Anda di halaman 1dari 30

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam Berdarah Dengeu (DBD) masih merupakan masalah

kesehatan masyarakat yang menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi.

Kerugian sosial yang terjadi antara lain karena menimbulkan kepanikan

dalam keluarga, kematian anggota keluarga dan berkurangnya usia harapan

hidup. Dampak ekonomi langsung yang dirasakan pada penderita DBD

adalah biaya pengobatan, sedangkan yang tidak langsung adalah kehilangan

waktu kerja, waktu sekolah dan biaya lain yang dikeluarkan selain untuk

pengobatan seperti transportasi dan akomodasi selama perawatan penderita

(Depkes R.I., 2004)

Sepanjang Januari 2016 Direktorat Pengendalian Penyakit Tular

Vektor dan Zoonosis Kementerian Kesehatan mencatat 3.298 kasus DBD

dengan jumlah kematian sebanyak 50 kasus di Indonesia. Sementara di

daerah KLB tercatat 492 kasus, 25 kasus diantaranya meninggal. KLB

terjadi di 11 Kabupaten/Kota di 7 Provinsi (Kemenkes R.I., 2016)

Kecamatan Cilongok mempunyai jumlah penduduk terbanyak di

Kabupaten Banyumas pada tahun 2014 yaitu sebanyak 133.939 jiwa.

Wilayah Kecamatan Cilongok dibagi menjadi 2 wilayah kerja puskesmas.

Puskesmas 1 salah satu puskesmas di Kabupaten Banyumas dengan jumlah

penduduk yang cukup besar, yaitu sebesar 66.240 jiwa pada tahun 2016

(Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas, 2014; Profil Puskesmas 1

Cilongok, 2016).
2

Jumlah kejadian DBD di Wilayah Kerja Puskesmas I Cilongok

adalah sebanyak 13 kasus pada tahun 2016. Dibandingkan dengan tahun

2015 didapatkan 5 kasus, tahun 2014 ditemukan 10 kasus, dan tahun 2013

ditemukan 17 kasus. Cakupan Pelayanan Pengendalian Verktor yaitu

rumah/ bangunan bebas jentik dilihat berdasarkan angka bebas jentik (ABJ)

yang masih belum tercapai, yaitu berkisar 47% dari terget 95%. Hal ini

menandakan bahwa Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di puskesmas 1

Cilongok masih rendah. (Profil Puskesmas 1 Cilongok, 2016; SPM, 2017).

Upaya pencegahan penyakit DBD telah dilakukan antara lain

dengan pemutusan rantai nyamuk penularnya dengan cara penaburan

larvasida, fogging focus serta pemberantasan sarang nyamuk (PSN). PSN

merupakan cara pemberantasan yang lebih aman, murah dan sederhana.

Oleh sebab itu kebijakan pemerintah dalam pengendalian vektor DBD lebih

menitik beratkan pada program ini, walaupun cara ini sangat tergantung

pada peranserta masyarakat. Keberhasilan kegiatan PSN DBD dapat diukur

dengan Angka Bebas Jentik (ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan

95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi (Depkes RI,

2010).

Pemahaman penyakit DBD dan penanggulangannya masih kurang,

yang tampak pada masih dibebankannya masalah DBD dan tanggung

jawabnya pada sektor kesehatan, padahal DBD sebenarnya harus menjadi

tanggung jawab semua pihak karena erat kaitannya dengan kebersihan dan

perilaku manusia. Penanggulangan penyakit DBD lebih banyak terkait

dengan peranserta masyarakat.


3

Berdasarkan hal tersebut, peneliti merasa perlu dilakukan evaluasi

mengenai penyebab Angka Bebas Jentik (ABJ) Puskesmas 1 Cilongok yang

belum sepenuhnya berhasil.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mampu menganalisa masalah kesehatan dan metode pemecahan

masalah kesehatan di Puskesmas 1 Cilongok.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran umum keadaan kesehatan di wilayah

kerja Puskesmas 1 Cilongok.

b. Mengetahui secara umum program dan cakupan program

rumah/ bangunan bebas jentik di Puskesmas 1 Cilongok.

c. Mengetahui pelaksanaan dan keberhasilan program rumah/

bangunan bebas jentik di Puskesmas 1 Cilongok.

d. Menganalisis kekurangan dan kelebihan pelaksanaan program

rumah/ bangunan bebas jentik di Puskesmas 1 Cilongok.

C. Manfaat Penulisan

1) Manfaat praktis

a. Menjadi dasar ataupun masukan bagi Puskesmas dalam mengambil

kebijakan jangka panjang dalam upaya pemberantasan penyakit

DBD.

b. Sebagai bahan pertimbangan bagi Puskesmas dalam melakukan

evaluasi program rumah/ bangunan bebas jentik di Puskesmas 1

Cilongok.
4

c. Sebagai bahan untuk perbaikan salah satu program rumah/

bangunan bebas jentik kearah yang lebih baik guna

mengoptimalkan mutu kesehatan di masyarakat pada umumnya

dan individu.

