Anda di halaman 1dari 62

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan adalah merupakan upaya melahirkan janin yang ada di

dalam rahim. Setiap ibu menginginkan persalinannya berjalan dengan lancar

dan dapat melahirkan bayi yang sempurna. Namun tidak jarang proses

persalinan tersebut mengalami hambatan dan harus dilakukan operasi, baik

oleh karena pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan janinnya atau pun

keinginan pribadi pasien itu sendiri. Persalinan dengan operasi di dalam dunia

medis disebut persalinan dengan operasi Caesar atau Sectio Caesaria (SC),

yaitu bayi dikeluarkan lewat pembedahan perut. Pada awalnya, operasi Caesar

atau SC dikembangkan sebagai salah satu metode modern di bidang

kedokteran untuk membantu menurunkan angka kematian ibu akibat

melahirkan. Menurut literatur sejarah, tindakan operasi Caesar pertama kali

dilakukan untuk menolong kelahiran seorang bayi laki-laki yang dikemudian

hari menjadi Sang Kaisar Roma yang terkenal, yaitu Julius Caesar. Namun

dalam sejarah kedokteran, operasi Sectio Caesaria baru disebut sebagai cara

untuk melahirkan bayi setelah tahun Masehi (tepatnya 1794), yaitu ketika

seorang dokter di Virginia, Amerika Serikat melakukan operasi pada isterinya

(Kasdu, 2005 : 1).


2

Angka kejadian persalinan dengan Sectio Caesaria di banyak pusat

penelitian dalam kurun waktu dua dekade terakhir ini dilaporkan meningkat

sampai melebihi angka kejadian 15 %. Pada tahun 1960-an di sejumlah

rumah sakit Amerika Serikat, angka ini hanya berkisar sebesar 5 %. Namun

secara bertahap angka tersebut terus bertambah dan mencapai puncaknya

sebesar 25% - 30% pada tahun 1989. Pada tahun 1990 1996, angka ini

cenderung menurun hingga 20%. Pihak Departemen Kesehatan Amerika

Serikat bahkan menargetkan untuk menurunkan angka kejadian hingga 10% -

15%. Bahkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) sejak tahun 1995, mengusulkan

bahwa angka persalinan dengan Sectio Caesaria secara nasional tidak melebihi

angka 10 % (Wirakusumah, 2000 : 2).

Data di Indonesia menurut hasil survey yang dilakukan oleh Prof.

Dr. Gulardi dan dr. A. Basalamah terhadap 64 rumah sakit di Jakarta pada

tahun 1993 tercatat 17.665 kelahiran. Dari angka kelahiran tersebut, sebanyak

35,7% - 55,3% melahirkan dengan Sectio Caesaria. Sebanyak 19,5% - 27,3%

diantaranya merupakan operasi Caesar karena adanya komplikasi

cephalopelvic disproportion/CPD, sementara lainnya oleh karena perdarahan

akibat plasenta previa yaitu sebanyak 11,9% - 21% dan karena janin sungsang

berkisar 4,3% - 8,7%. Sementara data lain dari RSUPN Cipto Mangunkusumo

Jakarta, tahun 1999 2000, menyebutkan bahwa dari jumlah persalinan

sebanyak 404 per bulan, 30% diantaranya merupakan persalinan Caesar,

52,5% adalah persalinan spontan, sedangkan sisanya dengan bantuan alat

seperti Vaccum atau Forcep. Berdasarkan persentase kelahiran dengan Caesar


3

tersebut, 13,7% disebabkan oleh gawat janin dan 2,4% karena ukuran janin

terlalu besar dan sisanya sekitar 13,9% operasi Caesar dilakukan tanpa

pertimbangan medis. Meskipun data ini tidak bisa mencerminkan seluruh

kondisi yang ada di Indonesia, tetapi dapat menggambarkan bahwa angka

persalinan dengan Sectio Caesaria cukup tinggi terjadi di Indonesia

(Djalalluddin, 2004 : 1)

Di Ruang Bersalin RSUD Banjarbaru, data dari bulan Januari sampai

dengan Desember 2007 memperlihatkan bahwa jumlah ibu yang melahirkan

secara keseluruhan adalah sebanyak 1.019 orang ibu dengan perician sebagai

berikut yaitu persalinan spontan/fisiologi sebanyak 569 orang ibu (55,8%),

persalinan dengan Vacuum Extraksi (VE) sebanyak 142 orang ibu (13,9%) dan

persalinan dengan Sectio Caesaria sebanyak 308 orang ibu (30,2%).

Berdasarkan pengalaman daan pengamatan penulis selama bekerja sehari-hari

sebagai tenaga bidan di Ruang Bersalin RSUD Banjarbaru bahwa dari

308 persalinan dengan Sectio Caesaria, dilakukan dengan berbagai indikasi

baik dari faktor ibu maupun faktor janin. Faktor ibu diantaranya disebabkan

oleh adanya penyakit preeklampsia berat (11,04%), ketuban pecah dini

(9,74%) dan kelainan kontraksi rahim (8,77%). Sementara dari faktor janin,

sebagian besar disebabkan karena kelainan letak janin baik letak sungsang

maupun letak lintang sebanyak 33 kasus persalinan (10,72%), kemudian

disebabkan oleh kelainan plasenta baik plasenta previa maupun solusio

plasenta sebanyak 31 kasus persalinan (10,06%) dan 4,54% karena gawat

janin (fetal distress). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa persalinan dengan
4

operasi Sectio Caesaria (SC) dengan berbagai indikasi di RSUD Banjarbaru

masih tinggi.

Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menurunkan angka

persalinan dengan operasi Caesar. Surat edaran Direktorat Jenderal Pelayanan

Medik (Dirjen Yanmedik) Depkes. RI tanggal 12 September 2000,

menyatakan bahwa angka kelahiran dengan persalinan Caesar untuk rumah

sakit pendidikan atau rujukan propinsi/kabupaten ditargetkan turun menjadi

20%, sedangkan untuk rumah sakit swasta sebanyak 15%. Sementara itu

PB. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) berupaya melakukan pemantauan terhadap

tindakan persalinan Caesar dengan cara memberikan sangsi profesi kepada

dokter yang melakukan operasi Caesar tanpa indikasi yang kuat (Kasdu,

2005 : 6).

Walaupun dari segi keamanan tindakan operasi Caesar makin aman,

tetap saja operasi ini mempunyai risiko. Angka kematian pasca salinnya

lebih tinggi dari angka kematian ibu secara umum. Risiko kematian

persalinan dengan Caesar bervariasi antara 2 30 kali dari persalinan per

vaginam (Firman Wirakusumah, 2000 : 2). Menurut Peel dan Chamberlain

(1995) seperti yang dikutip oleh Dini Kasdu (2005 : 26) mengatakan bahwa

indikasi untuk melakukan operasi dengan berbagai penyebabnya

mengakibatkan angka kematian ibu 17%, sedangkan kematian janin 14,5%.

Persalinan dengan operasi memiliki kemungkinan risiko lima kali lebih besar

terjadi komplikasi dibandingkan persalinan normal. Faktor risiko paling

banyak dari operasi Caesar adalah akibat tindakan anestesi, jumlah darah
5

yang dikeluarkan oleh ibu selama operasi berlangsung, komplikasi penyulit,

endometritis, tromboplebilitis, embolisme paru-paru, dan pemulihan bentuk

serta letak rahim menjadi tidak sempurna.

Operasi Caesar seharusnya dilakukan jika keadaan medis

memerlukannya yaitu apabila janin atau ibu dalam keadaan gawat darurat dan

hanya dapat diselamatkan jika persalinan dilakukan dengan jalan operasi. Hal

ini karena bentuk operasi apapun selalu mengandung risiko sehingga harus

ada indikasi yang jelas. Tindakan operasi diputuskan oleh penolong persalinan

bertujuan untuk memperkecil terjadinya risiko yang membahayakan jiwa ibu

atau janinnya (Poedji. R. dkk, 2003 : 23).

Dengan banyaknya persalinan Sectio Caesaria di RSUD Banjarbaru

maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang faktor-faktor

penyebab terjadinya persalinan dengan Sectio Caesaria di Ruang Bersalin

RSUD Banjarbaru.

B. Perumusan Masalah

Operasi Caesar dilakukan jika indikasi medis memerlukannya yaitu

oleh karena pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan janinnya. Hal ini

disebabkan oleh karena persalinan dengan operasi memiliki kemungkinan

risiko lima kali lebih besar terjadi komplikasi dibandingkan persalinan normal.

Persalinan dengan operasi Sectio Caesaria (SC) di RSUD Banjarbaru

dengan berbagai indikasi atau penyebab di RSUD Banjarbaru selama tahun

2007 masih cukup tinggi yaitu sebanyak 308 orang ibu (30,2%) dari total

1.019 jumlah kelahiran.


6

Berdasarkan pernyatan masalah tersebut, maka dapat dirumuskan

pertanyaan penelitian yaitu Faktor-faktor apakah yang menyebabkan

terjadinya persalinan dengan Sectio Caesaria di RSUD Banjarbaru

Tahun 2007 ? .

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, tujuan yang

ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya persalinan dengan

Sectio Caesaria di RSUD Banjarbaru Tahun 2007.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi adanya penyakit preeklampsia berat pada ibu dengan

persalinan SC.

b. Mengidentifikasi kejadian ketuban pecah dini dan kelainan ketuban

lainnya pada ibu dengan persalinan SC.

c. Mengidentifikasi kejadian kelainan kontraksi rahim pada ibu dengan

persalinan SC.

d. Mengidentifikasi kejadian distosia pada ibu dengan persalinan SC.

e. Mengidentifikasi riwayat SC sebelumnya pada ibu dengan persalinan

SC.

f. Mengidentifikasi kejadian ketidaksesuaian ukuran lingkar panggul ibu

dengan ukuran lingkar kepala janin pada ibu dengan persalinan SC


7

g. Mengidentifikasi kejadian kelainan letak janin pada ibu dengan

persalinan SC.

h. Mengidentifikasi kejadian kelainan plasenta pada ibu dengan

persalinan SC.

i. Mengidentifikasi kejadian kelainan tali pusat pada ibu dengan

persalinan SC.

j. Mengidentifikasi kejadian gawat janin pada ibu dengan persalinan SC.

k. Mengidentifikasi adanya bayi yang terlalu besar pada ibu dengan

persalinan SC.

l. Mengidentifikasi adanya bayi kembar pada ibu dengan persalinan SC.

m. Mengidentifikasi faktor yang paling dominan sebagai penyebab

terjadinya persalinan dengan Sectio Caesaria.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah

1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan evaluasi

untuk memperbaiki sistem pelayanan persalinan khususnya persalinan

dengan Sectio Caesaria di RSUD Banjarbaru.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu kesehatan

masyarakat khususnya bidang epidemiologi dan kesehatan reproduksi

pada wanita.
8

E. Keaslian Penelitian

Penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini adalah penelitian

yang dilakukan oleh Djallaluddin. dkk, mahasiswa Program Pasca Sarjana

Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Gajah Mada Yogyakarta pada tahun

2003 yang dimuat dalam Majalah Kedokteran Indonesia, Volume : 54 Edisi

Januari 2004 yang berjudul Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Persalinan

dengan Sectio Caesaria di Rumah Sakit Mangkuyudan Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan desain penelitian survey analitik dengan

pendekatan secara kasus kontrol (case control).

