1
MANAJEMEN OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN
No Nama NIM
1. Ahmad Misbahul Ulum F 6130020004
2. Rika Nur Karida 6130020016
3. Muhammad Azhari Baihaqi 6130020027
4. Renaldi Pratama 6130020036
5. Dewi Ayu Cahyaningrum 6130020043
6. Muhammad Yusril Wafi 6130020057
7. Alifia Az Zahra Gandi 6130020071
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Di Surabaya
Pada Tanggal :
iii
Daftar Isi
COVER DEPAN ...................................................................................................... i
COVER DALAM.................................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................... iii
DAFTAR ISI.……………………………………………………………………..iv
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 TUJUAN……………………...……………………………………………..2
1.3.1 Tujuan Umum……………...………………………………………...2
1.3.2 Tujuan Khusus……………...………………………………………..2
1.3 MANFAAT…….………………………………………………………….2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3
2.1 Definisi obat dan perbekalan kesehatan ...................................................... 3
2.2 Perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan ............................ 3
2.3 Penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan ............................................. 4
2.3.1 Penyimpanan Obat ...................................................................................... 4
2.3.2 Standar penyimpanan obat dan alat kesehatan ............................................ 4
2.4 Distribusi obat dan perbekalan kesehatan ................................................... 5
2.5 Pencatatan dan pelaporan obat dan perbekana kesehatan ........................... 7
2.6 Profil direktorat bina obat publik dan perbekalan kesehatan .................... 10
BAB 3 KESIMPULAN ......................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 13
LAMPIRAN .......................................................................................................... 14
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan modal utama dalam perkembangan dan pertumbuhan
kehidupan masyarakat suatu bangsa.Faktor kesehatan mempengaruhi pembentukan
masyarakat yang adil, sejahtera dan makmur. Keadilan dan kesejahteraan serta
kemakmuran merupakan cita- cita bangsa Indonesia, seperti yang terkandung
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.
Kesehatan sangat berperan penting dalam pengembangan sumber daya
manusia, maka diperlukan usaha untuk meningkatkan kesehatan itu. Usaha
kesehatan merupakan setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau
masyarakat dalam memberikan pelayanan kesehatan melalui jasa tenaga
kesehatan. Berkaitan dengan hal ini didalam pasal 28H ayat (1) Undang Undang
Dasar 1945 telah disebutkan bahwa, “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin bertempat tinggal, mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Selanjutnya didalam Undang- Undang
Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan pada pasal 9 ayat (1) dan (2) juga
disebutkan bahwa :
1) Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaannya
meliputi upaya kesehatan perseorangan, upaya kesehatan masyarakat,
dan pembangunan berwawasan kesehatan.
Pengelolaan obat menjadi bagian manajemen yang terpenting dalam
menyediakan pelayanan kesehatan dari segi keamanan, ekonomis, dan efektif
dalam konsumsi obat sehingga bisa tercapai efektivitas serta efisiensi pengelolaan
obat.Pengelolaan obat berkaitan dengan dana belanja obat, pengurangan 40%
biaya obatdari keseluruhan dana kesehatan.
Pekerjaan kefarmasian di Rumah Sakit salah satunya adalah manajemen
pengelolaan obat. Manajemen obat di Rumah Sakit memiliki 4 tahapan yaitu,
seleksi (selection), pengadaan (procurement), distribusi (distribution) dan
penggunaan (use). proses yang berpengaruh terhadap ketersediaan obat yaitu
seleksi dan pengadaan. Terjaminnya jumlah obat yang memadai menjadi faktor
penting dari Rumah Sakit supaya dapat memaksimalkan pelayanan.
Fenomena tentang persediaan obat yang seringkali terjadi pada dunia medis
misalnya seperti pasien yang keliru diberikan obat hingga mengalami hal buruk
terhadap kesehatannya, rumah sakit yang kekurangan stok persediaan obat-obatan
yang mengakibatkan pasien harus menebus obat dari luar farmasi rumah sakit,
sampai masalah harga obat-obatan yang terkadang dianggap terlalu mahal. Untuk
meningkatkan pelayanan dibutuhkan sebuah penilaian secara rutin serta
menyeluruh terhadap operasional perusahaan dari segi efektivitas pelayanan
hingga etika dari lembaga rumah sakit itu sendiri. Fenomena lain yang menjadi
1
dasar dalam penelitian ini adalah penyalahgunaan bahan medis habis pakai, yang
mana telah diatur dalam Peraturan Kementerian Kesehatan Indonesia tentang
pemusnahan persediaan obat, alat kesehatan, serta bahan medis habis pakai.
