Anda di halaman 1dari 22

PEMENUHAN OBAT DAN SEDIAAN FARMASI BERGANTUNG

PADA NEGARA LAIN

Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Pengantar Manajemen Dasar Semester I Tahun 2021

MAKALAH

Disusun Oleh :

Rika Susilawati (130920210007)

Kiki Kamilah (130920210015)

Farda Rusdayanti (130920210017)

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
TAHUN 2021
DAFTAR ISI

PEMENUHAN OBAT DAN SEDIAAN FARMASI BERGANTUNG PADA NEGARA LAIN.1

DAFTAR ISI....................................................................................................................................i

BAB I...............................................................................................................................................1

PENDAHULUAN...........................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................2

1.3 Manfaat..................................................................................................................................2

BAB II.............................................................................................................................................3

KERANGKA TEORI......................................................................................................................3

2.1 Kondisi Sistem Kesehatan Nasional......................................................................................3

2.2 Sediaan Farmasi, alat kesehatan, dan makanan.....................................................................4

2.3 Bahan Baku Obat...................................................................................................................7

2.4 Pemenuhan Ketersediaan farmasi..........................................................................................8

2.5 Permasalahan Terkait Tata Kelola Obat dan vaksin............................................................10

2.6 Arah Kebijakan Upaya untuk menjamin ketersediaan obat, vaksin dan alat kesehatan......11

BAB III..........................................................................................................................................14

PEMBAHASAN............................................................................................................................14

3.1 Pandangan Kelompok..........................................................................................................14

i
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................ii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut WHO, Sistem Kesehatan yang baik ialah Sistem Kesehatan yang

mampu memberikan pelayanan kesehatan ke semua orang, kapan dan dimanapun orang

itu dibutuhkan, dalam arti lain Sistem Kesehatan adalah sekumpulan dari total

organisasi, institusi dan sumber daya yang tujuan utamanya untuk mempromosikan,

memulihkan dan memelihara kesehatan.

Pengelolaan Kesehatan di Indonesia dilaksanakan melalui Sistem Kesehatan

Nasional (SKN) sebagaimana yang diungkapkan Perpres Nomor 72 Tahun 2012

Tentang Sistem Kesehatan Nasional. SKN merupakan pengelolaan kesehatan yang

terselenggara oleh seluruh komponen bangsa Indonesia baik Pemerintah, Pemerintah

Daerah, dan atau Masyarakat antara lain badan hukum, badan usaha, beserta lembaga

swasta yang secara terpadu dan tepat guna sehingga bisa tercapai derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti

yang dimaksud dalam pembukaan UUD 1945.

Hasil Evaluasi Bappenas, Sistem Kesehatan Nasional Tahun 2012 dianggap

belum cukup tangguh dalam mempertahankan performa Sistem Kesehatan terutama

terkait munculnya pandemi Covid 19. Permasalahan yang dihadapi oleh sistem

kesehatan 2012 adalah belum mampu menciptakan kapasitas daerah yang merata

berdasarkan penilaian Sistem Kesehatan (Akses dan cakupan pelayanan kesehatan),

Status Kesehatan (Kondisi capaian pembangunan kesehatan) dan kapasitas fiskal daerah

1
2

masih banyak provinsi di Indonesia masih belum memiliki kapasitas daerah yang

memenuhi standar.

Tantangan yang ditemukan terkait program-program yang dikembangkan di

bidang kesehatan diantaranya upaya promotif, preventif melalui Gerakan Masyarakat

Hidup Sehat (GERMAS) belum optimal, sistem surveilans kesehatan yang belum

terintegrasi dan belum real time, beban ganda di bidang gizi dan beban ganda di bidang

penyakit, belum sinkron antara kebutuhan, produksi dan distribusi tenaga kesehatan,

belum optimalnya pemanfaatan teknologi informasi dan digitalisasi sistem kesehatan

dan pemenuhan obat serta kesediaan farmasi yang masih bergantung kepada negara lain.

Tantangan inilah yang menjadi dasar bagi Bappenas untuk merancang suatu reformasi

sistem kesehatan di Indonesia (1).