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah

terletak pada desain penelitian yaitu untuk mengetahui gambaran faktor-faktor

penyebab terjadinya persalinan dengan Sectio Caesaria di Ruang Bersalin

RSUD Banjarbaru Tahun 2007. Penelitian yang dilakukan penulis merupakan

penelitian survey deskriptif dengan pendekatan secara cross sectional.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Persalinan

1. Pengertian Persalinan

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang cukup

bulan atau hampir cukup bulan disusul oleh placenta dan selaput janin dari

dalam uterus (Depkes. RI, 1999 : 2).

Sedangkan menurut Mochtar Rustam (1998 : 91) persalinan adalah

suatu proses pengeluaran janin dan uri yang dapat hidup ke dunia luar, dari

rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain.

2. Jenis Persalinan

a. Menurut tindakan

yang dilakukan maka persalinan dapat dibedakan atas:

1) Persalinan normal (spontan) ialah bila persalinan berlangsung

sejak awal sampai akhir dengan tenaga dan kekuatan ibu sendiri

serta melalui jalan lahir.

2) Persalinan buatan, persalinan yang berakhir dengan bantuan tenaga

dari luar atau diakhiri dengan suatu tindakan; misalnya ekstraksi

dengan forceps atau dengan sectio caesaria.

3) Persalinan anjuran ialah persalinan baru dapat berlangsung setelah

permulaannya dianjurkan dengan suatu perbuatan misalnya dengan

pemecahan ketuban atau dengan pemberian pitocin.


10

b. Menurut umur kehamilan persalinan dapat dibedakan atas

a) Abortus; pengeluaran buah kehamilan sebelurh janin dapat hidup

yaitu pada umur kehamilan kurang dari 22 minggu atau berat

badan kurang dari 500 gram.

b) Partus immaturus; pengeluaran buah kehamilan antara 22 sampai

28 minggu atau berat janin antara 500 - 1000 gram.

c) Partus prematurus; pengeluaran buah kehamilan dengan umur

kehamilan antara 28 sampai 37 minggu atau berat badan janin

antara 1.000 - 2.500 gram.

d) Partus maturus (partus aterm); pengeluaran buah kehamilan

dengan umur kehamilan antara 37 sampai 42 minggu atau berat

badan bayi 2.500 gramatau lebih.

e) Partus post maturus (partus serotinus); pengeluaran buah

kehamilan dengan umur kehamilan lebih dari 42 minggu (Mochtar

Rustam, 1998 : 91)

3. Indikasi Persalinan

Persalinan dapat diselesaikan dengan adanya indikasi.

a. Indikasi yang datang dari pihak ibu : Ibu menderita penyakit jantung

atau paru-paru, ibu dengan pre eklampsi dan eklampsi, adanya oedema

pada jalan lahir, adanya gejala-gejala robekan rahim membakat, adanya

perdarahan yang hebat.


11

b. Indikasi yang datang dari pihak anak. Indikasi ini biasa juga disebut

indikasi waktu. Walaupun keadaan ibu dan janin masih baik tetapi bila

kita menunggu lebih lama, pasti akan memburuk. Keadaan ini dapat

terjadi pada : panggul sempit, conyugata vera kurang dari 10 cm, partus

lama, bila pada primigravida kala II berlangsung 2 jam dan pada multi

gravida satu jam, tetapi tidak ada kemajuan.

c. Indikasi persalinan anjuran adalah : Umur kehamilan adalah lewat (post

maturus/serotinus), kematian janin dalam rahim, ketuban pecah dini,

pre eklampsi dan eklampsi.

d. Indikasi persalinan buatan (dengan tindakan). Indikasi persalinan buatan

atau dengan tindakan pada janin yang masih hidup :

1) Indikasi persalinan dengan ekstraksi forceps : pembukaan harus

lengkap, ketuban sudah tidak ada, kepala dengan ukuran terbesar

telah melewati p.a.p., bentuk dan konsistensi kepala normal, janin

hidup, ukuran panggul normal.

2) Indikasi persalinan dengan ekstraksi vakum : pembukaan minimal

7 cm, kepala tidak turun antara H II - H III, konsistensi kepala

normal, ketuban sudah tidak ada, janin cukup bulan.

3) Indikasi persalinan dengan Sectio Caesarin (S.C.) antara lain :

panggul sempit, primitua, placenta previa (Depkes. RI, 1999 : 4).

4. Tanda-Tanda Persalinan

a. Tanda-tanda His persalinan :

1). His sudah teratur.


12

2). Intervalnya makin lama makin pendek dan intensitasnya makin kuat.

3). Menimbulkan perasaan nyeri mulai dari pinggang memancar ke

perut bagian bawah

4). Bila di bawa berjalan his bertambah kuat.

5). Mempunyai pengaruh pada pembukaan corvex.

b. Macam-macam cairan yang dapat keluar per vagina : adanya

pengeluaran lendir bercampur darah, dan keluarnya air ketuban.

c. Tanda persalinan melalui pemeriksaan dalam (Vagina Toucher / VT).

Hasil pemeriksaan dalam : ada pembukaan, dan terjadi pendarahan

pada cervix (FK. Unpad, 1999 : 23).

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan

a. Pengaruh faktor usia ibu terutama pada ibu dengan primi gravida,baik

primi gravida yang muda maupun primi gravida yang tua, sebab pada

kedua primi ini sering ditemui kelainan antara lain :

1). Pada primi gravida muda yaitu pada usia

antara 12 - 15 tahun, kelainan yang sering terjadi pada usia ini adalah

: pre eklampsi dan eklampsi, sehingga kemungkinan kehamilan akan

cepat diakhiri, dengan demikian akan terjadi kelahiran prematur.

2). Sedang pada primi gravida tua yaitu pada usia 35 tahun,

kemungkinan persalinan akan berlangsung lebih lama disebabkan

karena otot-otot sudah kaku termasuk otot-otot pada jalan lahir.

Akibatnya persalinan kemungkinan akan berlangsung lama sehingga

harus diakhiri dengan suatu tindakan.


13

b. Pengaruh kekuatan yang mendorong anak keluar terhadap berlang-

sungnya persalinan dapat dibedakan atas :

1). Kelainan his :inertia uteri (kelemahan his). Keadaan ini dapat

menyebabkan persalinan berlangsung lama sehingga terjadi jejas

kelahiran, infeksi bertambah dan kemungkinan persalinan diakhiri

dengan tindakan tertentu.

2). Tenaga mengejan dari ibu untuk mendapatkan persalinan normal

maka tenaga mengejan harus normal, yaitu ibu dapat mengejan

dengan kuat dan der[gan cara yang baik.

c. Pengaruh keadaan panggul.

Keadaan panggul yang merupakan jalan lahir dapat mempengaruhi

persalinan, yaitu :

1). Tahanan dari cervix, cervix yang kaku akan memberikan tahanan

yang lebih besar sehingga dapat memperpanjang waktu persalinan.

2). Tahanan dari tulang-tulang panggul, terutama bila ukuran-ukuran

tulang panggul tidak normal.

d. Pengaruh letak/posisi janin

Pengaruh letak janin terhadap persalinan adalah letak janin

mempunyai peranan penting bagi berlangsungnya persalinan, terutama

bila terdapat kelainan letak, misalnya letak lintang, letak sungsang, letak

dahi dan lain-lain. Bila terjadi kelainan letak maka persalinan dengan

sendirinya akan diakhiri dengan suatu tindakan.


14

e. Pengaruh besarnya anak terhadap persalinan.

Pengaruh ini terutama sekali pada ibu dengan primi gravida. Bila

bayinya besar maka cenderung persalinan akan berlangsung lama. Baik

dalam kala I maupun kala II (Depkes. RI, 1999 : 6 - 7).

B. Konsep Sectio Caesaria

1. Pengertian Sectio Caesaria

Istilah Caesar sendiri berasal dari bahasa Latin caedere yang

artinya memotong atau menyayat. Operasi Caesar menurut Leon J. Dunn,

dalam buku Obstetrics and Gynecology, menyebutkan sebagai

cesarean section, laparotrachelotomy, atau abdominal delivery yaitu

persalinan untuk melahirkan janin dengan berat 500 gram atau lebih,

melalui pembedahan di perut dengan menyayat dinding rahim (Kasdu,

2005 : 8).

Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin

dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim

dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas

500 gr (Wiknjosastro, Hanifa, 1994 : 133).

Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan

sayatan pada dinding depan perut / vagina atau suatu histerotomia untuk

melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar Rustam, 1998 :117 ).

Pembedahan untuk mengeluarkan anak dari rongga rahim dengan

mengiris dinding perut dan dinding rahim (Bagian obsetri & Ginekologi,

FK. Unpad, 1997 : 138).


15

2. Penyebab Sectio Caesaria

Ada 4 alasan persalinan harus dilakukan dengan operasi, yaitu

untuk keselamatan ibu dan janin ketika harus berlangsung, tidak terjadi

kontraksi, distosia (persalinan macet) sehingga menghalangi persalinan alami,

dan bayi dalam keadaan darurat sehingga harus segera dilahirkan, tetapi jalan

lahir tidak mungkin dilalui janin. Jadi, penyebab dilakukannya operasi

pada persalinan sebagai berikut :

a. Faktor janin

Tindakan operasi dilakukan karena keadaan janin, seperti janin

besar dan pertumbuhannya terhambat berat.

1) Bayi terlalu besar

Bayi terlalu besar adalah berat janin di dalam

kandungan 4.000 gram atau lebih (giant baby), yang

menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya,

pertumbuhan janin yang berlebihan (makrosomia) karena ibu

menderita kencing manis (diabetes mellitus).. Apabila dibiarkan

terlalu lama di jalan lahir dapat membahayakan keselamatan

janinnya (Kasdu, 2005 : 12).

2) Kelainan letak bayi

a) Janin Letak sungsang

Letak sungsang adalah janin yang letaknya

memanjang (membujur) dalam rahim, kepala berada di

fundus dan bokong dibawah (Mochtar Rustam, 1998 :


16

350). Sekitar 3 - 5 % atau 3 dari 100 bayi terpaksa lahir

dalam posisi sungsang. Risiko bayi lahir sungsang pada

persalinan alami diperkirakan 4 kali lebih besar dibandingkan

lahir dengan letak kepala yang normal. Oleh karena itu,

biasanya langkah terakhir untuk mengantisipasi hal terburuk

karena persalinan yang tertahan akibat janin sungsang adalah

operasi (Kasdu, 2005 :13).

b) Janin Letak lintang

Letak lintang adalah bila sumbu memanjang janin

menyilang dengan sumbu memanjang ibu secara tegak lurus

atau mendekati 90 derajat (Mochtar Rustam, 1998 : 366). Letak

yang demikian menyebabkan poros janin tidak sesuai dengan

arah jalan lahir. Pada keadaan ini, letak kepala pada posisi

yang satu dan bokong pada sisi yang lain.

Keadaan ini menyebabkan keluarnya bayi terhenti dan

macet dengan presentasi tubuh janin di dalam jalan lahir.

