Anda di halaman 1dari 34

Sarana kesehatan dibidang

farmasi

FRANSISKA DUA LAIR, S.Farm


Sarana Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan
Dilihat dari sifat upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan maka dapat dibedakan menjadi tiga
sarana, yaitu:
1. Sarana Pelayanan Kesehatan Primer (primary care)
merupakan pelayanan kesehatan yang paling dekat dengan masyarakat dan hanya bisa menangani
kasus-kasus ringan. Sarana kesehatan ini mencakup Puskesmas, Poliklinik, Dokter Praktek, dan
sebagainya
2. Sarana Pelayanan Kesehatan Tingkat Dua (secondary care)
Sarana pelayanan tingkat dua merupakan pelayanan kesehatan rujukan bagi kasus-kasus atau
penyakit-penyakit dari pelayanan kesehatan primer. Sarana kesehatan ini mencakup Puskesmas
Rawat Inap, RS Kabupaten, RS tipe C atau RS tipe D serta RS Bersalin.
3. Sarana Pelayanan Kesehatan Tingkat Tiga (tertiary care)
Merupakan pelayanan kesehatan rujukan bagi kasus-kasus atau penyakit-penyakit
dari pelayanan kesehatan tingkat dua. Sarana kesehatan ini mencakup RS Provinsi,
RS tipe A atau RS tipe B dan sebagainya.
– Menurut Peraturan Menteri No.1332/Menkes/SK/X/2002,
Apotek adalah salah satu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan farmasi kepada
masyarakat.
– Menurut PP no. 51 tahun 2009 pasal 1 ayat 13
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek
kefarmasian oleh apoteker
Tugas dan fungsi apotek

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.25 tahun 1980, tugas dan fungsi apotek adalah sebagai berikut:
1. Tempat pengabdian profesi apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.
2. Sarana farmasi yang telah melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan
penyerahan obat atau bahan obat.
3. Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyalurkan obat yang diperlukan masyarakat
secara luas dan merata.
4. Sebagai sarana pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi lainnya kepada masyarakat.
LANDASAN HUKUM

Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam:
 Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
 Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
 Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
 Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No. 26 tahun 1965 mengenai Apotek.
 Peraturan Pemerintah No 41 tahun 1990 tentang Masa Bakti dan Izin kerja Apoteker, yang disempurnakan dengan Peraturan
Menteri kesehatan No. 184/MENKES/PER/II/1995.
 Peraturan Menteri Kesehatan No. 695/MENKES/PER/VI/2007 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan No.
184 tahun 1995 tentang penyempurnaan pelaksanaan masa bakti dan izin kerja apoteker.
 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
 Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek.
Manajemen Apotek

Manajemen Apotek, adalah manajemen farmasi yang diterapkan di apotek. Sekecil


apapun suatu apotek, sistem manajemennya akan terdiri atas setidaknya beberapa
tipe manajemen, yaitu :
1. Manajemen keuangan
2. Manajemen pembelian
3. Manajemen penjualan
4. Manajemen Persediaan barang
5. Manajemen pemasaran
6. Manajemen khusus
Peraturan Perundang-Undangan
tentang Apotek

Pada peraturan pemerintah No 25 tahun 1980 tentang apotek:


Pasal 3
– Apotek dapat diusahakan oleh :
a. Lembaga atau instansi bukan pemerintah dengan tugas pelayanan kesehatan
di pusat dan di daerah.
b. Perusahaan milik negara yang ditunjuk oleh pemerintah.
c. Apotek yang telah mengucapkan sumpah dan telah memperoleh izin kerja
dari Menteri
Pasal 5
Untuk mendirikan apotek harus ada izin dari Menteri Kesehatan yang menetapkan ketentuan-ketentuan mengenai :
a. Syarat-syarat kesehatan dari ruangan (tempat) Apotek.
b. Alat-alat perlengkapan dan obat-obatan yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian.
c. Hal-hal lain yang dianggap perlu.
Pertanggung jawaban teknik farmasi sebuah apotek terletak pada seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah dan
telah memperoleh izin kerja dari Menteri Kesehatan.
Agar dapat melakukan usaha-usaha di bidang farmasi dan pekerjaan kefarma-sian sebuah apotek harus memiliki Surat Izin
Apotek (SIA) yaitu surat yang diberikan oleh Menteri Kesehatan kepada Apoteker atau Apoteker bekerja sama dengan pemilik
sarana untuk menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Izin apotek berlaku untuk seterusnya selama apotek yang
bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan Apoteker Pengelola Apotek dapat melaksanakan pekerjaannya dan masih
memenuhi persyaratan.
Persyaratan apotik