1.2 Rumusan Masalah


Dari beberapa tantangan sistem kesehatan yang ada anggota kami akan

mengemukakan pandangan terhadap salah satu tantangan yaitu apakah sudah tepat jika

Bappenas memasukkan pemenuhan obat dan sediaan farmasi bergantung pada negara

lain sebagai salah satu tantangan sistem kesehatan di Indonesia?

1.3 Manfaat
1. Hasil diskusi dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi kedepannya mengenai obat dan
sediaan farmasi di Indonesia yang saat ini masih bergantung pada negara lain.
BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Kondisi Sistem Kesehatan Nasional


Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu suatu pengelolaan kesehatan yang

penyelenggaraannya secara sinergis dilakukan oleh seluruh komponen bangsa Indonesia

untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (2). Sebagai

sebuah sistem, pengidentifikasian komponen pendukung berjalannya sebuah sistem

dibentuk oleh elemen-elemen yang pengelolaan kesehatannya saling terkait. Elemen-

elemen dalam Sistem Kesehatan Nasional 2012 (2) diantaranya adalah :

1. Subsistem upaya kesehatan

2. Subsistem penelitian dan pengembangan kesehatan

3. Subsistem pembiayaan kesehatan

4. Subsistem sumber daya manusia kesehatan

5. Subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, makanan

6. Subsistem manajemen, informasi, regulasi kesehatan

7. Subsistem pemberdayaan masyarakat

SKN dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat

secara berkelanjutan, sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh, dan tanggap terhadap

perubahan dengan menjaga kemajuan, kesatuan, dan ketahanan nasional yang menjadi

3
4

acuan dalam penyusunan dan pelaksanaan pembangunan kesehatan yang dimulai dari

kegiatan perencanaan sampai dengan kegiatan monitoring dan evaluasi.

2.2 Sediaan Farmasi, alat kesehatan, dan makanan


Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan merupakan salah satu elemen

subsistem dari SKN, yaitu pengelolaan berbagai upaya yang menjamin keamanan,

khasiat/manfaat, mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. Sedangkan yang

dimaksud sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.

Penyelenggaraan subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan betujuan agar

tersedianya sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan yang terjamin aman,

berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, dan khusus untuk obat dijamin ketersediaan dan

keterjangkauannya guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-

tingginya. Unsur-unsur subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan terdiri

dari:

a. Komoditi.

Sediaan farmasi dan alat kesehatan merupakan komoditi untuk

penyelenggaraan upaya kesehatan, sedangkan makanan adalah komoditi yang

mempengaruhi kesehatan masyarakat. Sebagai komoditi, sediaan farmasi harus

tersedia dalam jenis, bentuk, dosis, jumlah, dan khasiat yang tepat, begitupun dengan

alat kesehatan harus tersedia dalam jenis, bentuk, jumlah, dan fungsinya.
5

b. Sumber daya

Sumber daya dalam penyelenggaraan sediaan Farmasi, alat kesehatan, dan makanan

teridiri dari :

 Sumber daya manusia yang mengerti dan terampil dalam bidang sediaan farmasi,

alat kesehatan, dan makanan harus dengan jumlah yang cukup serta mempunyai

standar kompetensi yang sesuai dengan etika profesi.

 Fasilitas sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan yaitu peralatan atau tempat

yang harus memenuhi kebijakan yang telah ditetapkan, baik di fasilitas produksi,

distribusi maupun fasilitas pelayanan kesehatan primer, sekunder, dan tersier.

