2014
Lay out:
dr. Marinda Asiah Nuril Haya
Cover photo:
Schubert Malbas Diunduh dari:
http://www.schubertmalbas.net/2011_06_01_archive.html
Editor:
Dr. dr. Herqutanto, MPH, MARS
dr. Retno Asti Werdhani, MEpid
Kontributor:
- Dr. dr. Joedo Prihartono, MPH - dr. Dhanasari Vidiawati, MSc.CM-FM
- dr. Setyawati Budiningsih, MPH - dr. Retno Asti Werdhani, MEpid
- dr. Aria Kekalih, MTI - Dr. dr. Astrid B Sulistomo, MPH, SpOk
- Prof. Dr. dr. Azrul Azwar, MPH - Dr. dr. Dewi Soemarko, MS, SpOk
- Prof. Dr. dr. Endang Basuki, MPH - dr. Muchtaruddin Mansyur, MS, SpOk, PhD
- dr. Resna A. Soerawidjaja, MPH - Ambar W Roestam, SKM, MOH
- dr. Judilherry Justam, MM, ME - Dr. dr. Fikri Effendi, MOH, SpOk
- Dr. dr. Herqutanto, MPH, MARS - Dr. Nuri Purwito Adi, MSc, MKK
- dr. Nitra Nirwani Rifki, PKK
Daftar Tabel ii
Daftar Gambar iii
Kata Pengantar iv
Diagnosis Komunitas 1
Langkah-langkah Pelaksanaan Jaminan Mutu dan Panduan
Penulisan Laporan 13
Problem Solving Cycle 18
Evaluasi Program Kedokteran/Kesehatan berdasarkan
Pendekatan Sistem 24
Pelayanan Kesehatan dengan Pendekatan Dokter Keluarga 34
Diagnosis Okupasi 42
Plant Survey 52
Keselamatan pasien 72
Identifikasi dan Modifikasi Gaya Hidup
Pencarian Kontak
Surveilans
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | iii
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari adanya kekurangan dalam pembuatan buku ini. Untuk itu,
kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan buku ini.
Hormat kami,
Editor
PENDAHULUAN
Profil dokter masa depan menurut WHO (The Future Doctor) mencakup Care
provider, Decision Maker, Educator, Manager dan Community Leader. Salah satu
posisi atau pekerjaan yang akan dijalani dokter adalah memimpin suatu fasilitas
kesehatan. Pada sistim kesehatan di Indonesia di tingkat primer, dikenal Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang bertanggung jawab terhadap
masyarakat di area kerjanya, yaitu kecamatan atau kelurahan. Fungsi dari
puskesmas ada 3, yaitu:
1. Pusat pengembangan program kesehatan
2. Pusat pelayanan kesehatan primer
3. Pusat pemberdayaan masyarakat
Adanya kesamaan sifat dari semua anggota komunitas ini telah membantu
keterkaitan di antara mereka satu sama lain. Keterkaitan antara bagian komunitas
atau subsistem dari suatu komunitaslah yang dapat mendorong agar komunitas
bersangkutan berfungsi secara baik. Hal ini pula yang mampu diberdayakan
dalam aspek kesehatan sehingga seluruh komunitas mampu bersama-sama
menggunakan potensi yang ada didalamnya untuk menjaga dan meningkatkan
derajat kesehatannya.
Oleh karena itu diagnosis komunitas harus disadari bukan sebagai suatu kegiatan
yang berdiri sendiri namun merupakan bagian dari suatu proses dinamis yang
mengarah kepada kegiatan promosi kesehatan dan perbaikan permasalahan
kesehatan di dalam komunitas. Diagnosis komunitas merupakan awal dari siklus
pemecahan masalah untuk digunakan sebagai dasar pengenalan masalah di
komunitas, sehingga dilanjutkan dengan suatu perencanaan intervensi,
pelaksanaan intervensi serta evaluasi bagaimana intervensi tersebut berhasil
dilakukan di komunitas.
Oleh karena itu diagnosis komunitas TIDAK hanya berhenti pada identifikasi
(diagnosis) masalah, tetapi juga mencakup solusi (treatment) untuk mengatasi
masalah berdasarkan sumber-sumber yang ada. Untuk lebih menjelaskan
diagnosis komunitas, dibawah ini dijelaskan perbedaan antara Kedokteran
komunitas (Community Medicine) dengan Kedokteran rumah sakit dan perbedaan
antara Diagnosis Komunitas dengan diagnosis klinis
Selain indikator diatas terdapat indikator lain yang sering dipergunakan misalnya :
1. Indikator jangkauan pelayanan kesehatan, misalnya cakupan ibu hamil
yang mendapat pelayanan ANC.
2. Rasio petugas kesehatan-penduduk, misalnya rasio dokter : penduduk
3. Indikator kesehatan lingkungan, misalnya persentase penduduk yang
mendapat air bersih
4. Indikator sosio-demografi (komposisi/struktur/distribusi, income per
capita, angka buta huruf, dll)
Bila kita mau mengetahui masalah kesehatan suatu komunitas, maka jalan yang
paling baik adalah melakukan survey yang mengumpulkan data-data sesuai
indikator diatas. Kegiatan ini akan memakan waktu lama dan biaya yang banyak.
Oleh karena itu sebagai pendekatan awal ada cara lain yang dapat digunakan
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 7
yaitu dengan menganalisis laporan penyakit/kematian yang ada disuatu wilayah.
Data ini bisa diperoleh dari hasil penelitian kesehatan atau laporan tahunan
puskesmas (harap diingat bahwa tidak semua orang yang sakit datang ke
puskesmas). Pola penyakit di suatu area biasanya akan selalu sama dalam kurun
waktu tertentu, kecuali bila ada kejadian luar biasa. Dalam situasi ini maka
penyakit yang akan menjadi area diagnosis komunitas dalam pelatihan modul
komunitas, tidak selalu harus yang paling banyak ditemukan. Dalam keadaan
tertentu, masalah kesehatan dapat pula ditanyakan kepada orang orang yang
dianggap mempunyai pengetahuan dalam hal ini, misalnya pimpinan puskesmas,
kepala daerah (camat, lurah) atau orang orang yang bergerak dalam bidang
kesehatan (guru, kader). Untuk mendapatkan informasi dari orang orang ini,
maka dapat dipergunakan metoda NGT atau Delphi tehnik.