Untuk menciptakan sarana pelayanan kesehatan yang mengutamakan kepentingan masyarakat, maka
apotek harus memenuhi syarat yang meliputi lokasi, bangunan, perlengkapan apotek, perbekalan
farmasi dan tenaga kesehatan yang harus menunjang penyebaran dan pemerataan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat tanpa mengurangi mutu pelayanan. (SK Menkes RI No.
278/Menkes/SK/V/1981
1. Lokasi
Lokasi apotek sangat berpengaruh terhadap maju mundurnya usaha, sehingga lokasi apotek sebaiknya
berada di daerah yang:
a. Ramai
b. Terjamin keamanannya
c. Dekat dengan rumah sakit / klinik
d. Sekitar apotek ada beberapa dokter yang praktek
e. Mudah dijangkau
f. Cukup padat penduduknya
2. Bangunan
– Bangunan apotek harus mempunyai luas secukupnya dan memenuhi persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin pelaksanaan
tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang farmasi.
– Luas bangunan apotek sekurang-kurangnya 50 M 2 terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang
administrasi, ruang penyimpanan obat, dan tempat pencucian alat.
– Bangunan apotek harus mempunyai persyaratan teknis sebagai berikut :
a. Dinding harus kuat dan tahan air, permukaan sebelah harus rata, tidak mudah mengelupas dan mudah dibersihkan.
b. Langit-langit harus terbuat dari bahan yang tidak mudah rusak dan permukaan sebelah dalam berwarna terang.
c. Atap tidak boleh lembab, terbuat dari genteng, atau bahan lain yang memadai.
d. Lantai tidak boleh lembab, terbuat dari ubin, semen, atau bahan lain yang memadai.
e. Setiap apotek harus memasang papan pada bagian muka apotek, yang terbuat dari papan, seng atau bahan lain yang memadai,
sekurang-kurangnya berukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm dan tinggi huruf 5 cm dan tebal 5 mm
3. Perlengkapan Apotek
– Apotek harus memiliki perlengkapan sebagai berikut :
a. Alat pembuatan, pengelolaan dan peracikan obat / sediaan farmasi.
b. Perlengkapan dan alat penyimpanan khusus narkotika dengan ukuran 140 x 80
x 100 cm dan terbuat dari kayu.
c. Kumpulan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dengan apotek,
Farmakope Indonesia dan Ekstra Farmakope Indonesia edisi terbaru serta buku
lain yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal.
4. Perbekalan Kesehatan di Bidang Farmasi
Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan yang meliputi sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan lainnya. Perbekalan kesehatan
dikelola dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan, kemanfaatan, harga dan faktor yang berkaitan
dengan pemerataan penyediaan perbekalan kesehatan. Pemerintah ikut serta dalam membantu penyediaan
perbekalan kesehatan yang menurut pertimbangan diperlukan oleh sarana kesehatan
5. Tenaga Kesehatan
Disamping Apoteker Pengelola Apotek (APA), di apotek sekurang-kurangnya harus mempunyai seorang tenaga
kefarmasian. Bagi apotek yang Apoteker Pengelola Apotek-nya pegawai instalasi pemerintah lainnya harus ada
apoteker pendamping atau tenaga teknis kefarmasian.
Asisten apoteker(aa)

Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek, Apoteker Pengelola Apotek dibantu oleh Asisten Apoteker
yang telah memiliki Surat Izin Kerja. Keputusan Menteri Kesehatan No. 679/MENKES/SK/V/2003, tentang
peraturan registrasi dan izin kerja Asisten Apoteker :
1. Asisten Apoteker adalah tenaga kesehatan yang berijazah Sekolah. Asisten Apoteker atau Sekolah
Menengah Farmasi, Akademi Farmasi, dan Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan, Akademi Analisis
Farmasi dan Makanan, Jurusan Analisis Farmasi serta Makanan Politeknik Kesehatan sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
2. Surat Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis atas kewenangan yang diberikan kepada pemegang Ijazah
Sekolah Asisten Apoteker atau Sekolah Menengah Farmasi, Akademi Farmasi dan Jurusan Farmasi
Politeknik Kesehatan, Akademi Analisis Farmasi dan Makanan, Jurusan Analisis Farmasi serta Makanan
Politeknik Kesehatan untuk menjalankan Pekerjaan Kefarmasian sebagai Asisten.
3. Surat Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis yang diberikan kepada pemegang Surat Izin
Asisten Apoteker untuk melakuka pekerjaan kefarmasian disarana kefarmasian.
4. Sarana Kefarmasian adalah tempat yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian
antara lain Industri Farmasi termasuk obat Tradisional dan kosmetika, Instalasi Farmasi, Apotek,
dan toko obat.
Fungsi dan Pembagian Tugas
Di dalam sebuah apotek perlu adanya job description (uraian tugas), sehingga setiap pegawai yang bekerja mengetahui
apa tugas dan tanggung jawabnya. Pembagian tugas di dalam apotek adalah sebagai berikut :
1. Apoteker
– Tugas apoteker :
 Memimpin seluruh kegiatan apotek.
 Mengatur, melaksanakan dan mengawasi administrasi yang meliputi :
 Administrasi kefarmasian
 Administrasi keuangan
 Administrasi penjualan
 Administrasi barang dagangan atau inventaris
 Administrasi bidang umum
 Membayar pajak yang berhubungan dengan perapotekan
 Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja.
2. Koordinator Kepala
– Tugas Koordinator Kepala yaitu :
 Mengkoordinir dan mengawasi kerja bawahannya termasuk mengatur daftar giliran dinas, pembagian tugas dan tanggung
jawab (narkotika, pelayanan dokter dan kartu stock di lemari masing-masing)
 Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan atau mengembangkan hasil usaha apotek
 Mengatur dan mengawasi penyimpanan dan kelengkapan obat sesuai dengan teknis farmasi terutama di ruang peracikan.
 Memelihara buku harga dan kalkulasi harga obat yang akan dijual sesuai dengan kebijaksanaan harga yang telah ditentukan.
 Membina serta memberi petunjuk soal teknis farmasi kepada bawahannya, terutama pemberian informasi kepada pasien.
 Bersama-sama dengan tata usaha mengatur dan mengawasi data-data administrasi untuk penyusunan laporan managerial
dan laporan pertanggungjawabannya.
 Mempertimbangkan usul-usul yang diterima dari bawahannya serta meneruskan atau mengajukan saran-saran untuk
perbaikan pelayanan dan kemajuan apotek kepada pemimpin apotek
 Mengatur dan mengawasi pengamanan uang penghasilan tunai setiap hari.
 Mengusulkan penambahan pegawai baru, penempatan, kenaikan pangkat, peremajaan bagi karyawan bawahannya kepada
pemimpin apotek.
 Memeriksa kembali
3. Tenaga teknis kefarmasian
– Tugas tenaga teknis kefarmasian adalah:
 Mengerjakan pekerjaan sesuai dengan profesinya
 Dalam hal darurat, dapat menggantikan pekerjaan sebagai kasir, penjual obat bebas dan juru resep.
 Tenaga teknis kefarmasian bertanggung jawab kepada asisten kepala sesuai dengan tugasnya, artinya
bertanggung jawab atas kebenaran segala tugas yang diselesaikannya, tidak boleh ada kesalahan,
kekeliruan, kekurangan, kehilangan dan kerusakan.
4. Tata Usaha (Keuangan)
– Tugas Kepala Tata Usaha, yaitu:
 Mengkoordinir dan mengawasi kerja.
 Membuat laporan harian.
 Dinas luar mengurus pajak, izin-izin, dan asuransi.
 Membuat laporan bulanan.
 Membuat laporan tahunan tutup buku (neraca dan perhitungan rugi laba)
 Surat menyurat.
 Kepala tata usaha bertanggung jawab kepada apoteker pengelola apotek.
5. Pemegang Kas (Kasir)
– Tugas kasir adalah:
 Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu pula dengan pengeluaran
uang, yang harus dilengkapi pendukung berupa kwitansi dan nota yang sudah diparaf oleh
pengelola apotek dan pejabat yang ditunjuk.
 Menyetorkan dan mengambil uang, baik dari kasir besar atau bank.
Perlengkapan Apotek

