Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENGUATAN SISTEM KESEHATAN, PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN

DOSEN PENGAMPU
Muh. Fajaruddin Natsir, S.KM., M.Kes

KELOMPOK 9 :
Putricia Khaila A. (K011201147)

St.Salwiah Ramadani (K011201034)

Adhelin Tiku Rombedatu (K011201238)

Ghina Ulfiani Anugrah (K011201150)

Gadis Ariqah Fahriyani Azhar (K011201200)

Noor Hidayuni (K011201085)

Nurul Amaliah A. Natsir (K011201240)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan Tugas Makalah yang berjudul "Penguatan Sistem Kesehatan,
Pengawasan Obat dan Makanan" dengan tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi
Tugas Mata Kuliah Kesehatan Masyarakat Pesisir dan Kepulauan. Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan tentang Penguatan Sistem Kesehatan, Pengawasan Obat dan
Makana bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muh. Fajaruddin Natsir, S.KM.,
M.Kes selaku Dosen Mata Kuliah Kesehatan Masyarakat Pesisir dan Kepulauan. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya
makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 22 Oktober 2022

Kelompok 9

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2
C. Tujuan ............................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
A. Pengertian Sistem Kesehatan....................................................................................... 3
B. Pengawasan Obat dan Makanan ................................................................................. 7
C. Upaya yang Perlu Dilakukan dalam Mengimplementasikan Strategi RPJM di
Daerah Pesisir .............................................................................................................. 10
D. Studi Kasus .................................................................................................................. 13
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 14
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 14
B. Saran ............................................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merupakan
“sebuah kegiatan yang bertujuan dalam mempromosikan, memulihkan, atau menjaga
kesehatan”. World Health Organization (WHO) telah mengidentifikasi 6 komponen
yang harus diperlukan dalam menetapkan, mempertahankan dan memperkuat sistem
kesehatan. Negara-negara berkembang telah banyak menghadapi tantangan dalam
membangun sistem kesehatan yang kuat dan handal. Tantangan yang dihadapi antara
lain pembiayaan pelayanan kesehatan yang tidak memadai, kurangnya koordinasi
antar lembaga, serta kurangnya tenaga Kesehatan.
Program Indonesia sehat dengan pendekatan keluarga (PIS-PK)
mengintegrasikan pelaksanaan program melalui pendekatan 6 komponen utama dalam
penguatan sistem kesehatan (six building blocks), yaitu penguatan upaya pelayanan
kesehatan, ketersediaan tenaga kesehatan, sistem informasi kesehatan, akses terhadap
ketersediaan obat esensial, pembiayaan dan kepemimpinan atau pemerintah. Sasaran
dari Program Indonesia Sehat adalah meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi
masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan
kesehatan. Sasaran ini sesuai dengan RPJMN 2015-2019 yaitu meningkatnya status
kesehatan dan gizi ibu dan anak, meningkatnya pengendalian penyakit, meningkatnya
akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama didaerah terpencil,
tertinggal dan perbatasan, meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan universal
melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN kesehatan, dan
terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin serta meningkatnya
responsivitas sistem kesehatan.
Pengawasan pangan merupakan kegiatan pengaturan wajib oleh pemerintah
pusat maupun daerah untuk memberikan perlindungan kepada konsumen dan
menjamin bahwa semua produk pangan sejak produksi, penanganan, penyimpanan,
pengolahan dan distribusi adalah aman, layak, dan sesuai untuk dikonsumsi manusia,
memenuhi persyaratan keamanan dan mutu pangan, dan telah diberi label dengan
jujur dan tepat sesuai hukum yang berlaku sehingga tidak akan merugikan konsumen.
Yang dapat melakukan pengawasan terhadap obat dan makanan adalah Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), sesuai dengan tugas, fungsi dan wewenang
BPOM yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017. Jadi, BPOM

