Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

FARMASI KOMUNITAS
“ TATA CARA PERIZINAN PENDIRIAN APOTEK”
(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah Farmasi Komunitas dengan
dosen pengampu Ibu Elvina Triana Putri, M.Farm. Apt)

Disusun oleh :
Siti Mutmainnah (20344167)
Rahmayanti (20344168)
Anggi Windarwati (20344169)
Retno Anggraeni (20344170)
Yeni Suparni (20344171)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan suatu negara hukum berlandaskan Pancasila dan
Undang – Undang Dasar tahun 1945. Di dalam Undang-Undang Dasar tahun
1945 alinea ke 4 (empat) telah ditegaskan tujuan negara Republik Indonesia.
Dari tujuan tersebut, untuk mewujudkan suatu kebahagiaan salah satunya adalah
dengan meningkatkan taraf hidup dan kesehatan masyarakat itu sendiri. Untuk
melakukan perbaikan kesehatan masyarakat dilakukan hal – hal sebagai berikut :
a. Melalui upaya pencegahan dan penyembuhan dengan mendekatkan
pelayanan kesehatan kepada rakyat, pembangunan kesehatan ditujukan
kepada peningkatan pemberantasan penyakit menular dan penyakit rakyat.
b. Peningkatan keadaan gizi rakyat baik kepada orang dewasa maupun anak –
anak.
c. Pengadaan air bersih bagi rakyat di daerah kota dan pedesaan.
d. Peningkatan kebersihan lingkungan dimulai pada diri sendiri dan
meningkatkan kesehatan dilingkungan tempat tinggal.
e. Perlindungan kepada rakyat terhadap bahaya narkotika dan penggunaan
obat- obatan yang tidak memenuhi syarat serta diberikan penyuluhan
kesehatan pada masyarakat untuk memasyarakatkan perilaku yang dimulai
sedini mungkin sejak kanak – kanak.
Semakin jelas terlihat bahwa setiap usaha dalam lapangan kesehatan tidak
terlepas dari pada pengaturan dan pengawasan pemerintah. Salah satunya
adanya pemberian Izin dari Pemerintah dalam pendirian usaha tersebut.
Adapun salah satu usaha dalam bidang kesehatan yaitu apotek yang merupakan
wadah atau tempat pendistribusian obat-obatan, memegang peranan di dalam
rangka peningkatan taraf kesehatan bagi masyarakat dalam suatu negara seperti
yang tertuang dalam Undang – Undang RI NO.36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan. Dengan demikian tata cara perizinan dalam pendirian usaha apotek
pun sangat dibutuhkan.

I.2 Rumusan Masalah


 Bagaimana prosedur dan tata cara perizinan pendirian apotek di Indonesia
 Tindakan apa yang dapat diberikan kepada Surat Izin Apotik (SIA) yang
telah diberikan akan tetapi tidak berjalan dengan baik dalam perizinan
pendirian apotek di Indonesia

I.3 Tujuan Penelitian


 Mengetahui prosedur dan tata cara perizinan pendirian apotek di Indonesia
 Mengetahui Tindakan apa yang dapat diberikan kepada Surat Izin Apotik
(SIA) yang telah diberikan akan tetapi tidak berjalan dengan baik dalam
perizinan pendirian apotek di Indonesia
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan pengelolahan, peracikan dan


penyerahan obat atau bahan obat. Dari penjelasan pasal tersebut diatas dapatlah di
artikan bahwa yang dimaksud dengan Apotek adalah : Suatu bentuk badan usaha
yang bekerja untuk membuat, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan obat kepada masyarakat. Adapun
Surat Izin Apotek (SIA) menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 26
tahun 2018, adalah Surat Izin yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker atau
Apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan Apotek
disuatu tempat tertentu. Dari uraian – uraian tersebut diatas, bahwa disini dapat
kita lihat adanya suatu hubungan antara Surat Izin Apotek dengan Hukum
Administrasi Negara, dimana kedua pengertian tersebut saling mengisi, karena
Hukum Administrasi Negara memberikan tugas kepada aparat Pemerintah Pusat
dalam hal ini Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada aparat didaerah
sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dalam rangka pemberian Surat
Izin Apotek dan Surat – Surat Izin Pengelola Apoteker yang berkaitan dengan
Apotek, yang telah memenuhi persyaratan untuk berdiri. Dalam proses tata kerja
penyelenggaraan atau proses teknis dimana dalam hal pemberian Surat Izin
Apotek (SIA), Pemerintah telah memberi petunjuk dan syarat – syarat dibidang
pemberian Izin Apoteker sebagai Pengelola Apotek, hal mana dapat dilihat
hubungan antara Departemen Kesehatan dengan Dirjen Kesehatan Republik
Indonesia dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai dasar hukum
Peraturan Menteri Kesehatan RI Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 26 tahun
2018 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Pendirian Apotek.

