan tentang teori, model, dan sruktur.

3. Pengetahuan Prosedural
17

Pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat

rutin maupun yang baru. Seringkali pengetahuan prosedural berisi langkah-

langkah atau tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan suatu hal tertentu.

4. Pengetahuan Metakognitif

Mencakup pengetahuan tentang kognisi secara umum dan pengetahuan

tentang diri sendiri. Penelitian-penelitian tentang metakognitif menunjukkan

bahwa seiring dengan perkembangannya siswa menjadi semakin sadar akan

pikirannya dan semakin banyak tahu tentang kognisi, dan apabila siswa bisa

mencapai hal ini maka mereka akan lebih baik lagi dalam belajar.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden (Notoatmodjo, 2007).

2. Sikap (Attitude)

Menurut Notoatmodjo (2005), sikap merupakan reaksi atau respon yang

masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap juga

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan juga merupakan

pelaksanaan motif tertentu.

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:

a. Menerima (receiving). Diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding). Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan atau

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

c. Menghargai (valuing). Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.


18

d. Bertanggung jawab (responsibility). Bertanggung jawab atas segala sesuatu

yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling

tinggi.

Menurut Ahmadi (2003), sikap dibedakan menjadi :

a. Sikap negatif yaitu : sikap yang menunjukkan penolakan atau tidak

menyetujui terhadap norma yang berlaku dimana individu itu berada

b. Sikap positif yaitu : sikap yang menunjukkan menerima terhadap norma yang

berlaku dimana individu itu berada.

3. Praktik atau Tindakan

Tindakan adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap suatu perbuatan

nyata. Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimilus dalam bentuk

nyata atau terbuka (Notoatmodjo, 2013).

Suatu rangsangan akan direspon oleh seseorang sesuai dengan arti

rangsangan itu bagi orang yang bersangkutan. Respon atau reaksi ini disebut

perilaku, bentuk perilaku dapat bersifat sederhana dan kompleks. Dalam peraturan

teoritis, tingkah laku dapat dibedakan atas sikap, di dalam sikap diartikan sebagai

suatu kecenderungan potensi untuk mengadakan reaksi (tingkah laku). Suatu sikap

belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap agar

menjadi suatu tindakan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu

kondisi fasilitas yang memungkinkan (Ahmadi, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2015), tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari

tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar

tubuh suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan

banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap


19

stimulus tersebut. Secara biologis, sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk

tindakan, namun tidak pula dapat dikatakan bahwa sikap tindakan memiliki

hubungan yang sistematis. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam

bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau

dilihat oleh orang lain. Oleh karena itu disebut juga over behavior.

Menurut Notoatmodjo (2015), empat tingkatan tindakan adalah :

1. Persepsi (Perception), Mengenal dan memiliki berbagai objek sehubungan

dengan tindakan yang diambil.

2. Respon terpimpin (Guided Response), dapat melakukan sesuatu sesuai

dengan urutan yang benar.

3. Mekanisme (Mechanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu

dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu merupakan kebiasaan.

4. Adaptasi (Adaptation), adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah

berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa

mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2002), faktor-faktor yang

merupakan penyebab perilaku menurut Green dipengaruhi oleh tiga faktor yaotu

faktor predisposisi seperti pengetahuan, sikap keyakinan, dan nilai, berkanaan

dengan motivasi seseorang bertindak. Faktor pemungkin atau faktor pendukung

(enabling) perilaku adalah fasilitas, sarana, atau prasarana yang mendukung atau

yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Terakhir faktor

penguat seperti keluarga, petugas kesehatan dan lain-lain.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang

kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan


20

sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu,

ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap

kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.Seperti

halnya pengetahuan dan sikap, praktik juga memiliki tingkatan-tingkatan, yaitu :

a. Persepsi, yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sesuai dengan

tindakan yang akan dilakukan.

b. Respons terpimpin, yaitu individu dapat melakukan sesuatu dengan urutan

yang benar sesuai contoh.

c. Mekanisme, individu dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis atau sudah menjadi kebiasaan.

d. Adaptasi, adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dan dimodifikasi

tanpa mengurangi kebenaran.

