Anda di halaman 1dari 24

PROGRAM VAKSINASI ROTAVIRUS YANG BELUM CUKUP

COST-EFFECTIVE SEBAGAI SALAH SATU INTERVENSI


KESEHATAN MASYARAKAT DI INDONESIA

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan tugas Farmakoekonomi Pada Jurusan
Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Al-Ghifari

Oleh :
ANGGI WINDARWATI
ERIKA AGUSTINA
TINAR AGUSTIN
GINAN RINANDI
INDRIANA SETIANINGRUM
MARYANI LAILA
RITA AMELIANI
SRI AJENG INDAH YANI
RIZKIANI NURFITRI

UNIVERSITAS AL-GHIFARI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN FARMASI
BANDUNG
2019
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
1.5 Metodologi Penelitian
1.5.1 Penetapan Kriteria Alternatif
1.5.2 Penetapan Kriteria Populasi dan Sampel (Kriteria Insklusi dan
Eksklusi)
1.5.3 Penetapan Outcome
1.5.4 Penetapan Perspektif
1.5.5 Penetapan Komponen Biaya
1.5.6 Rancangan Penelitian
1.6 Waktu dan Tempat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Penilaian Teknologi Kesehatan
2.1.1 Pengertian
2.1.2 Intervensi Kesehatan
2.1.3 Hubungan antara PTK dan Farmakoekonomi
2.2 Penyakit / Kasus
2.2.1 Sistem Tubuh yang Berkaitan
2.2.2 Patologi
2.2.3 Prevalensi
2.2.4 Faktor Penyebab / Etiologi
2.2.5 Faktor Resiko
2.2.6 Epidemiologi
2.2.7 Terapi Farmakologi dan Non Farmakologi
2.3
2.3.1
2.3.2
2.4 Farmakoekonomi
2.4.1 Pengertian
2.4.2 Metode Farmakoekonomi
2.4.3 Penjelasan Khusus Suatu Metode (AEB)
2.5 Pustaka dan Tempat Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Penetapan Kriteria Alternatif
3.2 Penetapan Kriteria Populasi dan Sampel (Kriteria Insklusi dan Eksklusi)
3.3 Penetapan Outcome
3.4 Penetapan Perspektif
3.5 Penetapan Komponen Biaya
3.6 Rancangan Penelitian

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rotavirus adalah penyebab diare pada anak dan menjadi masalah kesehatan

masyarakat yang sangat penting baik bagi negara-negara maju dan sedang berkembang.

Rotavirus pertama kali dilaporkan di Australia oleh Bishop et al. pada tahun 1974,

sedangkan di Indonesia diare rotavirus baru dilaporkan yang pertama kali pada tahun

1981. Di negara-negara sedang berkembang, penyakit diare adalah salah satu dari 10

penyebab kematian terbanyak pada anak-anak3 dan sekitar setengah dari diare anak-anak

disebabkan oleh rotavirus. Adapun di negara maju, rotavirus menjadi penyebab penyakit

diare pada anak-anak usia di bawah lima tahun (balita) yang memerlukan perawatan di

rumah sakit. Oleh karena itu, WHO telah menetapkan rotavirus sebagai salah satu sasaran

dalam upaya pencegahan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi dan anak

pada skala global.

Para ilmuwan dari berbagai belahan dunia telah berupaya mengembangkan vaksin

rotavirus sejak tahun delapan puluhan. Upaya tersebut didahului oleh penelitian-

penelitian molekuler, imunologi, epidemiologi dan implikasinya pada pembiayaan

vaksinasi diare rotavirus secara nasional. Pada tahun 1999, vaksin rotavirus untuk yang

pertama kali diedarkan di Amerika Serikat dengan nama dagang Rotashield (Wyeth
Lederle Vaccine Philadelphia, PA). Namun demikian, vaksin tersebut ditarik dari

peredaran karena terjadinya efek samping intususepsi usus yang menimbulkan kematian.

Anak-anak yang divaksinasi dengan vaksin Rotashield 1 di antara 10.000 mengalami

intususepsi di Amerika Serikat, angka ini lebih besar dibanding dengan angka kematian

karena diare rotavirus.