Apotek harus memiliki perlengkapan, antara lain:


1. Alat pembuangan, pengolahan dan peracikan seperti timbangan, mortir, gelas ukur
dll. Perlengkapan dan alat penyimpanan, dan perbekalan farmasi, seperti lemari obat
dan lemari pendingin.
2. Wadah pengemas dan pembungkus, etiket dan plastik pengemas.
3. Tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropika dan bahan beracun.
4. Buku standar Farmakope Indonesia, ISO, MIMS, serta kumpulan peraturan per-UU
yang berhubungan dengan apotek.
5. Alat administrasi, seperti blanko pesanan obat, faktur, kwitansi, salinan resep dan
lain-lain.
Prosedur perizinan apotek

– Untuk mendapatkan izin apotek, APA atau apoteker pengelola apotek yang bekerjasama dengan
pemilik sarana harus siap dengan tempat, perlengkapan, termasuk sediaan farmasi dan perbekalan
lainnya.
– Surat izin apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan RI kepada apoteker atau
apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk membuka apotek di suatu tempat tertentu.
– Wewenang pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan
pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada
Menteri Kesehatan dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
Keputusan MenKes RI No.1332/MenKes/SK/X/2002 Pasal 7 dan 9 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek, yaitu:
1. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 hari setelah menerima permohonan dapat meminta
bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan
apotek untuk melakukan kegiatan.
2. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya 6 hari kerja setelah
permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan
3. Dalam hal pemerikasaan dalam ayat (1) dan (2) tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat
surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Kantor Dinas Kesehatan setempat dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi
4. Dalam jangka 12 hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana ayat (2) atau persyaratan ayat (3),
Kepala Dinas Kesehatan setempat mengeluarkan surat izin apotek.
5. Dalam hasil pemerikasaan tim Dinas Kesehatan setempat atau Kepala Balai POM dimaksud (3) masih belum
memenuhi syarat Kepala Dinas Kesehatan setempat dalam waktu 12 hari kerja mengeluarkan surat penundaan.
6. Terhadap surat penundaan sesuai dengan ayat (5), apoteker diberikan kesempatan untuk melengkapi persyaratan
yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam waktu satu bulan sejak tanggal surat penundaan.
7. Terhadap permohonan izin apotek bila tidak memenuhi persyaratan sesuai pasal (5) dan atau pasal (6), atau lokasi
apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Dinas setempat dalam jangka waktu
selambat-lambatnya 12 hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasan-alasannya.
Pelayanan Apotek