2) Manfaat teoritis

a. Menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya bagi pihak yang

membutuhkan.

b. Sebagai bahan untuk pembelajaran dalam menganalisa suatu

permasalahan rumah/ bangunan bebas jentik.

c. Sebagai bahan untuk pembelajaran dalam menentukan pemecahan

permalahan rumah/ bangunan bebas jentik.


5

II. ANALISIS SITUASI

A. Gambaran Umum Puskesmas 1 Cilongok

1. Keadaan Geografi

Wilayah kerja Puskesmas I Cilongok meliputi 11 desa yang berada

di Kecamatan Cilongok, yaitu Desa Cilongok, Cikidang, Gununglurah,

Karanglo, Kalisari, Karangtengah, Pernasidi, Panembangan, Rancamaya,

Sambirata dan Sokawera dengan luas wilayah kurang lebih

sebesar 62,13 Km2. Wilayah Puskesmas I Cilongok memiliki batas-batas

sebagai berikut:

Batas Utara : Karesidenan Pekalongan

Batas Selatan : Wilayah Kerja Puskesmas II Cilongok

Batas Timur : Wilayah Kerja Puskesmas II Cilongok dan Karanglewas

Batas Barat : Wilayah Kerja Puskesmas II Ajibarang dan Pekuncen

Gambar 2.1. Denah Wilayah Puskesmas 1 Cilongok


6

Puskesmas I Cilongok berada pada ketinggian 225 mdpl. Sebagian

besar wilayah kerja Puskesmas I Cilongok berupa dataran tinggi (73,5%

wilayah) dan dataran rendah 26,5%. Luas penggunaan lahan di wilayah

kerja Puskesmas I Cilongok terbanyak dalam bentuk tanah sawah (25%) dan

tanah hutan (25%).

2. Keadaan Demografi

a. Pertumbuhan Penduduk

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok adalah

sebanyak 66.240 jiwa, terdiri dari 33.537 jiwa laki-laki dan 32.703 jiwa

perempuan yang tergabung dalam 15.956 KK. Jumlah penduduk

terbanyak di desa Karangtengah sebanyak 10.692 jiwa, sedangkan

jumlah penduduk terendah di desa Cikidang sebanyak 3.255 jiwa.

Jumlah rata-rata jiwa per rumah tangga adalah 3 jiwa per rumah tangga.

b. Kepadatan Penduduk

Persebaran penduduk di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok

tidak merata, umumnya jumlah penduduk padat di daerah yang ramai

atau daerah pusat kecamatan. Rerata kepadatan penduduk di wilayah

kerja Puskesmas I Cilongok sebesar 1065,6 jiwa/Km2. Desa dengan

kepadatan penduduk tertinggi adalah desa Kalisari dengan tingkat

kepadatan sebesar 2508,82 jiwa/Km2, sedangkan desa dengan tingkat

kepadatan terendah adalah desa Sambirata dengan tingkat kepadatan

sebesar 599,48 jiwa/Km2.


7

c. Jumlah Penduduk menurut Golongan Usia

Di Puskesmas I Cilongok golongan usia terbanyak adalah

golongan usia 25 - 29 tahun, sedangkan golongan usia paling sedikit

usia > 75 tahun.

3. Keadaan Sosial Ekonomi

Untuk melihat keadaan sosial ekonomi pada masyarakat di wilayah

kerja Puskesmas I Cilongok dapat digambarkan melalui beberapa hal,

diantaranya:

a. Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikannya, jumlah penduduk di

wilayah kerja Puskesmas I Cilongok baik laki-laki maupun perempuan

yang berusia 10 tahun keatas dan yang memiliki tingkat pendidikan

perguruan tinggi atau sederajat sebesar 797 jiwa atau sekitar 1,42% dan

tamat SMA atau sederajat sebesar 4.982 jiwa atau sekitar 8,87%. Jumlah

penduduk yang hanya lulus SD sangat tinggi, yaitu sebesar 23.920 jiwa

atau 42,57%.

b. Mata Pencaharian

Sebagian besar mata pencaharian penduduk di wilayah

Puskesmas I Cilongok sebagai buruh tani, yaitu sebesar 9,51%, mata

pencaharian lain sebagai pengusaha (3,56 %), PNS (1%), atau ABRI

(0,1%).
8

c. Sarana Penunjang

Wilayah kerja Puskesmas I Cilongok terdapat beberapa sarana

penunjang laju perekonomian diantaranya pasar tradisional,

warung/pertokoan, badan kredit, lumbung desa dan Koperasi Unit Desa

(KUD). Sarana transportasi umum yang terdapat di wilayah kerja

Puskesmas I Cilongok antara lain angkutan perdesaan (Angkudes),

angkutan bus dalam dan antar propinsi, serta ojek.

Beberapa tempat peribadatan di wilayah kerja Puskesmas I

Cilongok antara lain adalah mushola dan masjid yang sebagian besar

dana dari pendiriannya merupakan swadana masyarakat. Fasilitas

pendidikan di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok diantaranya Sarana

Kelompok Bermain (KB) atau PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini),

Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah

(MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK).