Menurut Notoatmodjo (2016) terdapat 3 kategori perilaku sehat yang

didasarkan pada nilai presentase sebagai berikut:

1. Perilaku Baik jika nilainya ≥75%.

2. Perilakucukup jika nilainya 56 – 74%

3. PerilakuKurang jika nilainya <55%

Menurut Budiman dan Riyanto (2013) tingkat pengetahuan

dikelompokkan menjadi dua kelompok apabila respondennya adalah masyarakat

umum, yaitu :

1. Tingkat pengetahuan kategori Baik nilainya >50%

2. Tingkat pengetahuan kategori Kurang Baik nilainya ≤50%


21

2.2 Konsep Antibiotik

2.2.1 Definisi Antibiotik

Antibiotik adalah zat yang secara alami dihasilkan oleh suatu

mikroorganisme untuk menghambat patogenisitas mikroorganisme yang lain

(Pratiwi, 2008). Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba penyebab

infeksi pada manusia harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin.

Antibiotik termasuk ke dalam golongan obat anti-infeksi bersama dengan

antifungi, antivirus, dan antiparasit (Leekha et al., 2011). Antifungi digunakan

untuk infeksi jamur yang biasanya disebabkan oleh dermatofit yang

mempengaruhi kulit, rambut, serta kuku diikuti infeksi eksternal dan Candida

albicans yang menyebabkan infeksi pada membran mukosa. Antivirus digunakan

uuntuk infeksi karena virus yang terdiri dari materi genetik (asam nukleat) dan

kapsul yang terdiri dari protein, biasanya diselubungi oleh fosfolipid bilayer

dengan protein (Lullman et al., 2005).

Antiparasit digunakan untuk infeksi karena parasit, yaitu dalam hal ini

helmintes (cacing) dan protozoa (Neal, 2006).

2.2.2 Aktivitas dan Spektrum Antibiotik

Berdasarkan sifat toksisitas selektif, antibiotik terbagi menjadi dua yaitu

antibiotik yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri disebut bakteriostatik

dan antibiotik yang bersifat mematikan bakteri disebut bakterisida. Selain itu

berdasarkan sifat aktivitasnya, antibiotik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

antibiotika spektrum luas (board spectrum) yang dapat menghambat

pertumbuhan dan mematikan bakteri gram positif dan negatif, contohnya

tetrasiklin, dan antibiotik spektrum sempit (narrow spectrum) yang hanya aktif
22

pada beberapa jenis bakteri saja, contohnya Penicillin G (Lullman et al., 2015).

2.2.3 Mekanisme Kerja Antibiotik

Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja terbagi menjadi

tiga kelompok (Neal, 2009):

Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat

Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini: Sulfonamid, Kuinolon,

Metronidazol, dan Rifampisin. Asam nukleat merupakan bagian yang sangat

vital bagi perkembangbiakan sel.

1. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel

Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini: Penisillin, Karbapenem,

Monobaktam, Sefalosporin, dan Vankomisin. Antibiotik yang merusak dinding

sel mikroba dengan menghambatsintesis enzim atau inaktivasi enzim

menyebabkan hilangnya viabilitas dan sering menyebabkan lisis. Dinding sel

berfungsi untuk melindungi bagian dalam sel terhadap perubahan osmotik dan

kondisi lingkungan lainnya. Dinding sel bakteri terdiri dari beberapa lapisan.

Struktur dinding sel bakteri Gram-positif berbeda dengan bakteri Gram-negatif.

Pada bakteri Gram-positif mengandung 90% peptidoglikan serta lapisan tipis

asam teikoat dan teikuronat. Bakteri Gram-negatif memiliki lapisan di luar

dinding sel yang mengandung 5-10% peptidoglikan, selain itu juga terdiri dari

protein, lipopolisakarida, dan lipoprotein. Peptidoglikan pada bakteri Gram-

positif berperan pada rigiditas, sedangkan pada bakteri Gram-negatif berperan

pada integritas. Oleh karena itu, gangguan sintesis komponen ini dapat

menyebabkan lisis dan kematiansel.

2. Antibiotik yang menghambat sintesisprotein

Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini: Tetrasiklin, Aminoglikosida,


23

Kloramfenikol, dan Makrolida. Sel mikroba perlu mensintesis protein untuk

kehidupannya. Sintesis protein berlangsung di dalam ribosom dengan bantuan

tRNA danmRNA.