Diduga efektivitas vaksin yang diberikan secara oral di negara sedang berkembang

lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara maju karena adanya beberapa faktor

yang menurunkan efikasi vaksin oral tersebut. Salah satu hipotesisnya ialah karena lebih

rendahnya daya serap usus terhadap vaksin tersebut. Penyebab rendahnya daya serap

tersebut antara lain karena faktor antibodi maternal, menyusui, interferensi dari kuman

patogen enterik yang lain, dan malnutrisi. Selain itu, jenis (strain) rotavirus yang beredar

di negara sedang berkembang mungkin berbeda dengan strain rotavirus di negara sudah

maju, karena distribusi strain rotavirus tidak sama antar negara, maka besar

kemungkinannya beberapa jenis virus tersebut tidak dapat diproteksi dari vaksin yang

telah beredar di pasaran.

Vaksinasi untuk diare rotavirus menghadapi beberapa tantangan yang serius di

negara-negara maju dan sedang berkembang. Tantangan yang dihadapi adalah: harga

vaksin yang mahal, pemahaman tentang penyakit rotavirus yang masih rendah, dan

masalah keraguan penerimaan vaksin baru karena adanya riwayat risiko vaksinasi

sebelumnya (citra negatif). Untuk memasukkan vaksin rotavirus ke dalam program

imunisasi nasional perlu mempertimbangkan cost-effectiveness (efektivitas-biaya)

program tersebut, harga vaksin saat ini masih sangat mahal.


1.2 Identifikasi Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah apakah program

vaksinasi rotavirus cukup cost-effective sebagai salah satu intervensi kesehatan

masyarakat di Indonesia ?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji beban penyakit diare rotavirus serta

diketahuinya biaya dan efektivitas program vaksinasi rotavirus di Indonesia

1.4 Manfaat Penelitian

Untuk mengetahui dan memperoleh kajian beban penyakit diare rotavirus serta

diketahuinya biaya dan efektivitas program vaksinasi rotavirus di Indonesia

1.5 Metodologi Penelitian

1.5.1 Penetapan Kriteria Alternatif

1.5.2 Penetapan Kriteria Populasi dan Sampel (Kriteria Insklusi dan

Eksklusi)

1.5.2.1 Populasi

1.5.2.2 Sampel

1.5.2.3 Teknik Pengambilan Sampel


1.5.2.3.1 Kriteria Inklusi

1.5.2.3.2 Kriteria Eksklusi

1.5.3 Penetapan Outcome

1.5.4 Penetapan Perspektif

1.5.5 Penetapan Komponen Biaya

1.5.6 Rancangan Penelitian

1.5.6.1 Bentuk Penelitian

1.5.6.2 Analisis Statistik

1.5.6.3 Analisis Farmakoekonomi


Keterangan:

1. Studi Pendahuluan, kajian literatur dan observasi kepada subjek penelitian

merupakan tahap awal yang dilakukan peneliti sebelum melakukan

pengumpulan data. Peneliti melakukan studi pendahuluan, baik dari teori

yang akan digunakan seperti kajian peneliti terdahulu, dan sumber buku

lainnya, maupun lokasi dan objek partisipan yang akan digunakan untuk

penelitian.

2. Pada tahap kedua peneliti mulai melakukan tahap perencanaan penelitian,

yang diwujudkan dalam bentuk proposal penelitian.

3. Tahap berikutnya adalah melaksanakan penelitian, kemudian peneliti mulai

melakukan pengumpulan data hasil penelitian, dan menganaisis data yang

telah dikumpulkan dari hasil penelitian.

4. Tahap yang terakhir adalah penulisan laporan hasil pengumpulan data dan

analisis data penelitian.

1.6 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan selama tahun 2007, bertempat di RSUD di Kotamadia

Yogyakarta, RSUD Purworejo, RS swasta (PKU Muhamadiyah) di Purworejo, dan 6

puskesmas di Kabupaten Purworejo.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penilaian Teknologi Kesehatan (Health Technology Assesment)

Penilaian Teknologi Kesehatan dalam JKN merupakan amanat Perpres No.12

Tahun 2013 pasal 43 ayat (1), “Dalam rangka menjamin kendali mutu dan biaya,

Menteri bertanggung jawab untuk Penilaian Teknologi Kesehatan (Health Technology

Assessment), Pertimbangan klinis (clinical advisory) dan Manfaat Jaminan Kesehatan,

Perhitungan standar tarif, Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan

Jaminan Kesehatan”.