B. Deskripsi Situasi dan Kondisi Puskesmas

Puskesmas I Cilongok beralamat di Jalan Raya Cilongok-Ajibarang,

Desa Cikidang, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Propinsi Jawa

Tengah.

1. Sarana Kesehatan

a. Puskesmas Perawatan : 1 buah

b. Puskesmas Pembantu : 1 buah

c. Puskesmas non rawat inap : 1 buah

d. Posbindu : 5 buah
9

e. Posyandu : 74 buah

Selain itu terdapat pula sarana pelayanan kesehatan milik swasta

yang ada di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok, diantaranya Rumah

Bersalin (1 buah), apotek (4 buah), dan praktek dokter perorangan (7 buah).

2. Tenaga Kesehatan

Tenaga-tenaga kesehatan baik medis maupun non medis yang

dimiliki oleh Puskesmas I Cilongok adalah sebagai berikut:

a. Dokter Umum : 5 orang

b. Dokter Gigi : 1 orang

c. Perawat : 14 orang

d. Perawat Gigi : 1 orang

e. Bidan : 20 orang

f. Tenaga Farmasi : 1 orang

g. Ahli Gizi : 2 orang

h. Sanitasi : 1 orang

i. Promosi Kesehatan : 1 orang

j. Analis Kesehatan : 1 orang

k. Radiografer : 1 orang

Bila dibandingkan standar nasional rasio tenaga medis terhadap

jumlah penduduk sebesar 9,03 per 10.000 penduduk, maka dapat dikatakan

bahwa tenaga medis di wilayah Puskesmas I Cilongok masih kurang (6

orang). Rasio jumlah perawat dan bidan terhadap penduduk di wilayah

Puskesmas I Cilongok sebesar 5,20 per 10.000 penduduk. Rasio ini juga

masih rendah dibanding standar nasional sebesar 8,56 per 10.000 penduduk.
10

3. Pembiyaan Kesehatan

Jaminan kesehatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas I

Cilongok terdiri dari Jaminan Kesehatan Nasional, Jamkesda, asuransi

swasta, serta asuransi perusahaan. Peserta jaminan kesehatan pada

puskesmas ini sebesar 34.019 orang (51,24%).

4. Sumber Daya Kesehatan Lainnya

Jumlah Posyandu di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok adalah

sebanyak 103 Posyandu, yang terdiri dari Posyandu Pratama sebanyak 3

posyandu atau sebesar 2,9%, Posyandu Madya sebanyak 26 posyandu

(25,2%), Posyandu Purnama sebanyak 23 posyandu (22,3%), dan Posyandu

Mandiri sebanyak 51 Posyandu atau sebesar 49,5 %.

B. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat

Derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok

dapat dilihat dari angka kematian (mortalitas), angka kesakitan (morbiditas),

dan status gizi sebagai berikut:

1. Mortalitas

Kejadian kematian dapat memberikan gambaran perkembangan

derajat kesehatan masyarakat, sehingga dapat digunakan sebagai indikator

dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program

pembangunan kesehatan lain. Angka kematian pada umumnya dapat

dihitung dangan melakukan berbagai survei dan penelitian. Perkembangan

tingkat kematian dan penyakit-penyakit yang terjadi di Puskesmas I

Cilongok akan diuraikan dibawah ini:


11

a. Angka Kematian Bayi (AKB)

Jumlah kelahiran di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok pada

tahun 2016 adalah sebanyak 1035 kelahiran hidup dan 4 lahir mati. Oleh

karenanya, angka kematian bayi pada tahun 2016 di wilayah Puskesmas

I Cilongok sebanyak 0,97 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan jumlah

AKB di wilayah Puskesmas I Cilongok pada tahun 2015 sebesar 3,07

per 1000 kelahiran hidup, tahun 2014 sebesar 1,5 per 1000 kelahiran

hidup, dan tahun 2013 sebesar 5,7 per 1000 kelahiran hidup.

b. Angka Kematian Ibu (AKI)

Jumlah kematian ibu di wilayah Puskesmas I Cilongok pada

tahun 2016 adalah sebanyak 97 kasus, dengan angka kematian ibu 96.6

per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan untuk jumlah kematian ibu

hamil adalah sebanyak 0 (nol) jiwa, jumlah kematian ibu bersalin

sebanyak 0 (nol) jiwa, dan jumlah kematian ibu nifas sebanyak 1 (satu)

jiwa di Desa Cilongok. Angka Kematian Ibu (AKI) Puskesmas I

Cilongok tahun 2015 adalah 102 orang per 100.000 kelahiran hidup,

tahun 2014 adalah 96,89 orang per 100.000 kelahiran hidup, dan pada

tahun 2013 sebesar 190,8 per 100.000 kelahiran hidup.

c. Angka kematian Balita (AKABA)

Angka Kematian Balita (AKABA) di wilayah kerja Puskesmas

I Cilongok pada tahun 2016 sebanyak 1 per 1000 kelahiran hidup. Pada

tahun 2015 sebanyak 0 kasus kematian balita per 1000 kelahiran hidup,

berkurang dari tahun 2014 yang ditemukan 16 kasus kematian atau

sekitar 15,6 per 100.000 kelahiran hidup.