1
sebagai perpanjangan tangan pemerintah yang juga bekerja sama dengan Dinas
Kesehatan bertugas untuk mengawasi peredaran obat dan makanan di tingkat
Kabupaten/Kota. Disinilah peranan BPOM dan Dinas Kesehatan selaku instansi
pemerintah dalam melakukan pengawasan obat dan makanan, sehingga pelaku usaha
mengedarkan makanan ke masyarakat harus mendaftarkan produknya kepada BPOM.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupakan Lembaga Pemerintah Non
Departemen (LPND), yaitu sesuai Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80
Tahun 2017 merupakan lembaga pemerintah pusat yang dibentuk untuk
melaksanakan tugas pemerintah tertentu dari Presiden serta bertanggung jawab
langsung kepada Presiden.
Dalam mencapai perlindungan terhadap konsumen maka setiap produk pangan
khususnya obat dan makanan wajib memenuhi standar keamanan dan mutu pangan,
dengan melakukan pengawasan obat dan makanan, maka dari itu BPOM menerapkan
dua tahap pengawasan yaitu pengawasan pre-market dan pengawasan post-market.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan sistem Kesehatan?
2. Bagaimana sistem pengawasan obat dan makanan?
3. Bagaimana upaya yang perlu dilakukan dalam mengimplementasikan strategi
RPJM didaerah pesisir?
4. Bagaimana contoh studi kasus?
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sistem Kesehatan.
2. Untuk mengetahui sistem pengawasan obat dan makanan.
3. Untuk mengetahui upaya yang perlu dilakukan dalam mengimplementasikan
strategi RPJM didaerah pesisir.
4. Untuk mengetahui contoh studi kasus.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sistem Kesehatan
Sistem Kesehatan adalah suatu jaringan penyedia pelayanan kesehatan (supply
side) dan orang-orang yang menggunakan pelayanan tersebut (demand side) di setiap
wilayah, serta negara dan organisasi yang melahirkan sumber daya tersebut, dalam
bentuk manusia maupun dalam bentuk material. Dalam definisi yang lebih luas lagi,
sistem kesehatan mencakup sektor-sektor lain seperti pertanian dan lainnya. (WHO;
1996).
WHO menjelaskan sistem kesehatan adalah seluruh kegiatan yang dilakukan
dengan tujuan meningkatkan dan memelihara kesehatan warga negara. WHO
mendefinisikan sistem kesehatan sebagai seluruh kegiatan yang mana mempunyai
maksud utama untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan. Mengingat maksud
tersebut di atas, maka termasuk dalam hal ini tidak saja pelayanan kesehatan formal,
tapi juga tidak formal, seperti halnya pengobatan tradisional. Selain aktivitas
kesehatan masyarakat radisional seperti promosi kesehatan dan pencegahan penyakit,
peningkatan keamanan lingkungan dan jalan raya, pendidikan yang berhubungan
dengan kesehatan merupakan bagian dari sistem.
Sistem kesehatan paling tidak mempunyai 4 fungsi pokok yaitu: Pelayanan
kesehatan, pembiayaan kesehatan, penyediaan sumber daya dan stewardship/
regulator. Fungsi-fungsi tersebut akan direpresentasikan dalam bentuk subsistem
dalam sistem kesehatan, dikembangkan sesuai kebutuhan. Masing-masing
fungsi/subsistem akan dibahas tersendiri.
Indonesia memiliki Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang merupakan acuan
dalam penyusunan dan pelaksanaan pembangunan kesehatan. Sistem ini diatur
melalui Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan
Nasional. Dalam naungan SKN, terdapat tujuh subsistem sebagai berikut ini.
1. Subsistem Upaya Kesehatan
Subsistem Upaya Kesehatan merupakan acuan dari kegiatan-kegiatan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Terdapat tiga tingkatan upaya
kesehatan, yaitu tingkat pertama (primer), tingkat kedua (sekunder), dan tingkat
ketiga (tersier). Ketiga tingkatan tersebut juga bisa dibagi lagi menjadi pelayanan
kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Dalam
pelaksanaannya, ketiga tingkatan tersebut menggunakan sistem rujuk.

3
Ada empat unsur dari subsistem upaya kesehatan sebagai berikut:
a. Upaya kesehatan yaitu kegiatan pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan.
b. Fasilitas pelayanan kesehatan sebagai alat dan/atau tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
c. Sumber daya upaya kesehatan yang terdiri dari tenaga kesehatan, fasilitas,
pembiayaan, sediaan farmasi dan alat kesehatan, serta manajemen, informasi
dan regulasi kesehatan.
d. Pembinaan dan pengawasan upaya kesehatan untuk menjamin standar dan
mutunya.
Peraturan ini menyatakan pemerintah memiliki kewajiban menyediakan
pelayanan kesehatan perorangan primer di seluruh wilayah, terutama bagi
masyarakat miskin, daerah terpencil, perbatasan, pulau-pulau terluar dan terdepan,
serta yang tidak diminati swasta. Bagi penduduk miskin, pemerintah juga wajib
membiayai pelayanan kesehatan perorangan primer mereka.
2. Subsistem Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Subsistem ini merupakan acuan dari penyelenggaraan penelitian dan
pengembangan teknologi dan produk kesehatan untuk membangun data dan
informasi kesehatan yang berbasis bukti. Terdapat empat area penelitian di bawah
subsistem ini yakni (1) biomedis dan teknologi dasar kesehatan; (2) teknologi
terapan kesehatan dan epidemiologi klinik; (3) teknologi intervensi kesehatan
masyarakat; (4) humaniora, kebijakan kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Berkaitan dengan penelitian, peraturan ini secara tegas menyatakan
penelitian yang memerlukan uji coba terhadap manusia dilakukan dengan jaminan
tidak merugikan manusia yang dijadikan subjek uji coba. Sementara bila ada
penelitian yang berisiko tinggi atau berbahaya bagi kesehatan, maka harus atas izin
dan diawasi oleh pemerintah.
Tujuan utama dilakukan penelitian adalah untuk mencegah terjadinya
penyakit, mendeteksi adanya penyakit, meringankan penderitaan akibat penyakit,
menyembuhkan, memperkecil komplikasi, dan memulihkan kesehatan setelah
sakit, serta menganalisis berbagai permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan
kesehatan.
3. Subsistem Pembiayaan Kesehatan