2.1 Persyaratan Pendirian Apotek


Didalam mendirikan suatu Apotek tentu saja harus terlebih dahulu dipenuhi
segala persyaratan untuk dapat kiranya Apotek tersebut dapat berdiri dan
menjalankan tugas dan fungsinya ditengah – tengah masyarakat, dimana
persyaratan yang dimaksudkan meliputi :

2.1.1 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek


Untuk dapat menjadi apoteker pengelola apotek, maka seorang apoteker
harus memenuhi persyaratan yang tercantum di dalam peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 pasal 5 yaitu :
 Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan.
 Telah mengucapkan Sumpah atau janji sebagai apoteker.
 Memiliki surat izin kerja dari Menteri Kesehatan
 Memiliki syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk
melaksanakan tugasnya sebagai apoteker.
 Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi
apoteker pengelola apotik di tempat lain.
2.1.2 Persyaratan Apotek
Persyaratan apotek berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 26
Tahun 2018 yaitu :
a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang
bekerjasama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus
siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan
lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan
kegiatan pelayanan komoditi lain di luar sediaan farmasi.
c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lain di luar
sediaan farmasi.
d. Bangunan
• Luas bangunan apotek seluruhnya
• Bangunan terdiri dari : ruang tunggu, ruang peracikan dan penyerahan
obat, ruang administrasi dan kamar kerja apoteker, ruang penyimpanan
obat, ruang laboratorium pengujian sederhana, ruang tempat pencucian alat
• Keadaan bangunan
 Dinding : Harus kuat dan tahan air, permukaan sebelah dalam harus
rata, tidak mudah mengelupas dan mudah dibersihkan.
 Langit-langit : Harus terbuat dari bahan yang tidak mudah rusak dan
permukaan sebelah dalam harus bewarna terang.
 Atap : tidak boleh bocor, terbuat dari genteng atau bahan lain yang
memadai.
 Lantai : Tidak boleh lembab, terbuat dari ubin semen atau bahan lain
yang memadai.
• Kelengkapan
 Sumber air : Harus memenuhi persyaratan kesehatan
 Penerangan : Harus cukup terang sehingga dapat menjamin pelaksanaan
tugas dan fungsi apotek.
 Alat pemadam kebakaran : Harus berfungsi dengan baik sekurang-
kurangnya dua buah.
 Ventilasi : Yang baik serta memenuhi persyaratan hygiene lainnya.
 Sanitasi : Yang baik serta memenuhi persyaratan hygiene lainnya
 Papan nama
e. Perlengkapan
• Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan
 Gelas ukur
 Labu Erlenmeyer
 Gelas piala
 Panci pengukur 1 liter
 Corong berbagai ukuran
 Timbangan milligram dan anak timbangan yang sudah ditara
 Timbangan gram dan anak timbangan yang sudah ditara
 Thermometer berkala 100o C
 Mortar garis tengah 5 s/d 10 cm dan 10s/d 15 cm
 Spatel
 Cawan penguap
 Batang pengaduk
 Pemanas air
 Panci
 Rak tempat pengeringan alat
• Perlengkapan dan alat perbekalan farmasi
 botol
 Lemari dan rak untuk menyimpan obat
 Lemari pendingin
 Lemari untuk penyimpanan racun, narkotika dan bahan obat
• Wadah pengemas dan pembungkus
 Etiket
 Wadah pengemas dan pembungkus untuk penyerahan obat
• Alat perlengkapan laboratorium
 Alat laboratorium untuk identifikasi obat terdiri dari :
- Alat kromatografi lapis tipis
- Alat kromatografi kertas
- Alat pemisah 100 ml
- Labu Erlenmeyer 50 ml, 100 ml, 250 ml
- Plat tetes
- Penyemprot reagensia
- Tabung reaksi
 Pipet kapiler
 Reagensia untuk identifikasi obat, ada dengan jumlah sesuai
kebutuhan
• Alat administrasi
Blanko pesanan obat, blanko kartu stok obat, blanko salinan resep,blanko
faktur, blanko nota penjualan, buku pembelian, buku penerimaan, buku
penjualan, buku pembukuan keuangan, buku catatan narkotika dan
psikotropika, form laporan obat narkotika, form laporan obat psikotropika,
buku pencatatan penyerahan racun, alat – alat tulis dan kertas
• Buku wajib
 Farmakope Indonesia edisi terbaru
 Extra farmakope Indonesia
 Kumpulan peraturan perundang – undangan yang berhubungan
dengan apotek
f. Tenaga Kesehatan
• Apoteker pengelola apotek
• Apoteker pendamping
• Asisten apoteker kepala
• Asisten apoteker