Bila sudah ditemukan area masalah, maka juga perlu mengetahui berbagai faktor
yang mempengaruhi terjadinya masalah tersebut. Konsep terjadinya penyakit
menurut Blum dapat dipakai untuk membuat kerangka konsep yang menjelaskan
mengapa penyakit tersebut terjadi. Ini akan membantu menentukan data apa
yang akan dikumpulkan dari masyarakat agar mendapatkan masalah yang utama
dan hal-hal lain yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.
Beberapa hal umum yang menjadi sifat hasil analisis data diagnosis komunitas
adalah:
- Informasi statistik lebih baik ditampilkan dalam bentuk rate atau rasio
untuk perbandingan
- Tren atau proyeksi sangat berguna untuk memonitor perubahan
sepanjang waktu yang diamati serta perencanaan ke depan
- Data wilayah atau distrik lokal dapat dibandingkan dengan distrik yang
lain atau ke seluruh populasi
- Tampilan hasil dalam bentuk skematis atau gambar dapat digunakan
untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mudah dan cepat
PENDAHULUAN
Pelayanan kesehatan yang bermutu bisa dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi pasien
dan sisi pemberi pelayanan. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan
bermutu dari sisi pasien adalah pelayanan kesehatan yang mudah ditemui,
mudah didapat, memberikan tingkat kesembuhan tinggi, dengan pelayanan yang
ramah dan sopan. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan bermutu dari sisi
pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang efektif, memberikan
tingkat kesembuhan tinggi, dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur terstandar.
Artinya sebuah pelayanan kesehatan yang bermutu harus memenuhi kriteria-
kriteria dari dua sisi tersebut.
Agar dapat menghasilkan layanan yang bermutu tersebut dan secara konsisten
menghasilkan dibutuhkan sebuah program yang disebut program jaminan mutu.
Di tahun 1990an Deming yang selanjutnya disebut sebagai Bapak Total Quality
Management (TQM), mengajukan sebuah model analisis sistematik dan
pengukuran proses dalam hubungannya dengan kapasitas atau keluaran. Model
TQM tersebut mencakup pendekatan organisasi yaitu manajemen organisasi,
kerjasama tim, proses yang didefinisikan, berpikir secara system, dan perubahan
untuk menghasilkan perbaikan. Pendekatan ini berpegang pada pandangan
bahwa seluruh organisasi harus memiliki komitmen terhadap mutu dan
peningkatan mutu untuk mencapai hasil terbaik.
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 14
TUJUAN PROGRAM JAMINAN MUTU
1. Memprioritaskan bagian dari pelayanan kesehatan yang perlu
ditingkatkan mutunya
2. Menghasilkan solusi terhadap masalah yang membutuhkan penanganan
secara fundamental
3. Membangun kesuksesan organisasi melalui peningkatan mutu
pelayanan
LANGKAH-LANGKAH
1. Mempelajari struktur fasilitas pelayanan kesehatan
- Mempelajari visi dan misi klinik. Melihat apakah misi yang dituliskan
sesuai dengan visinya? Apakah misi yang dilaksanakan sesuai dengan visi
yang dituliskan?
- Mempelajari SOP, SPM, PPK. Jika fasilitas kesehatan belum mempunyai
SOP, perlu dicari SOP dari sumber bacaan yang sesuai dan terkini.
- Mempelajari data-data hasil pelayanan dan survey terkait kepuasan
pasien
- Mempelajari perencanaan jangka pendek, jangka menengah, jangka
panjang
- Mempelajari sumber daya klinik, baik sumber daya manusia atau sumber
daya lainnya dikaitkan dengan target klinik, termasuk di dalamnya
kuantitas dan kualitas pegawai, reward and punishment system
- Mempelajari fungsi manajemen lainnya misalnya pengarahan, koordinasi,
monitoring serta supervise yang dilakukan setiap manajer dalam klinik.
- Mempelajari/mengevaluasi pembiayaan klinik.
- Mempelajari perencanaan dan pengadaan obat.
- Mempelajari rekam medic serta pemanfaatannya bagi kemajuan klinik.
- Mempelajari alur pasien untuk efisiensi waktu.
- Mempelajari fungsi dari masing-masing divisi dalam klinik, misalnya
laboratorium, radiologi, klinik gigi. Aoakah masing-masing telah berfungsi
secara efektif dan efisien?
- Mempelajari sistem pencatatan dan pelaporan. Apakah pelaporan sudah
dipakai untuk menuju kemajuan klinik? Misalnya membuat tampilan data
yang dapat diketahui oleh semua eleme di klinik, dan lain sebagainya.
- Mempelajari kepuasan pasien.
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 15
- Mempelajari pendidikan kesehatan di klinik.
- Mempelajari penatalaksanaan dalam menangani satu jenis penyakit.
- Mempelajari tatacara komunikasi petugas di klinik.
- Dan lain sebagainya.
Masalah yang dipilih sebagai prioritas adalah yang memiliki nilai I x T x R yang
tertinggi.
Nilai prioritas (P) untuk setiap alternatif jalan keluar dihitung dengan
membagi hasil perkalian nilai M x I x V dengan C. Jalan keluar dengan nilai P
tertinggi adalah prioritas jalan keluar terpilih.
Pendahulan:
Masalah timbul jika ada kesenjangan antara kenyataan dan harapan. Masalah
adalah suatu situasi dimana ada sesuatu yang diinginkan tetapi belum diketahui
bagaimana mendapatkannya. Masalah kesehatan adalah kesenjangan antara
standar yang diharapkan ada di masyarakat dengan kondisi kesehatan masyarakat
yang sesungguhnya ditemui.
Berbagai metode telah banyak digunakan untuk memecahkan sebuah masalah
kesehatan,. Salah satu metode tersebut adalah siklus pemecahan masalah.
Metode tersebut merujuk pada kontinuitas langkah-langkah yang dilaksanakan
secara sistematis meliputi identifikasi dan analisis masalah, menyusun dan
merencanakan pemecahan masalah, melaksanakan serta memonitor dan
mengevaluasinya. Melalui serangkaian langkah-langkah tersebut, diharapkan
pemecahan masalah memiliki daya ungkit yang besar dan benar-benar menjawab
permasalahan kesehatan yang dihadapi masyarakat.