 Pembiayaan yang cukup dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah diperlukan untuk

menjamin ketersediaan dan keterjangkauan obat, terutama obat dan alat kesehatan

esensial bagi masyarakat miskin.

c. pelayanan kefarmasian

Pelayanan kefarmasian ditujukan untuk dapat menjamin penggunaan sediaan farmasi

dan alat kesehatan, secara rasional, aman, dan bermutu di semua fasilitas pelayanan

kesehatan dengan mengikuti kebijakan yang ditetapkan.

d. pengawasan

Pengawasan dilakukan secara komprehensif yang meliputi standarisasi, evaluasi produk

sebelum beredar, sertifikasi, pengawasan produk sebelum beredar, dan pengujian produk

dengan melaksanakan regulasi yang baik (good regulatory practices). Pengawasan

ditujukan untuk menjamin setiap sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan yang
6

beredar memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu produk

yang ditetapkan dengan didukung oleh laboratorium pengujian yang handal.

e. Pemberdayaan masyarakat.

Masyarakat harus senantiasa dilibatkan secara aktif agar sadar dan dapat lebih berperan

dalam penyediaan dan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan serta

terhindar dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan. Oleh karena itu perlu

penyediaan unit pelayanan publik bidang kesehatan menangani berbagai masalah yang

mudah diakses oleh masyarakat dan menerima keluhan atau pertanyaan terkait dengan

sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan.

Prinsip-prinsip subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan terdiri

dari:

1. Aman, berkhasiat, bermanfaat, dan bermutu;

2. Tersedia, merata, dan terjangkau;

3. Rasional;

4. Transparan dan bertanggung jawab; dan

5. Kemandirian.

Prinsip kemandirian yang dimaksud, kita harus mampu mengelola potensi sumber

daya dalam negeri, utamanya bahan baku obat dan obat tradisional harus dikelola secara

profesional, sistematis, dan berkesinambungan sehingga memiliki daya saing tinggi dan

mengurangi ketergantungan dari sumber daya luar negeri serta menjadi sumber ekonomi

masyarakat dan devisa negara.


7

Salah satu strategi kunci reformasi Sistem Kesehatan Nasional adalah

kemandirian farmasi dan alkes, yaitu melalui upaya:

a. Produksi bahan baku obat

b. Laboratorium uji Alkes

c. Regulasi Pemanfaatan Obat, Alkes dalam negeri

d. Riset Vaksin bersertifikat halal.

2.3 Bahan Baku Obat


Bahan baku obat (BBO) adalah bahan aktif obat beserta bahan tambahan. Bahan

aktif obat yaitu setiap bahan maupun campuran bahan yang akan digunakan dalam

pembuatan sediaan farmasi yang jika digunakan dalam pembuatan obat akan menjadi zat

aktif obat tersebut, sedangkan bahan tambahan merupakan suatu bahan yang bukan

berupa zat aktif yang telah di teliti keamanannya. Kementrian Kesehatan RI telah

mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 87 Tahun 2013 mengesai Peta

jalan Pengembangan bahan baku obat yang bertujuan untuk peningkatan pengembangan

dan produksi obat dalam negeri dan mengurangi angka impor.

Akan tetapi lebih dari 90% bahan baku obat adalah diimpor. Tiongkok, India dan

kawasan Eropa merupakan negara pemasok bahan baku obat di Indonesia, dengan

Tiongkok sebagai pemasok terbesar (3).

Selain 90% bahan aktif dan bahan pendukung pembuatn obat, 50% komponen

bahan pengemas juga masih di impor. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa

Indonesia belum memiliki rangkaian industri kimia dasar yang cukup andal untuk

mendukung keberadaan industri farmasi sehingga peningkatan kemampuan teknologi


8

industri secepatnya harus dilakukan untuk mengejar ketertinggalan dari induatri farmasi

global (4).

2.4 Pemenuhan Ketersediaan farmasi


Ketersediaan Obat dan Vaksin Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk

produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi

atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,

pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia (UU No. 36 Tahun

2009 tentang Kesehatan). Dari waktu ke waktu kondisi penyediaan obat, vaksin dan alat

kesehatan telah mengalami peningkatan secara signifikan, dari 75,50% di tahun 2014

menjadi 85,99% di tahun 2017 kemudian pa da triwulan I di 2018 mencapai 86,63% (3).