Namun, masih terdapat pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan cara
menggunakan alat medis habis pakai secara berulang.
Dalam suatu perusahaan, audit manajemen yang bisa disebut dengan audit
operasional ini adalah salah satu bagian penting dari segala jenis audit yang
dilakukan, karena hal ini dapat membantu manajemen dan pimpinan dalam
mengendalikan kegiatan perusahaan. Selama tujuan dari pengujian ialah untuk
menentukan serta membantu mengoperasikan bisnis dari setiap bagian organisasi
secara efektif dan efisien dapat dianggap sebagai bagian dari audit operasional.
Audit operasional bisa dilakukan oleh auditor internal perusahaan namun tidak
menutup kemungkinan auditor eksternal juga melakukan audit tersebut.
Pentingnya pengelolaan perencanaan dan pengadaan obat di instalasi farmasi
dalam mencapai kesehatan yang optimal maka perlu dilakukan evaluasi terhadap
perencanaan dan pengadaan obat. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membuat
makalah mengenai manajemen obat dan pembekalan Kesehatan.
1.2 TUJUAN
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
menyebabkan tidak terpenuhinya permintaan dan hilangnya kesempatan untuk
mendapatkan keuntungan. dan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan
keuntungan. Sedangkan stagnant dapat menyebabkan biaya penyimpanan
tambahan, perputaran dana perusahaan terhambat, serta barang rusak karena
penumpukan barang (Rahmawati dan Lentari, 2022).
Untuk meminimalisir terjadinya hal tersebut perlu dilakukannya pengaturan
perencanaan pengadaan obat yang baik agar dapat memaksimalkan pelayanan
kefarmasian di apotek (Mahdiyani, et al, 2018;Werawati, et al¸2020). Pengadaan
didefinisikan sebagai proses penyediaan obat yang dilakukan di Apotek dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya seperti rumah sakit dengan melakukan
pembelian dari pedagang besar farmasi (Dewi dan Wirasuta,2021).
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam pengaturan perencanaan
pengadaan obat, secara umum berdasarkan Petunjuk Teknis Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek untuk perencanaan pengadaan obat dapat dilakukan
berdasarkan tiga metode Metode Konsumsi, Metode Morbiditas dan Metode Proxy
Consumption (Kemenkes, 2019). Namun terdapat metode lain untuk perencanaan
pengadaan yaitu dengan menggunakan metode MMSL (Minimum Maximum
Stock Level) (Soraya, et al, 2020). MMSL merupakan metode pengadaan obat
yang paling sederhana yang dapat diterapkan di apotek. Metode MMSL ini
menggunakan beberapa data dalam perhitungannya yaitu lead time, consumption
average (rata-rata penggunaan perhari), procurement period (periode pengadaan),
safety stock, untuk mendapatkan stok minimum dan stok maksimum yang
dibutuhkan (Indarti, et al, 2016; Dampung, et al, 2018).
2.3 Penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan
2.3.1 Penyimpanan Obat
Tata cara penyimpanan obat menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73
Tahun 2016:
1. Obat/ bahan obat harus disimpan dalam wadah asli pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus
dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah
baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal
kadarluasa.
2. Semua obat/ bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang
lainya yang menyebabkan kontaminasi.
4. Sistem penyimpanan dilakukan dengan mempertahankan bentuk sediaan
dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis. Pengeluaran obat harus
menggunakan sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In First Out)
(Afqary dkk, 2018).
2.3.2 Standar penyimpanan obat dan alat kesehatan
Dalam upaya pengobatan suatu penyakit, perlu diberikan beberapa jenis obat
yang saling berbeda baik bentuk sediaannya maupun kemasannya, hal ini perlu
dipikirkan cara menyimpan obat. Bila cara penyimpanan obat tidak memenuhi
4
persyaratan cara menyimpan obat yang benar, maka akan terjadi perubahan sifat
obat tersebut, sampai terjadi kerusakan obat (BNPB, 2008)
Menurut Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tentang
Materi pelatihan peningkatan pengetahuan dan keterampilan memilih obat bagi
Tenaga Kesehatan tahun 2008 cara penyimpanan obat ialah sebagai berikut:
1. Tablet dan kapsul
Jangan menyimpan tablet atau kapsul ditempat panas dan atau lembab.