12

d. Angka Kecelakaan

Angka kecelakaan di wiayah kerja Puskesmas I Ciongok pada

bulan Maret 2015 sebanyak 42 kejadian kecelakaan. Tidak ada pasien

yang meninggal dunia. Jumlah pasien yang mengalami luka berat

berjumlah 4 orang, sedangkan pasien yang mengalami luka ringan

berjumlah 38 orang.

2. Morbiditas

a. Penyakit Malaria

Pada tahun 2016, tidak ditemukan kasus malaria, baik kasus

malaria klinis maupun malaria positif, demikian juga pada tahun 2015.

Terdapat kasus malaria positif pada tahun 2014 yaitu 2 kasus.

b. TB paru

Jumlah kasus TB Paru di Puskesmas I Cilongok selama tahun

2015 adalah sebanyak 33 kasus dengan BTA (+), tahun 2014 sebanyak

64 kasus dengan BTA (+), tahun 2013 sebanyak 63 kasus BTA (+). Pada

tahun 2015 angka kejadian TB paru dengan BTA (+) menurun. Pada

2016 jumlah kasus TB Paru BTA (+) Kasus Baru sebanyak 30 kasus

dari total seluruh kasus TB 57 kasus. Angka pengobatan lengkap pada

kasus TB Paru sebesar 61,76 % pada tahun 2016.

c. HIV

Kasus HIV di Puskesmas I Cilongok selama tahun 2016 terdapat

2 kasus. Kasus AIDS ditemukan 1 kasus.


13

d. Acute Flacid Paralysis (AFP)

AFP tidak ditemukan di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok

selama tahun 2015 dan 2016.

e. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Jumlah kejadian DBD di Wilayah Kerja Puskesmas I Cilongok

adalah sebanyak 13 kasus pada tahun 2016. Dibandingkan dengan tahun

2015 didapatkan 5 kasus, tahun 2014 ditemukan 10 kasus, dan tahun

2013 ditemukan 17 kasus.

f. Diare

Di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok selama tahun 2016

sebanyak 705 kasus yang ditangani, dengan angka kesakitan 214 per

1000 penduduk. Pada tahun 2015 terdapat 751 kasus diare, sebanyak

709 kasus diare pada tahun 2014, dan tahun 2013 terdapat 821 kasus.

3. Status Gizi

Berdasarkan hasil pemantauan status gizi balita tahun 2016 di

wilayah Puskesmas I Cilongok didapatkan data jumlah seluruh balita adalah

sebanyak 5005 jiwa, sedangkan jumlah balita yang ditimbang adalah

sebanyak 4226 jiwa. Dari jumlah tersebut, ditemukan 8 balita yang

menderita gizi buruk dari seluruh balita yang ditimbang dan semuanya

mendapatkan perawatan.
14

III. ANALISIS POTENSI DAN IDENTIFIKASI ISU STRATEGIS

A. ANALISIS SISTEM PADA PROGRAM KESEHATAN

1. Input

a. Man

Berdasarkan data sekunder dari Puskesmas 1 Cilongok tahun

2016 didapatkan jumlah tenaga kesehatan sebagai berikut :

1) Dokter umum

Dokter umum yang ada di Puskesmas 1 Cilongok berjumlah 5 orang.

Menurut standar Indikator Indonesia Sehat (IIS) tahun 2010 rasio

tenaga medis per 100.000 penduduk adalah 40 tenaga medis,

sehingga jumlah tenaga medis masih kurang.

2) Dokter gigi

Dokter gigi di Puskesmas 1 Cilongok ada 1 orang. Standar IIS 2010,

11 per 100.000 penduduk, maka jumlah dokter gigi masih kurang.

3) Perawat

Tenaga perawat kesehatan yang ada di Puskesmas 1 Cilongok

sebanyak 14 orang dan perawat gigi 1 orang. Standar IIS tahun 2010

adalah 117,5 per 100.000 penduduk, oleh karena itu jumlah perawat

belum sesuai standar.

4) Bidan

Tenaga Kebidanan jumlahnya 20 orang, bidan puskesmas 9 orang

dan bidan desa 15 orang. Standar IIS 2010 menyebutkan jumlah


15

tenaga bidan 100 per 100.000, dengan demikian jumlah bidan di

wilayah Puskesmas 1 Cilongok masih kurang.

5) Farmasi

Tenaga farmasi di Puskesmas 1 Cilongok ada 1 orang. Menurut

standar Indikator Indonesia Sehat (IIS) tahun 2010, rasio apoteker

per 100.000 penduduk adalah 10, dengan demikian jumlah tenaga

farmasi di wilayah Puskesmas 1 Cilongok juga masih kurang.