Pengertian
Siklus pemecahan masalah adalah satu proses perencanaan yang berpedoman
pada dimunculkannya masalah, berlangsungnya kegiatan penyelesaian masalah
serta dinilainya hasil penyelesaian yang dicapai. Setiap siklus dapat berakhir
dengan selesainya masalah secara tuntas atau haya sebagian saja. Dengan
demikian, siklus tersebut dapat selalu berulang dan merupakan lingkaran yang
kontinu.
Tujuan:
1. Mengidentifikasi masalah dan penyebab masalah
2. Menyusun alternatif pemecahan masalah
3. Melaksanakan intervensi untuk memecahkan masalah
4. Mengevaluasi keberhasilan intervensi
Langkah-langkah Siklus Pemecahan Masalah
Ada beberapa versi langkah-langkah Siklus Pemecahan Masalah, ada yang terdiri
atas 7 maupun 9 langkah. Namun yang menjadi prinsip dasar adalah siklus
tersebut terdiri atas beberapa langkah, mencakup identifikasi masalah, mencari
alternatif pemecahan masalah dan melaksanakan pemecahan masalah, serta
monitoring dan evaluasi. Yang penting adalah memandang pemecahan masalah
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 21
sebagai sebuah siklus, karena kadang-kadang sebuah masalah memerlukan
berbagai upaya (lebih dari satu upaya) untuk menyelesaikannya, atau masalah
yang sudah diselesaikan tersebut berubah menjadi masalah lain yang harus
dipecahkan juga.
Bagan berikut dapat digunakan sebagai panduan langkah-langkah siklus
pemecahan masalah. Lakukan setiap langkah pada satu waktu secara bertahap.
Referensi:
1. Sihombing G. Ilmu Administrasi dan manajemen program kesehatan
untuk mahasiswa kedokteran. Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas
FKUI;Jakarta:2000.
2. Department of Obstetrics and Gynecology, University of Alabama at
Birmingham. Problem solving project, program handbook. 2000.
3. The National Public Health Partnership. A planning framework for publi
health practice. 2000.
Evaluasi
Evaluasi menurut The American Public Association adalah suatu proses untuk
menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dari pelaksanaan suatu program
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut The
International Clearing House on Adolescent Fertility Control for Population
Options1, evaluasi adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam
membandingkan hasil yang dicapai dengan tolok ukur atau standar yang telah
ditetapkan, dilanjutkan dengan pengambilan kesimpulan serta penyusunan saran-
saran, yang dapat dilakukan pada setiap tahap dari pelaksanaan program.
Pendekatan sistem
Terdapat beberapa macam pengertian dari sistem yang dikemukakan oleh
berbagai ahli, antara lain sebagai berikut:
1. Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan oleh
suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi
dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan
2. Sistem adalah suatu struktur konseptual yang terdiri dari fungsi-fungsi yang
saling berhubungan yang bekerja sebagai satu unit organik untuk mencapai
keluaran yang diinginkan secara efektif dan efisien
3. Sistem adalah kumpulan dari bagian-bagian yang berhubungan dan
membentuk satu kesatuan yang majemuk, dimana masing-masing bagian
bekerja sama secara bebas dan terkait untuk mencapai sasaran kesatuan
dalam suatu situasi yang majemuk pula
4. Sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai elemen
yang berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan sadar
dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
Unsur sistem
1. Masukan
Yang dimaksud dengan masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen
yang terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya
sistem tersebut. Dalam sistem pelayanan kesehatan, masukan terdiri dari
tenaga, dana, metode, sarana/material.
Keenam unsur sistem ini saling berhubungan dan mempengaruhi yang secara
sederhana dapat digambarkan seperti berikut :
Lingkungan
Umpan Balik
Suatu sistem pada dasarnya dibentuk untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang
telah ditetapkan/disepakati bersama. Dan untuk terbentuknya sistem tersebut,
perlu dirangkai berbagai unsur atau elemen sedemikian rupa sehingga secara
keseluruhan membentuk suatu kesatuan dan secara bersama-sama berfungsi
untuk mencapai tujuan. Apabila prinsip pokok atau cara kerja sistem ini
Tujuan Khusus
1. Diketahuinya pelaksanaan pengelolaan suatu program kesehatan
2. Diketahuinya berbagai masalah pelaksanaan pengelolaan program kesehatan
tersebut
3. Diketahuinya prioritas masalah
4. Diketahuinya berbagai penyebab dari masalah yang diprioritaskan tersebut
5. Diketahuinya prioritas penyebab masalah
6. Dirumuskannya pemecahan masalah bagi pelaksanaan pengelolaan
Nilai prioritas (P) untuk setiap alternatif jalan keluar dihitung dengan membagi
hasil perkalian nilai M x I x V dibagi C. Jalan keluar dengan nilai P tertinggi,
adalah prioritas jalan keluar terpilih. Lihat contoh di lampiran 1.4
DAFTAR PUSTAKA
Ilmu kedokteran keluarga merupakan ilmu yang mencakup seluruh spektrum ilmu
kedokteran, berorientasi pada pelayanan kesehatan tingkat primer yang
bersinambung dan menyeluruh kepada satu kesatuan individu, keluarga dan
masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan, ekonomi dan
social-budaya. Termasuk diantaranya terkait pada masalah-masalah keluarga
yang ada hubungannya dengan masalah kesehatan yaitu masalah sehat-sakit
yang dihadapi oleh perorangan sebagai bagian dari anggota keluarga. (PB IDI,
1983)
KONSEP DASAR
Ruang lingkup karakteristik kedokteran keluarga terdiri dari beberapa konsep
dasar seperti komitmen untuk melakukan pembinaan terhadap pasien dan
keluarganya secara terus menerus, sebuah pendekatan yang komprehensif, dan
menerima semua pasien tanpa memandang jenis kelamin, usia, atau jenis
penyakit. Hal tersebut dilakukan oleh seorang dokter keluarga dalam ruang
lingkup praktik berbasis masyarakat serta rawat jalan.
Pelayanan Personal
Ini menggambarkan pelayanan yang dilakukan berdasarkan hubungan yang
harmonis antara dokter dan pasien. Pasien dapat berkonsultasi ke dokter
keluarganya tidak hanya ketika ia sedang sakit tetapi juga pada saat pasien ingin
mencari nasihat dokter sebagai seorang teman dan mentor.