Apabila dibiarkan terlalu lama, keadaan ini dapat mengakibatkan

janin kekurangan oksigen dan menyebabkan kerusakan pada

otak janin. Oleh karena itu, harus segera dilakukan operasi

untuk mengeluarkannya (Kasdu, 2005 : 14)

3) Ancaman gawat janin (fetal

distress)

Fetal Distress adalah suatu keadaan persalinan dimana janin


17

dalam keadaan gawat janin karena kekurangan oksigen selama berada

dalam uterus (Depkes. RI, 1999). Kondisi ini bisa menyebabkan

janin mengalami kerusakan otak, bahkan tidak jarang meninggal

dalam rahim. Diagnosis gawat janin berdasarkan pada denyut

jantung janin yang abnormal. Gangguan pada bayi juga dapat

diketahui dari adanya kotoran (meconium) dalam air ketuban

yang warnanya menjadi kehijauan. Keadaan gawat janin pada

tahap persalinan, memungkinkan dokter memutuskan untuk segera

melakukan operasi (Saifudin. Abdul Bari, dkk, 2002 : 81)

4) Faktor placenta

Ada beberapa kelainan plasenta yang menyebabkan

keadaan gawat darurat pada ibu atau janin sehingga harus

dilakukan persalinan dengan operasi.

b) Plasenta previa

Plasenta previa adalah keadaan dimana implantasi

plasenta terletak pada atau di dekat serviks sehingga menutupi

sebagian atau seluruh jalan lahir (Saifudin. Abdul Bari, dkk,

2002 : 20). Keadaan ini akan mengakibatkan kepala janin tidak

bisa turun dan masuk ke jalan lahir. Janin dengan plasenta

previa, umumnya juga akan memilih letak sungsang atau

letak melintang. Keadaan ini menyulitkan janin lahir secara

alami.
18

Apabila tidak dilakukan operasi Caesar pada kelainan

plasenta previa, dikhawatirkan terjadi perdarahan karena

adanya perbedaan vaskularisasi dan susunan serabut otot

dengan korpus uteri (badan rahim). Hal ini dapat

membahayakan sang ibu. Keadaan vaskularisasi pada tempat

menempelnya (implantasi) plasenta previa, menyebabkan

serviks uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah

robek (Kasdu, 2005 : 16).

c) Plasenta lepas (solusio placenta)

Solusio placenta adalah suatu keadaan dimana plasenta

yang letaknya normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin

lahir (Mochtar Rustam, 1998 : 279)

Proses terlepasnya plasenta ditandai dengan perdarahan

yang banyak, yang bisa keluar melalui vagina, tetapi bisa juga

tersembunyi di dalam rahim. Apabila plasenta sudah lepas,

sementara janin masih lama lahir maka operasi harus segera

dilakukan. Persalinan dengan operasi dilakukan untuk menolong

janin segera lahir sebelum ia mengalami kekurangan oksigen atau

keracunan air ketuban (Kasdu, 2005 : 17).

5) Kelainan tali pusat

a) Prolapsus tali pusat (tali pusat menumbung)

Prolapsus tali pusat adalah keadaan penyembulan


19

sebagian atau seluruh tali pusat. Pada keadaan ini, tali pusat

berada di depan atau di samping bagian terbawah janin atau

tali pusat sudah berada di jalan lahir sebelum bayi (Saifudin.

Abdul Bari, dkk, 2002 : 24).

Keadaan ini memerlukan penanganan segera karena

dapat mengancam kehidupan janin (gawat janin). Apabila

tali pusat berdenyut, berarti janin masih hidup dan

persalinan masih dapat berlangsung. Pada kala satu

(periode pembukaan mulut rahim) akan segera dilakukan

operasi Caesar untuk menolong janin (Kasdu, 2005: 18)

b) Lilitan Tali Pusat

Lilitan tali pusat adalah suatu keadaan dimana janin

terlilit oleh tali pusat (Depkes. RI, 1999 : 16).

Lilitan tali pusat ke tubuh janin baru berbahaya

apabila kondisi tali pusat terjepit atau terpelintir yang

menyebabkan aliran oksigen dan nutrisi ke tubuh janin tidak

lancar. Adakalanya lilitan tali pusat mengganggu jalannya

proses persalinan. Hal ini biasanya terjadi apabila lilitan tali

pusat mengganggu turunnya kepala janin ke jalan lahirnya.

6) Kehamilan ganda atau hamil kembar (multiple pregnancy)

Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan dua janin atau

lebih (Mochtar Rustam, 1998 : 265). Adanya janin lebih dari satu di

dalam rahim, menyebabkan mereka harus saling berbagi tempat.


20

Keadaan ini akan mempengaruhi letak janin. Oleh karena itu, pada

kelahiran kembar dianjurkan dilakukan di rumah sakit karena

kemungkinan sewaktu-waktu dapat dilakukan tindakan operasi

tanpa direncanakan. Meskipun dalam keadaan tertentu, bisa saja

bayi kembar lahir secara alami (Kasdu, 2005 : 20).

b. Faktor ibu

Faktor ibu yang menyebabkan dilakukannya tindakan

operasi misalnya panggul sempit atau abnormal, disfungsi kontraksi

rahim, riwayat kematian prenatal, pernah mengalami trauma persalinan,

dan ingin dilakukannya tindakan sterilisasi. Kondisi kehamilan bisa

pula sebagai penyebab dilakukannya operasi misalnya, tidak ada

tanda persalinan, padahal kehamilan harus diakhiri karena alasan janin

atau ibunya, ibu menderita eklampsia atau ketuban pecah dini, dan

ingin dilakukan tindakan sterilisasi.

Namun, dari kondisi janin dan ibu tersebut tidak semuanya

harus dilakukan persalinan dengan operasi. Tindakan operasi

dilakukan dengan beberapa pertimbangan, yaitu apabila pesalinan per

vagina membahayakan keselamatan ibu dan bayinya. Berikut ini,

faktor ibu yang menyebabkan janin harus dilahirkan dengan operasi.

1) Penyakit Penyerta Kehamilan

Salah satu penyakit yang menyertai kehamilan dan sangat

membahayakan bagi ibu dan janin adalah Pre-eklampsia dan

Eklampsia (keracunan kehamilan). Pre-eklampsia dan Eklampsia


21

adalah merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil

terdiri dari hipretensi, proteinuria, dan edema yang kadang

kadang disertai konvulsi sampai dengan koma. Ibu tersebut tidak

menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskular atau hipertensi

sebelumnya (Mochtar Rustam, 1998 : 199).

Pre-eklampsia lebih banyak dijumpai pada primigravida

terutama primigravida muda. Faktor-faktor predisposisi untuk

terjadinya pre-eklampsia adalah molahidatidosa, diabetes mellitus,

kehamilan ganda, obesitas, dan umur ibu yang lebih dari 35 tahun

(Mochtar Rustam, 1998 : 201).

2) Tulang panggul

Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ketidaksesuaian

ukuran lingkar panggul ibu dengan ukuran lingkar kepala janin

yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami.

(Mochtar Rustam, 1998 : 318).

Persalinan yang harus dilakukan dengan operasi karena

keadaan panggul sebanyak 21%. Yang menyebabkan keputusan

operasi adalah apabila panggul ibu terlalu sempit

dibandingkan ukuran kepala bayi. Kondisi tersebut membuat

bayi susah keluar melalui jalan lahir. Panggul sempit ini lebih

sering terjadi pada wanita dengan tinggi badan kurang dari

145 cm (Kasdu, 2005 : 22).


22

3) Persalinan dengan SC sebelumnya

Adalah riwayat persalinan dengan SC yang dialami oleh ibu

pada persalinan sebelumnya. Umumnya, operasi Caesar akan

dilakukan lagi pada persalinan kedua apabila operasi sebelumnya

menggunakan sayatan vertikal (corpor a l ) . Namun, operasi kedua

bisa terjadi jika pada operasi sebelumnya dengan teknik sayatan

melintang, tetapi ada hambatan pada persalinan pervagina,

seperti janin tidak maju, tidak bisa lewat panggul, atau letak lintang.

Berdasarkan penelitian, kasus persalinan dengan operasi terulang

kembali sebanyak 11%, sedangkan kemungkinan akan terjadi

robekan di bekas sayatan dinding rahim terdahulu berkisar antara

1,2% - 1,8% (Kasdu, 2005 : 23).

4) Faktor hambatan jalan lahir (Distosia)

Distosia adalah kesulitan atau hambatan dalam jalannya

persalinan (Mochtar Rustam, 1998 : 315). Adanya gangguan pada

jalan lahir, misalnya jalan lahir yang kaku sehingga tidak

memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan

bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek, dan ibu sulit

bernapas. Gangguan jalan lahir bisa juga terjadi karena ada miom

atau tumor. Keadaan ini menyebabkan persalinan terhambat.

5) Kelainan kontraksi rahim

Kelainan kontraksi rahim adalah suatu keadaan dimana


23

kontraksi rahim lemah dan tidak terkoordinasi atau tidak elastisnya

leher rahim sehingga tidak dapat melebar pada proses persalinan.

(Kasdu, 2005 : 24).

Keadaan ini menyebabkan kepala bayi tidak terdorong

dan tidak dapat melewati jalan lahir dengan lancar. Untuk

lemahnya kontraksi rahim, biasanya dapat ditolong dengan

memberikan infus oksioksin, tetapi untuk membuat elastisnya

leher rahim sulit dilakukan intervensi. Apabila keadaan tidak

memungkinkan maka dokter biasanya akan melakukan operasi

Caesar.

6) Ketuban pecah dini

Ketuban pecah dini adalah robeknya ketuban sebelum

waktunya dengan pembukaan kurang dari 5 cm (Depkes. RI, 1999:

14). Robeknya selaput ketuban sebelum waktunya dapat

menyebabkan bayi harus segera dilahirkan.

Apabila air ketuban habis sama sekali, padahal bayi masih

belum waktunya lahir, biasanya dokter akan berusaha

mengeluarkan bayi dari dalam kandungan, baik melalui kelahiran

biasa maupun operasi Caesar. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan, sekitar 60-70% bayi-bayi yang kehamilannya

mengalami pecah ketuban dini akan lahir dengan sendirinya paling

lama 2 x 24 jam. Apabila bayi tidak lahir juga lewat waktu itu,

barulah dokter melakukan tindakan bedah Caesar.


24

3. Risiko Sectio Caesaria

Operasi Caesar sebaiknya dilakukan karena pertimbangan medis,

bukan keinginan pasien yang tidak mau menanggung rasa sakit. Hal ini

karena risiko operasi Caesar lebih besar daripada persalinan alami. Indikasi

untuk melakukan operasi dengan berbagai penyebabnya mengakibatkan

angka kematian ibu 17% (sebelum dikoreksi) dan 0,58% (sesudah

dikoreksi), sedangkan kematian janin 14,5%. Pada 774 persalinan berikutnya,

terjadi 1,03% rupture uteri (rahim robek). Risiko ini bisa menimpa ibu

maupun bayinya.

Persalinan dengan operasi memiliki kemungkinan risiko lima kali

lebih besar terjadi komplikasi dibandingkan persalinan normal. Faktor

risiko paling banyak dari operasi Caesar adalah akibat tindakan anestesi,

jumlah darah yang dikeluarkan oleh ibu selama operasi berlangsung,

komplikasi penyulit, endometritis, tromboplebilitis, embolisme paru-

paru, dan pemulihan bentuk serta letak rahim menjadi tidak sempurna.

Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap 257.000 kelahiran Caesar di

Washington, Amerika Serikat, dalam rentang waktu antara tahun 19871996,

menunjukkan hasil yang cukup mengejutkan. Sebanyak 3.149 ibu atau

1,2% di antaranya, dua bulan kemudian ternyata harus kembali

dirawat karena mengalami infeksi pasca bedah.