2.1.1 Pengertian

Penilaian Teknologi Kesehatan (PTK) atau Health Technology Assessment

(HTA) adalah suatu analisis yang terstruktur dari teknologi kesehatan, dan hal yang

berhubungan teknologi kesehatan yang digunakan sebagai masukan dalam

pengambilan kebijakan. Didalamnya termasuk safety, efficacy (benefit), costs dan

cost-effectiveness, implikasi terhadap organisasi, sosial dan isu etika.

2.1.2 Intervensi KesehatanI

Intervensi kesehatan adalah suatu tindakan logis yang dilakukan untuk

kepentingan pasien. Misalnya kolaborasi dokter dan perawat guna memmberikan

perawatan terbaik bagi pasien.

Intervensi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kesehatan (misalnya,


melalui pemberian obat atau perawatan kesehatan) dan perilaku kesehatan yang baik

seperti olahraga atau menghindari perilaku kesehatan yang buruk antara lain merokok,

menggunakan obat-obatan terlarang, mengkonsumsi alkohol secara berlebihan.

2.1.3 Hubungan antara PTK dan Farmakoekonomi

Metode kajian multidisipliner yang sistematik, transparan, tidak bias, dan

berdasarkan bukti ilmiah kuat guna memberikan masukan (input) tentang implikasi

medis, ekonomi, sosial, dan etis dari hal-hal yang terkait dengan pengembangan,

difusi, dan penerapan teknologi kesehatan biasanya obat, alat kesehatan, atau prosedur

klinis/ pembedahan. Bagi pembuat keputusan, PTK dimaksudkan untuk memberikan

informasi objektif yang dapat digunakan dalam formulasi kebijakan kesehatan yang

aman, efektif, terfokus pada pasien, dan memberikan nilai terbaik (best value for

money).

2.2 Penyakit / Kasus Diare Rotavirus

Rotavirus adalah jenis virus yang menginfeksi usus. Virus ini juga menjadi

penyebab umum dari penyakitdiare pada bayi dan anak-anak di seluruh dunia, terutama

di negara-negara berkembang dengan tingkat nutrisi dan fasilitas kesehatan yang kurang

optimal.

Gastroenteritis adalah kondisi medis yang ditandai dengan peradangan ("-itis")

pada saluran pencernaan yang melibatkan lambung("gastro"-) dan usus kecil ("entero"),

sehingga mengakibatkan kombinasi diare, muntah, dan sakit serta kejang perut.
2.2.1 Sistem Tubuh yang berkaitan dengan Diare Rotavirus

Semua makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh, akan melewati proses

pengolahan di dalam sistem pencernaan. Ada banyak organ yang terlibat dalam sistem

pencernaan manusia, untuk membuatmakanan yang Anda makan dapat dicerna dan

diserap oleh tubuh

Sistem pencernaan manusia harus sehat agar berfungsi dengan baik untuk

mengolah makanan. Beberapa penyakit yang sering terjadi pada sistem pencernaan

adalah maag, penyakit asam lambung, diare, sembelit, dan wasir.

2.2.2 Patologi Diare Rotavirus

Virus ini pada awalnya terdapat pada feses orang yang sudah terinfeksi. Meski

saat itu orang tersebut belum merasakan gejala apapun, biasanya ia sudah bisa

menularkan rotavirus ke orang lain dan lingkungan sekitarnya. Rotavirus akan

merusak usus sehingga makanan susah diserap

Rotavirus menginfeksi 2/3 proksimal ileum dengan terikat pada enterosit

matur pada ujung-ujung villi. Sel-sel nonproliperatif dari ileum ini terdiferensiasi

untuk melaksanakan fungsi pencernaan dan penyerapan, mereka mengekspresikan

beberapa disakaridase, peptidase dan beberapa enzim lain yang berperan pada

pencernaan pada permukaan apikal. Dan sebagai tambahan sel-sel ini membolehkan

absorpsi melintasi barier enterosit, melalui difusi pasif dan transport aktif. Sel-sel