4
Subsistem ini mengatur penyelenggaraan pembiayaan kesehatan, dari
penggalian, pengalokasian, hingga pembelanjaan dana kesehatan. Tujuannya
adalah tersedianya pembiayaan yang memadai, dialokasikan secara adil, dan
dimanfaatkan untuk membangun upaya kesehatan secara merata, terjangkau, dan
bermutu bagi seluruh masyarakat. Pembiayaan kesehatan adalah kunci dari
terselenggarakannya berbagai subsistem lain dalam SKN.
Subsistem Pembiayaan Kesehatan memiliki tiga unsur utama yaitu dana,
sumber daya (meliputi SDM pengelola, sarana, standar, regulasi dan kelembagaan),
dan pengelolaan dana kesehatan (seperangkat aturan mengenai mekanisme
penggalian, pengalokasian, pembelanjaan dana kesehatan, dan
pertanggungjawaban).
Dalam penyelenggaraannya, terdapat tiga kegiatan utama. Pertama,
penggalian dana dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah melalui pajak dan
APBN/APBD, dari swasta melalui kemitraan, dan dari masyarakat secara sukarela.
Pembiayaan kesehatan pada dasarnya bukan hanya tanggung jawab pemerintah
pusat dan daerah saja, tetapi juga masyarakat dan swasta.
Meski begitu, pemerintah memiliki kewajiban untuk menanggung
pembiayaan kesehatan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu. UU Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 171, menjelaskan pemerintah pusat harus
menganggarkan minimal 5 persen dari APBN di luar gaji. Sementara pemerintah
daerah perlu menganggarkan minimal 10 persen dari APBD di luar gaji.
Kedua, pengalokasian dana melalui perencanaan anggaran kesehatan.
Prioritas dari alokasi dana ini adalah upaya kesehatan primer, program bantuan
sosial bagi masyarakat miskin dan tidak mampu, dan pembangunan kesehatan
di daerah terpencil, perbatasan, pulau-pulau terluar dan terdepan, serta yang tidak
diminati swasta.
Ketiga, pembelanjaan yang dilakukan secara efektif dan efisien dengan
pengelolaan yang transparan, akuntabel, serta menerapkan prinsip penyelenggaraan
tata pemerintahan yang baik (good governance).
4. Subsistem Sumber Daya Manusia (SDM)
Subsistem SDM bertujuan agar tersedianya tenaga kesehatan yang bermutu,
dalam jumlah dan jenis yang mencukupi, terdistribusi secara adil, dan
didayagunakan secara optimal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Terdapat
tiga unsur dalam Subsistem SDM, yaitu (1) sumber daya manusia kesehatan; (2)