Komplikasi lain yang bisa bersifat ringan adalah kenaikan suhu

tubuh selama beberapa hari dalam mass nifas, sedangkan komplikasi berat,
25

seperti peritonitis, sepsis(reaksi umum disertai demam karena kegiatan

bakteri, zat-zat yang dihasilkan bakteri, atau kedua-duanya) atau

disebut juga terjadi infeksi puerperal. Infeksi pasca operasi terjadi

apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala-gejala infeksi

intrapartum atau ada faktor-faktor yang merupakan predisposisi

terhadap kelainan itu. Misalnya, persalinannya berlangsung lama,

khususnya setelah ketuban pecah, telah diupayakan tindakan vaginal

sebelumnya.

Namun dengan kemajuan teknik pembedahan, adanya antibiotik

dan persediaan darah yang cukup, saat ini operasi Caesar jauh lebih aman

daripada dahulu. Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas yang

baik dan tenaga-tenaga yang kompeten, angka kejadiannya kurang dari

2 per 1.000. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah kelainan atau

gangguan yang menjadi indikasi untuk melakukan pembedahan dan

lamanya persalinan berlangsung. Perdarahan pada wanita penderita plasenta

previa berisiko lebih besar daripada wanita yang mengalami operasi

Caesar karena kelainan panggul. Begitu pula, makin lama persalinan

berlangsung, makin meningkat bahaya infeksi pasca operasi apalagi

setelah ketuban pecah.

Adapun risiko-risiko yang mungkin dialami oleh wanita yang

melahirkan dengan operasi yang dapat mengakibatkan cedera pada ibu

maupun bayi. Risiko ini sifatnya individual, yaitu tidak terjadi pada semua

orang.
26

a. Alergi

Biasanya, risiko ini terjadi pada pasien yang alergi terhadap

obat tertentu. Pada awalnya, yaitu .waktu pembedahan, segalanya bisa

berjalan lancar sehingga bayi pun lahir dengan selamat. Namun,

beberapa jam kemudian, ketika dokter sudah pulang, obat yang

diberikan baru bereaksi sehingga jalan pernapasan pasien dapat

tertutup. Perlu diketahui, penggunaan obat-obatan pada pasien dengan

operasi Caesar lebih banyak dibandingkan dengan cara melahirkan

alami. Jenis obat-obatan ini beragam, mulai dari antibiotik, obat untuk

pembiusan, penghilang rasa sakit, serta beberapa cairan infus.

b. Perdarahan

Perdarahan dapat mengakibatkan terbentuknya bekuan-

bekuan darah pada pembuluh darah balik di kaki dan rongga panggul.

Oleh karena itu, sebelum operasi, seorang wanita harus

melakukan pemeriksaan darah lengkap. Salah satunya untuk

mengetahui masalah pembekuan darahnya. Selain itu, perdarahan

banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteria

uteria ikut terbuka atau karena atonia uteri. Kehilangan darah yang

cukup banyak dapat menyebabkan syok secara mendadak. Kalau

perdarahan tidak dapat diatasi, kadang perlu tindakan histerektomi,

terutama pada kasus atonia uteri yang berlanjut.


27

c. Cedera pada organ lain

Jika tidak dilakukan secara hati-hati, kemungkinan

pembedahan dapat mengakibatkan terlukanya organ lain, seperti

rektum atau kandung kemih. Penyembuhan luka bekas bedah Caesar

yang tidak sempurna dapat menyebabkan infeksi pada organ rahim atau

kandung kencing. Selain itu, dapat juga berdampak pada organ lain

dengan menimbulkan perlekatan pada organ-organ di dalam rongga

perut untuk kehamilan risiko tinggi yang memerlukan penanganan

khusus.

d. Parut dalam rahim

Seorang wanita yang telah mengalami pembedahan akan

memiliki parut dalam rahim. Oleh karena itu, pada tiap kehamilan

serta persalinan berikutnya memerlukan pengawasan yang cermat

sehubungan dengan bahaya rupture uteri, meskipun jika operasi

dilakukan secara sempurna risiko ini sangat kecil terjadi. Sebenarnya,

apabila hal ini terjadi termasuk komplikasi dalam persalinan dengan

operasi. Sekitar 1 - 3 % angka kejadian akibat operasi menyebabkan

rupture uteri. Biasanya, kondisi ini terjadi apabila menggunakan

sayatan klasik atau vertikal .

e. Demam

Kadang-kadang, demam setelah operasi tidak bisa

dijelaskan penyebabnya. Namun, kondisi ini bisa terjadi karena


28

infeksi.

f. Mempengaruhi produksi ASI

Efek pembiusan bisa mempengaruhi produksi ASl jika

dilakukan pembiusanan total (narkose). Akibatnya, kolostrum (air

susu yang keluar pertama kali) tidak bisa dinikmati bayi dan bayi tidak

dapat segera menyusui begitu ia dilahirkan. Namun, apabila

dilakukan dengan pembiusan regional (misalnya spinal) tidak

banyak mempengaruhi produksi ASI (Kasdu, 2005 : 26 30 ) .

4. Jenis Operasi Sectio Caesaria

Saat ini dikenal beberapa jenis Sectio Caesaria yakni :

a. Sectio Caesaria Sectio Caesaria Transperitoncalis Profunda

Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada

segmen bawah rahim (Law Cervical Transversal) kira-kira 10 cm.

Kelebihan :

1) Penjahitan lebih mudah

2) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik

3) Tumpang tindih dari peritonial baik sekali untuk menahan

penyebaran isi uterus ke rongga peritonium.

4) Perdarahan kurang

5) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri

spontan kurang lebih kecil


29

Kekurangan :

1) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan, dan bawah, sehingga dapat

menyebabkan arteri uterina putus sehingga mengakibatkan

perdarahan banyak.

2) Keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi

b. Sectio Caesaria Klasik atau Sectio Corporal

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada corpus

uteri sepanjang 10 cm.

Kelebihan :

1) Mengeluarkan janin lebih cepat

2) Tidak mengakibatkan komplikasi pada kandung kemih tertarik

3) Sayatan bisa diperpanjang proximal atau distal

Kekurangan :

1) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada

reperitonealisasi yang baik.

2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri

spontan (Mochtar Rustam, 1998 : 119 - 120).


30

C. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konseptual dalam penelitian ini mengacu pada konsep

teoritis mengenai Sectio Caesaria menurut Dini Kasdu (2005: 12 - 25) yaitu

sebagai berikut :

FAKTOR IBU

Pre Eklampsia
Ketuban Pecah Dini
dan kelainan lainnya
Kelainan Kontraksi
Distosia
Riwayat SC
CPD
PERSALINAN DENGAN
FAKTOR JANIN SECTIO CAESARIA

Kelainan Letak
Kelainan Plasenta
Kelainan Tali Pusat
Gawat Janin
Bayi Besar
Kehamilan Kembar

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Konseptual Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya


Persalinan dengan Sectio Caesaria di RSUD Banjarbaru
31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat survei deskriptif yaitu penelitian yang diarahkan

untuk menggambarkan atau menguraikan tentang sesuatu variabel, gejala atau

keadaan di dalam suatu komunitas (Suharsimi Arikunto, 2005 : 234).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor penyebab

terjadinya persalinan dengan Sectio Caesaria di RSUD Banjarbaru periode

tahun 2007.

Penelitian dilakukan dengan pendekatan secara retrospektif yaitu

pendekatan yang dilakukan dengan melihat ke belakang suatu kejadian yang

berhubungan dengan kejadian kesakitan yang diteliti (Hidayat, 2007 : 51).

Pada penelitian ini pendekatan/pengumpulan data dilakukan terhadap ibu

dengan persalinan Sectio Caesaria di RSUD Banjarbaru periode 1 Januari

2007 sampai dengan 31 Desember 2007.

B. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah semua ibu dengan persalinan Sectio

Caesaria di RSUD Banjarbaru selama periode 1 Januari 2007 sampai dengan

31 Desember 2007 yaitu sebanyak 308 orang. Pengambilan sampel

penelitian ini secara Sampling Jenuh yaitu suatu teknik penetapan sampel

dengan cara mengambil semua populasi yang ada.


32

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Ruang Bersalin RSUD

Banjarbaru.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini secara keseluruhan mulai dengan pembuatan

proposal sampai selesainya penulisan hasil penelitian adalah bulan Januari

sampai dengan Maret 2008.

D. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah faktor-faktor

penyebab terjadinya persalinan dengan Sectio Caesaria baik yang berasal

dari indikasi faktor ibu maupun faktor janin.

2. Definisi Operasional Penelitian


No Variabel Definisi Alat Ukur Skala Hasil Ukur
1 Pre Kumpulan gejala yang timbul Catatan Nominal 1. Ada
Eklampsia pada ibu hamil terdiri dari Medik 2. Tidak Ada
hipertensi, proteinuria, dan Responden
edema yang kadang kadang
disertai konvulsi sampai dengan
koma. (Mochtar Rustam, 1998 :
199).

2 Ketuban Robeknya selaput ketuban Catatan Nominal 1. Ada


Pecah Dini sebelum waktunya dengan Medik 2. Tidak Ada
pembukaan kurang dari 5 cm Responden
(Depkes. RI, 1999: 14).

3 Kelainan Keadaan dimana kontraksi Catatan Nominal 1. Ada


Kontraksi rahim lemah dan tidak Medik 2. Tidak Ada
Rahim terkoordinasi atau tidak Responden
elastisnya leher rahim (Kasdu,
2005 : 24).
33

4 Distosia Kesulitan atau hambatan dalam Catatan Nominal 1. Ada


jalannya persalinan (Mochtar Medik 2. Tidak Ada
Rustam, 1998 : 315). Responden
5 Riwayat SC Riwayat persalinan dengan SC Catatan Nominal 1. Ada
yang dialami oleh ibu pada Medik 2. Tidak Ada
persalinan sebelumnya (Kasdu, Responden
2005 : 23).

6 Cephalopelvic Ketidaksesuaian ukuran Catatan Nominal 1. Ada


disproportion lingkar panggul ibu yang Medik 2. Tidak Ada
(CPD) dengan ukuran lingkar Responden
kepala janin (Mochtar
Rustam, 1998 : 318).

7 Letak Posisi janin yang letaknya Catatan Nominal 1. Ada


Sungsang memanjang (membujur) Medik 2. Tidak Ada
dalam rahim, kepala berada Responden
di fundus dan bokong
dibawah (Mochtar Rustam,
1998 : 350).

8 Letak Lintang Posisi janin yang sumbu Catatan Nominal 1. Ada


memanjangnya menyilang Medik 2. Tidak Ada
dengan sumbu memanjang ibu Responden
secara tegak lurus atau
mendekati 90 derajat (Mochtar
Rustam, 1998 : 366).

9 Kelainan Kelainan pada plasenta yang Catatan Nominal 1. Ada


Plasenta menyebabkan keadaan gawat Medik 2. Tidak Ada
darurat pada ibu atau janin Responden
seperti plasenta previa, dan
solutio plasenta (Kasdu, 2005 :
16).