Pelayanan Umum
Praktik dokter keluarga keluarga tidak memilih masalah kesehatan dari seluruh
populasi, melainkan mencakup seluruh masalah kesehatan dari semua kategori
usia, jenis kelamin, kelas sosial, ras, agama, atau keluhan-keluhan yang
berhubungan dengan semua masalah kesehatan tersebut. Praktik dokter keluarga
harus mudah diakses dengan cepat serta tidak dibatasi oleh hambatan geografis,
budaya, administrasi, atau keuangan. Pelayanan dapat dilakukan di
kantor/perusahaan atau di klinik baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan.
Pelayanan Bersinambung
Konsultasi dalam praktik dokter keluarga tidak terjadi dalam satu waktu. Hal ini
didasari pada hubungan pribadi jangka panjang antara pasien dan dokter, yang
meliputi pelayanan kesehatan individu jangka panjang sebagai bagian dari
kehidupan mereka. Tidak terbatas pada satu episode tertentu dari penyakit,
tetapi juga untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan kesehatan dalam
jangka panjang. Oleh karena itu diperlukan pemantauan secara rutin dan juga
perawatan komplikasi yang mungkin timbul. Pelayanan ini dapat diberikan oleh
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 37
dokter sendiri, atau dokter sebagai anggota tim. Kebutuhan mendasar adalah
adanya rencana pengelolaan masalah kesehatan secara jelas dan tertulis. Oleh
karena itu, penting adanya rekam medis yang terjaga baik kualitasnya,
komunikasi, dan diskusi tentang rencana penatalaksanaan dengan pasien dan
keluarganya.
Pelayanan Komprehensif
Praktik dokter keluarga menyediakan berbagai layanan, termasuk manajemen
penyakit akut dan kronis, promosi kesehatan terpadu, pencegahan penyakit,
pengobatan kuratif, rehabilitasi fisik dan psikologis, serta dukungan sosial kepada
individu. Pelayanan komprehensif medis adalah pelayanan yang menyediakan
pelayanan pencegahan primer, sekunder dan tersier di satu tempat (klinik, rumah
sakit, panti jompo, atau melalui telepon) dan memiliki pendekatan untuk
melakukan pencegahan setiap kali bertemu/berbicara dengan pasien. Ini
berkaitan dengan keluhan dan penyakit, yang mengintegrasikan humanistik dan
aspek etis dari hubungan dokter-pasien dalam pengambilan keputusan klinis.
Pelayanan Terkoordinasi
Dokter keluarga mengetahui seluruh daftar masalah pasien dan sumber utama
informasi perawatan pasien. Seorang dokter keluarga bisa menangani banyak
masalah kesehatan yang disampaikan oleh individu pada kontak pertama mereka,
tetapi bila perlu, dokter keluarga harus memastikan rujukan yang sesuai, tepat
waktu, dan kontrol dari pasien ke layanan spesialis atau ahli kesehatan lain.
Dalam kesempatan tersebut, dokter keluarga harus memberi tahu pasien tentang
layanan yang tersedia dan bagaimana cara terbaik untuk menggunakannya, serta
harus menjadi koordinator dari nasihat dan dukungan yang diterima pasien.
Dokter keluarga harus bertindak sebagai manajer pelayanan dan berhubungan
dengan penyedia pelayanan kesehatan dan sosial lainnya, serta bertindak sebagai
penasihat pasien mengenai berbagai masalah kesehatan.
Pelayanan Berkolaborasi
Dokter keluarga harus siap bekerja dengan tenaga kesehatan lain dan penyedia
pelayanan sosial, mendelegasikan perawatan pasien kepada mereka jika
diperlukan, dengan memperhatikan kompetensi disiplin ilmu lainnya. Seorang
dokter keluarga harus berkontribusi dan berpartisipasi aktif dalam tim perawatan
multidisiplin yang berfungsi dengan baik dan harus siap untuk melaksanakan
kepemimpinan tim.
Bentuk keluarga
Fungsi keluarga
Ada 8 tahapan kehidupan keluarga (Duvall, 1977) dan contoh risiko yang mungkin
terjadi:
1. Menikah (belum memiliki anak) : cth. Gangguan hubungan seksual,
infertilitas, gangguan pada kehamilan, keguguran
2. Bayi (anak berusia 0-30 bulan) : cth. Penyesuaian diri sebagai orang tua,
gangguan tumbuh kembang anak, ASI tidak eksklusif, gizi kurang, imunisasi
tidak lengkap, kerentanan terhadap penyakit infeksi, kelainan genetik
3. Balita (anak berusia 30 bulan – 6 tahun) : cth. Gangguan tumbuh kembang,
gizi kurang, gangguan atensi, kerentanan terhadap penyakit infeksi,
kesehatan gigi, penyakit keturunan, obesitas pada anak
4. Usia sekolah (anak berusia 6-13 tahun) : cth. Gangguan belajar, gangguan
atensi, penyakit infeksi, penyakit keturunan, gangguan pubertas,
pendidikan seks, obesitas pada anak, krisis percaya diri
5. Remaja (anak berusia 13 – 20 tahun) : cth. Kenakalan remaja, perilaku seks
bebas dan tidak aman, alcohol, narkoba, krisis percaya diri, penyakit
menular seksual, kehamilan remaja, orientasi seksual, krisis kematangan
dan kemandirian
6. Anak satu persatu meninggalkan keluarga (‘Launching family’) : cth.
Ketidakmampuan adaptasi terhadap lingkungan luar rumah, stress,
komunikasi anak-orang tua tidak lancar, obesitas, sindrom metabolik,
perubahan gaya hidup, kesehatan mental
7. Orang tua usia pertengahan/pensiun (seluruh anak meninggalkan
keluarga) : cth. Penyakit degeneratif dan kardiovaskuler, ‘post power
syndrome’, kesehatan mental, stress, komunikasi anak-orang tua tidak
lancar, komplikasi sindrom metabolik, osteoporosis, perubahan bentuk
tubuh, hilangnya libido, kulit keriput, kanker, menopause, gangguan sendi
8. Usia lanjut (sampai dengan meninggal dunia) : depressi dan penuaan,
tinggal sendiri dalam rumah (soliter), kedukaan, penurunan respons
seksual, penyakit kronis dan stadium terminal, multifarmaka, komunikasi
kakek/nenek-anak-cucu tidak lancar, tidak menerima kematian
DIAGNOSIS HOLISTIK
Karena kebutuhan seorang dokter keluarga untuk berpikir holistik dalam
mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi dalam sehat-sakit dan sejahtera,
maka perlu adanya pencarian penyebab masalah kesehatan yang dikaitkan
dengan aspek personal, aspek klinis, aspek individual, psikososial, keluarga, serta
lingkungan kehidupan pasien lainnya (faktor risiko internal dan eksternal).