6) Ahli gizi

Tenaga Gizi di Puskesmas 1 Cilongok jumlahnya 2 orang. Standar

IIS 2010 menyatakan 22 per 100.000 penduduk, dengan demikian

jumlah tenaga gizi di wilayah Puskesmas 1 Cilongok masih kurang.

7) Sanitasi

Tenaga Kesehatan Lingkungan ada 1 orang. Sesuai standar IIS tahun

2010, jumlah kebutuhan tenaga kesehatan 40 per 100.000 penduduk.

Oleh karena itu, jumlah tenaga kesehatan lingkungan di wilayah

Puskesmas 1 Cilongok masih belum mencukupi.

8) Promosi Kesehatan

Tenaga Promosi Kesehatan dari bidang kesehatan masyarakat

berjumlah 1 orang. Standar IIS tahun 2010 menyebutkan 40 per

100.000 penduduk, sehingga jumlah tenaga kesehatan lingkungan di

wilayah Puskesmas 1 Cilongok masih kurang.

b. Money
16

Dana untuk kegiatan program Puskesmas 1 Cilongok khususnya

rumah/ bangunan bebas jentik berasal dari Dinas Kesehatan berupa

BOK (Bantuan Operasional Kesehatan).

c. Material

Logistik dan obat didapatkan dari Dinas Kesehatan Tingkat II

Kabupaten Banyumas. Jumlah dan jenisnya disesuaikan dengan

perencanaan yang telah diajukan oleh Puskesmas 1 Cilongok. Logistik

dan obat dalam peningkatan rumah/ bangunan bebas jentik seperti obat

larvasida dan fogging diberikan disesuaikan dengan perencanaan yang

telah diajukan oleh Puskesmas 1 Cilongok.

d. Metode

Metode pelaksanaan program rumah/ bangunan bebas jentik

yaitu dengan melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)

secara rutin di setiap rumah dilakukan oleh petugas puskesmas bekerja

sama dengan kader dan setiap warga desa di kecamatan Cilongok.

e. Minute

Pelaksanaan program rumah/ bangunan bebas jentik dengan

melaksanakan program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang

dilakukan seminggu sekali oleh para kader dan masyarakat.

f. Market

Sasaran masyarakat untuk meningkatkan rumah/ bangunan bebas

jentik pada program PSN tentang pemberantasan sarang nyamuk

ditujukan kepada seluruh warga Kecamatan Cilongok.


17

2. Proses

a. Perencanaan (P1)

Visi Puskesmas 1 Cilongok adalah mewujudkan kecamatan

sehat melalui pelayanan kesehatan dasar yang prima dan pendidikan

kesehatan masyarakat. Untuk mempermudah mencapai tersebut,

perencanaan mengacu pada Standard Pelayanan Minimal (SPM) untuk

program Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi yang sudah ditetapkan di

tingkat Provinsi.

b. Pengorganisasian (P2)

1) Penggalangan kerjasama dalam Program kesehatan Lingkungan

2) Penggalangan kerjasama lintas sektoral.

3) Penggalangan kerjasama dengan tenaga kesehatan dan kader

4) Mempertimbangkan jumlah tenaga, beban kerja dan sarana.

c. Penggerakan dan Pelaksanaan Program

Tim Puskesmas 1 Cilongok bekerjasama dengan masyarakat, dan kader

desa untuk meningkatkan keberhasilan program PSN pada masyarakat.

d. Pengawasan dan pengendalian (P3) untuk kelancaran kegiatan

Pengawasan dan pengendalian dilakukan oleh Dinas Kesehatan

Wilayah Banyumas dan Puskesmas 1 Cilongok, Tenaga kesehatan, dan

Kader atau perangkat desa setempat.

2. Output

Berdasarkan Rekapan Data di Puskesmas 1 Cilongok, pada bulan

Maret 2017 didapatkan data rumah/ bangunan bebas jentik dengan angka

bebas jentik 47% dibawah target dari target yang seharusnya dicapai 95%.
18

3. Impact

Diharapkan peningkatan angka bebas jentik yang mencapai target

sehingga penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi.

4. Outcome

Dampak program yang diharapkan adalah meningkatnya angka

rumah/ bangunan bebas jentik dan menurunnya angka morbiditas dan

mortalitas akibat penyakit menular khususnya DBD di Puskesmas 1

Cilongok.
19

B. ANALISIS STRENGTH, WEAKNESS, OPPORTUNITY, THREAT (SWOT)

1. Strenght

A. input

a. Man

1. Terdapat petugas puskesmas yang bertugas dalam bidang

pemberantasan sarang nyamuk (PSN)

2. Petugas Puskesmas memiliki motivasi yang kuat untuk

mendukung program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

untuk mencegah penularan DBD.

b. Money

Dana untuk kegiatan program Puskesmas 1 Cilongok khususnya

rumah/ bangunan bebas jentik berasal dari Dinas Kesehatan berupa

BOK (Bantuan Operasional Kesehatan).