10 Kelainan Tali Keadaan pada tali pusat janin Catatan Nominal 1. Ada
Pusat yang mengganggu jalannya Medik 2. Tidak Ada
proses persalinan seperti Responden
prolapsus tali pusat dan lilitan
tali pusat (Saifudin. Abdul
Bari, dkk, 2002 : 24).

11 Gawat Janin Keadaan persalinan dimana janin Catatan Nominal 1. Ada


dalam keadaan gawat janin Medik 2. Tidak Ada
karena kekurangan oksigen Responden
selama berada dalam rahim
(Depkes. RI, 1999).
12 Bayi terlalu Berat janin di dalam Catatan Nominal 1. Ada
Besar kandungan 4.000 gram atau Medik 2. Tidak Ada
lebih (giant baby), yang Responden
menyebabkan bayi sulit keluar
dari jalan lahir (Kasdu, 2005 :
12).

13 Gemelly Kehamilan dengan dua janin Catatan Nominal 1. Ada


atau lebih (Mochtar Rustam, Medik 2. Tidak Ada
1998 : 265). Responden
34

E. Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan catatan

medik (status pasien) ibu dengan persalinan Sectio Caesaria serta buku

register (kohor) ruang bersalin RSUD Banjarbaru periode Januari sampai

dengan Desember 2007.

F. Tekhnik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini merupakan data

sekunder yaitu yang diperoleh dari hasil dokumentasi catatan medik ibu

dan buku register persalinan dengan Sectio Caesaria di Ruang Bersalin

RSUD Banjarbaru selama periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember

2007

Adapun data sekunder yang didapatkan dari hasil dokumentasi

catatan medik ibu dan buku register (kohort) persalinan dengan Sectio

Caesaria meliputi data-data sebagai berikut :

a. Indikasi persalinan dengan Sectio Caesaria dari faktor ibu.

b. Indikasi persalinan dengan Sectio Caesaria dari faktor janin.

2. Tekhnik Pengolahan Data

Proses pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan

perangkat lunak komputer dengan tahapan sebagai berikut :


35

a. Editing yaitu mengoreksi jawaban yang telah diberikan responden,

apabila ada data yang salah/kurang segera dilengkapi.

b. Coding yaitu pemberian kode pada atribut variabel penelitian untuk

memudahkan dalam pengolahan data.

c. Tabulasi data yaitu pengelompokan data dalam suatu data tertentu

menurut sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian.

d. Entry data yaitu memasukkan data dalam variabel sheet dengan

bantuan komputer (Sugiyono, 2002 : 1 - 2).

3. Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis

secara deskriptif menggunakan tabel distribusi frekuensi yang disajikan

dalam bentuk tabel dan diuraikan dalam prosentase dan narasi untuk

kemudian di interpretasikan dengan teori-teori yang mendukung dalam

penelitian ini.
36

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian

1. Gambaran umum lokasi penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banjarbaru berlokasi di jalan

Palang Merah No. 02 Kelurahan Banjarbaru Utara Kota Banjarbaru

Propinsi Kalimantan Selatan dan menempati lahan seluas kurang lebih

8.256 m2 . Rumah Sakit ini merupakan rumah sakit tipe C sesuai dengan

SK Menkes RI nomor 104/MENKES/SK/I/1995 tanggal 30 Januari 1995,

terletak ditengah kota Banjarbaru yang berpenduduk sekitar 130.000 jiwa,

dan mudah dijangkau oleh masyarakat untuk memperoleh pelayanan

kesehatan. Saat ini RSUD Banjarbaru telah mendapatkan status Akreditasi

penuh tingkat dasar (5 pokja) sesuai surat Dirjen Yan Medik Depkes RI.

No. YM.00.22.526 Tanggal 26 April 2002.

RSUD Banjarbaru adalah merupakan Rumah Sakit Umum Daerah

milik Pemerintah Kota Banjarbaru yang secara tehnis bertanggung jawab

kepada Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru dan taktis operasional

bertanggung jawab kepada Walikota Banjarbaru. Dalam melaksanakan

tugas dan fungsinya RSUD Banjarbaru mempunyai peran sebagai berikut :

1. Penyelenggaraan Pelayanan Medis


37

2. Penyelenggaraan Pelayanan Penunjang Medis

3. Penyelenggaraan Pelayanan Asuhan Keperawatan

4. Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan

5. Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan

6. Penyelenggaraan Administrasi Umum dan

Keuangan

RSUD Banjarbaru mempunyai kapasitas ruang perawatan rawat

inap sebanyak 109 tempat tidur (TT) yang terbagi atas 6 ruang perawatan

rawat inap yaitu ruang perawatan Camar (25 TT), ruang perawatan

Kasuari (25 TT), ruang Merak (24 TT), ruang Merpati (17 TT), ruang

Murai (15 TT) dan ruang perawatan ICU (3 TT) dengan indikator efisiensi

mutu pelayanan kesehatan rawat inap seperti terlihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Indikator Efisiensi Mutu Pelayanan Rawat Inap RSUD


Banjarbaru Tahun 2006 dan Tahun 2007
No Indikator Tahun 2006 Tahun 2007
1 BOR (Bed Occupancy Rate) 75,5 % 80,4%
Rata-rata pemakaian TT
2 LOS (Length of stay) 4 hari 4 hari
Rata-rata lama pasien dirawat
3 TOI (Turn Over Interval) 2 hari 1 hari
Rata-rata hari TT tidak ditempati
4 BTO (Bed Turn Over) 80 kali 81,45 kali
Frekuensi pemakaian TT
5 GDR (Gross Death Rate) 45,12 / seribu 40,02 / seribu
Angka kematian kasar
6 NDR (Netto Death Rate) 12,34 / seribu 10,20 / seribu
Angka kematian < 48 jam
Sumber : Laporan Tahunan RSUD Banjarbaru tahun 2007

Berdasarkan tabel 4.1 bahwa selama tahun 2007 rata-rata

pemakaian tempat tidur (BOR) di ruang rawat inap RSUD Banjarbaru


38

adalah sebesar 80,4%, meningkat dibandingkan tahun 2006 yang hanya

75,5% (standar ideal 60% 80%). Rata-rata lama pasien dirawat (LOS)

selama tahun 2006 dan 2007 adalah selama 4 hari, pencapaian ini

menunjukkan penggunaan tempat tidur di rumah sakit sudah mencapai

standar yang ditetapkan (standar ideal 6 9 hari). Rata-rata tempat tidur

tidak ditempati (TOI) adalah selama 2 hari pada tahun 2006 dan selama 1

hari pada tahun 2007 (standar ideal 1 - 3 hari). Sementara angka

kematian untuk tiap 1000 penderita keluar (GDR) selama tahun 2007

adalah sebesar 40,02/seribu (standar ideal 45/seribu), angka kematian ini

menurun dibandingkan tahun 2006 yaitu sebesar 45,12/seribu. Sedangkan

angka kematian penderita kurang dari 48 jam untuk tiap 1000 penderita

keluar (NDR) selama tahun 2007 adalah sebesar 10,20/seribu, angka ini

menurun dibandingkan tahun 2006 yaitu sebesar 12, 34/seribu (standar

ideal 25/seribu).

Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat RSUD

Banjarbaru didukung oleh sumber tenaga yang berjumlah total 307 orang ,

terdiri dari dokter spesialis sebanyak 6 orang (3 spesialis anak, 2 spesialis

kandungan, 1 spesialis penyakit dalam, 1 spesialis bedah, 1 spesialis mata

dan 1 spesialis patologi klinik), dokter umum sebanyak 8 orang, dokter

gigi sebanyak 2 orang, tenaga keperawatan sebanyak 138 orang, tenaga

kefarmasian sebanyak 9 orang (2 apoteker, 7 asisten apoteker), tenaga

kesehatan masyarakat sebanyak 13 orang, tenaga gizi sebanyak 12 orang,

tenaga terapi fisik sebanyak 2 orang, tenaga ketekhnisan medis sebanyak


39

34 orang dan tenaga non medis sebanyak 81 orang. Sedangkan menurut

tingkat pendidikan, karyawan RSUD Banjarbaru sebagian besar

berpendidikan dasar yaitu SLTA 40%, Diploma III 39%, Diploma IV / S1

18 % serta S2 sebesar 3 %.

Ruang Bersalin RSUD Banjarbaru merupakan salah satu unit

pelayanan rawat inap RSUD Banjarbaru dengan luas bangunan adalah

30 x 12 m2 dan dipimpin seorang Kepala Ruangan. Ruang Bersalin RSUD

Banjarbaru mempunyai jumlah kapasitas tempat tidur (TT) sebanyak

21 tempat tidur terdiri dari ruang VIP sebanyak 2 tempat tidur, Kelas I

sebanyak 4 TT, Kelas II sebanyak 4 TT dan Kelas III sebanyak 11 TT

dengan BOR (Bed Occupancy Rate) atau rata-rata pemakaian tempat tidur

tahun 2007 sebesar 80,77 %. Dalam menjalankan tugasnya sehari-hari

Ruang Bersalin RSUD Banjarbaru didukung sumber tenaga berjumlah 21

orang yang terdiri dari 2 dokter spesialis kandungan, 18 orang tenaga

bidan dan 1 orang tenaga administrasi. Tingkat pendidikan tenaga bidan

sebagian besar mempunyai latar belakang pendidikan Program Pendidikan

Bidan (PPB) atau Diploma I Kebidanan yaitu 13 orang (70%) sedangkan

sisanya mempunyai latar belakang pendidikan Diploma III Kebidanan

yaitu 5 orang (30%).

2. Gambaran Hasil Penelitian

Berdasarkan data bulan Januari sampai dengan Desember 2007

didapatkan jumlah persalinan dengan Sectio Caesaria di RSUD Banjarbaru

sebanyak 308 orang ibu (30,2%) dari 1.019 orang ibu melahirkan dan
40

akan disajikan secara deskriptif dengan menggunakan tabel distribusi

frekuensi menurut berbagai indikasi atau penyebab yaitu sebagai berikut :

Dari indikasi faktor ibu persalinan dengan Sectio Caesaria di

RSUD Banjarbaru, yang terbanyak disebabkan oleh Pre-eklampsia berat

(PEB) yaitu sebanyak 34 kasus persalinan (11, 04% ), sedangkan yang

paling sedikit adalah ibu dengan riwayat SC sebelumnya dan ibu dengan

Cephalopelvic disproportion (CPD) yaitu masing-masing sebanyak

21 kasus persalinan (6,82%). Lebih jelasnya seperti pada tabel 4.2 dibawah

ini :

Tabel 4.2 Indikasi Faktor Ibu Persalinan dengan Sectio Caesaria di


RSUD Banjarbaru Periode 1 Januari 31 Desember 2007
No Indikasi Faktor Ibu Frekuensi Persentase (%)
1 Pre Ekslampsia Berat 34 11,04
2 Ketuban pecah dini 30 9,74
3 Kelainan Kontraksi Rahim 27 8,77
4 Distosia Tumor 25 8,12
5 Oligohidromion 24 7,79
6 Riwayat SC sebelumnya 21 6,82
7 Cephalopelvic disproportion/CPD 21 6,82
Total 182 59,09
Sumber : Register Ruang Bersalin Tahun 2007

Sementara dari indikasi faktor janin persalinan dengan Sectio

Caesaria di RSUD Banjarbaru, indikasi terbanyak disebabkan oleh karena

kelainan letak janin baik letak sungsang maupun letak lintang sebanyak

33 kasus persalinan (10,72%), sedangkan yang paling sedikit adalah ibu

dengan indikasi kehamilan kembar (Gamelly) yaitu sebanyak 10 kasus

persalinan (3,25%). Lebih jelasnya seperti pada tabel 4.3 .