2.2.4 Resistensi Antibiotik

1. Mekanismeresistensi

Resistensi adalah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroba

oleh antibiotik. Resistensi sel mikroba merupakan suatu mekanisme

alamiah pertahanan hidup mikroba. Mekanismeyangbertanggung

jawab untuk resistensi terhadap antibiotik adalah sebagai berikut (Neal,

2006):

a. Menginaktivasi enzim yang merusak obatβ-laktamase yang

dihasilkan oleh banyak stafilokokus menginaktivasi sebagian besar

Penisilin dan Sefalosporin.

b. Mengurangi akumulasi obat

Resistensi tetrasiklin terjadi bila membran sel bakteri menjadi

impermeabel terhadap obat atau peningkatan efluks.

c. Perubahan tempat ikatan

Aminoglikosida dan Eritromisin terikat pada ribosom bakteri dan

menghambat sintesis protein. Pada organisme yang resisten, tempat

ikatan obat dapat mengalami modifikasi sehingga tempat ikatan

tersebut tidak lagi memiliki afinitas terhadap obat.

d. Perkembangan jalur metabolik alternative

Bakteri dapat menjadi resisten terhadap Sulfonamid dan

Trimetoprim karena obat ini masing-masing menghasilkan enzim


24

dihidropteroat sintetase dan dihidrofolat reduktase termodifikasi

yang mempunyai sedikit atau tidak mempunyai afinitas terhadap

obat.

2. Faktor Pemicu Resistensi Antibiotik

Faktor utama penyebab resistensi antibiotik adalah akibat penggunaan

antibiotik yang irasional (WHO, 2012) seperti, waktu penggunaan

yang terlalu singkat, dosis terlalu rendah, maupundiagnosis penyakit

salah (Bisht et al., 2009). Hal ini mengakibatkan tidak tercapainya efek

terapeutik yang diharapkan, meningkatnya morbiditas dan mortalitas,

serta semakin bertambahnya biaya pengobatan yang harus dikeluarkan

oleh pasien. Terdapat beberapa faktor lain seperti (Bisht et al., 2009):

a. Faktor terkaitpasien

Pasien memiliki pandangan bahwa antibiotik dihentikan penggunaannya

apabila merasa sudah sembuh walaupun antibiotik masih tersisa.

b. Dokter sebagai penulisresep

Kurangnya pengetahuan mengenai pemilihan antibiotik secara empirik.

c. Rumahsakit

Epidemi dan endemi infeksi yang diakibatkan oleh resisten beberapa

strain diikuti oleh penggunaan antibiotik secara intens di rumah sakit,

khususnya di unit perawatan intensif dimana akan mengarah pada

terjadinya resistensiantibiotik.

d. Antibiotik yang dijual secarabebas

Antibiotik yang dijual bebas akan memudahkan masyarakat membeli

antibiotik tanpa adanya diagnosis dan resep dari dokter sebelumnya.


25

3. Epidemiologi Kejadian Resistensi Bakteri Terhadap Antibiotik

Prevalensi resistensi antibiotik semakin terus meningkat.Sebuahstudi

yang dilakukan oleh Bell dan Turnidge (2012) melaporkan bahwa

Staphylococcus aureus yang resisten terhadap Siprofloksasin mencapai

37% di Asia, sedangkan S.aureus yang resisten terhadap Metisilin

cukup tinggi di beberapa negara Asia, seperti di Taiwan (60%), Cina

(20%), Hongkong (70%), Filipina (5%), dan Singapura (20%).

Sementara itu resistensi Streptococcus pyogens terhadap Makrolida

dalam persentase yang tinggi yaitu sebesar 78% di Taiwan pada tahun

2001. Beberapa galur Streptococcus pneumonia sudah resisten

terhadap Trimetoprim/Sulfametoksazol dan prevalensi resistensi

mikroba ini terhadap Penisilin mendekati 40% di Asia (Jacobs, 2015),

sedangkan persentase di negara lain adalah Australia (8%), Inggris

(10%), Amerika (38%), Prancis (45%), dan Spanyol (50,76%) (WHO,

2012). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bell dan Turnidge

(2003) selama 1998-2001 prevalensi ESBL (Extended Beta

Lactamase) di Cina mencapai (24%), Hongkong (13%), Filipina

(6,2%), Singapura (4%), Taiwan(13,8%), dan Jepang (1,4%).

Di Indonesia sendiri prevalensi resistensi antibiotik menunjukkan

angka yang cukup tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Lestari et al. (2008) prevalensi resistensi Eschericia coli terhadap

Ampisilinsebesar73%,sedangkan

terhadapTrimetoprim/Sulfametoksazol sebesar 56%, Kloramfenikol

sebesar 43%, dan Siprofloksasin sebesar 22%.


26

4. Epidemiologi Pengobatan Sendiri denganAntibiotik

Pengobatan sendiri dengan antibiotika tidak hanya terjadi di negara-

negara berkembang, tetapi juga di negara-negara maju. Di negara-

negara Eropa masih ditemukan pengobatan sendiri dengan antibiotika

dengan prevalensi yang tinggi (Grigoryan et al., 2006).