c. Material

Tersedianya alat yang digunakan untuk melihat jentik-jentik

nyamuk dalam bak penampungan air.

d. Method

Pelaksanaan program rumah/ bangunan bebas jentik yaitu

dengan melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)

dilakukan oleh petugas puskesmas dengan mengikut sertakan

masyarakat dan kader.

e. Minute

Hari dan waktu pelaksanaan PSN sesuai dengan hasil

kesepakatan masyarakat.

f. Market
20

Sasaran untuk meningkatkan rumah/ bangunan bebas jentik

pada program PSN tentang pemberantasan sarang nyamuk

ditujukan kepada seluruh warga Kecamatan Cilongok.

B. Proses

Perencanaan yang dilakukan oleh petugas puskesmas sudah mengacu

pada Standard Pelayanan Minimal (SPM) untuk program Kesehatan

Lingkungan dan Sanitasi yang sudah ditetapkan di tingkat Provinsi.

2. Weakness

a. Pengorganisasian

1. kerjasama dengan pihak lain guna pemberantasan sarang nyamuk

(PSN).

Kerjasama dengan pihak lain sangat diperlukan dalam mendukung

keberhasilan program ini. Salah satu kerjasama yang bisa

dilakukan adalah kerjasama dengan masyarakat cara pengkaderan.

Puskesmas 1 Cilongok telah membentuk kader PSN sebagai Juru

Pemantau Jentik (Jumantik) tetapi kader yang ditujuk sudah

merangkap sebagai kader posyandu balita, posyandu lansia, dan

posbindu sehingga terbaginya konsentrasi dalam menjalankan

program mengakibatkan kurang maksimal dalam pelaksanaan

program. Selain itu juga kader yang terbentuk bersifat sukarela

sehingga dalam melaksanakan program kurang maksimal.

2. Kerjasama lintas program

Terdapat kerja sama lintas program dalam pelaksanaan program,

tetapi kerjasama ini belum berjalan dengan baik di Puskesmas I

Cilongok.
21

b. Pelaksanaan program

Pendataan dan pencatatan rumah/ bangunan bebas jentik untuk

meningkatkan angka bebas jentik yang belum optimal. Selain itu,

penyuluhan PSN untuk masyarakat pada bulan Maret 2017 juga belum

dilaksanakan. Penyuluhan penting untuk menambah pengetahuan dan

kewaspadaan masyarakat. Kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE)

hanya dilakukan apabila pasien sudah dinyatakan benar-benar positif

terkena DBD.

c. Pengawasan dan pengendalian untuk kelancaran kegiatan

Kurangnya monitoring dari petugas puskesmas.

3. Opportunity

a. Dukungan dan Bantuan dana sudah disiapkan dari dinas kesehatan

berupa obat larvasida dan kegiatan fogging.

b. Perhatian dan dukungan dari pemerintah daerah setempat dalam

Pelayanan Pengendalian Vektor dalam program rumah/ bangunan

bebas jentik.

4. Threat

1. Pengetahuan masyarakat yang masih rendah terkait penyakit DBD, baik

faktor risiko, cara penularan, maupun tanda dan gejala.

2. Keadaan sosial ekonomi dan pola kebiasaan hidup bersih dan sehat
(PHBS) masyarakat yang masih rendah, serta sulit diubah khususnya

dalam kegiatan PSN, dalam mecegah penularan demam berdarah (DBD).

3. Sikap dan kesadaran masyarakat yang masih kurang, Masyarakat masih

sulit untuk diajak kerjasama dalam kegiatan pemberantasan sarang


22

nyamuk (PSN), pemberantasan jentik-jentik nyamuk guna mencegah

penularan demam beradarah (DBD).

4. Wilayah kerja puskesmas 1 Cilongok


Wilayah kerja Puskesmas I Cilongok meliputi 11 desa yang berada

di Kecamatan Cilongok, yaitu Desa Cilongok, Cikidang, Gununglurah,

Karanglo, Kalisari, Karangtengah, Pernasidi, Panembangan, Rancamaya,

Sambirata dan Sokawera dengan luas wilayah kurang lebih

sebesar 62,13 Km2. Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas I

Cilongok adalah sebanyak 66.240 jiwa, terdiri dari 33.537 jiwa laki-laki

dan 32.703 jiwa perempuan yang tergabung dalam 15.956 KK . Luasnya

wilayah kerja puskesmas, banyaknya desa yang berada di kecamatan

Cilongok, dan banyaknya jumlah kepala keluaraga yang menyebabkan

kurang maksimalnya pelakasanaan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)

yang dapat dipantau oleh kader, juga kurang terlaksananya pelaporan

oleh kader kepada puskesmas 1 Cilongok.


23

IV. PEMBAHASAN ISU STRATEGIS DARI HASIL ANALISIS

SWOT

A. Pembahasan Isu Strategis

Keberhasilan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dapat

diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ) yang dilihat dari rumah/ bangunan

bebas jentik, apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan penularan

DBD dapat dicegah atau dikurangi (Depkes RI, 2010: 2).