kripta yang berlokasi di lembah-lembah antara villi berperan dalam fungsi sekresi,

secara aktif mensekresikan ion klorida ke dalam lumen usus halus. Jadi enterosit

melaksanakan fungsi absorpsi sedangkan sel kripta melaksanakan fungsi sekresi. Sel-
sel yang rusak terkelupas masuk ke dalam lumen usus dan melepaskan virus dalam

jumlah yang besar yang dapat tampak di feses (lebih dari 1010partikel per gram

feses). Ekskresi virus biasanya berlangsung 2-12 hari pada individu yang sehat tetapi

dapat memanjang pada individu dengan nutrisi yang buruk.

2.2.3 Prevalensi Diare Rotavirus

Diare rotavirus menyerang 78,4% kasus berumur kurang dari 2 tahun dengan

prevalensi tertinggi pada kelompok umur 6-23 bulan (65,5%). Anak umur 6-23 bulan

rentan terkena infeksi rotavirus karena kadar antibodi ibu yang diperoleh melalui ASI

mulai menurun dan mulai memasuki fase oral ketika anak suka memasukkan semua

benda yang dipegang ke dalam mulut.

2.2.4 Faktor Penyebab / Etilogi Diare Rotavirus

Rotavirus sebagai virus penyebab diare terbanyak pada anak-anak biasanya

ditularkan melalui fecal-oral yaitu virus menyebar dari feses penderita dan tidak

sengaja masuk ke mulut seseorang misalnya melalui kontak dengan air, makanan,

tangan, dan objek lain yang terkontaminasi. Penyebaran ini dapat dikarenakan hal

sederhana seperti lupa mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar atau

setelah membersihkan anak yang baru buang air besar. Virus ini juga dapat dengan

mudah menyebar ke segala jenis objek yang dipegang, misalnya mainan atau

perabotan.

2.2.5 Faktor Risiko Diare Rotavirus

Infeksi rotavirus sangat umum terjadi pada anak-anak usia 3-35 bulan, terutama
di tempat penitipan anak dan rumah sakit. Orang dewasa yang mengurus anak-anak

juga memiliki risiko terkena infeksi rotavirus

2.2.6 Epidemiolgi Diare Rotavirus

Penularan dapat terjadi selama fase akut dan selanjutnya penularan terus dapat

berlangsung selama didalam tubuh orang itu masih ditemukan ada virus. Rotavirus

biasanya tidak ditemukan sesudah hari ke-8 sejak infeksi, walaupun virus masih

ditemukan selama 30 hari atau lebih pada penderita dengan gangguan sistem

kekebalan (immunocompromised).

Penyebaran dapat dikarenakan hal sederhana seperti lupa mencuci tangan dengan

sabun setelah buang air besar atau setelah membersihkan anak yang baru buang air

besar. Virus ini juga dapat dengan mudah menyebar ke segala jenis objek yang

dipegang, misalnya mainan atau perabotan

2.2.7 Terapi Farmakologi dan Non Farmakologi Diare Rotavirus

Dalam garis besarnya pengobatan diare dapat dibagi dalam:

1) Pengobatan kausatif

Pengobatan yang tepat terhadap kausatif diare diberikan setelah kita mengetahui

penyebabnya yang pasti. Jika kausal diare ini penyakit parenteral, diberikan

antibiotik sistemik. Jika tidak terdapat infeksi parenteral, sebenarnya antibiotik

baru boleh diberikan kalau pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan

bakteri patogen. Karena pemeriksaan untuk menemukan bakteri ini kadang-

kadang sulit atau hasil pemeriksaan datang terlambat, antibiotika dapat diberikan

dengan memperhatikan umur penderita, perjalanan penyakit, sifat tinja dan


sebagainya (Suharyono dkk., 1994).