41

Tabel 4.3 Indikasi Faktor Janin Persalinan dengan Sectio Caesaria di


RSUD Banjarbaru Periode 1 Januari 31 Desember 2007
No Indikasi Faktor Janin Frekuensi Persentase (%)
1 Kelainan Letak :
Letak Sungsang 23 7,47
Letak Lintang 10 3,25
2 Kelainan Plasenta :
Plasenta Previa Total 18 5,84
Solusio Placenta 13 4,22
3 Gawat Janin 14 4,54
4 Kelainan Tali Pusat :
Lilitan tali pusat 9 2,92
Prolapsus tali pusat 5 1,62
5 Bayi Besar 13 4,22
6 Gamelly 10 3,25
Total 115 37,34
Sumber : Register Ruang Bersalin Tahun 2007

Sedangkan dari 11 kasus persalinan (3,57%) dengan Sectio

Caesaria di RSUD Banjarbaru yang dilakukan tanpa indikasi medis, yang

terbanyak adalah ibu yang mengharapkan kehamilan yang begitu lama

(anak mahal) yaitu sebanyak 8 responden (2,60%) dan paling sedikit

adalah takut nyeri dan cemas yang berlebihan sebanyak 3 responden

(0,97%). Lebih jelasnya seperti pada tabel 4.4

Tabel 4.4 Persalinan dengan Sectio Caesaria tanpa Indikasi Medis di


RSUD Banjarbaru Periode 1 Januari 31 Desember 2007
No Indikasi SC Frekuensi Persentase (%)
1 Anak yang pertama 8 2,60
2 Cemas dan takut 3 0,97
Total 11 3,57
Sumber : Register Ruang Bersalin Tahun 2007
42

B. Pembahasan

Pada bagian pembahasan akan diulas mengenai hasil penelitian yang

telah dilaksanakan yaitu faktor-faktor penyebab terjadinya persalinan dengan

Sectio Caesaria di Ruang Bersalin RSUD Banjarbaru Tahun 2007, dimana

akan dianalisa secara deskriptif sesuai dengan konsep teori yang telah dibahas

pada bab dua.

Dari penelitian retrospektif selama 1 tahun (1 Januari sampai dengan

31 Desember 2007) di Ruang Bersalin RSUD Banjarbaru, didapatkan

sebanyak sebanyak 308 orang ibu (30,2%) dari 1.019 persalinan keseluruhan.

Dari 308 persalinan dengan Sectio Caesaria, indikasi terbanyak penyebab

terjadinya persalinan dengan Sectio Caesaria di RSUD Banjarbaru adalah

berasal dari faktor ibu yaitu sebanyak 182 kasus (59,09%), sedangkan indikasi

dari faktor janin sebanyak 115 kasus (37,34%) dan yang paling sedikit adalah

persalinan dengan Sectio Caesaria yang dilakukan tanpa indikasi medis yaitu

sebanyak 11 kasus (3,57%).

Berikut akan dibahas beberapa faktor penyebab terjadinya persalinan

dengan Sectio Caesaria di RSUD Banjarbaru yaitu sebagai berikut :

1. Indikasi Faktor Ibu

a. Pre-Eklampsia Berat

Hasil penelitian retrospektif didapatkan indikasi persalinan

dengan Sectio Caesaria yang disebabkan oleh Pre-eklampsia di RSUD


43

Banjarbaru merupakan kasus terbanyak yaitu 34 kasus persalinan (11,

04% ).

Pre-eklampsia adalah merupakan kumpulan gejala yang timbul

pada ibu hamil terdiri dari hipertensi, proteinuria, dan edema yang

kadang kadang disertai konvulsi sampai dengan koma. Ibu tersebut

tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskular atau hipertensi

sebelumnya. Pre-eklampsia lebih banyak dijumpai pada primigravida

terutama primigravida muda. Faktor-faktor predisposisi untuk

terjadinya pre-eklampsia adalah molahidatidosa, diabetes mellitus,

kehamilan ganda, obesitas, dan umur ibu yang lebih dari 35 tahun

(Mochtar Rustam, 1998 : 201).

Keadaan kejang/convulsi dan penurunan kesadaran ibu

seringkali menyebabkan dokter memutuskan persalinan dilakukan

dengan operasi Caesar. Menurut Saifudin. Abdul Bari, dkk, (2002 :

41) bahwa semua kasus pre-eklampsia berat harus ditangani secara

aktif. Persalinan harus dilakukan segera untuk menyelamatkan ibu dan

janin. Indikasi persalinan dengan Sectio Caesaria dilakukan jika

persalinan pervaginam tidak dapat diharapkan dalam 24 jam, denyut

jantung janin < 100 /menit atau > 180/menit, serviks belum matang,

dan janin dalam keadaan hidup.

b. Ketuban Pecah Dini

Hasil penelitian retrospektif didapatkan indikasi persalinan

dengan Sectio Caesaria yang disebabkan oleh ketuban pecah dini


44

(KPD) di RSUD Banjarbaru adalah sebanyak 30 kasus persalinan

(9,74%).

Ketuban pecah dini adalah robeknya ketuban sebelum

waktunya dengan pembukaan kurang dari 3 cm pada primi dan kurang

dari 5 cm pada multi (Depkes. RI, 1999: 14).

Robeknya selaput ketuban sebelum waktunya dapat

menyebabkan bayi harus segera dilahirkan. Kondisi ini membuat air

ketuban merembes ke luar sehingga tinggal sedikit atau habis.

Apabila air ketuban habis sama sekali, padahal bayi masih belum

waktunya lahir, biasanya dokter akan berusaha mengeluarkan bayi

dari dalam kandungan, baik melalui kelahiran biasa maupun operasi

Caesar. Air ketuban yang pecah sebelum waktunya akan membuka

rahim sehingga memudahkan masuknya bakteri dari vagina. Dengan

masuknya bakteri lewat vagina, infeksi akan terjadi pada ibu hamil

dan janin di dalam kandungan.

Berdasarkan pengalaman peneliti selama bekerja sehari-hari

di RSUD Banjarbaru bahwa penanganan ketuban pecah dini

dilakukan melalui dua cara. Pertama, dokter mungkin akan

mempercepat persalinan karena khawatir akan terjadi infeksi pada

ibu dan janinnya. Semakin lama bayi berada dalam rahim maka akan

semakin besar kemungkinan terjadinya infeksi. Dengan begitu,

biasanya dokter akan segera membantu mengeluarkan bayi, baik melalui

persalinan biasa maupun Sectio Caesaria. Kedua, dokter akan mem-


45

biarkan dulu hingga sekitar 2 x 24 jam sambil memberikan antibiotik.

Apabila bayi tidak lahir juga lewat waktu itu, barulah dokter

melakukan tindakan bedah Caesar. Menurut Kasdu (2005 : 25) bahwa

berdasarkan penelitian yang dilakukan, sekitar 60-70% bayi-bayi yang

kehamilannya mengalami pecah ketuban dini akan lahir dengan

sendirinya paling lama 2 x 24 jam.

c. Kelainan Kontraksi Rahim

Hasil penelitian retrospektif didapatkan indikasi persalinan

dengan Sectio Caesaria yang disebabkan oleh kelainan kontraksi rahim

di RSUD Banjarbaru adalah sebanyak 27 kasus persalinan (8,77%).

Kelainan kontraksi rahim adalah suatu keadaan dimana

kontraksi rahim lemah dan tidak terkoordinasi atau tidak elastisnya

leher rahim sehingga tidak dapat melebar pada proses persalinan.

(Kasdu, 2005 : 24). Keadaan ini menyebabkan kepala bayi tidak

terdorong dan tidak dapat melewati jalan lahir dengan lancar. Untuk

lemahnya kontraksi rahim, biasanya dapat ditolong dengan

memberikan infus oksioksin, tetapi untuk membuat elastisnya leher

rahim sulit dilakukan intervensi. Apabila keadaan tidak memungkinkan

maka dokter biasanya akan melakukan operasi Caesar.

Menurut Mochtar Rustam (1998 : 309) kelainan his sering

dijumpai pada primigravida tua, sedangkan inertia uteri (his yang

sifatnya lebih lemah, lebih singkat dan lebih jarang dibanding his

normal) sering dijumpai pada multigravida dan grandemulti. Indikasi


46

dilakukan persalinan dengan SC apabila semula his kuat tetapi

kemudian terjadi inertia uteri, ibu lemah dan partus telah berlangsung

lebih dari 24 jam pada primi dan 18 jam pada multi.

d. Distosia

Hasil penelitian retrospektif didapatkan indikasi persalinan

dengan Sectio Caesaria yang disebabkan oleh distosia di RSUD

Banjarbaru adalah sebanyak 27 kasus persalinan (8,77%).

Distosia adalah kesulitan atau hambatan dalam jalannya

persalinan (Mochtar Rustam, 1998 : 315). Adanya gangguan pada

jalan lahir, misalnya jalan lahir yang kaku sehingga tidak

memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan

pada jalan lahir, tali pusat pendek, dan ibu sulit bernapas.

Gangguan jalan lahir bisa juga terjadi karena ada miom atau tumor.

Keadaan ini menyebabkan persalinan terhambat atau macet,

sehingga perlu dilakukan tindakan segera dengan jalan operasi.

e. Oligohidromion

Berdasarkan data yang didapatkan peneliti bahwa indikasi

persalinan dengan Sectio Caesaria yang disebabkan oleh

oligohidromion di RSUD Banjarbaru adalah sebanyak 24 kasus

(7,79%).

Menurut Mochtar. Rustam (1998 : 250) Oligohidromion adalah

suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu kurang

dari 500 ml. Penyebab primer kemungkinan disebabkan oleh karena


47

amnion kurang baik tumbuhnya, dan sekunder oleh karena ketuban

pecah dini. Apabila air ketuban sedikit atau habis sama sekali, padahal

bayi masih belum waktunya lahir, biasanya dokter akan berusaha

mengeluarkan bayi dari dalam kandungan, baik melalui kelahiran

biasa maupun operasi Caesar.

f. Riwayat SC sebelumnya

Berdasarkan data yang didapatkan peneliti bahwa indikasi

persalinan dengan Sectio Caesaria yang disebabkan oleh riwayat SC

yang dialami oleh ibu sebelumnya di RSUD Banjarbaru adalah

sebanyak 21 kasus (6,82 %).

Umumnya, operasi Caesar akan dilakukan lagi pada persalinan

kedua apabila operasi sebelumnya menggunakan sayatan vertikal

(corpor a l , d i m a n a d ilakukan dengan membuat sayatan memanjang

pada corpus uteri sepanjang 10 cm. Namun, operasi kedua bisa terjadi

jika pada operasi sebelumnya dengan teknik sayatan melintang,

tetapi ada hambatan pada persalinan pervagina, seperti janin tidak

maju, tidak bisa lewat panggul, atau letak lintang. Berdasarkan

penelitian, kasus persalinan dengan operasi terulang kembali sebanyak

11%, sedangkan kemungkinan akan terjadi robekan di bekas sayatan

dinding rahim terdahulu berkisar antara 1,2 % - 1,8 % (Kasdu, 2005 :

23).

g. Cephalopelvic disproportion (CPD)

Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ketidaksesuaian


48

ukuran lingkar panggul ibu dengan ukuran lingkar kepala janin

yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami.