Jumlah kejadian DBD di Wilayah Kerja Puskesmas I Cilongok adalah

sebanyak 13 kasus pada tahun 2016. Dibandingkan dengan tahun 2015

didapatkan 5 kasus, tahun 2014 ditemukan 10 kasus, dan tahun 2013 ditemukan

17 kasus. Cakupan Pelayanan Pengendalian Verktor yaitu rumah/ bangunan

bebas jentik dilihat berdasarkan angka bebas jentik (ABJ) yang masih belum

tercapai, yaitu berkisar 47% dari terget 95%.

Berdasarkan hasil analisis SWOT, dapat diketahui bahwa program

rumah/ bangunan bebas jentik belum berjalan secara baik di Puskesmas 1

Cilongok. Hal ini terlihat dari beberapa weakness yaitu kurangnya monitoring

dari petugas puskesmas, kader desa dalam melaksanakan program

pemberantasan sarang nyamuk merangkap sebagai kader posyandu balita,

posyandu lansia, dan posbindu sehingga dalam melakukan kegiatan tidak

maksimal. Selain itu, kader desa yang ditunjuk bersifat sukarela sehingga

dalam melaksanakan program kurang maksimal dan juga sistem pelaporan oleh

kader desa dan petugas puskesmas kurang sepenuhnya terdata dengan baik

sehingga untuk kegiatan monitoring lebih lanjut sulit dilakukan. Kegiatan


24

Penyelidikan Epidemiologi (PE) hanya dilakukan apabila pasien sudah

dinyatakan benar-benar positif terkena DBD.

Penyuluhan dari petugas puskesmas dan kader kepada masyarakat

kurang dilaksanakan dengan baik. Penyuluhan penting untuk menambah

pengetahuan dan kewaspadaan bagi masyarakat dan kader.

Kelemahan lain yang menjadi penyebab tidak tercapainya target SPM

yaitu kurangnya partisipasi aktif dari masyarakat dalam pemberantasan sarang

nyamuk (PSN) untuk mencegah penularan DBD.

B. Alternatif Pemecahan Masalah

Dalam peningkatan rumah/ bangunan bebas jentik yang dilihat dari

angka bebas jentik (ABJ) ini membutuhkan peran serta masyarakat, maka

diperlukan strategi utama dan strategi alternatif untuk mengatasi masalah ini.

Strategi utama yang sangat tepat dilakukan adalah kegiatan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) yang berkesinambungan. Strategi ini berdasarkan

analisis SWOT dianggap paling realistis, Oleh karena itu upaya yang paling

efektif dalam pencegahan DBD yaitu dengan melibatkan masyarakat sekitar

untuk dapat melakukan PSN.

Kegiatan PSN yang berkesinambungan dan rutin satu minggu sekali

berupa gerakan 3M dan 3M Plus dengan melibatkan warga pada seluruh desa

di kecamatan Cilongok.

Strategi alternatif yang mungkin dapat dilakukan adalah dapat dilakukan

upaya-upaya sebagai berikut:


25

1. monitoring aktif dari petugas puskesmas dalam pemberantasan sarang

nyamuk (PSN),

2. Membentuk kader jumantik khusus di setiap desa yang dapat secara

fokus mengawasi pemberantasan sarang nyamuk sehingga perhatian

kader tidak terpecah untuk mengawasi program lainnya. Kader ini

befungsi sebagai kepanjangan tangan pihak Puskesmas dalam

peningkatan rumah/ bangunan bebas jentik.

3. penyuluhan yang sifatnya memberikan kesadaran kepada kader dan

masyarakat mengenai pentingnya pemberantasan sarang nyamuk

(PSN) untuk meningkatkan angka bebas jentik dalam mencegah

penularan penyakit DBD, sehingga partisipasi aktif dari masyarakat

yang dapat meningkatkan angka bebas jentik.

4. Pelaporan dari kader jumantik setiap desa mengenai angka bebas jentik

juga diperlukan untuk meninjau daerah mana yang perlu perhatian

dalam meningkatkan PSN guna meningkatkan angka bebas jentik dan

mencegah penularan DBD serta memberikan leaflet mengenai

pentingnya pemberantasan sarang nyamuk.

5. Puskesmas keliling dimana petugas puskesmas terjun langsung dalam

kegiatan gotong royong bersama dengan kader jumantik, dan

masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk.


26

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Program kesehatan yang masih memiliki masalah dalam pelaksanaan dan

pencapaiannya di Puskesmas 1 Cilongok adalah program pelayanan

pengendalian vektor yaitu rumah/ bangunan bebas jentik sebesar 47% dari

target yang seharusnya dicapai sebesar 95% .

2. Kekuatan yang dimiliki program rumah/ bangunan bebas jentik Puskesmas

1 Cilongok antara lain terdapat alat untuk melihat adanya jentik nyamuk

dalam genangan air digunakan oleh masyarakat, petugas Puskesmas

memiliki motivasi yang kuat untuk mendukung program Pelayanan

Pengendalian Verktor untuk mencegah penularan DBD.