2.2 Teknis Pelaksanaan Membuka Apotek


Dalam upaya membuka apotek yang baru berdiri, sering kali tertunda yang
disebabkan oleh hal – hal kecil baik yang terdapat dalam proses pemeriksaan
kelengkapan sarana pendukung operasional apotek ataupun kelengkapan berkas -
berkas lampiran dalam mengajukan permohonan SIA. Untuk menghindari
kekurangan – kekurangan tersebut, maka sebaiknya APA melakukan 3 hal yaitu :

1. Menginventarisasi semua kebutuhan perlengkapan sarana apotek, lalu


membeli sesuai dengan kebutuhan persyaratan pada saat mengurus SIA.
Dalam melakukan inventarisasi dan menyiapkan perlengkapan sarana apotek
antara lain meliputi :
a. Menata ruangan peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi dan
ruang kerja APA, toilet
b. Memenuhi seluruh perlengkapan yang menjadi persyaratan
c. Memberi tanda ( √ ) untuk sarana yang sudah siap ( oke )
2. Menginventarisasi dan mengurus semua berkas – berkas lampiran yang
dibutuhkan dalam mengajukan permohonan SIA.
1) Menginventarisasi berkas lampiran permohonan SIA sesuai dengan
Permenkes No. 1332/ Menkes/SK/X/2002 berkas lampiran yang
dibutuhkan dalam permohonan SIA terdiri dari :
a. Fotokopi SIK / SP
b. Fotokopi KTP
c. Foto kopi denah bangunan apotek ( dibuat sendiri )
d. Surat keterangan ( sertifikat ) status bangunan
e. Daftar rincian perlengkapan apotek
f. Daftar tenaga asisten apoteker, mencantumkan nama / alamat, tanggal
lulus, No. SIK
g. Surat pernyataan APA tentang : tidak bekerja di perusahaan farmasi lain
atau APA di apotek lain
h. Surat izin dari atasan langsung ( untuk pegawai negeri dan TNI/POLRI)
i. Fotokopi akte perjanjian dengan PSA ( bila kerjasama dengan PSA )
j. Surat pernyataan PSA tentang : tidak pernah melanggar peraturan
perundang – undangan di bidang obat ( bila kerjasama dengan PSA )
2) Mengurus dan memperoleh berkas lampiran permohonan SIA adalah
sebagai berikut :
a. Surat penempatan apoteker dari Kadinkes Propinsi. Untuk apoteker
yang belum memiliki SIK dari Departemen Kesehatan, maka yang
bersangkutan harus mengurusnya ke Kadinkes Propinsi, melampirkan
fotokopi ijazah, sumpah apoteker, KTP dan yang lainnya sesuai
dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Untuk apoteker yang telah
memiliki SIK surat penempatan ini tidak diperlukan lagi.
b. Akte sewa / kontrak rumah. Untuk apoteker yang menggunakan
bangunan pihak lain, maka surat perjanjian kontrak rumah harus dibuat
di notaris, Apoteker yang menggunakan bangunan sendiri, maka akte
sewa / kontrak ini tidak diperlukan ( cukup dengan fotokopi
sertifikat kepemilikan rumah )
c. NPWP ( nomor pokok wajib pajak ) apotek
Apoteker menyiapkan lampiran ( surat keterangan domisili usaha,
fotokopi KTP APA dan berkas lainnya yang dibutuhkan ), kemudian
APA membawa berkas lampiran tersebut ke Kepala Kantor Pelayanan
Pajak untuk memperoleh NPWP. Kepala kantor pelayanan pajak akan
menerbitkan NPWP tersebut, setelah dianggap memenuhi berkas
persyaratan.
d. Surat keterangan domisili apotek dari kelurahan
Apoteker menyiapkan surat persetujuan dari tetangga ( minimal dari 4
tetangga ), kemudian meminta kesediannya untuk menandatangani
surat tersebut. Surat keterangan tersebut dibawa ke RT / RW untuk
diketahui dan memperoleh surat pengantar untuk mengurus surat
keterangan domisili perusahaan disertai dengan lampiran :