Penggunaan antibiotika untuk pengobatan sendiri di Yunani mencapai

78% (Skliros et al., 2010), Denmark (3%) (Muscat et al., 2006), dan

Spanyol (11%) (Väänänen et al., 2006). Prevalensi pengobatan sendiri

dengan antibiotik di negara berkembang seperti Indonesia

menunjukkan angka sebesar 7,3%. Data tersebut berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Widayati et al. (2011) kepada

responden di Kota Yogyakarta.

2.2.5 Prinsip Penggunaan Antibiotik Secara Rasional

Antibiotik hanya bekerja untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh

bakteri. Penggunaan antibiotika secara rasional adalah penggunaan antibiotika

yang tepat indikasi, tepat dosis, tepat pasien, tepat obat, dan waspada akan efek

samping. Dalam arti konkritnya adalah (WHO, 2012):

1. Pemberian resep tepat sesuaiindikasi

2. Penggunaan dosis yangtepat

3. Lama pemberian obat yangtepat

4. Aman pada pemberiannya

5. Dengan harga yang serendahmungkin

6. Peraturan Perundang-undangan Tentang Antibiotik

Di Indonesia telah dilakukan usaha untuk mencegah dan mengatasi


27

dampak resistensi antibiotik akibat penggunaan sendiri oleh masyarakat tanpa

resep dokter yaitu dengan dibuatnya Undang-Undang yang mengatur distribusi

antibiotik di pasaran. Antibiotik merupakan salah satu jenis obat keras. Obat

keras diatur menurut Undang-Undang obat keras St. No. 419, tanggal 22

Desember 1949. Pada pasal 1 butir a, disebutkan bahwa obat-obat keras, yaitu

obat-obatan yang tidak digunakan untuk keperluan teknik yang mempunyai

khasiat mengobati, menguatkan, mendesinfektankan tubuh manusia, baik dalam

bungkusan maupun tidak, yang ditetapkan oleh secretaries Van Staat, Hoofd van

het department van Gesonheid, menurut ketentuan dalam pasal 2 (WHO, 2014).

Pasal 1 butir k: obat-obatanG (gevaarlijk) adalah obat-obat keras yang

oleh Sec.V.St didaftar pada obat-obatan yang berbahaya (gevaarlijk; Daftar G).

Obat G hanya boleh diserahkan kepada seseorang dengan resep dokter, kecuali

bila digunakan untuk keperluan teknik (Joenoes, 2009). Pada tanggal 7 Agustus

1986, Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan atas nama menteri

kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan surat keputusan Nomor:

197/A/SK/77 tentang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G sebagai berikut:

Pasal 2

a. Pada etiket dan bungkus luar obat jadi yang tergolong obat keras harus

dicantumkan secara jelas tanda khusus untuk obatkeras.

b. Ketentuan dimaksud dalam ayat (a) merupakan pelengkap dari keharusan

mencantumkan kalimat “Harus dengan resep dokter” yang ditetapkan dalam

keputusan Menteri Kesehatan No. 197/A/SK/77 tanggal 15 Maret1977.

c. Tanda khusus dapat tidak dicantumkan pada blister, strip aluminium/

selofan, vial, ampul, tube atau wadah lain, apabila wadah tersebut dikemas
28

dalam bentuk luar (Anonim,1996).

Obat keras hanya dapat diperoleh dengan resep dokter di Apotek, Apotek

Rumah Sakit, Puskesmas, dan Balai Pengobatan. Berdasarkan SK Menteri

Kesehatan RI Nomor 02396/A/SK/VII/86 tentang Tanda Khusus Obat Keras

Daftar G, disebutkan bahwa tanda khusus untuk obat keras adalah lingkaran

bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang

menyentuh garis tepi. Tanda tersebut harus diletakkan sedemikian rupa sehingga

mudah terlihat dan dikenali. Selain itu pencantuman kalimat “Harus dengan

resep dokter” juga harus dilakukan (Wahyuni, 2009).