3. Kelemahan yang dimiliki program rumah/ bangunan bebas jentik

Puskesmas 1 Cilongok antara lain Kegiatan Penyelidikan Epidemiologi

(PE) hanya dilakukan apabila pasien sudah dinyatakan benar-benar positif

terkena DBD, kader PSN sebagai Juru Pemantau Jentik (Jumantik)

merangkap sebagai kader posyandu balita, lansia, prolanis dan posbindu

sehingga kurang maksimal dalam pelaksanaan program, kader PSN dalam

program pemberantasan sarang nyamuk bersifat sukarela sehingga dalam

melaksanakan program kurang maksimal, Kegiatan Monitoring yang

kurang dari petugas puskesmas.

4. Kesempatan yang dimiliki program rumah/ bangunan bebas jentik

Puskesmas 1 Cilongok adalah bantuan dana sudah disiapkan dari dinas


27

kesehatan dan dukungan dari pemerintah desa dalam Pelayanan

Pengendalian Vektor dalam program rumah/ bangunan bebas jentik.

5. Ancaman yang dimiliki program rumah/ bangunan bebas jentik Puskesmas

1 Cilongok antara lain Pengetahuan masyarakat yang masih rendah terkait

penyakit DBD, baik faktor risiko, cara penularan, maupun tanda dan

gejala, keadaan sosial ekonomi dan pola kebiasaan hidup bersih dan sehat

(PHBS) masyarakat yang masih rendah, serta sulit diubah khususnya

dalam kegiatan PSN, dalam mecegah penularan demam berdarah (DBD),

sikap dan kesadaran masyarakat yang masih kurang, Masyarakat masih

sulit untuk diajak kerjasama dalam kegiatan pemberantasan sarang

nyamuk (PSN), pemberantasan jentik-jentik nyamuk guna mencegah

penularan demam beradarah (DBD).


28

B. Saran

1. Puskesmas lebih meningkatkan monitoring untuk meningkatkan rumah/

bangunan bebas jentik untuk mencegah penularan penyakit demam

berdarah (DBD).

2. Mengadakan kegiatan PSN yang berkesinambungan dan rutin satu

minggu sekali berupa gerakan 3M dan 3M Plus dengan melibatkan warga

pada seluruh desa di kecamatan Cilongok.

3. Kader setiap desa lebih baik lagi dalam pendataan pelaporan dan

melaporkan ke petugas puskesmas mengenai angka bebas jentik sehingga

petugas puskesmas dapat meninjau daerah mana yang perlu perhatian

dalam meningkatkan PSN guna meningkatkan angka bebas jentik dan

mencegah penularan DBD.

4. Puskesmas dapat mengoptimalkan tenaga kesehatan yang sudah tersedia,

mempersiapkan pemegang program dengan baik, dan evaluasi rutin

terhadap pelaksanaan program rumah/ bangunan bebas jentik

5. Puskesmas dapat mempertimbangkan untuk membentuk kader kesehatan

khusus jumantik sehingga dapat membantu pelaksanaan program rumah/

bangunan bebas jentik di Puskesmas 1 Cilongok.

6. Puskesmas lebih meningkatkan frekuensi penyuluhan mengenai penyakit

DBD, baik faktor risiko, cara penularan, maupun tanda dan gejala, pola

kebiasaan hidup bersih dan sehat (PHBS) khususnya gerakan 3m dan 3m

plus, Hal tersebut diharapkan sebagai upaya menambah pengetahuan dan

pemahaman masyarakat tentang penyakit DBD, faktor risiko,


29

pencegahannya, serta meningkatkan peran masyarakat dalam

meningkatkan angka bebas jentik.

7. Meningkatkan kerjasama lintas program dan lintas sektoral dalam

peningkatan rumah/ bangunan bebas jentik.


30

DAFTAR PUSTAKA

Chadijah, Sitti., Rosmini., Halimuddin. 2011. Peningkatan Peranserta Masyarakat


Dalam Pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk Dbd (Psn-Dbd) Di Dua
Kelurahan Di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Media Litbang Kesehatan. Vol.
21; 4 (183-190).
Departemen Kesehatan R.I. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Pemberantasan Sarang
Nyamuk Demam Berdarah Dengeu (PSN DBD) oleh Juru Pemantau Jentik
(Jumantik), Dirjen P2M dan PL. Jakarta
Departemen Kesehatan R.I. 2010. Pencegahan dan Pemberantasan Demam
Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas. 2014. Profil Kesehatan Kabupaten
Banyumas. Purwokerto: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016. Kendalikan DBD dengan PSN
3M Plus. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Puskesmas 1 Cilongok. 2016. Profil Kesehatan Puskesmas I Cilongok Tahun 2016.
Cilongok: Puskesmas 1 Cilongok.

Anda mungkin juga menyukai