1. Skrining Resep Apoteker melakukan skrining resep meliputi


Persyaratan Administratif :
1. Nama, SIP dan alamat dokter
2. Tanggal penulisan resep
3. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
4. Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
5. Cara pemakaian yang jelas
6. Informasi lainnya
 Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian
 Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain
lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan
memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlumenggunakan persetujuan setelah pemberitahuan
2. Penyiapan obat.
 Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket
pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan
memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar Etiket harus jelas dan dapat
dibaca.
 Kemasan obat yang diserahkan hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga
terjaga kualitasnya
 Penyerahan Obat. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap
kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian
informasi obat dan konseling kepada pasien.
 Informasi Obat. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak
bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian
obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus
dihindari selama terapi.
 Konseling. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan
lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya
penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular,
diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
 Monitoring Penggunaan Obat. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan
penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis
lainnya
 Promosi dan Edukasi. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus memberikan edukasi apabila
masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan
apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi,
antara lain dengan penyebaran leaflet /brosur, poster, penyuluhan, dan lain lainnya.
Pedagang besar farmasi (pbf)

– peraturan Kementrian Kesehatan no:918/MANKES/PER/X/1993


PBF adalah badan hukum berbentuk persoraan terbatas atau koperasi yang memiliki izin mengadakan
penyimpanan dan penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
– Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009
Tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 1 ayat 12 yang berbunyi Pedagang Besar Farmasi adalah
perusahaan berbentuk badan hukum yang memilki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran
perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
– Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/ MENKES/ PER/ VI/ 2011
Tentang Pedagang Besar Farmasi yang dimaksud dengan Pedagang Besar Farmasi, yang selanjutnya
disingkat PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan,
penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan
– Dalam Peraturan tersebut juga memberikan batasan terhadap beberapa hal
yang berkaitan dengan kegiatan Pedagang Besar Farmasi yaitu batasan
mengenai :
 Perbekalan Farmasi adalah perbekalan yang meliputi obat, bahan obat dan alat
kesehatan.
 Sarana pelayanan kesehatan adalah apotik, rumah sakit, atau unit kesehatan
lainnya yang ditetapkan Mentri Kesehatan, toko obat dan pengecer lainnya
Pedagang Besar Farmasi wajib memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, yaitu:
 Dilakukan oleh badan hukum , perseroan terbatas, koperasi, perusahaan nasional, maupun
perusahaan patungan antara penanam modal asing yang telah memperoleh perusahaan nasional.
 Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
 Memiliki Apoteker sebagai penanggung jawab dan Tenaga Teknis Kefarmasiaan yang bekerja
penuh.
 Anggota direksi tidak pernah terlibat pelanggaran ketentuan perundang- undangan dibidang
farmasi.
TUGAS DAN FUNGSI APOTIK

 Tugas PBF
1. Tempat menyediakan dan menyimpan perbekalan farmasi yang meliputi obat, bahan obat, dan alat
kesehatan.
2. Sebagai sarana yang mendistribusikan perbekalan farmasi ke sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang
meliputi : apotek, rumah sakit, toko obat berizin dan sarana pelayanan kesehatan masyarakat lain serta PBF
lainnya.
3. Membuat laporan dengan lengkap setiap pengadaan, penyimpanan, penyaluran, perbekalan farmasi
sehingga dapat di pertanggung jawabkan setiap dilakukan pemeriksaan. Untuk toko obat berizin,
pendistribusian obat hanya pada obat-obatan golongan obat bebas dan obat bebas terbatas, sedangkan
untuk Apotek, rumah sakit dan PBF lain melakukan pendistribusian obat bebas, obat bebas terbatas, obat
keras dan obat keras tertentu
 Fungsi PBF
1. Sebagai sarana distribusi farmasi bagi industri-industri farmasi.
2. Sebagai saluran distribusi obat-obatan yang bekerja aktif ke seluruh tanah air secara merata dan
teratur guna mempermudah pelayanan kesehatan.
3. Untuk membantu pemerintah dalam mencapai tingkat kesempurnaan penyediaan obat-obatan
untuk pelayanan kesehatan.
4. Sebagai penyalur tunggal obat-obatan golongan narkotik dimana PBF khusus, yang melakukannya
adalah PT. Kimia Farma.
5. Sebagai aset atau kekayaan nasional dan lapangan kerja.

Anda mungkin juga menyukai