29

2.3 Kerangka Konseptual

1. Faktor pemudah:
a. Pengetahuan
b. Keyakinan
c. Sikap
d. Nilai
e. Persepsi
f. demografi

2. Faktor pemungkin:
a. Ketersediaan fasilitas Penggunaan
Perilaku
b. Ketersediaan sarana Obat Antibiotik
kesehatan
3. Faktor penguat:
Sikap dan perilaku
kesehatan dan dukungan
dari orang lain, kelompok,
dan organisasi

Gambar 3.1 Kerangka KonseptualPerilaku penggunaan obat antibiotik pada


masyarakat di Desa Proppo Kecamatan Proppo Kabupaten Pamekasan
Tahun 2018
BAB 3

METODE PENELITIAN

Dalam Bab tiga akan diuraikan beberapa metode yang mendasari

penelitian, yaitu : 1) Desain penelitian;2)Kerangka operasional; 3) Populasi,

sampel dan sampling;4) Identifikasi variabel; 5) Definisi Operasional; 6)

Pengumpulan dan analisis data;7) Etika penelitian; 8) Batasan penelitian.

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah keseluruhan perencanaan untuk menjawab

pertanyaan penelitian dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang mungkin

muncul selama proses penelitian (Nursalam, 2013).

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan

dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu

keadaan secara obyektif (Alimul Hidayat, 2013).Dalam penelitian ini

mendeskripsikan tentang Perilaku penggunaan obat antibiotik pada masyarakat di Desa

Proppo Kecamatan Proppo Kabupaten Pamekasan Tahun 2018.

30
31

3.2 Kerangka Kerja

Populasi
24Kecamatan Proppo Kabupaten Pamekasan
Semua masyarakat Desa Proppo
N = 1015 orang

Sampel
Sebagian masyarakat Desa Proppo Kecamatan Proppo Kabupaten
Pamekasan
n = 88 responden

Teknik Sampling
Non probability type Purposive sampling

Desain penelitian
Deskriptif

Pengumpulan Data
Observasi

Pengolahan Data :

Editing, Coding, Tabulating, Analisa data

Hasil Penelitian

Kesimpulan dan Deseminasi

Gambar 3.1 Kerangka Kerja (frame work) Perilaku penggunaan obat antibiotik pada
masyarakat di Desa Proppo Kecamatan Proppo Kabupaten Pamekasan
Tahun 2018.
.
32

3.3 Populasi, Sampel, dan Sampling

3.3.1 Populasi

Popoulasi adalah keseluruhan dari suatu variabel yang menyangkut

masalah yang diteliti (Nursalam 2008). Populasi tersebut bisa berupa kejadian

perilaku atau sesuatu yang lain akan dilakukan penelitian, populasi dalam

penelitian ini adalah Semua masyarakat Desa Proppo Kecamatan Proppo

Kabupaten Pamekasan. Besar populasi(N) adalah 1015 responden.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan sampling tertentu

untuk bisa memenuhi atau mewakili populasi (Nursalam 2008). Sampel pada

penelitian ini adalah sebagianmasyarakat Desa Proppo Kecamatan Proppo

Kabupaten Pamekasan. Besar sampel (n) adalah 71 responden. Dengan rumus

sebagai berikut:

NZ2 P(1 − P)
n=
(𝑁 − 1)𝑑 2 + 𝑍 2 P (1 − 𝑃)

1015(1,962 ) 0,50(1 − 0,50)


n=
(1015 − 1)(0,12 ) + (1,962 ) 0,50(1 − 0,50)

974,106
n=
11,1004

n = 88

Sampel tersebut dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria

inklusi adalah adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili dalam

sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel (Notoatmodjo, 2013):


33

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

a. Responden adalah penduduk Desa Proppo Kecamatan Proppo Kabupaten

Pamekasan.

b. Responden bersedia terlibat dalam penelitian ini.

c. Responden bisa membaca dan menulis.

Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat

meakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian

(Notoatmodjo, 2013).

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

1. Responden adalah penduduk yang tinggal di luar Desa Proppo Kecamatan

Proppo Kabupaten Pamekasan.

2. Responden tidak bisa membaca dan menulis/buta aksara.

3. Tidak bersedia terlibat dalam penelitian sebagai sampel

3.3.3 Sampling

Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007). Pada

penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah Nonprobability sampling

tipe purposive sampling yaitu teknik penetapan sampel dengan cara memilih

sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah

dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi

yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2008).

3.4 Identifikasi variabel

Variabel adalah suatu ukuran atau ciri yang dimiliki oleh suatu kelompok

(orang, benda, situasi) yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok tersebut
34

(Nursalam, 2013). Variabel dalam penelitian ini adalah Pengetahuan Masyarakat

tentang Obat Antibiotik di Desa Proppo Kecamatan Proppo Kabupaten

Pamekasan Tahun 2018.