5
sumber daya pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan;
(3) penyelenggaraan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia
kesehatan.
Subsistem ini menjadi acuan bagi tenaga kesehatan yaitu harus memiliki
kualifikasi minimum dan izin dari pemerintah, memenuhi ketentuan kode etik,
standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar
prosedur operasional. Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan praktik
profesi melalui uji kompetensi, sertifikasi, registrasi, dan pemberian izin
praktik/izin kerja bagi tenaga kesehatan yang memenuhi syarat.
5. Subsistem Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan
Subsistem ini meliputi berbagai kegiatan untuk (1) menjamin keamanan,
khasiat, manfaat, dan mutu semua produk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
makanan yang beredar; (2) menjamin ketersediaan, pemerataan, dan
keterjangkauan obat, terutama obat esensial; (3) perlindungan masyarakat dari
penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat; (4) penggunaan obat yang
rasional; (5) serta upaya kemandirian di bidang kefarmasian melalui pemanfaatan
sumber daya dalam negeri.
Ada lima unsur dari subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan,
yaitu (a) kesediaan komoditi dalam jenis, bentuk, dosis, jumlah, dan khasiat yang
tepat, (b) sumber daya dalam bentuk SDM yang kompeten di bidang farmasi,
fasilitas produksi, distribusi, dan pelayanan, serta pembiayaan dari pemerintah, (c)
pelayanan kefarmasian yang dapat menjamin penggunaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan, secara rasional, aman, dan bermutu; (d) pengawasan komprehensif
melalui standardisasi, evaluasi produk sebelum beredar, sertifikasi, pengawasan
produk sebelum beredar, dan pengujian produk; (e) pemberdayaan masyarakat agar
dapat terlibat aktif dalam penyediaan dan penggunaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan makanan serta terhindar dari penggunaan yang salah.
6. Subsistem Manajemen, Informasi, dan Regulasi Kesehatan
Subsistem ini meliputi manajemen kesehatan, kebijakan kesehatan,
administrasi kesehatan, hukum kesehatan, dan informasi kesehatan. Tujuannya
untuk mewujudkan kebijakan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan, berbasis
bukti dan operasional, terselenggaranya fungsi-fungsi administrasi kesehatan yang
berdaya guna dan akuntabel, serta didukung hukum kesehatan dan sistem informasi
kesehatan.

6
Untuk menggerakkan pembangunan kesehatan secara berhasil guna dan
berdaya guna, diperlukan manajemen kesehatan. Peranan manajemen kesehatan
adalah koordinasi, integrasi, regulasi, sinkronisasi, dan harmonisasi berbagai
subsistem SKN agar efektif, efisien, dan transparansi dalam penyelenggaraan SKN
tersebut.
Dalam proses pembuatan kebijakan kesehatan, pemerintah perlu
melibatkan masyarakat dan berbagai stakeholders terkait. Kebijakan kesehatan
harus mengacu kepada kebijakan pembangunan kesehatan nasional dan penetapan
skala prioritas berbasis bukti. Pembagian peran dalam pengelolaan kebijakan
kesehatan adalah sebagai berikut. Pemerintah pusat menetapkan kebijakan
kesehatan, pemerintah daerah provinsi membimbing dan mengendalikan kebijakan
kesehatan, dan pemerintah daerah kabupaten/kota menyelenggarakan bimbingan
dan pengendalian operasional urusan kesehatan.
7. Subsistem Pemberdayaan Masyarakat
Subsistem Pemberdayaan Masyarakat ada untuk meningkatnya kemampuan
masyarakat dalam berperilaku hidup sehat, mampu mengatasi masalah kesehatan
secara mandiri, berperan aktif dalam setiap pembangunan kesehatan, serta menjadi
penggerak dalam mewujudkan pembangunan kesehatan. Kegiatannya meliputi
penggerakan masyarakat, pengorganisasian dalam pemberdayaan, advokasi,
kemitraan, dan peningkatan sumber daya.
Pemerintah memiliki peran untuk membuka akses informasi dan dialog,
menyiapkan regulasi, membekali masyarakat dengan pengetahuan dan
keterampilan, serta memberi dukungan sumber daya untuk melaksanakan upaya
kesehatan dan mendorong terbentuknya Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat
(UKBM). Sementara, peran masyarakat dalam pembangunan kesehatan adalah
dengan mendirikan fasilitas pelayanan kesehatan serta melakukan promosi
kesehatan kepada masyarakat lainnya.
Indonesia sudah memiliki SKN yang komprehensif sebagai acuan untuk
pembangunan kesehatan. Kini tantangannya adalah melaksanakan mandat dari
SKN serta melakukan reviu secara berkala untuk menyesuaikan dengan
perkembangan dan dinamika nasional serta global. Dalam pembangunan
kesehatan, CISDI sebagai think tank juga berperan terutama melalui advokasi serta
penguatan upaya kesehatan primer melalui program Pencerah Nusantara.
B. Pengawasan Obat dan Makanan
7
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupakan lembaga pemerintah
non-kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan
obat dan makanan. BPOM ini berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden melalui Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan. BPOM mempunyai tugas menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang
pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 166 Tahun 2000 sebagaimana telah
diubah dengan Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001, Tentang Kedudukann,
Tugas, Fungsi, Sususan Organisasi dan Tatat Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departmen, terkait dengan pengawasan ini menjadi kompetensi dari Badan POM.
Semua produk pangan olahan yang beredar di Indonesia maupun yang diekspor ke
luar negeri harus mempunyai izin dari Badan POM terlebih dahulu. Obat dan
makanan sangat besar pengaruhnya pada kebutuhan rakyat Indonesia sebagai
konsumen yang mengkonsumsi makanan serta obat sebagai kesehatan merupakan
sudah menjadi kebutuhan pokok bagi kehidupan masyarakat. Karena begitu
pentinganya kesehatan bagi masyarakat maka perlunya dan pentingnya suatu lembaga
yang menjamin dan melindungi rakyat indonesia sebagai konsumen obat-obatan dan
makanan.
Obat yang beredar di masyarakat harus memiliki izin edar, baik obat produksi
dalam negeri maupun obat impor, yang dikeluarkan oleh Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan (Badan POM). Berdasarkan Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang Registrasi Obat menyatakan bahwa
sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.
Dengan adanya izin edar dari Badan POM menunjukan bahwa obat tersebut layak
untuk dikonsumsi dan memenuhi persyaratan keamanan, manfaat, dan mutu. Jika
terdapat obat yang tanpa diregistrasi terlebih dahulu maka obat tersebut adalah obat
ilegal.
Tindakan yang tidak sejalan dengan ketentuan Pasal 106 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, maka dapat dijatuhi sanksi pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan. “ Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar

8
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.1.500.0000.0000,00
(satu miliar lima ratus juta rupiah).” Ketentuan pidana yang diatur dalam peraturan
undang-undangan bertujuan untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan atau
penyimpangan dalam menggunakan sediaan farmasi/alat kesehatan yang dapat
membahayakan masyarakat oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Walaupun tindak pidana pada Pasal 386 KUHP terdapat bebarapa kelemahan, hanya
mengatur mengenai perbuatan melawan hukum pendistribusian obat palsu (menjual,
menawarkan, atau menyerahkan) sedangkan untuk pelaku yang memproduksi obat
palsu belum diatur secara jelas dalam Pasal 386 KUHP. Dengan tidak diaturnya
mengenai produsen obat palsu maka terdapat kesulitan dalam menindak para
produsen obat palsu, selain itu sanksi yang diberikan dalam KUHP juga masih terlalu
ringan yaitu berupa ancaman pidana penjara maksimal empat tahun, dan tidak ada
sanksi mengenai denda, padahal keuntungan yang besar dan kerugian yang
ditimbulkan bagi para konsumen obat juga tidaklah sedikit.
Tugas dan fungsi pengawasan BPOM sesuai dengan Perpres Nomor 80 Tahun
2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan, yaitu:
1. Menyelenggarakan fungsi dalam Penyusunan kebijakan nasional di bagian
BPOM
2. Menyelenggarakan fungsi dalam Pelaksanaan kebijakan nasional di bagian
BPOM
3. Menyelenggarakan fungsi dalam Penyusunan dan penetapan norma, standar,
prosedur, dan kriteria di bidang Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan
Selama Beredar
4. Menyelenggarakan fungsi dalam pelaksanaan pengawasan sebelum beredar dan
pengawasan selama beredar
5. Menyelenggarakan fungsi di bagian Koordinasi pelaksanaan BPOM dibagian
pusat dan daerah
6. Menyelelnggarakan fungsi dalam pemberian bimbingan teknis dan supervisi di
bidang POM
7. Menyelenggarakan fungsi di bagian pelaksanaan penindakan terhadap
pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang POM

9
8. Menyelenggarakan fungsi di bagian Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan,
dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di
lingkungan BPOM
9. Menyelenggarakan fungsi di bagian Pengelolaan barang milik/kekayaan negara
yang menjadi tanggung jawab BPOM
10. Menyelenggarakan fungsi dibagian Pengawasan atas pelaksanaan tugas di
lingkungan BPOM dan
11. Menyelenggarakan fungsi dibagian pelaksanaan dukungan yang bersifat
substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan BPOM.
C. Upaya yang Perlu Dilakukan dalam Mengimplementasikan Strategi RPJM di
Daerah Pesisir
1. Menguatkan kewenangan dan wibawa kelembagaan BPOM di wilayah pesisir.
Untuk melaksanakan tugas BPOM, diperlukan penguatan kelembagaan/
organisasi. Penataan dan penguatan organisasi bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas organisasi secara proporsional menjadi tepat fungsi dan
tepat ukuran sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi BPOM.
Penataan tata laksana bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
sistem dan prosedur kerja.
2. Meningkatkan koordinasi, kolaborasi dan komunikasi lintas sektor Serta
mengembangkan jejaring kemitraan dengan kementrian atau lembaga terkait dan
pemerintah daerah.
Pengawasan Obat dan Makanan merupakan suatu program yang terkait
dengan banyak sektor, baik pemerintah maupun non pemerintah. Untuk itu perlu
dijalin suatu kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi yang baik.
Pengawasan oleh pelaku usaha sebaiknya dilakukan dari hulu ke hilir, dimulai
dari pemeriksaan bahan baku, proses produksi, distribusi hingga produk tersebut
dikonsumsi oleh masyarakat. Pelaku usaha mempunyai peran dalam memberikan
jaminan produk Obat dan Makanan yang memenuhi syarat (aman,
khasiat/bermanfaat dan bermutu) melalui proses produksi yang sesuai dengan
ketentuan.
Tanpa meninggalkan tugas utama pengawasan, BPOM berupaya
memberikan dukungan kepada pelaku usaha untuk memperoleh kemudahan
dalam usahanya yaitu dengan memberikan insentif, clearing house, dan
pendampingan regulatory.