(Mochtar Rustam, 1998 : 318).

Persalinan yang harus dilakukan dengan operasi karena

keadaan panggul sebanyak 21%. Yang menyebabkan keputusan

operasi adalah apabila panggul ibu terlalu sempit dibandingkan

ukuran kepala bayi. Kondisi tersebut membuat bayi susah keluar

melalui jalan lahir. Panggul yang sempit kadang baru diketahui pada

saat kontraksi sudah terjadi dan kepala bayi berada dalam jalan lahir,

yaitu setelah beberapa waktu berlangsung pembukaan mulut rahim

tidak mengalami kemajuan. Masalah serupa, yaitu letak atau sumbu bayi

dengan sumbu panggul tidak searah, miring, atau melintang sehingga bayi

tidak mungkin lahir lewat jalan lahir biasa (Kasdu, 2005 : 22).

2. Indikasi Faktor Janin

a. Kelainan Letak Janin

Berdasarkan data yang didapatkan peneliti bahwa indikasi

persalinan dengan Sectio Caesaria yang disebabkan oleh kelainan letak

janin di RSUD Banjarbaru merupakan kasus terbanyak dari faktor janin

yaitu 33 kasus persalinan (10,72%) terdiri dari letak sungsang sebanyak

23 kasus (7,47%) dan letak lintang sebanyak 10 kasus (3,25%).

Janin letak sungsang adalah posisi janin yang letaknya

memanjang (membujur) dalam rahim, kepala berada di fundus dan

bokong dibawah (Mochtar Rustam, 1998 : 350). Sekitar 3 - 5 %


49

atau 3 dari 100 bayi terpaksa lahir dalam posisi sungsang. Risiko

bayi lahir sungsang pada persalinan alami diperkirakan 4 kali lebih

besar dibandingkan lahir dengan letak kepala yang normal. Oleh karena

itu, biasanya langkah terakhir untuk mengantisipasi hal terburuk karena

persalinan yang tertahan akibat janin sungsang adalah operasi Caesar.

(Kasdu, 2005 :13).

Janin letak lintang adalah bila sumbu memanjang janin

menyilang dengan sumbu memanjang ibu secara tegak lurus atau

mendekati 90 derajat (Mochtar Rustam, 1998 : 366). Letak yang

demikian menyebabkan poros janin tidak sesuai dengan arah jalan

lahir. Pada keadaan ini, letak kepala pada posisi yang satu dan

bokong pada sisi yang lain. Keadaan ini menyebabkan keluarnya

bayi terhenti dan macet dengan presentasi tubuh janin di dalam jalan

lahir. Apabila dibiarkan terlalu lama, keadaan ini dapat mengakibatkan

janin kekurangan oksigen dan menyebabkan kerusakan pada otak janin.

Oleh karena itu, harus segera dilakukan operasi Caersar untuk

mengeluarkannya (Kasdu, 2005 : 14).

Penanganan untuk kelainan letak janin sifatnya sangat

kontroversial sangat individual, sebagian berpendapat bahwa operasi

Caesar adalah jalan terbaik untuk memperbaiki hasil persalinan. Di

lain pihak ada pendapat bahwa ketakutan akan hasil penanganan

kelainan letak buruk bila tanpa operasi. Apabila dokter memutuskan

untuk melakukan tindakan operasi, sebelumnya dokter sudah


50

memperhitungkan sejumlah faktor demi keselamatan ibu dan bayinya.

Tindakan operasi untuk melahirkan janin baru dilakukan dengan

beberapa pertimbangan, yaitu posisi janin yang berisiko terjadinya

macet di tengah proses persalinan (Wirakusumah, 2000 : 3).

b. Kelainan Plasenta

Berdasarkan data yang didapatkan peneliti bahwa indikasi

persalinan dengan Sectio Caesaria yang disebabkan oleh kelainan

plasenta di RSUD Banjarbaru sebanyak 31 kasus persalinan (10,06%)

yaitu terdiri dari plasenta previa sebanyak 18 kasus (5,84%) dan

solusio plasenta sebanyak 13 kasus (4,22%).

Plasenta previa adalah keadaan dimana implantasi plasenta

terletak pada atau di dekat serviks sehingga menutupi sebagian atau

seluruh jalan lahir (Saifudin. Abdul Bari, dkk, 2002 : 20). Keadaan ini

akan mengakibatkan kepala janin tidak bisa turun dan masuk ke jalan

lahir. Janin dengan plasenta previa, umumnya juga akan memilih

letak sungsang atau letak melintang. Keadaan ini menyulitkan janin

lahir secara alami. Apabila tidak dilakukan operasi Caesar pada

kelainan plasenta previa, dikhawatirkan terjadi perdarahan karena

adanya perbedaan vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan

korpus uteri (badan rahim). Hal ini dapat membahayakan ibu. Keadaan

vaskularisasi pada tempat menempelnya (implantasi) plasenta previa,

menyebabkan serviks uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan

mudah robek (Kasdu, 2005 : 16). Menurut Mochtar Rustam (1998:


51

278) indikasi Sectio Caesaria pada plasenta previa dilakukan

apabila janin hidup atau meninggal, karena perdarahan yang sulit

dikontrol dengan cara-cara yang ada, plasenta previa dengan

perdarahan banyak dan plasenta previa dengan panggul sempit dan

letak lintang.

Sedangkan yang dimaksud dengan Solusio placenta adalah

suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari

perlekatannya sebelum janin lahir (Mochtar Rustam, 1998 : 279).

Proses terlepasnya plasenta ditandai dengan perdarahan yang banyak,

yang bisa keluar melalui vagina, tetapi bisa juga tersembunyi di dalam

rahim. Apabila plasenta sudah lepas, sementara janin masih lama lahir maka

operasi harus segera dilakukan. Persalinan dengan operasi dilakukan untuk

menolong janin segera lahir sebelum ia mengalami kekurangan oksigen atau

keracunan air ketuban (Kasdu, 2005 : 17). Menurut Mochtar Rustam

(1998: 287) indikasi Sectio Caesaria pada solusio placenta pada

keadaan janin hidup, pembukaan kecil, solusio placenta dengan

toksemia berat dan perdarahan banyak tapi pembukaan kecil, serta

solusio placenta dengan panggul sempit dan letak lintang.

c. Gawat Janin (Fetal Distress).

Hasil penelitian retrospektif didapatkan indikasi persalinan

dengan Sectio Caesaria yang disebabkan oleh gawat janin di RSUD

Banjarbaru adalah sebanyak 14 kasus persalinan (4,54%).

Fetal Distress adalah suatu keadaan persalinan dimana janin


52

dalam keadaan gawat janin karena kekurangan oksigen selama berada

dalam uterus (Depkes. RI, 1999). Kondisi ini bisa menyebabkan janin

mengalami kerusakan otak, bahkan tidak jarang meninggal dalam

rahim. Diagnosis gawat janin berdasarkan pada denyut jantung janin

yang abnormal. Gangguan pada bayi juga dapat diketahui dari adanya

kotoran (meconium) dalam air ketuban yang warnanya menjadi

kehijauan. Keadaan gawat janin pada tahap persalinan, memungkinkan

dokter memutuskan untuk segera melakukan operasi (Saifudin. Abdul

Bari, dkk, 2002 : 81).

d. Kelainan Tali Pusat

Hasil penelitian retrospektif didapatkan indikasi persalinan

dengan Sectio Caesaria yang disebabkan oleh kelaianan tali pusat di

RSUD Banjarbaru adalah sebanyak 14 kasus persalinan (4,54%) yaitu

terdiri dari lilitan tali pusat sebanyak 9 kasus (2,92%) dan prolapsus

tali pusat sebanyak 5 kasus (1,62%).

Prolapsus tali pusat adalah keadaan penyembulan sebagian atau

seluruh tali pusat. Pada keadaan ini, tali pusat berada di depan atau di

samping bagian terbawah janin atau tali pusat sudah berada di jalan

lahir sebelum bayi (Saifudin. Abdul Bari, dkk, 2002 : 24). Keadaan

ini memerlukan penanganan segera karena dapat mengancam

kehidupan janin (gawat janin). Apabila tali pusat berdenyut, berarti

janin masih hidup dan persalinan masih dapat berlangsung. Pada

kala satu (periode pembukaan mulut rahim) akan segera dilakukan


53

operasi Caesar untuk menolong janin . Tindakan pembedahan juga

akan dilakukan apabila tali pusat sudah turun lebih dahulu sebelum

bayi lahir, misalnya akibat pecahnya ketuban sebelum waktunya.

Dalam hal ini, persalinan memang segera harus dilakukan sebelum

terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada bayi, misalnya sesak napas

karena kekurangan oksigen (Kasdu, 2005: 18)

Lilitan tali pusat adalah suatu keadaan dimana janin terlilit oleh

tali pusat (Depkes. RI, 1999 : 16). Lilitan tali pusat ke tubuh janin

baru berbahaya apabila kondisi tali pusat terjepit atau terpelintir

yang menyebabkan aliran oksigen dan nutrisi ke tubuh janin tidak

lancar. Adakalanya lilitan tali pusat mengganggu jalannya proses

persalinan. Hal ini biasanya terjadi apabila lilitan tali pusat

mengganggu turunnya kepala janin ke jalan lahirnya. Apabila kondisi

ini terjadi, ada kemungkinan kepala janin yang seharusnya sudah

berada di bagian bawah, tetap berada pada posisi di atas atau

melintang. Jadi, posisi kepala janin tidak dapat masuk kejalan lahir.

Pada keadaan ini, adakalanya dokter sudah dapat memperkirakan

adanya lilitan tali pusat di tubuh janin sejak usia muda kehamilan.

Apabila usia janin sudah sampai pada batas bisa dilahirkan (34 - 36

minggu), sedang posisi tali pusat masih mengganggu janin maka

kemungkinan dokter akan mengambil keputusan untuk melahirkan

bayi melalui tindakan pembedahan.


54

e. Bayi Besar

Hasil penelitian retrospektif didapatkan indikasi persalinan

dengan Sectio Caesaria yang disebabkan oleh bayi terlalu besar di

RSUD Banjarbaru adalah sebanyak 13 kasus persalinan (4,22%).

Bayi terlalu besar adalah berat janin di dalam kandungan

4.000 gram atau lebih (giant baby), yang menyebabkan bayi sulit

keluar dari jalan lahir. Umumnya, pertumbuhan janin yang berlebihan

(makrosomia) karena ibu menderita kencing manis (diabetes mellitus)..

Apabila dibiarkan terlalu lama di jalan lahir dapat membahayakan

keselamatan janinnya (Kasdu, 2005 : 12).

f. Gamelly

Hasil penelitian retrospektif didapatkan indikasi persalinan

dengan Sectio Caesaria yang disebabkan oleh gamelly di RSUD

Banjarbaru adalah sebanyak 10 kasus persalinan (3, 25%).

Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan dua janin atau

lebih (Mochtar Rustam, 1998 : 265). Kehamilan kembar memiliki

risiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi.

Misalnya kelahiran prematur serta terjadinya preeklamsia pada ibu.