3.5 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi berdasarkan karakteristik yang

diamati dari suatu yang didefinisikan dan membantu penelitian dalam

menggunakan variabel yang sama (Nursalam, 2013).

Table 3.1 Definisi Operasional Perilaku penggunaan obat antibiotik pada masyarakat
di Desa Proppo Kecamatan Proppo Kabupaten Pamekasan Tahun 2018
No Variabel Definisi Indikator Alat ukur Skala Skor
Operasional data
1 Perilaku Minum dan a. Pengetahu Kesioner Ordinal Jawaban:
Penggunaan mengguna an Ya =1
Antibiotik kan obat b. Sikap Tidak=0
antibiotik c. Tindakan
tanpa resep Dikelompokkan
dan Perilaku:
petunjuk 1. Baik (>75%)
dari dokter 2. Cukup
(56%-75%)
3. Kurang
(<56%)

3.6Pengumpulan, Pengolahan, dan Analisis Data

3.6.1 Pengumpulan data

1. Proses pengumpulan data

Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah setelah peneliti mendapat

izin dari Direktur Akademi Keperawatan Pemkab Pamekasan, kemudian peneliti

meminta izin ke Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat

(Bakesbanglinmas) Kabupaten Pamekasan, setelah itu mendapat rekom atau surat

pengantar ke Kecamatan Proppo, setelah mendapat persetujuan dari


35

instansi/lembaga tempat yang akan diteliti baru peneliti mendatangi Kepala Desa

Proppo untuk memberikan maksud dan tujuan penelitian. Kemudian peneliti

melakukan pendekatan pada responden untuk meminta izin dan menjelaskan

maksud dan tujuan dari peneliti. Apabila responden bersedia, maka baru memulai

penelitian.

2. Instrumen pengumpulan data

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah observasi yang dilakukan peneliti dengan menanyakan

kepada responden.

3. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini akan dilakukan mulai Februari 2018. Penelitian akan

dilaksanakan di Desa Proppo Kecamatan Proppo Kabupaten Pamekasan.

3.6.2 Analisis Data

1. Editing

Setelah dilakukan observasi kemudian peneliti melakukan pemeriksaan

kembali hasilobservasi yang meliputi kelengkapan dan kesesuaian data yang

dilakukan saat di lapangan sebelum data terkumpul di bawa pulang. Langkah ini

dimaksudkan untuk mengantisipasi kesalahan-kesalahan dari data yang

terkumpul, juga untuk memonitoring jangan sampai terjadi kekosongan dari data

yang dibutuhkan.

2. Coding

Coding adalah kegiatan memberikan kode-kode pada tiap-tiap data yang

termasuk dalam kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam

angka-angka yang memberikan petunjuk atau identitas atau data yang akan
36

dianalisa. Selanjutnya data hasil jawaban responden dimasukkan dengan cara

memberi kode pada kolom yang telah disediakan ditiap item pertanyaan untuk

memudahkan dalam pengolahan data.

Untuk data umum; usia<20 tahun=1, 20-30 tahun=2, 30-40 tahun=3, 40-50

tahun=4, >50 tahun=5. Untuk jenis kelamin laki-laki=1, perempuan=2. Tingkat

pendidikan: Tidak sekolah-tidak tamat SD=1, SD=2, SMP=3, SMA=4, Perguruan

Tinggi=5. Pekerjaan: Petani/Nelayan/Buruh=1, Pedagang/wiraswasta/Swasta=2,

PNS/TNI/Polri=3, Tidak bekerja/IRT=4.

Untuk data khusus:Perilaku baik=1, Perilakucukup=2 dan

Perilakukurang=3.

3. Scoring

Scoring adalah memberikan nilai untuk tiap item pertanyaan, tentukan

nilai tertinggi dan terendah.Teknik yang digunakan untuk menilaitingkat

pengetahuan adalah menggunakan kuesioner tertutup (closed ended) tipe

dichotomy question (dua pilihan jawaban). Kategori penilaian untuk tingkat

pengetahuan digolongkan sebagai berikut :

a) Jawaban “Ya” : skor 1

b) Jawaban “Tidak” : skor 0

4. Tabulating

Tabulating adalah mentabulasi data yang diperoleh sesuai dengan item

pertanyaan.Pengolahan data akan dilakukan dengan cara tabulasi dan

pengelompokan sesuai dengan variabel yang diteliti.