• Surat persetujuan dari tetangga


• Sertifikat tanah / rumah
• Fotokopi IMB
• Fotokopi PBB
• Fotokopi KTP APA

e. Surat izin Undang – Undang gangguan ( UUG ) dari kepala Dinas


Trantib dan Linmas Propinsi atau Kabupaten / kota. Apoteker
menyiapkan dan membawa berkas lampiran untuk mengurus izin UUG
ke Kepala Dinas Trantib Propinsi atau Kabupaten / kota yang
meliputi :
• Surat keterangan domisili perusahaan
• Surat keterangan persetujuan tetangga
• Fotokopi IMB
• Fotokopi sertifikat tanah / rumah
• Fotokopi PBB
• Fotokopi NPWP
• Fotokopi KTP APA

Kemudian mengisi formulir permohonan UUG yang telah disediakan


oleh Kadin Trantib Propinsi atau Kabupaten / Kota, dan Kepala Dinas
Trantib Propinsi Kabupaten / kota akan menerbitkan surat UUG
tersebut, setelah dianggap memenuhi berkas persyaratannya ( dalam
waktu 2 minggu )
f. Peta lokasi apotek (dibuat sendiri)
g. Denah bangunan apotek
h. Surat pernyataan kesanggupan menjadi APA
i. Surat pernyataan APA tentang tidak bekerja diperusahaan lain
j. Surat pernyataan kesanggupan bekerja menjadi AA
k. Akte perjanjian dengan PSA (bila kerjasama dengan PSA)
l. Surat pernyataan PSA tentang tidak pernah melanggar peraturan
perundang undangan dibidang obat

2.3 Tata Cara Memperoleh SIA

Dengan adanya perubahan pada sistem Pemerintahan pada tahun 1999 dari
sistem sentralisasi menjadi otonomi daerah, maka tata cara mengurus SIA juga
mengalami perubahan. Perubahan tata cara dalam mengurus izin apotek
dituangkan dalam peraturan Menteri Kesehatan No 26 Tahun 2018 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek yakni:

 Yang berwenang memberikan SIA adalah Kepala Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota (Kadinkes).
 Yang berhak memperoleh izin adalah apoteker.

Flowchart pengurusan memperoleh Surat Izin Apotek adalah sebagai berikut


Berita Acara

Adapun rincian langkah yang harus dilakukan untuk memperoleh SIA adalah

sebagai berikut:

1. Apoteker mengajukan surat permohonan SIA (menggunakan formulir

APT-1 bermaterai) kepada Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten

Kota/Kabupaten setempat dengan lampiran sebagai berikut:

 Fotokopi Surat Izin Kerja (SIK)

 Fotokopi KTP

 Fotokopi denah bangunan dan keterangan kondisi bangunan

 Surat keterangan status bangunan (hak milik atau sewa)

 Daftar tenaga kesehatan (asisten apoteker)

 Daftar alat pelengkapan apotek

 Surat pernyataan tidak bekerja di perusahaan farmasi lain atau

tidak menjadi APA di apotek lain.


 Surat izin atasan (untuk pegawai negeri dan TNI/POLRI)

 Akte perjanjian dengan pemilik sarana apotek (PSA)

 Surat pernyataan PSA tidak terlibat dalam pelanggaran peraturan

perundang-undangan di bidang obat.