2. Sediaan obat cair
Obat dalam bentuk cair jangan disimpan didalam lemari pendingin (freezer) agar
tidak beku kecuali disebutkan pada kemasaan obat.
3. Sediaan obat vagina dan ovula
Sediaan obat untuk vagina dan anus (ovula dan suppositoria) disimpan dalam
lemari es karena dalam suhu kamar akan mencair.
4. Sediaan Aerosol/Spray
Sediaan obat jangan disimpan di tempat yang bersuhu tinggi karena dapat
menyebabkan ledakan.
5. Standar Penyimpanan Alat Kesehatan
Intstrumen dapat berkarat akibat daari kondisi-kondisi penyimpanan yang kurang
baik. Untuk mencegah hal tersebut instrumen harus disimpan di tempat yang
kering dan bebas debu. Perubahan temperatur yang flukuati harus dihindari untuk
mencegah akumulasi embun (air kondensasi) pada permukaan instrumen (Afqary
dkk, 2018).
2.4 Distribusi obat dan perbekalan kesehatan
Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) diatur oleh Pemerintah melalui
Peraturan Kepala Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan), dan Petunjuk
Pelaksanaan Pedoman Teknis Pedoman CDOB yang diterbitkan oleh Badan POM
RI sebagai salah satu Lembaga Pemerintah Non Departemen yang telah ditetapkan
untuk menjalankan fungsi Pengawasan Obat dan Makanan
Dalam peraturan badan pengawas obat dan makanan no 9 tahun 2019 tentang
pedoman teknis cara distribusi obat yang baik dalam pasal 2 ayat 2 menjelaskan
tentang pedoman teknis cara distribusi obat yang baik (CDOB) meliputi :
1. Manajemen mutu
Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan obat
dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh
kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara sistematis, dan
semua tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang bermakna harus
divalidasi dan didokumentasikan. Sistem mutu harus mencakup prinsip
manajemen risiko mutu. Pencapaian sasaran mutu merupakan tanggung jawab
dari penanggung jawab fasilitas distribusi, membutuhkan kepemimpinan dan
partisipasi aktif serta harus didukung oleh komitmen manajemen puncak
2. Organisasi, manajemen, dan personalia
Dalam pelaksanaan CDOB terdapat Harus ada personil yang cukup dan
kompeten untuk melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab
fasilitas distribusi. Tanggung jawab masing masing personil harus dipahami
dengan jelas dan dicatat. Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan
5
harus menerima pelatihan dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan
tanggung jawabnya
3. Bangunan dan peralatan
Bangunan dan peralatan harus mampu menjamin keamanan dan mutu obat
dan bahan obat.
a. Bangunan : Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan
bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai
keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan
penyimpanan dan penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan
dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan
semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan aman
b. Peralatan : Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat harus didesain, diletakkan, dan dipelihara sesuai
dengan standar yang ditetapkan. Harus tersedia program perawatan untuk
peralatan vital, seperti termometer, genset, dan chiller
4. Operasional
Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat
memastikan bahwa identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang dan
distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada
kemasan. Fasilitas distribusi harus menggunakan semua perangkat dan cara
yang tersedia untuk memastikan bahwa sumber obat dan/atau bahan obat yang
diterima berasal dari industri farmasi dan/atau fasilitas distribusi lain yang
mempunyai izin sesuai peraturan perundang-undangan untuk meminimalkan
risiko obat dan/atau bahan obat palsu memasuki rantai distribusi resmi.
5. inspeksi diri
tujuan ini harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan dan
kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk bahan tindak lanjut langkah-
langkah perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri harus dilakukan dengan cara
yang independen dan rinci oleh personil yang kompeten dan ditunjuk oleh
perusahaan. Audit eksternal yang dilakukan oleh ahli independen dapat
membantu, namun tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya cara untuk
memastikan kepatuhan terhadap penerapan CDOB
6. keluhan,obat dan atau bahan obat kembalian, didugua palsu dan penarikan
kembali
Semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan/atau bahan obat
berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji, dan diselidiki sesuai dengan
prosedur tertulis, Obat dan/atau bahan obat yang akan dijual kembali harus
melalui persetujuan dari personil yang bertanggung jawab sesuai dengan
kewenangannya
7. transportasi
Metode transportasi yang tepat harus digunakan mencakup transportasi
melalui darat, laut, udara atau kombinasi di atas. Apapun moda transportasi
yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat dan/atau bahan obat tidak
mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang dapat mengurangi
mutu, Pendekatan berbasis risiko harus digunakan ketika merencanakan rute
transportasi.