Sedangkan hasil pengolahan data yang harus dipresentasikan secara

kualitatif dan diinpretasikan dengan menggunakan kriteria/skala sebagai berikut:


37

1) Pengetahuan baik bila skor 76%-100%

2) Cukup bila skor 56%-75%

3) Kurang bila skor <56

Untuk mencari persentase dari data umum yang telah terkumpul akan

digunakan rumus :

P
f x 100 %
n

Keterangan :

P = Prosentase

f = Jumlah jawaban

n = Jumlah pertanyaan

100 = Konstanta

Hasilanalisa data kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan skala

(Arikunto, 2002) :

100 % : seluruhnya

76% - 99% : hampir seluruhnya

51% - 75% : sebagian besar

50 % : setengahnya

26% - 49 % : hampir setengahnya

1 % - 25 % : sebagian kecil

0% : tidak satupun
38

3.7 Etika penelitian

3.7.1 Informent Consent(Lembar persetujuan pada responden)

Sebelum pengambilan data dilakukan peneliti sambil memperkenalkan diri

memberikan penjelasan tentang judul riset, deskripsi tentang tujuan penelitian,

menjelaskan hak dan kewajiban responden. Setelah dilakukan penjelasan pada

responden, peneliti melakukan persetujuan dengan responden tentang

dilakukannya penelitian.

3.7.2 Anonimity (tanpa nama)

Peneliti melindungi hak akan privasi responden, nama tidak akan

digunakan secara langsung pada setiap bahan materi hanya nomor kode yang

digunakan pada lembar pengumpulan data.

3.7.3 Confidentiality (kerahasiaan)

Semua informasi yang dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti,

hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.
DAFTAR PUSTAKA

Anna BMF, (2013), Studi Penggunaan Antibiotik Tanpa Resep di Kabupaten


Manggarai dan Manggarai Barat-NTT, Calyptra 201
Baltazar, F., Azevedo, M.M., Pinheiro, C., Yaphe, J., (2009), Portuguese
students'knowledge of antibiotics: a crosssectional study of secondary
school and university students in Braga, 1-6 , BMC Public Health,
Portugal.
Dalam Putra Ambada, Singgih. (2013). Tingkat Pengetahuan Tentang Antibiotik
pada Masyarakat Kecamatan X Kabupaten X, Skripsi, Fakultas
Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Kementerian Kesehatan. (2011). Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Jakarta.
Manan, S. (2012). Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Penggunaan
Antibiotik di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat Tahun 2012 .
medscape.com. (n.d.). Medscape.com. Retrieved from
http://reference.medscape.com/drug/tetracycline-342550#5
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan & Ilmu Prilaku. Jakarta : Aneka
Cipta
Notoatmodjo. (2010). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Pearson SD, Raeke LH. (2000). Patients’ trust in physicians: many theories,
fewmeasures, and little data. J Gen Intern Med
Republik Indonesia. (2011). Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik
Sholihan, Y. (2015). Tingkat Pengetahuan Tentang Antibiotik Pada Pengunjung
Apotek Di Kecamatan Jebres Kota Surakarta.
Sibagariang E.E., Julianie, Rismalinda, dan Siti N., 2010, Metodologi Kesehatan
Untuk Mahasiswa Diploma Kesehatan, Jakarta: Trans Info Media
Sisitiagustin Manan, (2012), Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang
Penggunaan Antibiotika di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat
Tahun 2012, Karya Tulis Ilmiah, Universitas Negeri Gorontalo.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung:Alfabeta.
Utami, R.E. (2012). Antibiotika, Resistensi, dan Rasionalitas Terapi. SAINTIS.
WHO. (2004). WHO Medicines Strategy 2004 – 2007. Geneva : Steiner Graphics.
Widayati, A., Sri Suryawti, Charlotte de Crespigny, dan Janet E. Hiller. (2012).
Knowledge and beliefs about antibiotics among people in Yogyakarta
City Indonesia: A cross sectional population-based survey.
Antimicrobial Resistance and Infection Control 2012
World Health Organization. (2015). Antibiotic resistance: Multi-country public
awareness survey, 1–4. Retrieved from
http://www.who.int/drugresistance/documents/baselinesurveynov2015
/en/
World Health Organization. (2001). WHO Global Strategy for Containment of
Antimicrobial Resistance. Switzerland.
Wowiling, C., Goenawi, L. R., & Citraningtyas, G. (2013). Manado. Pengaruh
Penyuluhan Penggunaan Antibiotika Terhadap Tingkat Pengetahuan
Masyarakat Di Kota Manado
Yarza H.L, Yanwirasti, Lili Irawati, (2015), Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan

39
40

Sikap Dengan Penggunaan Antibiotik Tanpa Resep Dokter, Jurnal


Kesehatan Andalas 2015
Lampiran 1

LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN

PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG OBAT


ANTIBIOTIK DI DESA PROPPO KECAMATAN
PROPPO KABUPATEN PAMEKASAN
TAHUN 2018
Oleh :
______________________________
NIM :

Saya adalah Mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten


Pamekasan akan melakukan penelitian yang berjudul “Pengetahuan Masyarakat
tentang Obat Antibiotik di Desa Proppo Kecamatan Proppo Kabupaten Pamekasan Tahun
2018”. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam
menyelesaikan tugas Diploma III Keperawatan di Akademi Keperawatan
Pemerintah Kabupaten Pamekasan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi Pengetahuan Masyarakat
tentang Obat Antibiotik di Desa Proppo Kecamatan Proppo Kabupaten Pamekasan Tahun
2018. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah mengenal, menganalisis, dan
menindaklanjuti masalah yang ada serta sebagai pengembangan ilmu
keperawatan.
Saya berharap tanggapan saudara sesuai dengan pendapat saudara.
Partisipasi saudara dalam penelitian ini bebas tanpa paksaan atau sanksi apapun,
jika saudara bersedia menjadi peserta penelitian silahkan menandatangani kolom
persetujuan dibawah.

No. Responden :

Tanggal :

Tanda Tangan :

41
Lampiran 2

LEMBARPERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG OBAT


ANTIBIOTIK DI DESA PROPPO KECAMATAN
PROPPO KABUPATEN PAMEKASAN
TAHUN 2018

Saya telah membaca maksud dan tujuan dari penelitian ini, maka saya
dengan sadar menyatakan bahwa saya bersedia menjadi responden dalam
penelitian ini. Tanda tangan saya dibawah ini, sebagai bukti kesediaan saya
menjadi responden penelitian.
Demikian surat persetujuan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, atas
perhatiannya terima kasih.

No. Responden :

Tanggal :

Tanda Tangan :

42
Lampiran 3
FORMAT PENGUMPULAN DATA
PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG OBAT
ANTIBIOTIK DI DESA PROPPO KECAMATAN
PROPPO KABUPATEN PAMEKASAN
TAHUN 2018

Petunjuk :
 Bacalah pertanyaan dengan baik dan teliti !
 Mohon dijawab pada kolom yang tersedia dengan memberi tanda (√) pada
kotak disamping kiri jawaban yang anda pilih.
 Mohon diteliti ulang agar jangan sampai ada pertanyaan yang terlewati untuk
dijawab.

A. Data Umum
1. Kode responden

2. Pendidikan
Tidak sekolah/Tidak tamat sekolah
SD
SMP
SMA
Akademi/Perguruan Tinggi
3. Umur
20 – 30 tahun
31 – 40 tahun
41 – 50 tahun
> 50 tahun
4. Pekerjaan
Pegawai Swasta
PNS/Polri/TNI
Buruh/Tani/Nelayan/Wiraswata
Tidak bekerja
5. Informasi yang didapat

43
Belum pernah mendapatkan
Petugas Kesehatan
Orang lain
Media Elektronik
Media Cetak

B. Data Khusus

Petunjuk :
 Bacalah setiap pertanyaan dan jawaban yang tersedia dengan baik dan
benar.
 Bila pertanyaan dianggap benar beri tanda chek (√) pada kolom jawaban Ya.
 Bila pertanyaan dianggap salah beri tanda chek (√) pada kolom jawaban
Tidak.
 Jawaban yang anda berikan sangat kami hargai.

No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah anda kalau sakit selalu minum obat
antibiotic?
2 Apakah anda membeli obat antibiotic di warung/took
obat/antibiotic?
3 Apakah anda membeli obat antibiotic tanpa resep
dokter?
4 Apakah anda membeli obat antibiotic sendiri
melanjutkan pengobatan setelah pernah
mendapatakan dari resep dokter?
5 Apakah anda tahu tentang obat antibiotic?
6 Apakah anda tahu tentang manfaat obat antibiotic?
7 Apakah anda tahu tentang kerugian kalau minum
obat antibitik tanpa resep dokter?
8 Apakah anda selalu minum obat antibiotic ketika
anda sakit?
9 Apakah anda menyimpan obat antibiotic untuk anda
gunakan sewaktu-waktu anda sakit?
10 Apakah anda meminum obat antibiotic hanya
sewaktu-waktu?

44

Anda mungkin juga menyukai