2. Tim dinas kesehatan kabupaten/kota atau kepala Balai POM setelah

menerima permintaan bantuan teknis (formulir APT-2), paling lambat 6

hari kerja harus melaporkan hasil pemeriksaan setempat (dengan

menggunakan formulir APT-3).

3. Bila paling lambat 6 hari kerja, pemeriksaan tidak dilaksanakan, maka

apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan

kegiatan kepada Kadinkes Kab/Kota setempat dengan tembusan Kadinkes

Propinsi (dengan menggunakan formulir APT-4).

4. Kadinkes Kab/Kota dalam waktu 12 hari kerja setelah menerima laporan

hasil pemeriksaan, kemudian menerbitkan SIA dengan menggunakan

formulir APT-5.

V. PENGALIHAN TANGGUNG JAWAB PENGELOLAAN APOTEK

Pengalihan tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotik (APA) dapat terjadi apabila APA
tidak bertindak sebagai Apoteker pada apotik tersebut atau Apoteker meninggal dunia. Aturan-
aturan tentang pengalihan tanggung jawab tersebut dapat dilihat pada Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 pasal 23 dan Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 24.

Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MENKES/PER/X/1993 pasal 23 adalah sebagai


berikut:

1. Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan


karena penggantian APA kepada Apoteker pengganti, wajib dilakukan serah terima resep,
narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci-kunci tempat penyimpanan
narkotika dan psikotropika.
2. Pada serah terima dimaksud ayat 1, wajib dibuat berita acara serah terima sesuai
dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang ditandatangani oleh kedua
tempat belah pihak, yang melakukan serah terima dengan menggunakan formulir model AP-
10.

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 24 adalah sebagai


berikut:

1. Apabila apoteker pengelola apotik meninggal dunia, dalam jangka waktu 2x24 jam, ahli
waris apoteker pengelola apotik wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada
kepala kantor wilayah atau petugas yang diberi wewenang olehnya.
2. Apabila pada apotik tersebut tidak terdapat apotek pendamping, pada pelaporan
dimaksud ayat 1, wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras dan
kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika.
3. Pada penyerahan dimaksud ayat 1 dan 2, dibuat berita acara surat terima sebagaimana
dimaksud pasal 23 ayat 2 dengan kepala kantor, dengan kepala kantor wilayah atau petugas
yang diberi wewenangnya, selaku pihak yang menerima dengan menggunakan contoh.

VI. PENCABUTAN SIA

Apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan yang telah berlaku, maka Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota berhak mencabut surat izin apotik. Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 25, bentuk pelanggaran-pelanggaran yang
dimaksud yaitu:

1. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai APA


2. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian
3. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun berturut-turut
4. Terjadi pelanggaran terhadap UU no. 9 th 1976 tentang narkotika, UU No. St 1937 No.
541 tentang obat keras, UU No. 23 th 1992 serta ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya
5. Surat Izin Kerja APA dicabut
6. Pemilik sarana apotek terbukti melakukan pelanggaran perundang-undangan di bidang
obat
7. Apotek tidak memenuhi persyaratan sebagai apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1332/MENKES/SK/2002 pasal 26,
sebelum Surat Izin Apotik dicabut, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu:

1. Peringatan secara tertulis kepada APA tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu
masing-masing 2 bulan
2. Pembekuan izin apotik untuk jangka waktu paling lama 6 bulan sejak dikeluarkan
penetapan pembekuan kegiatan apotik.
Pembekuan izin apotik dapat dicairkan apabila apotik telah membuktikan memenuhi seluruh
persyaratan sesuai ketentuan dan telah diperiksa oleh Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat.

Setelah dilakukan pencabutan Surat Izin Apotik maka APA atau Apoteker pengganti
wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
922/MENKES/PER/X/1993 pasal 28 dan 29 yaitu:

1. Inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat
lainnya serta seluruh resep apotik
2. Memasukkan narkotika, psikotropika dan resep ke dalam tempat tertentu dan terkunci
3. APA wajib melapor secara tertulis kepada Kepala Kantor Dinas Kesehatan atau petugas
berwenang tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi

Anda mungkin juga menyukai