2) Pengobatan simptomatik

a) Obat-obat anti diare: Obat-obat yang berkhasiat menghentikan diare

secara cepat seperti antispasmodik/spasmolitik atau opium (papaveri,

extraktum belladona, loperamid, kodein, dan sebagainya) justru akan

memperburuk keadaan karena akan menyebabkan terkumpulnya cairan di

lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya perlipat gandaan

(overgrowth) bakteri, gangguan digesti dan absorbsi. Obat-obat ini

berkhasiat untuk menghentikan peristaltik, tetapi akibatnya sangat

berbahaya karena penderita akan terkelabui. Diarenya terlihat tidak ada

lagi tetapi perut akan bertambah kembung dan dehidrasi bertambah berat

yang berakibat fatal untuk penderita (Noerasid dkk., 1988).

b) Adsorben: Obat-obat adsorben seperti kaolin, pektin, charcoal (norit,

tabonal), bismut sub bikarbonat dan sebagainya, telah dibuktikan tidak ada

manfaatnya.

c) Stimulans: Obat-obat stimulans seperti adrenalin, nikotinamide dan

sebagainya tidak akan memperbaiki renjatan atau dehidrasi karena

penyebab dehidrasi ini adalah kehilangan cairan sehingga pengobatan

yang paling tepat adalah pemberian cairan secepatnya.

d) Antiemetik: Obat antiemetik seperti chlorpromazine (largactil) terbukti

selain mencegah muntah juga dapat mengurangi sekresi dan kehilangan

cairan bersama tinja. Pemberian dalam dosis adekuat (sampai dengan

1mg/kg BB/hari) sekiranya cukup bermanfaat. Tetapi pada anak obat

antiemetik seperti chlorpromazine dan prochlorperazine mempunyai efek


sedatif, menyebabkan anak tidak mau mengkonsumsi cairan. Oleh karena

itu antiemetik tidak digunakan pada anak yang diare (Soebagyo, 2008).

e) Antipiretik: Obat antipiretik seperti preparat salisilat (asetosal dan aspirin)

dalam dosis (2mg/th/kali) ternyata selain berguna untuk menurunkan

panas yang terjadi sebagai akibat dehidrasi atau panas karena infeksi

penyerta juga mengurangi sekresi cairan yang keluar bersama tinja

(Suharyono et al., 1994).

3) Pengobatan Cairan

a. Pemberian cairan pada pasien diare dengan memperhatikan derajat

b. dehidrasi dan keadaan umum:

4) Pengobatan antibiotik

Antibiotika dapat digunakan pada kasus diare tertentu

Terapi non farmakologis :

Pasien sebaiknya mengkonsumsi makanan-makanan yang tinggi kalori, tinggi

protein, diet lunak tidak merangsang, bila tidak tahan laktosa diberikan rendah

laktosa, bila maldigesti lemak diberikan rendah lemak. Bila penyakit chron dan

kolitis ulserosa diberikan rendah serat pada keadaan akut. Minum yang banyak dan

bila perlu infus untuk mencegah dehidrasi.

Terapi farmakologis :

a) Bila sesak nafas dapat diberikan oksigen, infus untuk memberikan cairan

dan elektrolit.

b) Pemberian antibiotika apabila terdapat infeksi


c) Bila penyebab penyakit berupa amoeba/parasit/giardia dapat diberikan

metronidazol.

d) Apabila pasien alergi terhadap makanan/obat/susu, dapat diobati dengan

menghentikan makanan/obat penyebab alergi tersebut.

e) Keganasan/polip diobati dengan pengangkatan kanker/polip.

f) TB usus diobati dengan OAT

g) Diare karena kelainan endokrin, diobati dengan kelainan endokrinnya.

h) Malabsorbsi di atasi dengan pemberian enzim.

i) Kolitis diatasi sesuai jenis kolitisnya

2.4 Farmakoekonomi

2.4.1 Pengertian

Farmakoekonomi adalah ilmu yang mengukur biaya dan hasil yang

diperoleh dihubungkan dengan penggunaan obat dalam perawatan kesehatan

(Orion, 1997). Farmakoekonomi juga didefenisikan sebagai deskripsi dan analisis

dari biaya terapi dalam suatu sistem pelayanan kesehatan. Lebih spesifik lagi adalah

sebuah penelitian tentang proses identifikasi, mengukur dan membandingkan biaya,

resiko dan keuntungan dari suatu program, pelayanan dan terapi (Vogenberg, 2001)

2.4.2 Metode Farmakoekonomi

1. Analisis Minimalisasi Biaya AMiB

Metode AMiB merupakan metode farmakoekonomi paling sederhana dan

hanya dapat digunakan untuk membandingkan dua atau lebih intervensi

kesehatan, termasuk obat yang memberikan hasil yang sama, serupa atau
setara. Oleh karena hasil pengobatan dari intervensi sama, maka yang

dibandingkan hanya satu sisi yaitu biaya Kementrian Kesehatan RI., 2013.