10
Untuk mendorong kemitraan dan kerjasama yang lebih sistematis, dapat
dilakukan melalui tahapan identifikasi tingkat kepentingan setiap
lembaga/institusi, baik pemerintah maupun sektor swasta dan kelompok
masyarakat terhadap tugas pokok dan fungsi BPOM, identifikasi sumber daya
yang dimiliki oleh masing-masing institusi tersebut dalam mendukung tugas yang
menjadi mandat BPOM, dan menentukan indikator bersama atas keberhasilan
program kerjasama. Komunikasi yang efektif dengan mitra kerja di daerah
merupakan hal yang wajib dilakukan, baik oleh Pusat maupun BB/Balai POM
sebagai tindak lanjut hasil pengawasan. Untuk itu, 5 (lima) tahun ke depan,
BB/Balai POM perlu melakukan pertemuan koordinasi dengan dinas terkait,
setidaknya dua kali dalam satu tahun. Hal ini diutamakan untuk pertemuan
koordinasi dalam pengawalan obat dalam JKN
3. Membangun komunikasi, informasi, dan edukasi yang melibatkan masyarakat
setempat terkait sistem keamanan obat dan makanan
Menyadari keterbatasan BPOM, baik dari sisi kelembagaan maupun sumber
daya yang tersedia (SDM maupun pembiayaan), maka kerjasama kemitraan dan
partisipasi masyarakat adalah elemen kunci yang harus dipastikan oleh BPOM
dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan. Pemerintah
daerah dan masyarakat juga dituntut untuk ikut andil dan terlibat aktif dalam
pelaksanaan pengawasan tersebut. Dalam hal ini BPOM mestinya jeli dan
proaktif dalam mendorong kerjasama dan kemitraan dengan melibatkan berbagai
kelompok kepentingan dalam dan luar negeri, baik dari unsur pemerintah, pelaku
usaha (khususnya Obat dan Makanan), asosiasi pihak universitas/akademisi,
media dan organisasi masyarakat sipil terkait lainnya, dalam upaya memastikan
bahwa Obat dan Makanan yang beredar di masyarakat itu aman untuk
dikonsumsi.
4. Meningkatkan pengawasan obat dan makanan berbasis teknologi digital.
Teknologi berkembang pesat seiring berjalannya waktu, memanfaatkan
teknologi khususnya digital dalam pelaksanaan sistem maupun program dapat
lebih efektif dan efisien salah satu contohnya yaitu pemanfaatan teknologi digital
yang di lakukan oleh badan POM sesuai Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2017
tentang Peningkatan Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan dan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2018 tentang Peningkatan Koordinasi
Pembinaan dan Pengawasan Obat dan Makanan di Daerah menjadi landasan