Dengan demikian diharapkan penyelesaian masalah dapat dilakukan langsung
secara efektif dan efisien terhadap penyebab utamanya. Proses pengumpulan
data dilakukan berdasarkan standar yang telah ditetapkan disertai kerjasama
antar penyedia pelayanan kesehatan. Tidak semua data diidentifikasi di kamar
praktik dokter dan tidak harus selalu terjadi dalam satu waktu. Proses identifikasi
ini terjadi secara bersinambung dan terintegrasi. Untuk itu diperlukan pencatatan
yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
1. McWhinney IR. A Textbook of Family Medicine. 2nd ed. Oxford:Oxford
University Press, 2009
2. Gan Gl, Azwar A, Wonodirekso S. A Primer on Family Medicine Practice.
Singapore:Singapore International Foundation, 2004
3. Boelen C, Haq C, et all. Improving Health Systems:The Contribution of
Family Medicine. A guidebook. WONCA, 2002
4. Amstrong D. Outline of Sociology as Applied to Medicine. 5 th ed.
London:Arnold Publisher, 2003
5. Rubin RH, Voss C, et all. Medicine A Primary Care Approach.
Philadepphia:WB Saunders Company, 1996
6. Rakel RE, Rakel DP. Textbook of Family Medicine. 8th ed.
Philadephia:Elsevier Saunders, 2011
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 45
7. Rifki NN. Diagnosis Holistik Pada Pelayanan Kesehatan
Primer:Pendekatan Multi Aspek. Jakarta:Departemen Ilmu Kedokteran
Komunitas, 2008
PENDAHULUAN
Telah diketahui bahwa ada hubungan antara pajanan yang spesifik dengan
berbagai jenis penyakit. Hubungan tersebut dapat diidentifikasi berdasarkan
hubungan kausal antara pajanan dan penyakit yaitu berdasarkan kekuatan
asosiasi, konsistensi, spesifisitas, waktu, dan dosis. Banyak penelitian yang
mengungkap bahwa frekuensi kejadian penyakit pada populasi pekerja lebih
tinggi daripada masyarakat umum. Hal tersebut mungkin disebabkan adanya
pajanan-pajanan khusus di kalangan pekerja ditambah dengan kondisi lingkungan
kerja yang kurang mendukung. Hal tersebut sangat disayangkan karena
sesungguhnya banyak penyakit yang dapat dicegah dengan melakukan tindakan
preventif di tempat kerja.
Sehingga akhirnya pada tahun 1987, suatu komite pakar kesehatan kerja dari
WHO dan ILO, menawarkan gagasan, bahwa istilah “penyakit akibat
hubungan kerja (work related disease)” dapat digunakan tidak saja untuk
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 48
penyakit akibat kerja yang sudah diakui, tetapi juga untuk gangguan
kesehatan dimana lingkungan kerja dan proses kerja merupakan salah satu
faktor penyebab yang bermakna disamping faktor-faktor penyebab/risiko
lainnya. Gagasan tersebut kemudian diadopsi oleh WHO dan ILO pada tahun
1989, sehingga untuk selanjutnya hanya dikenal Penyakit Akibat Hubungan
Kerja.
Dengan melakukan diagnosis okupasi/ diagnosis penyakit akibat kerja, maka hal
ini akan berkontribusi terhadap:
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 49
1. Pengendalian pajanan berrisiko pada sumbernya
2. Identifikasi risiko pajanan baru secara dini
3. Asuhan medis dan upaya rehabilitasi pada pekerja yang sakit dan/atau
cedera
4. Pencegahan terhadap terulangnya atau makin beratnya kejadian penyakit
atau kecelakaan
5. Perlindungan pekerja yang lain
6. Pemenuhan hak kompensasi pekerja
7. Identifikasi adanya hubungan baru antara suatu pajanan dengan penyakit
Langkah 7: Tentukan
Diagnosis PAK / Langkah 2:
Diperberat Pekerjaan Pajanan di lingkungan
/Bukan PAK / tambah kerja
Data
Langkah 3:
Langkah 6:
Adakah hub ant pajanan
Adakah faktor lain diluar dengan Diagnosis Klinis
pekerjaan
Langkah 4:
Langkah 5:
Apakah pajanan yg
Adakah faktor2 individu
dialami cukup besar
yg berperan
Prepared by DS, 53
kontribusi: AS dan Ditkesja
Gambar 3. Langkah diagnosis okupasi
Informasi tersebut akan semakin bernilai, bila ditunjang dengan data yang
objektif, seperti MSDS (Material Safety Data Sheet) dari bahan yang digunakan,
catatan perusahaan mengenai penempatan kerja dsb.
Hubungan antara pajanan dengan penyakit juga perlu dilihat dari waktu
timbulnya gejala atau terjadinya penyakit, misalnya orang tersebut terpajan oleh
bahan tertentu terlebih dahulu, sebelum mulai timbul gejala atau penyakit.
Contoh lain adalah pada Asma Bronkhiale. Bila didapatkan, bahwa serangan asma
lebih banyak terjadi pada waktu hari kerja dan berkurang pada hari libu, masa
cuti atau pada waktu tidak terpajan, hal ini akan sangat mendukung ke diagnosis
Asma Akibat Kerja. Sehingga anamnesis mengenai hubungan gejala dengan
pekerjaan perlu dilakukan juga dengan teliti. Adanya hasil pemeriksaan pra-kerja
mengenai penyakit akan mempermudah menentukan, bahwa penyakit terjadi
sesudah terpajan, namun tidak adanya hasil pemeriksaan pra-kerja dan/atau hasil
pemeriksaan berkala bukan berarti tidak dapat dilakukan diagnosis penyakit
akibat kerja.
Tabel 3. Tujuh langkah diagnosis okupasi setiap diagnosis klinis yang ditemukan
Langkah Diagnosis 1 Diagnosis 2 Diagnosis 3
1. Diagnosis Klinis
Dasar diagnosis
(anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang,body map,
brief survey)
2. Pajanan di tempat kerja
Fisik
Kimia
Biologi
Ergonomi
(sesuai brief survey)
Psikososial
7 . Diagnosis Okupasi
Apa diagnosis klinis ini termasuk
penyakit akibat kerja?