6
8. fasilitas distribusi berdasarkan kontrak
Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan penerima
kontrak serta setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan CDOB, Cakupan
kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan keamanan, khasiat, dan mutu
obat dan/atau bahan obat. Kontrak terkait dengan pemanfaatan fasilitas
penyimpanan harus memenuhi ketentuan
9. dokumentasi
Dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem manajemen
mutu. Dokumentasi tertulis baik secara manual maupun elektronik harus jelas
untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan memenuhi prinsip
ketertelusuran, keamanan, aksesibilitas, integritas dan validitas. Dokumentasi
meliputi dokumen tertulis terkait dengan distribusi (pengadaan, penyimpanan,
penyaluran, dan pelaporan),
10. kententuan khusus bahan obat
Pelaksanaan penggabungan bahan obat dalam bets yang sama, pengemasan
ulang, dan/atau pelabelan ulang adalah proses pembuatan bahan obat sehingga
pelaksanaannya harus sesuai dengan CPOB, Bahan obat yang tidak sesuai
harus ditangani sesuai dengan prosedur yang dapat mencegah masuknya bahan
obat tersebut ke pasar.
11. ketentuan khusus produk rantai dingin
Untuk Produk Rantai Dingin, terdapat persyaratan khusus yang harus
dipenuhi sebagai standar selain yang dipersyaratkan dalam CDOB, antara lain
meliputi aturan yang berkaitan dengan masalah suhu pada saat penerimaan,
penyimpanan, dan pengiriman
12. Kententuan khusus narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi
Cara distribusi narkotika psikotropika, dan prekursor farmasi harus
dilakukan dalam rangka pemenuhan CDOB termasuk untuk mencegah
terjadinya penyimpangan dan/atau kehilangan narkotika, psikotropika, dan
prekursor farmasi dari jalur distribusi resmi, Distribusi narkotika,
psikotropika, dan prekursor farmasi wajib memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan dan CDOB
2.5 Pencatatan dan pelaporan obat dan perbekana kesehatan
Pencatatan dan pelaporan merupakan serangkaian kegiatan dalam rangka
penata usahaan obat-obatan secara tertib, baik obat-obatan yang diterima,
disimpan, didistribusikan maupun yang digunakan di unit-unit pelayanan di
Rumah Sakit.
Istilah dalam Pencatatan dan Pelaporan :
- LPLPO : Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
- DOEN : Daftar Obat Esensial Nasional
a. Pencatatan dilakukan untuk :
1. Persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM
2. Dasar akreditasi Rumah Sakit
3. Dasar audit Rumah Sakit
4. Dokumentasi farmasi.
b. Pelaporan dilakukan sebagai :
1. Komunikasi antara level manajemen
7
2. Penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai kegiatan di
Instalasi Farmasi
3. Laporan tahunan.
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) merupakan
suatu pengolahan terhadap obat yang pemakaian, distribusi, tingkatan stok,
kebutuhan obat dibatasi dengan tujuan agar pemakaian yang ada dapat
terkendali dengan baik.
➢ Output LPLPO
identitas Puskesmas :
a. Nama obat
b. Satuan
c. Kemasan
d. Stok awal
e. Penerimaan
f. Persediaan
g. Pemakaian
h. Stok optimum yang ditetapkan GFK
i. Permintaan
j. Pemberian
➢ LPLPO meliputi :
Ketersediaan obat sesuai kebutuhan (jumlah)=
Jumlah Obat Yang Dapat Disediakan x 100%
Jumlah Obat Yang Dibutuhkan
Ketersediaan obat sesuai kebutuhan (jumlah) =
Jumlah Jenis Obat Yang Dapat Disediakan x 100%
Jumlah Jenis Obat Yang
8
8.Laporan indikator mutu farmasi adalah laporan yang dibuat berdasarkan
waktu tunggu pelayanan resep, kepuasan pasien terhadap pelayanan
farmasi, penulisan resep sesuai dengan Formularium dan kesalahan
dispensing obat oleh farmasi.
9. Laporan kepatuhan formularium adalah laporan evaluasi dan tindak lanjut
penulisan resep sesuai dengan formularium yang dituliskan oleh dokter.
10. Laporan waktu tunggu pelayanan resep adalah laporan yang dibuat
berdasarkan perhitungan waktu tunggu pelayanan resep mulai dari resep
diberi harga hingga penyerahan obat kepada pasien.