Contoh : AMiB yang sering dilakukan adalah membandingkan dua obat

generik yang dinyatakan ekuivalen oleh FDA. Jika obat yang

dibandingkan ekuivalen tetapi diproduksi dan dijual oleh perusahaan

berbeda, hanya perbedaan biaya obat yang digunakan untuk memilih salah

satu yang nilainya paling tinggi. AMiB tidak bisa digunakan untuk

membandingkan obat yang berbeda kelas terapi dengan outcome yang

berbeda

2. Analisis Efektivitas Biaya AEB

Analisis efektivitas biaya AEB cukup sederhana dan banyak digunakan

untuk kajian farmakoekonomi dengan membandingkan dua atau lebih

intervensi kesehatan yang memberikan besaran efek berbeda Rascati, et

al., 2009. Pada AEB, biaya intervensi kesehatan diukur dalam unit

moneter dan hasil dari intervensi tersebut dalam unit alamiahindikator

kesehatan baik klinis maupun non klinis non-moneter. Tidak seperti unit

moneter yang seragam dan mudah dikonversikan, indikator kesehatan

sangat beragam. Oleh sebab itu, AEB hanya dapat digunakan untuk

membandingkan intervensi kesehatan yang memiliki tujuan sama

Kementrian Kesehatan RI., 2013. Hasil AEB digambarkan sebagai rasio,

baik dengan cost-effectiveness ratio CER atau sebagai incremental cost-

effectiveness ratio ICER. CER menggambarkan total biaya program atau

alternatif dibagi dengan outcome klinik, dipresentasikan sebagai unit

moneter per outcome klinik spesifik yang dihasilkan sehingga klinisi dapat
memilih alternatif dengan biaya lebih rendah untuk setiap outcome yang

diperoleh.

3. Analisis Utilitas Biaya AUB

Metode AUB memiliki kemiripan dengan AEB, tetapi outcome-nya

dinyatakan dengan utilitas yang terkait dengan peningkatan kualitas akibat

intervensi kesehatan yang dilakukan Kementrian Kesehatan RI., 2013.

Luaran yang sering digunakan dalam AUB adalah quality-adjusted life

year QLAY yang menggabungkan kualitas morbiditas dan kuantitas

mortilitas hidup. Kelebihan AUB adalah tipe luaran kesehatan yang

berbeda dan penyakit dengan beberapa luaran dapat dibandingkan

menggunakan satu unit pengukuran yaitu Universitas Sumatera Utara 9

QLAY. Kekurangan metode ini adalah sulit untuk menentukan utilitas

atau QLAY secara tepat.

4. Analisis Manfaat Biaya AMB

Analisis manfaat biaya AMB adalah suatu teknik analisis dalam ilmu

farmakoekonomi yang menghitung dan membandingkan biaya suatu

intervensi kesehatan terhadap manfaatnya dan diekspresikan dalam satuan

moneter Kementrian Kesehatan RI., 2013. Kelebihan AMB adalah

beberapa luaran yang berbeda dapat dibandingkan, luaran diukur dengan

nilai mata uang. Kekurangan AMB adalah bahwa menempatkan nilai

ekonomi pada luaran medik bukan merupakan hal yang mudah dan tidak

ada kesepakatan bersama metode standar untuk bisa memenuhinya.