Bukan penyakit akibat kerja (diperberat
oleh pekerjaan atau bukan sama
sekali PAK)
Butuh pemeriksaan lebih lanjut)?
DAFTAR PUSTAKA
1. Soemarko DS, Sulistomo AB, dkk. Buku konsensus diagnosis okupasi sebagai
penentuan penyakit akibat kerja. Jakarta: Perhimpunan Spesialis Kedokteran
Okupasi Indonesia dan Kolegium Kedokteran Okupasi Indonesia, 2011.
2. ILO . Occupational Health Services in ILO Encyclopaedia, 2000 : 16.1-62
3. Levy Barry S and Wegman David H. Occupational Health: Recognizing and
Preventing Work Related Diseases and Injury. USA: Lippincott Williamas and
Wilkins, 2000.
4. World Health Organisation. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. World Health
Organization, 1993.
5. New Kirk William. Selecting a program Philosophy, structure and Medical
Director, in Occupational Health Service : Practical Strategis Improving Quality
dan Controlling Costs. American Hospital Publishing, Inc. USA. 1993
6. ILO. Ethical Issue in ILO Encyclopaedi. 2000: 19.1- 30
7. Yanri Zulmiar, Harjani Sri, Yusuf Muhamad. Himpunan Peraturan Perundangan
Kesehatan Kerja. PT Citratama Bangun Mandiri. Jakarta 1999.
8. Jamsostek. Kumpulan Peraturan Perundangan Jamsostek.Jakarta. 2003
9. Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional. Pedoman Diagnosis dan
Penilaian cacat karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja. Jakarta. 2003
10. WHO. International Classification of Functioning, Disability and Health.
Geneva
11. Dep. IKK FKUI dan Kolegium Kedokteran Okupasi Indonesia. Kurikulum PPDS
Kedokteran Okupasi Indonesia. Jakarta. 1998
12. Kompetensi dokter pemberi pelayanan kesehatan kerja dan kedokteran
okupasi, Kolegium Kedokteran Okupasi Indonesia, 1998.
13. La Dou, Current Occupational and Environmental Medicine, Lange Medical
Books/ Mc Graw Hill, , 2004
14. Zens Dickerson Novark, Occupational Medicine
15. National Institute for Occupational and Safety and Health, University of
Medicine and Dentistry of New Jersey. NIOSH Spirometry training Guide.
December 2003.
16. Maizlish, Neil A., ed. Workplace Health Surveillance, An Action-Oriented
Approach, Oxford University Press, Inc. New York, 2000
17. Newkirk W.L.ed., Occupational Health Services , Practical Strategies for
Improving Quality and Controlling Costs, American Hospital Publishing Inc.
USA, 1993.
18. Pusat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kemeterian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi RI. Laporan survey tahun 2007-2009. Jakarta, Desember 2010.
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 55
19. Direktorat Kesehatan kerja dan olah raga Kementerian Kesehatan RI dan
PERDOKI. Buku Pelatihan Diagnosis PAK. Jakarta, April 2011.
20. Soemarko DS. Stress at the workplace in Indonesia. Malindobru. Jakarta, Juli
2009.
21. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI. Kumpulan abstrak penelitian
Kedokteran Kerja tahun 2008. Jakarta.
I. PENDAHULUAN:
Kegiatan Plant Survey dapat merupakan upaya pengenalan bagi dokter layanan
primer untuk mengenal risiko atau potensi bahaya yang dihadapi komunitas
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 57
pekerja sehari-hari selama masa produksinya, sehingga diharapkan dokter yang
bekerja di fasilitas kesehatan tingkat primer dapat memperhatikan aspek
lingkungan dan pekerjaan dalam mengelola masalah kesehatan.
II. PENGERTIAN:
III. TUJUAN:
Tujuan umum:
Agar dokter secara langsung melihat lingkungan kerja dan proses kerja suatu
komunitas pekerja yang dapat merupakan faktor risiko gangguan kesehatan dan
kecelakaan yang mungkin, sehingga memahami pengaruh lingkungan terhadap
kesehatan.
Tujuan khusus:
1. Mampu mengidentifikasi bahaya potensial/faktor risiko terhadap
kesehatan dan keselamatan pekerja di suatu perusahaan/tempat kerja
yang berhubungan dengan masalah kesehatan pasien
2. Mampu mengidentifikasi gangguan kesehatan yang mungkin timbul
dengan adanya bahaya potensial tertentu di suatu tempat kerja.
3. Mampu menjelaskan upaya perlindungan dan pencegahan yang telah
dilakukan oleh perusahaan.
4. Mampu memberikan rekomendasi untuk perbaikan upaya kesehatan
dan keselamatan kerja bagi pekerja di suatu perusahaan, yang bersifat
evidence – based (berdasarkan referensi yang mutakhir)
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 58
IV. PERSIAPAN:
V. PELAKSANAAN:
b. Kegiatan di perusahaan:
Seluruh anggota tim akan berangkat bersama-sama ke perusahaan. Sesampainya
di anggota tim berpencar sesuai pembagian tugasnya.
c. Analisis data:
Referensi:
PENDAHULUAN
Hal yang dianggap paling mendasar dalam pelayanan kesehatan adalah kasus
infeksius. Kasus Infeksi nosocomial, contohnya merupakan sesuatu yang
dikuatirkan oleh petugas kesehatan.
Diketahui bahwa kasus infeksi yang terjadi di pasien rawat inap di fasilitas
pelayanan kesehatan di dunia rata-rata 9% dari 1,4 juta pasien. Bagaimana
dengan data di Indonesia, secara detail belum ada tetapi dapat terlihat adanya
angka kesakitan dan angka kematian yang cenderung meningkat.
Tujuan
Tujuan program K3 di fasilitas kesehatan, terutama adalah melindungi pekerja
dari kejadian kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan terciptanya cara kerja dan
lingkungan kerja pekerja yang aman (terhindar dari penyakit dan kecelakaan),
nyaman (saat bekerja dan nyaman di hati) serta sehat.
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 61
Untuk mencapai tujuan tersebut maka perlu diketahui bahaya potensial (hazards)
apa yang ada di lingkungan kerja (biologi, kimia, fisika, ergonomi dan psikososial),
juga perlu diketahui efek kesehatan/penyakit yang akan terjadi akibat hazard
tersebut dan bagaimana melakukan antisipasi/ membuat Program
penanggulangannya.