Adanya janin lebih dari satu di dalam rahim, menyebabkan mereka harus

saling berbagi tempat. Keadaan ini akan mempengaruhi letak janin. Oleh

karena itu, pada kelahiran kembar dianjurkan dilakukan di rumah


55

sakit karena kemungkinan sewaktu-waktu dapat dilakukan tindakan

operasi tanpa direncanakan. Meskipun dalam keadaan tertentu, bisa

saja bayi kembar lahir secara alami (Kasdu, 2005 : 20).

Walaupun dari segi keamanan tindakan operasi Caesar makin aman,

tetap saja operasi ini mempunyai risiko. Angka kematian pasca salinnya

lebih tinggi dari angka kematian ibu secara umum. Risiko kematian

persalinan dengan Caesar bervariasi antara 2 30 kali dari persalinan per

vaginam (Firman Wirakusumah, 2000 : 2). Menurut Peel dan Chamberlain

(1995) seperti yang dikutip oleh Dini Kasdu (2005 : 26) mengatakan bahwa

indikasi untuk melakukan operasi dengan berbagai penyebabnya

mengakibatkan angka kematian ibu 17%, sedangkan kematian janin 14,5%.

Persalinan dengan operasi memiliki kemungkinan risiko lima kali lebih besar

terjadi komplikasi dibandingkan persalinan normal. Faktor risiko paling

banyak dari operasi Caesar adalah akibat tindakan anestesi, jumlah darah

yang dikeluarkan oleh ibu selama operasi berlangsung, komplikasi penyulit,

endometritis, tromboplebilitis, embolisme paru-paru, dan pemulihan bentuk

serta letak rahim menjadi tidak sempurna.

Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menurunkan angka

persalinan dengan operasi Caesar. Surat edaran Direktorat Jenderal Pelayanan

Medik (Dirjen Yanmedik) Depkes. RI tanggal 12 September 2000,

menyatakan bahwa angka kelahiran dengan persalinan Caesar untuk rumah

sakit pendidikan atau rujukan propinsi/kabupaten ditargetkan turun menjadi

20%, sedangkan untuk rumah sakit swasta sebanyak 15%. Sementara itu PB.
56

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) berupaya melakukan pemantauan terhadap

tindakan persalinan Caesar dengan cara memberikan sangsi profesi kepada

dokter yang melakukan operasi Caesar tanpa indikasi yang kuat .

Persalinan dengan Sectio Caesaria merupakan masalah global.

Meningkatnya angka persalinan ini dalam 2 dekade terakhir tidak dapat

dikaitkan langsung dengan menurunnya kematian ibu dan anak. Tingginya

persalinan dengan Sectio Caesaria tidak saja didapatkan dinegara maju, tetapi

juga di negara berkembang seperti Indonesia termasuk di dalamnya kejadian

persalinan dengan Sectio Caesaria di RSUD Banjarbaru. Dalam hal ini

profesionalisme dokter dituntut untuk dapat menekan meningkatnya

persalinan dengan Caesar dengan cara bekerja sesuai dengan standar medis

serta disesuaikan dengan sarana yang ada dan kemampuan individual rata-rata

serta menjauhkan dokter dari ketakutan pada tuntutan pasien terhadap dokter.
57

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Indikasi adanya preeklampsia berat (PEB) pada ibu dengan persalinan SC

di RSUD Banjarbaru adalah sebanyak 34 kasus (11,04%).

2. Indikasi kejadian ketuban pecah dini pada ibu dengan persalinan SC di

RSUD Banjarbaru adalah sebanyak 30 kasus (9,74%).

3. Indikasi kejadian kelainan kontraksi pada ibu dengan persalinan SC di

RSUD Banjarbaru adalah sebanyak 27 kasus (8,77%).

4. Indikasi kejadian distosia pada ibu dengan persalinan SC di RSUD

Banjarbaru adalah sebanyak 25 kasus (8,12%).

5. Indikasi riwayat SC sebelumnya pada ibu dengan persalinan SC di RSUD

Banjarbaru adalah sebanyak 21 kasus (6,82%).

6. Indikasi kejadian Cephalopelvic disproportion (CPD) pada ibu dengan

persalinan SC di RSUD Banjarbaru adalah sebanyak 21 kasus (6,82%).

7. Indikasi kelainan letak bayi pada ibu dengan persalinan SC di RSUD

Banjarbaru adalah sebanyak 33 kasus (10,72%).

8. Indikasi kelainan plasenta pada ibu dengan persalinan SC di RSUD

Banjarbaru adalah sebanyak 31 kasus (10,06%).

9. Indikasi kelainan tali pusat pada ibu dengan persalinan SC di RSUD

Banjarbaru adalah sebanyak 14 kasus (4,54%).


58

10. Indikasi kejadian gawat janin pada ibu dengan persalinan SC di RSUD

Banjarbaru adalah sebanyak 14 kasus (4,54%).

11. Indikasi adanya bayi yang terlalu besar pada ibu dengan persalinan SC di

RSUD Banjarbaru adalah sebanyak 13 kasus (4,22%).

12. Indikasi adanya bayi kembar pada ibu dengan persalinan SC di RSUD

Banjarbaru adalah sebanyak 10 kasus (3,25%).

13. Indikasi terbanyak penyebab terjadinya persalinan dengan Sectio Caesaria

di RSUD Banjarbaru adalah berasal dari faktor ibu yaitu sebanyak

182 kasus (59,09%), sedangkan dari faktor janin sebanyak 115 kasus

(37,34%). Dari faktor ibu, indikasi terbanyak adalah Pre-eklampsia berat

yaitu sebanyak 34 kasus persalinan (11, 04%), sedangkan dari faktor janin

adalah kelainan letak janin yaitu sebanyak 33 kasus persalinan (10,72%).

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas dapat diajukan beberapa saran dalam

rangka untuk memperbaiki sistem pelayanan persalinan khususnya persalinan

dengan sectio caesaria di RSUD Banjarbaru yaitu sebagai berikut :

1. Bagi Rumah Sakit

a. Diharapkan tetap meningkatkan dan mempertahankan manajemen

operatif yang lebih baik untuk keselamatan dan keamanan persalinan

dengan Sectio Caesaria dari risiko kematian persalinan.

b. Diharapkan operasi Sectio Caesaria dilakukan jika indikasi medis

memerlukannya yaitu oleh karena pertimbangan untuk menyelamatkan

ibu dan janinnya.


59

c. Perlu ditegakkan diagnosis yang tepat dengan syarat dan batasan yang

benar sehingga tidak terjadi perkiraan yang salah dengan hasil

kesulitan di dalam pertolongan persalinan.

d. Untuk mendapatkan hasil yang baik pada kasus rujukan maupun kasus

tercatat di Ruang Bersalin RSUD Banjarbaru, sebaiknya dibiasakan

memakai partograf.

2. Bagi Institusi pendidikan dan peneliti lainnya

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan waktu penelitian

yang lebih lama dan desain penelitian yang berbeda terutama yang bersifat

survey analitik untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya

persalinan dengan Sectio Caesaria di Ruang Bersalin RSUD Banjarbaru

sehingga hasil penelitian dapat digeneralisasikan.


60

DAFTAR PUSTAKA

Saifudin. Abdul Bari, dkk. (2002). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Edisi 1, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta

Anonim, (2007); Laporan Tahunan RSUD Banjarbaru, Tidak dipublikasikan.

Anonim, (2007); Laporan Registrasi Persalinan dengan Sectio Caesaria di


Ruang Bersalin RSUD Banjarbaru, Tidak dipublikasikan

Anonim, (2007); Pedoman Penulisan Skripsi Mahasiswa FKM Uniska


Muhammad Arsyad Al-Banjary, Banjarmasin.

Depkes. RI, (1999), Perawatan Kebidanan yang Berorientasi pada Keluarga,


Edisi Revisi, PPSDM Depkes. RI, Jakarta.

Djalalluddin. dkk, (2004), Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Persalinan dengan


Sectio Caesaria di RS Mangkuyudan Yogyakarta, htpp: // www.
mkionline.net, diakses tanggal 10 Januari 2007

FK. Unpad, (1997), Ginekologi dan Obstetri. Obstetri Operatif. Penerbit FK.
Unpad, Bandung.

Hidayat, Aziz Alimul., (2003); Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah,
Salemba Medika, Jakarta

Kasdu, Dini (2005), Operasi Caesar Masalah dan Solusinya, Penerbit Puspa
Sehat, Jakarta

Manuaba, I.B.G, (1998), Ilmu Kebidanan , Penyakit Kandungan dan Keluarga


Berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC, Jakarta.

Manuaba, I.B.G, (2001), Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri


Ginekologi dan K.B. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Martius Gerhard, (1997), Bedah Kebidanan. Edisi 12. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.

Mochtar Rustam, (1998), Sinopsis Obstetri Operatif dabn Obstetri Sosial. Edisi 2,
EGC, Jakarta

Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit PT. Rineka


Cipta. Jakarta.
61

Nursalam, Siti Pariani. (2001). Metodologi Riset Keperawatan. Penerbit CV.


Sagung Seto. Jakarta.
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Penerbit Salemba Medika. Jakarta

Poedji R, Widohariadi, Agus A, Djoko W, Hari P, Hermanto. (2003). Paket


Kehamilan dan Persalinan Aman dalam Akselerasi Penurunan Angka
Kematian Ibu : htpp: // www. mkionline.net, diakses tanggal 10 Januari
2007

Saifudin. Abdul Bari, dkk. (2002). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Edisi 1, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta

Singgih. Santoso, (2005); SPSS Versi 15 Mengolah Data Statistik Secara


Profesional, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Suharsimi. Arikunto, (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.


Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta

Sugiyono, (2002); Pengolahan Data Statistik . Penerbit Alfabeta, Bandung.

Smith Trisha Duffet, (1996), Persalinan dengan Bedah Caesar. Penerbit Arcan,
Jakarta
Wiknjosastro, Hanifa (1994), Ilmu Bedah Kebidanan, Binarupa Aksara, Jakarta
Wirakusumah, Firman(2000), Persalinan Caesar : Suatu Telaah Global,
htpp: // www. mkionline.net, diakses tanggal 10 Januari 2007
62

FORMAT PENGUMPULAN DATA

Judul Penelitian : FAKTOR -FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA


PERSALINAN DENGAN SECTIO CAESARIA DI
RUANG BERSALIN RSUD BANJARBARU TAHUN
2007

Nomor Responden :

Tanggal Pengisian : ....................2008

A. INDIKASI /PENYEBAB SC DARI FAKTOR IBU

Petunjuk : Berilah tanda Check List () pada kolom yang telah disediakan
Hasil Dokumentasi
No INDIKASI /PENYEBAB SC Tidak
Ada
Ada
1 Penyakit penyerta kehamilan
2 CPD
3 Riwayat SC sebelumnya
4 Distosia
5 Kelainan Kontraksi Rahim
6 Ketuban Pecah dini

B. INDIKASI /PENYEBAB SC DARI FAKTOR JANIN

Petunjuk : Berilah tanda Check List () pada kolom yang telah disediakan
Hasil Dokumentasi
No INDIKASI /PENYEBAB SC Tidak
Ada
Ada
1 Bayi terlalu besar
2 Letak Sungsang
3 Letak Lintang
4 Gawat Janin
5 Plasenta Previa
6 Solutio Plasenta
7 Prolapsus Tali Pusat
8 Terlilit Tali Pusat
9 Bayi Kembar

Anda mungkin juga menyukai