2.4.3 Penjelasan Khusus Suatu Metode

Analisis efektivitas biaya AEB cukup sederhana dan banyak digunakan

untuk kajian farmakoekonomi dengan membandingkan dua atau lebih intervensi

kesehatan yang memberikan besaran efek berbeda Rascati, et al., 2009. Pada

AEB, biaya intervensi kesehatan diukur dalam unit moneter dan hasil dari

intervensi tersebut dalam unit alamiahindikator kesehatan baik klinis maupun

non klinis non-moneter. Tidak seperti unit moneter yang seragam dan mudah

dikonversikan, indikator kesehatan sangat beragam. Oleh sebab itu, AEB hanya

dapat digunakan untuk membandingkan intervensi kesehatan yang memiliki

tujuan sama Kementrian Kesehatan RI., 2013. Hasil AEB digambarkan sebagai

rasio, baik dengan cost-effectiveness ratio CER atau sebagai incremental cost-

effectiveness ratio ICER. CER menggambarkan total biaya program atau

alternatif dibagi dengan outcome klinik, dipresentasikan sebagai unit moneter

per outcome klinik spesifik yang dihasilkan sehingga klinisi dapat memilih

alternatif dengan biaya lebih rendah untuk setiap outcome yang diperoleh.

2.5 Pustaka

Muhajir,Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 171/Menkes/ SK/IV/2014


tentang Komite Penilaian Teknologi Kesehatan.

Arnold RJG. Pharmacoeconomics, from theory to practice. CRC Press; 2010.


Departemen Kesehatan. 2011. Buku pedoman Pengendalian Penyakit Diare
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia dengan nomor
1216/MENKES/SK/XI/2001

World Health Organization. 2011. Diarhorreal Disease. Geneva, Switzerland.

Widoyono. 2008. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pemberantasannya. Penerbit Erlangga. Jakarta.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Penetapan Kriteria Alternatif

Dalam penelitian tentang sistem pendukung keputusan, alternatif merupakan

bahan utama yang diperlukan. Dengan demikian perlu sebuah data yang kongkret

dan berkualitas untuk terciptanya penelitian yang bermutu. Adapun penentuan

alternatif yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Alternatif bersumber dari organisasi kesehatan dunia (WHO).

2. Alternatif yang dipilih memiliki kesesuaian dengan objek penelitian .

3. Alternatif yang ditentukan sudah populer dan sesuai untuk daerah.

3.2 Penetapan Kriteria Populasi dan Sampel (Kriteria Insklusi dan Eksklusi)

3.2.1 Populasi

Target populasi penelitian ini adalah anak-anak usia di bawah lima tahun

yang menjadi tujuan program imunisasi diare rotavirus secara nasional. Biaya

perawatan diare rotavirus untuk setiap penderita yang datang ke fasilitas

pelayanan kesehatan diestimasi menggunakan data primer yang kami kumpulkan

dari sampel populasi di Kabupaten Purworejo dan Kotamadia Yogyakarta.

Kedua Daerah Tingkat II ini diharapkan dapat mewakili data di tingkat

Kabupaten dan Kotamadia (rural dan urban) dengan penduduk masing-masing

774.285 dan 433.539 jiwa. Kabupaten Purworejo terdiri dari 16 kecamatan dan

memiliki fasilitas pelayanan kesehatan berupa 8 buah RS (3 buah pemerintah

dan 5 swasta), 25 buah puskesmas dan pustu (puskesmas pembantu). Kotamadia


Yogyakarta memiliki 17 buah RS (3 buah pemerintah dan 14 swasta) dan

berdekatan dengan berbagai rumah sakit lain di Daerah Istimewa Yogyakarta

3.2.2 Sampel

Anak-anak usia di bawah lima tahun yang menjadi tujuan program

imunisasi diare rotavirus secara nasional dikumpulkan dari sampel data di

RSUD di Kotamadia Yogyakarta, RSUD Purworejo, RS swasta (PKU

Muhamadiyah) di Purworejo, dan 6 puskesmas di Kabupaten Purworejo

3.2.3 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel diambil secara Purposive Sampling yaitu

teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Adapun kriteria inklusi

dan eksklusi selama penelitian berlangsung sebagai berikut:

1. Kriteria Inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam,2009: 92).

Kriteria Inklusi dalam penelitian ini antara lain:

a. Anak-anak usia di bawah lima tahun yang menjadi tujuan program

imunisasi diare rotavirus secara nasional di RSUD di Kotamadia

Yogyakarta, RSUD Purworejo, RS swasta (PKU Muhamadiyah) di

Purworejo, dan 6 puskesmas di Kabupaten Purworejo

b. Pasien diare rotavirus yang bersedia menjadi responden.