Untuk memenuhi Ketersediaan Farmasi harus memperhatikan beberapa hal

diantaranya memperhatikan Formularium Nasional (Fornas) yang merupakan daftar obat

terpilih yang dibutuhkan dan tersedia di faskes sebagai acuan dalam pelaksanaan

pelayanan Farmasi. Perhitungan pembiayaan obat dan vaksin harus mengacu pada daftar

Formularium Nasional (Fornas) yang meliputi obat esensial (exhaustive list dari Daftar

Obat Esensial Nasional/DOEN2) dan non-esensial sebagai suatu kendali mutu.

Disamping itu, pemenuhan sediaan farmasi harus dipastikan memiliki Nomor Izin Edar

(NIE) yaitu bentuk persetujuan registrasi bagi produk obat, obat tradisional, kosmetik,

suplemen makanan, dan makanan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia agar produk tersebut secara sah dapat diedarkan di wilayah

Indonesia.
9

Satker/faskes menetapkan Rencana Kebutuhan Obat (RKO) yang berisi item/jenis

serta jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang dibutuhkan dalam pelayanan

Kesehatan. Dalam menyusun perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan Kesehatan,

dilakukan dengan dua pendekatan yaitu metode konsumsi dan morbiditas. Dikatakan

metode konsumsi jika perhitungan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan didasarkan

atas analisis data konsumsi/pemakaian obat tahun sebelumnya, sedangkan metode

morbiditas jika perhitungan mempertimbangkan pola penyakit dan perkiraan kenaikan

kunjungan ke faskes.

Pembiayaan kesehatan untuk daerah bisa melalui berbagai sumber, yaitu:

pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, organisasi masyarakat, serta iuran dari

masyarakat sendiri. Jika pembiayaan kesehatan di suatu daerah memadai, diharapkan

dapat menunjang terselenggaranya subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

makanan. Sumber pembiayaan antara lain adalah:

a. dana alokasi khusus (DAK) bidang kesehatan (dana dari pusat yang turun ke APBD

untuk pembelian obat),

b. Dana kapitasi yang diterima dari BPJS Kesehatan (maksimal 40% untuk biaya

operasional, salah satunya untuk belanja kebutuhan obat) dan

c. Dana bersumber APBD dari kabupaten yang mampu secara fiskal dapat

mengalokasikan lebih banyak untuk biaya kesehatan di daerahnya termasuk obat.

Sedangkan obat-obatan program vertikal oleh Kemenkes (APBN), seperti untuk

Tuberculosis (TB), HIV, malaria, filiariasis, kesehatan Ibu dan anak, disediakan oleh

pemerintah pusat. Sementara untuk faskes dasar swasta, sumber pembiayaan obat berasal
10

dari dana kapitasi dan APBN yaitu untuk obat program melalui Dinas Kesehatan.

Sedangkan dana pengadaan dan penyediaan vaksin di Indonesia bersumber dari APBN

Pusat yang dikelola oleh Kementerian Kesehatan RI di bawah Direktorat Jenderal

Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

2.5 Permasalahan Terkait Tata Kelola Obat dan vaksin


Beberapa daerah di Indonesia masih ditemukan permasalahan terkait sediaan

Farmasi, alat kesehatan, dan makanan diantaranya:

a. Ketersediaan Obat Dan Vaksin Yang Belum Memadai. Ketersediaan obat dan vaksin

di puskesmas secara rata-rata masih di bawah 90%. Salahsatu penyebab masalah

ketersediaan obat dan vaksin adalah terkait bahan baku obat yang jumlahnya 90%

masih impor , sebagai contoh kondisi kekurangan sediaan obat ketika awal Juni

Covid - 19 secara siginfikan meningkat, otomatis permintaan obat naik dan hampir

semua tidak siap. Selain itu untuk pemenuhan vaksin COVID-19 di Indonesia adalah

masih impor dari negara lain.

b. Permasalahan Terkait Tata Kelola Obat, Vaksin Dan Alkes (Supply Chain

Management), Penyusunan RKO mayoritas hanya berdasarkan metode konsumsi,

belum mempertimbangkan metode morbiditas atau epidemiologi penyakit.

c. Praktik Penggunaan Obat Rasional (POR) Yang Masih Kurang & Anti Microbial

Resistance (AMR) Yang Semakin Tinggi, Permasalahan POR ini masih terjadi di

keempat indikator POR yaitu persentase antibiotik pada ISPA Non Pneumonia,

persentase antibiotik pada diare non spesifik, persentase injeksi pada mylgia dan

rerata item obat dalam satu resep.