11
hukum dilakukannya inovasi pengawasan obat dan makanan berbasis teknologi.
Inovasi ini berwujud dalam sebuah aplikasi bernama SMART BPOM dan 2D
Barcode. Dengan inovasi ini, BPOM akan melibatkan lintas sektor terkait juga
masyarakat untuk ikut aktif berpartisipasi dalam peningkatan efektivitas
pengawasan obat dan makanan yang dilakukan.
Dengan hadirnya SMART BPOM dan Penerapan Sistem 2D Barcode,
BPOM berusaha menjawab tantangan pengawasan yang terus berkembang
dengan memanfaatkan teknologi dalam melakukan koordinasi dan melibatkan
masyarakat. Inovasi BPOM menyatakan bahwa era baru pengawasan obat dan
makanan berbasis digital akan hadir di Indonesia. Tentu semua membutuhkan
dukungan dan kesadaran semua pihak yang terlibat termasuk masyarakat dalam
mengoptimalkan inovasi yang ujungnya bermuara pada peningkatan derajat
kesehatan dan pembangunan manusia melalui obat dan makanan yang aman,
bermanfaat, dan bermutu.
5. Meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran hukum atas
jaminan keamanan dan mutu obat serta makanan.
Dengan banyaknya peredaran makanan dan minuman saat ini serta makin
banyaknya produsen yang nakal mempergunakan bahan-bahan yang sehrusnya
bukan untuk dikonsumsi, maka perlu suatu sistem yang dipergunakan untuk
melindungi dan menjamin dari masyarakat sebagai konsumen. Berdasarkan hal
tersebut maka dibentuklah lembaga oleh Pemerintah Indonesia, guna mengawasi
dan mengontrol peredaran makanan, minuman dan lain sebagainya yang
dikonsumsi oleh masyarakat yakni Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
BPOM memiliki salah satu kewenangannya adalah untuk mengawasi dan
menegakkan pengawasan terhadap produk yang diketahui dan terbukti
menggunakan Bahan Kimia Obat (BKO).
Dalam memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat sebagai
konsumen maka perlulah diberlakukan perlindungan hukum bahkan sejak proses
produksi, Salah satu bentuk ketegasan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh
produsen adalah dengan penarikan kembali produk yang telah dipasarkan hal ini
dilakukan karena tidak dipenuhi syarat mutu kualitas produk yang dipasarkan ke
masyarakat. Hal tersebut tentunya sekaligus sebagai bentuk ketegasan dari
pemerintah dalam hal ini BPOM untuk melindungi hak konsumen dari bentuk-
bentuk kecurangan yang dilakukan oleh produsen

12
D. Studi Kasus
Kasus yang marak saat ini yaitu gagal ginjal akut pada anak merupakan salah
satu kejadian yang menggemparkan saat ini di Indonesia. Kejadian ini diduga
disebabkan oleh Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang terkandung
dalam obat sirup. Per tanggal 18 Oktober 2022 sebanyak 189 kasus telah dilaporkan,
paling banyak didominasi usia 1-5 tahun.
Seiring dengan peningkatan tersebut, Kemenkes meminta orang tua untuk tidak
panik, tenang namun selalu waspada. Selain itu, Kemenkes telah menerbitkan Surat
Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02./2/I/3305/2022
tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif
Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) Pada Anak di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan sebagai bagian peningkatan kewaspadaan.
Sejalan dengan hal tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
akhirnya merilis nama 5 obat sirup yang ditarik peredarannya. Kelimanya ditarik
karena dinilai memiliki kandungan cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol
(DEG) yang melebihi ambang batas aman. Adapun daftar 5 obat sirup yang yang
diperintahkan untuk ditarik peredarannya oleh BPOM:
1. Termorex Sirup (obat demam), produksi PT Konimex dengan nomor izin edar
DBL7813003537A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.
2. Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu), produksi PT Yarindo Farmatama dengan
nomor izin edar DTL0332708637A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.
3. Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu), produksi Universal Pharmaceutical
Industries dengan nomor izin edar DTL7226303037A1, kemasan Dus, Botol
Plastik @ 60 ml.
4. Unibebi Demam Sirup (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical
Industries dengan nomor izin edar DBL8726301237A1, kemasan Dus, Botol @
60 ml.
5. Unibebi Demam Drops (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical
Industries dengan nomor izin edar DBL1926303336A1, kemasan Dus, Botol @
15 ml.
Dengan kejadian ini, langkah yang diambil oleh Kemenkes dan BPOM
merupakan contoh upaya penguatan kesehatan melalui pengawasan obat dan
makanan. Diharapkan kasus ini segera menemui titik terang dalam penanganannya.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem kesehatan adalah seluruh kegiatan yang dilakukan dengan tujuan
meningkatkan dan memelihara kesehatan warga negara. . Dalam naungan SKN,
terdapat tujuh subsistem Subsistem Upaya Kesehatan, Subsistem Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Subsistem Pembiayaan Kesehatan, Subsistem Sumber
Daya Manusia (SDM), Subsistem Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan,
Subsistem Manajemen, Informasi, dan Regulasi Kesehatan, dan Subsistem
Pemberdayaan Masyarakat.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupakan lembaga pemerintah
non-kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan
obat dan makanan. Upaya yang Perlu Dilakukan dalam Mengimplementasikan
Strategi RPJM di Daerah Pesisir, yaitu Menguatkan kewenangan dan wibawa
kelembagaan BPOM di wilayah pesisir, Meningkatkan koordinasi, kolaborasi dan
komunikasi lintas sektor Serta mengembangkan jejaring kemitraan dengan kementrian
atau lembaga terkait dan pemerintah daerah, Membangun komunikasi, informasi, dan
edukasi yang melibatkan masyarakat setempat terkait sistem keamanan obat dan
makanan, Meningkatkan pengawasan obat dan makanan berbasis teknologi digital,
dan Meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran hukum atas
jaminan keamanan dan mutu obat serta makanan.
B. Saran
Hendaknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai obat atau makanan
yang rentan terkontaminasi atau yang keamanannya kurang terjamin di wilayah
pesisir. Pemerintah hendaknya membuat kebijakan yang lebih tegas dalam
menindaklanjuti permasalahan yang menyangkut obat dan makanan karena
melibatkan nyawa manusia.