Data pertama adalah data proporsi diare rotavirus menurut kelompok

umur yang bersumber dari kedua penelitian kami sebelumnya dan juga

mempertimbangkan hasil laporan penelitian serupa yang bersumber dari


6 rumah sakit rujukan di Indonesia. Data kedua adalah angka proporsi

kejadian diare menurut kelompok umur yang diolah kembali dari data

sekunder hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2002-

2003).

2. Kriteria Eksklusi adalah penghilangan atau mengeluarkan subjek yang

memenuhi inklusi dari studi karena berbagai sebab. Kriteria eksklusi dalam

penelitian ini antara lain:

a. Pasien diare rotavirus yang tidak termasuk kelompok umur

b. Pasien diare rotavirus yang tidak berada di tempat saat pengambilan

sampel.

3.3 Penetapan Outcome

Penetapan outcome dilakukan pada akhir penelitian , komponen ini dikatakan

efektif apabila efektivitas vaksin tidak diragukan lagi sebagai program nasional.

Namun demikian, pertimbangan vaksinasi nasional tidak hanya persoalan efektivitas

vaksin. Masalah biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan vaksinasi program

nasional perlu diperhitungkan cost-effectiveness-nya.

3.4 Penetapan Perspektif

Dalam model ini dua perspektif masuk dalam pertimbangan, yaitu perspektif

perawatan kesehatan serta waktu terjadinya outcome dan umur saat vaksinasi.

Perspektif perawatan kesehatan mencakup biaya medis secara langsung dan biaya tak

langsung yang dikeluarkan oleh penderita. Di samping itu, model analisis juga

mempertimbangkan waktu terjadinya outcome penyakit (sakit atau meninggal),


karena vaksin akan tidak efektif jika diberikan pada anak-anak yang pernah terinfeksi

rotavirus. Dan juga umur saat vaksinasi juga menjadi penentu, yang mana kelompok

umurvaksinasi rotavirus disini adalah kelompok umur dibawah 5 tahun.

3.5 Penetapan Komponen Biaya

Penetapan komponen biaya menggunakan prinsip-prinsip dasar model

matematik yang direkomendasikan di dalam “protokol generik” publikasi WHO

untuk mengestimasi biaya perawatan diare rotavirus dan cost-effectiveness vaksinasi.

3.6 Rancangan Penelitian

3.6.1 Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif dengan menggunakan metode penelitian kualitatif.

3.6.2 Analisis Statistik

Estimasi “beban penyakit” (burden of disease) rotavirus dan analisis dampak

ekonomis diare rotavirus di Indonesia. Dengan mengacu data efektivitas dan harga

vaksin yang telah beredar di tingkat global. Dilakukan simulasi untuk menyusun

model sebagai pembanding data empirik menggunakan variabel beban penyakit,

cakupan dan efektivitas vaksin. Distribusi kesudahan penyakit (outcome) menurut

umur didasarkan pada hasil observasi penelitian kami di rumah sakit dan

puskesmas yang menjadi sampel penelitian ini. Demikian juga kunjungan

penderita diare rotavirus menurut kelompok umur didasarkan pada hasil penelitian

tersebut.
3.6.3 Analisis Farmakoekonomi

Analisis Effectivitas Biaya (Cost-Effectiveness) Dalam penelitian ini,

efektivitas biaya akan diukur terutama menggunakan konsep peningkatan rasio

efektivitas biaya (the incremental cost-effectiveness ratios atau disingkat

CERs). Efektivitas vaksinasi dihitung dengan cara menggabungkan angka

cakupan vaksinasi dengan informasi efikasi vaksinasi (variabel yang fungsinya

tergantung pada umur saat vaksinasi). Analisis sensitivitas dilakukan untuk

estimasi dampak angka diare rotavirus, efikasi vaksin, perkiraan biaya per hari

atau kunjungan ke fasilitas pelayanan, dan harga vaksin untuk incremental

CER.

Anda mungkin juga menyukai