11. Laporan kepuasan pasien adalah laporan yang dibuat berdasarkan hasil
survey kepuasan pasien terhadap pelayanan Instalasi farmasi Rumah Sakit
untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien beserta evaluasi dan tindak
lanjutnya.
12. Laporan fasilitas sarana dan prasarana merupakan laporan permintaan
sarana dan prasarana guna mendukung kegiatan farmasi di Instalasi
Farmasi baik pengadaan barang maupun perbaikan alat.
13. Membuat laporan berupa nomer untuk STRTTK untuk Asisten Apoteker
dan SIK Apoteker dan Asisten Apoteker kepada bagian Umum dan
Personalia.
14. Laporan Insiden keselamatan Pasien adalah laporan yang dibuat setelah
terjadi insiden yang menyangkut keselamatan pasien, potensial terjadi
ataupun yang nyaris terjadi dan segera dilakukan tindak lanjut.
15. Laporan kegiatan farmasi adalah laporan berdasarkan notulen rapat
bulanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit
➢ Peraturan Direktur Rumah Sakit Tentang Kebijakan Pencatatan / Pelaporan
Penggunaan Perbekalan Rumah Sakit
1. IFRS wajib membuat catatan pengeluaran perbekalan farmasi harian dan
membuat laporan bulanan, penerimaan dan pengeluaran semua
perbekalan farmasi termasuk obat narkotika dan psikotropika.
2. Setiap akhir tahun anggaran IFRS wajib membuat laporan rekapitulasi
penerimaan dan pengeluaran serta sisa stok perbekalan farmasi.
3. Kebijakan ini berlaku selama 3 tahun dan akan dilakukan evaluasi
minimal 1 tahun sekali.
4. Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perubahan, maka akan
dilakukakan perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya.
9
2.6 Profil direktorat bina obat publik dan perbekalan kesehatan
10
4. Fasilitasi pengelolaan di bidang perencanaan dan penilaian ketersediaan,
pengendalian harga dan pengaturan pengadaan, pemantauan pasar dan
pengendalian obat publik dan perbekalan kesehatan;
5. Pelaksanaan kegiatan teknis berskala nasional di bidang perencanaan dan
penilaian ketersediaan, pengendalian harga dan pengaturan pengadaan,
pemantauan pasar dan pengendalian obat publik dan perbekalan kesehatan;
6. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang perencanaan dan
penilaian ketersediaan, pengendalian harga dan pengaturan pengadaan,
pemantauan pasar dan pengendalian obat publik dan perbekalan kesehatan;
7. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang perencanaan dan penilaian
ketersediaan, pengendalian harga dan pengaturan pengadaan, pemantauan
pasar dan pengendalian obat publik dan perbekalan kesehatan;
8. Pelaksanaan urusan administrasi Direktorat.
11
BAB 3
KESIMPULAN
Dalam upaya pengobatan suatu penyakit, perlu diberikan beberapa jenis obat
yang saling berbeda baik bentuk sediaannya maupun kemasannya, hal ini perlu
dipikirkan cara menyimpan obat karena bila tidak memenuhi persyaratan cara
menyimpan obat yang benar, maka akan terjadi perubahan sifat obat tersebut,
sampai terjadi kerusakan obat. Hal ini juga akan dilakukan pencatatan dan
pelaporan yang merupakan serangkaian kegiatan dalam rangka penata usahaan
obat-obatan secara tertib, baik obat-obatan yang diterima, disimpan,
didistribusikan maupun yang digunakan di unit-unit pelayanan di Rumah Sakit
agar pemakaian yang ada dapat terkendali dengan baik.
.
12
DAFTAR PUSTAKA
Afqary, Muhammad dkk. 2018. Evaluasi Penyimpanan Obat dan Alat Kesehatan
di Apotek Restu Farma. Sekolah Tinggi Teknologi Industri dan Farmasi
Bogor
Departemen Kesehatan RI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI: 2009.
KARS, 2011. Standar Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta: KARS
Kementerian Kesehatan RI. RAK Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan Tahun 2020-2024. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI;
2020. 1–58 p.
Kementerian Kesehatan RI. Profil Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2020.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2020. 1-207 p.
PerBPOMNo6T.2020.Availableat: https://sertifikasicdob.pom.go.id/sertif/docs/Per
BPOMNo6T2020.pdf (Accessed: 16 February 2024).
13
LAMPIRAN
14