14
DAFTAR PUSTAKA
Homenta, C.D., 2021. Sinergritas Dinas Kesehatan Kabupaten Halmahera Utara Bersama
Badan Pengawasan Obat Dan Makanan Provinsi Maluku Utara Dalam Perspektif
Perlindungan Konsumen. LEX PRIVATUM, 9(1).
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/view/32040
Marwati, T., Aisya, I.R. and Alifariani, A., 2018. Promosi Kesehatan Untuk Mendukung
Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga (Pis-Pk) Indikator Hipertensi
Dan Kb Di Desa Combongan. Jurnal Pemberdayaan: Publikasi Hasil Pengabdian
Kepada Masyarakat, 2(1). http://download.garuda.kemdikbud.go.id. Diakses pada 21
Oktober 2022.
Putri, R.N., 2019. Perbandingan sistem kesehatan di negara berkembang dan negara
maju. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 19(1), pp.139-146.
http://ji.unbari.ac.id/index.php/ilmiah/article/view/572. Diakses pada 21 Oktober
2022.
Putri, P.M. & Murdi, P.B. 2019. Pelayanan Kesehatan Di Era Jaminan Kesehatan Nasional
Sebagai Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Jurnal Fakultas
Hukum Universitas Slamet Riyadi, 25(1), pp.80-97. Diakses pada 21 Oktober 2022.
Ervianingsih, dkk. 2020. Kebijakan & Manajemen Pelayanan Kesehatan. Bandung : Widina
Bhakti Persada Bandung. Diakses pada 21 Oktober 2022.
Ardiani Hanifa Audwina. 2020. Mengenal Sistem Kesehatan Nasional.
https://cisdi.org/id/gva_event/mengenal-sistem-kesehatan-nasional/. Diakses pada 21
Oktober 2022.
KebijakankesehatanIndonesia.net. 2019. Sistem Kesehatan.
https://www.kebijakankesehatanindonesia.net/index.php/20-sistem-kesehatan/86-
sistem-kesehatan-606, Diakses pada 21 Oktober 2022.
Bahmid, Bahmid, Junindra Martua, and Arbiah Arbiah. "Peranan Badan Pengawas Obat Dan
Makanan Dalam Memberikan Perlindungan Studi Di Kantor Cabang Badan Pengawas
Obat Dan Makanan Badan Pengawas Obat Makanan (BPOM) Tanjungbalai." DE
LEGA LATA: Jurnal Ilmu Hukum 5.2 (2020): 183-192.
http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/delegalata/article/view/3577/4341. Diakses pada 21
Oktober 2022.
Nurhayati, Irna. "Efektivitas Pengawasan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Terhadap
Peredaran Produk Pangan Olahan Impor Dalam Mewujudkan Perlindungan
Konsumen." Mimbar Hukum-Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada 21.2 (2009):
203-222. https://journal.ugm.ac.id/jmh/article/view/16265/10811. Diakses pada 21
Oktober 2022.
Maisusri, Syafrina, and Mexsasai Indra. Penegakan hukum terhadap tindak pidana
peredaran obat impor yang tidak memiliki izin edar oleh penyidik pegawai negeri
sipil balai besar pengawas obat dan makanan di Pekanbaru. Diss. Riau University,
2016. https://media.neliti.com/media/publications/183139-ID-none.pdf.
Badan POM (2022). Sasaran Strategi. https://www.pom.go.id/new/view/direct/strategic
diakses pada 21 Oktober 2022.
Ni Kadek Ayu Padmi Ari Sudewi, dkk (2020). Perlindungan Hukum Badan Pengawas Obat
Dan Makanan (BPOM) Terhadap Peredaran Produk Jamu Yang Mengandung Bahan
Kimia Obat Berbahaya. Jurnal Analogi Hukum, 2 (2), pp 246–251 diakses pada 21
Oktober 2022.

15

Anda mungkin juga menyukai