Sasaran
Sasaran utama dari program Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah Pekerja.
Sasasan lainnya di pelayanan kesehatan adalah klien, dalam hal ini pasien di
pelayanan kesehatan, juga lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan dan
pengunjung fasilitas tersebut.
Sasaran dan target pada pembicaraan dalam makalah ini:
1. Pasien fasilitas pelayanan kesehatan
2. Pekerja pemberi pelayanan kesehatan
3. Pengunjung fasilitas pelayanan kesehatan
4. Lingkungan/ fasilitas pelayanan kesehatan
Landasan Hukum
Beberapa landasan hukum yang digunakan dalam program K3 di pelayanan
kesehatan seperti yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan:
Surat Edaran
Dirjen Yanmed, tentang instruksi membentuk PK3RS di Rumah Sakit, Keputusan
Dirjen PPM & PLP (1993) tentang persyaratan kesehatan lingkungan RS, Undang
Undang no 23/1992 dan Peraturan Menteri Kesehatan no 986/1992, Undang
Undang no36 /2009 tentang Kesehatan.
Infeksi, sebagai akibat pajanan biologi dapat terjadi dari pasien ke petugas, pasien
ke pengunjung, dan antar orang di lingk. Fasilitas kesehatan
Sumber adanya pajanan biologi yaitu : penderita sendiri, personil pelayanan
kesehatan (dokter/perawat), pengunjung, dan lingkungan.
Kriteria infeksi berasal dari pelayanan kesehatan :
1. mulai dirawat tidak ada
tanda klinik infeksi dan tidak sedang dalam masa inkubasi infeksi tertentu.
2.
Infeksi timbul sekurang-kurangnya 72 jam sejak mulai dirawat.
3. Infeksi terjadi
pada pasien dengan masa perawatan lebih lama dari waktu inkubasi infeksi
tersebut.
4. Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan berasal
dari rumah sakit.
5. Infeksi terjadi pada neonates yang didapatkan dari ibunya
pada saat persalinan atau selama perawatan di rumah sakit.
KESELAMATAN PASIEN
Keselamatan pasien merupakan suatu issue mutu dan citra dari fasilitas
pelayanan kesehatan, baik itu fasilitas primer, sekunder dan tersier. Penilaian dari
hal tersebut pada umumnya dengan mengetahui Kejadian Tak Diharapkan (KTD)
yang sering ada di fasilitas tersebut.
Hasil penelitian di amerika serikat pada tahun 2000, ditemukan adanya KTD 2,9%
di Utah dengan 6% kasus meninggal dunia di rumah sakit. Sementara di New York
Definisi
Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana fasilitas pelayanan kesehatan
membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil
Istilah-istilah
1. Medical error:
Adalah kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis
yang mengakibatkan
cedera pasien sehingga gagal melaksanakan suatu
kegiatan/ salah rencana
2. Near miss:
Adalah kesalahan akibat melaksanakan tindakan yang seharusnya
diambil, sehingga
dapat mencederai pasien, tetapi cedera tidak serius atau
tidak terjadi cedera
3. Adverse even (kejadian tak diharapkan=KTD):
Kejadian Tak Diharapkan yang
mengakibatkan cedera pasien akibat melaksanakan tindakan/ tidak
mengambil tindakan seharusnya, bukan karena penyakit dasarnya / kondisi
pasien
4. Sentinel even:
Kejadian Tak Diharapkan yang mengakibatkan
kematian/cedera serius (kejadian sangat tidak diharapkan/tidak dapat
diterima, misalnya: salah lokasi operasi, masalah berhubungan dengan
kebijakan dan prosedur yang berlaku
Yang termasuk dalam OPIM didefinisikan oleh CDC (the Centers for Disease
Control) adalah:
• semen
• vaginal secretions
• cerebrospinal fluid
• pleural fluid
• peritoneal fluid
• pericardial fluid
• amniotic fluid
• synovial fluid
• breast milk (not all authorities agree)
• saliva dalam pelayanan gigi.
HIV
- HIV, the etiologic agent of AIDS,
- penularan dari darah, parenteral route
(inoculation through the skin),transplacental, via sexual contact.
- umumnya
terjadi pada lelaki homosexual and bisexual, intravenous drug abusers,
heterosexuals dengan banyak patner seks, dan hemofili & penerima
darah/produk darah terinfeksi
- Petugas kesehatan : ditemukan kasus < 5% AIDS tiap tahun, banyak
nonoccupational risk factors.
-Gejala: Beberapa individu: , a flu-like illness(1-6
minggu) pasca pajanan. Demam,
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 69
berkeringat, malaise, nyeri otot, hilang napsu makan , mual, diare, sakit
tenggorokan. setelah bbrp lama: symptom-free (latent) 7-10 tahun,
RISIKO RENDAH*
Lendir serviks Bahan muntahan Tinja
Air liur
Keringat Air mata Urin
ASI
* Kecuali terlihat terinfeksi dengan darah
a.Pencegahan Infeksi
Prinsip Dasar kegiatan ini adalah
• Mencuci tangan sesudah kontak dengan pasien
c. Surveilance
• Tujuan dilakukan surveilens adalah :
1. mendapat data dasar
2. menurunkan angka infeksi
3. identifikasi kejadian luar biasa
4. meyakinkan petugas medis
5. evaluasi pengendalian
6. antisipasi malpraktek
C. Pendidikan K3
• Perlu tahu tugas yg harus dilakukan
• Perlu informasi ttg K3 utk semua pegawai
D. Imunisasi
• Imunisasi sebaiknya dilakukan untuk semua pegawai yang terpajan bahaya
potensial biologis
F. Konseling Kesehatan
• Program yang terjangkau dan tersedia dalam pelayanan medis, psikologis dan
konseling sosial (mis: penghentian kebiasaan merokok, dll)
• Perlu dibuat sistim rujukan dan evaluasi untuk mengatasi masalah pegawai
• Apabila pelayanan sosial atau psikiatri belum ada, perlu dicari orang yg tertarik
dengan hal ini, di latih sebagai konselor
H. Sistim pencatatan K3
• setiap pegawai harus punya medical record sendiri, dan ada di unit
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 74
kesehatan.Catatan tersebut mencakup catatan pemeriksaan kesehatan ,
PAK/kecelakaan akibat kerja dan hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan
• Catatan sebaiknya dibuat berdasarkan dan bulan dan tahun sesuai dengan
angka kesakitan dan angka kecelakaan kerja, dan juga laporan pengawasan
bahaya potensial di lingkungan
• Catatan pegawai bersifat rahasia dan hanya orang tertentu yang dapat
melihatnya
Pencegahan:
1. Monitoring Lingkungan kerja
- perhatikan nilai ambang batas bahan
biologi/kimia/fisik
2. Pekerja : lakukan olah raga yang sesuai (physical Fitness), lakukan pelatihan
cara menggunakan bahan kimia, cara mengatasi keadaan darurat
3. Pengendalian Teknik: perawatan/perbaikan alat, gudang bahan kimia, lemari
bahan kimia, lemari obat
Pengendalian administrasi : SOP, aturan
administrasi, Program Pengendalian Infeksi Alat pelindung diri : sarung
tangan/ cimpal, apron, masker (?), penutup kepala, sepatu boot/karet
REFERENCES
1. Kementerian Kesehatan RI. Keselamatan pasien (Keselamatan Pasien di Rumah
Sakit).
Jakarta 2006
2. Tietjen L, Bossemeyer D, Mc Intosh N, Saifuddin AB, Sumapraja S, Djajadilaga,
Santoso IS. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan
dengan Sumber daya Terbatas. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
JNPKKR/POGI, JHPIEGO. Jakarta, 2004
3. ILO . Occupational Health Services in ILO Encyclopaedia, 2000 : 16.1-62
4. Levy and Wegman. Occupational Health : Recognizing and Preventing Work
Related
Diseases and Injury. Lippincott Williamas and Wilkins. Phi. USA. 2000
5. New Kirk William. Selecting a program Philosophy, structure and Medical
Director, in Occupational Health Service : Practical Strategis Improving Quality
Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas – Dept. IKK FKUI | 76
& Controlling
Costs. American Hospital Publishing, Inc. USA. 1993
6. Yanri Zulmiar, Harjani Sri, Yusuf Muhamad. Himpunan Peraturan Perundangan
KEsehatan Kerja. PT Citratama Bangun Mandiri. Jakarta 1999.
7. Jamsostek. Kumpulan Peraturan Perundangan Jamsostek.Jakarta. 2003
Prevalensi
Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu aspek penting dari pengelolaan
obat yang ikut menentukan keberhasilan seluruh rangkaian pengelolaan obat /
perbekalan farmasi. Di puskesmas kecamatan pulogadung, pencatatan dan
pelaporan tiap bulan sudah dilaksanakan tepat waktu, namun data mengenai
keakuratan tidak ada. Pencatatan dan pelaporan data obat yang akurat dapat
memberikan perbaikan dalam efisiensi dan efektifitas manajemen obat. Oleh
karena itu besarnya masalah (prevalence) mendapat poin yang cukup besar.
Kami berikan nilai 4. Pengendalian ketersediaan obat di puskesmas merupakan
suatu hal yang sangat penting dalam pengelolaan obat. Apabila terjadi masalah
dalam aspek ini, maka dapat menimbulkan masalah lain dalam rangkaian proses
pengelolaan obat. Bila keadaan ini tidak teratasi dapat menyebabkan kualitas
pelayanan kesehatan masyarakat menjadi buruk. Masalah ini prevalensinya
cukup besar karena tidak dapat mencapai 100% dari tolok ukur. Pembobotan
yang diberikan 3. Masalah ke 3, juga cukup besar (prevalence) mengingat
evaluasi dalam pemakaian obat yang rasional dan tepat terhadap pasien akan
mempengaruhi masalah-masalah lain dalam manajemen obat. Diberikan nilai 4.
Ketersediaan obat di puskesmas kelurahan tidak merata, masalah ini memiliki
nilai prevalensi yang cukup besar karena ketersedian obat yang tidak merata
akan mengurangi ketepatan dalam pengobatan pasien secara langsung.
Koordinasi lintas sektoral berikut pembagian tugas dan tanggung jawab antara
Puskesmas dan pihak SD penting dilakukan karena hal ini dapat mengatasi
penyebab masalah yang berupa kurangnya tenaga kesehatan Puskesmas dalam
pelaksanaan program BIAS dan tidak adanya koordinasi berikut pembagian tugas
dan tanggung jawab antara Puskesmas, Sudin Dikdas, dan pihak SD. Dengan
koordinasi tersebut, pihak SD dapat mengetahui seberapa pentingnya BIAS
Campak dilaksanakan dan peranan mereka dalam pelaksanaan BIAS Campak ini.
Peran pihak sekolah dalam hal ini adalah dalam pendaftaran siswa yang ikut serta,
penginformasian kepada orangtua dan guru, penyediaan waktu dan tempat untuk
BIAS Campak dan dapat memberikan sumbangan tenaga dalam pelaksanaan
program. Koordinasi tidak cukup hanya Puskesmas dengan pihak SD tetapi juga
diperlukan koordinasi antara Puskesmas dengan Sudin Dikdas (Suku Dinas
Pendidikan Dasar) Jakarta Timur serta antara pihak SD dan Sudin Dikdas. Hal ini
penting karena jika tidak ada instruksi atau pemberitahuan dari Sudin Dikdas
(Suku Dinas Pendidikan Dasar), maka tidak ada tenaga yang mampu mendorong
pihak SD agar lebih proaktif menyukseskan program BIAS ini.
Pertemuan koordinasi berikut pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas
antara Puskesmas Kelurahan Pulo Gadung, Sudin Dikdas Jakarta Timur, dan pihak
SD se-Kelurahan Pulo Gadung membutuhkan banyak waktu dan persiapan yang
baik karena melibatkan anggota yang cukup banyak, yaitu minimal 14 orang.
Persiapan meliputi persiapan alat, waktu, tempat, menghubungi semua pihak dan
menyusun jadwal. Akan tetapi masalah dapat terselesaikan sesegera mungkin jika
pelaksanaan berhasil dilakukan. Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan ini juga
paling mahal, yaitu Rp. 3.602.500,00.
Dari tabel di atas diketahui bahwa yang mendapat nilai terbesar adalah alternatif
jalan keluar pertama, yaitu Pertemuan koordinasi berikut pembagian tugas dan
tanggung jawab yang jelas antara Puskesmas Kelurahan Pulo Gadung, Sudin
Dikdas Jakarta Timur, dan pihak SD se-Kelurahan Pulo Gadung.