11

d. Kurangnya Kapasitas Health Technology Assessment (HTA)

e. Minimnya Kapasitas Produksi Bahan Baku, lebih dari 90% bahan baku obat adalah

diimpor, yang nilai impornya mencapai 25% dari total nilai bisnis farmasi nasional.

f. Minimnya Kapasitas Produksi Alkes Dalam Negeri, Sebanyak 94% dari alkes yang

beredar di Indonesia adalah produk impor, sehingga masih jauh dari kemandirian

alkes dalam negeri

g. Kurangnya Daya Saing Industri Obat Tradisional (IOT), Tantangan utama adalah

memproduksi obat tradisional yang memenuhi standar internasional terkait

keamanan, mutu dan khasiatnya. Selain itu, produk illegal obat tradisional yang

marak beredar juga menjadi permasalahan tersendiri.

2.6 Arah Kebijakan Upaya untuk menjamin ketersediaan obat, vaksin dan alat
kesehatan
Upaya untuk menjamin ketersediaan obat, vaksin dan alat kesehatan yang

terjangkau, merata dan berkualitas terdapat dua arah kebijakan yang utama yaitu:

1) Peningkatan akses, pemerataan, ketersediaan, distribusi rantai suplai obat, vaksin dan

alat kesehatan serta penggunannya secara rasional oleh faskes dan

konsumen/masyarakat.

2) Penguatan pengendalian obat, obat tradisional, vaksin, alkes dan PKRT pra dan pasca

pemasaran untuk memastikan keamanan, efektivitas dan mutu


12

Untuk pelaksanaan dua arah kebijakan utama tersebut maka diperlukan beberapa

strategi yaitu sebagai berikut:

a. Penguatan kapasitas SDM, sarana prasarana dan infrastruktur baik di pusat maupun

daerah untuk peningkatan akses, pemerataan dan ketersediaan serta pengendalian

obat-obatan, vaksin, alkes dan PKRT

b. Optimalisasi penggunaan dan proses sistem informasi kesehatan (digitalisasi

farmalkes serta aplikasi e-monev obat) dalam perencanaan, pengadaaan hingga

pengendalian produk farmalkes sehingga memberikan kepastian kebutuhan serta

anggaran baik bagi pemerintah maupun bagi pihak swasta

c. Perbaikan sistem pricing (misalnya penentuan HPS obat) dan penetapan tarif JKN

(kapitasi dan INA CBGs) yang secara langsung ataupun tidak langsung akan

mendukung sustainabilitas/keberlangsungan industri farmasi sehingga menjamin

ketersediaan produk farmalkes yang terjangkau dan berkualitas bagi masyarakat.

d. Penguatan koordinasi antar lembaga pemerintah di tingkat pusat untuk tata kelola

obat, vaksin, alkes dan PKRT (Supply Chain Management) yang lebih baik, terutama

koordinasi peran dan fungsi antara Kementerian Kesehatan, Badan POM dan LKPP.

e. Koordinasi informasi, kolaborasi sumberdaya serta kemitraan strategis lainnya antara

ABGCM (akademisi, business/swasta, government/pemerintah, community dan

media) agar dapat mendorong kemandirian produksi farmalkes dalam negeri yang

berbasis riset dan inovasi.

f. Penetapan paket insentif untuk membangun dan meningkatkan daya saing industri

obat, obat tradisonal dan alat kesehatan.


13

g. Harmonisasi peraturan perundang-undangan untuk peningkatan akses, ketersediaan

dan pemerataan obat, vaksin dan alkes serta peningkatan industri obat, obat

tradisional (termasuk bahan baku) dan alkes dalam negeri.


BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pandangan Kelompok


Menurut kelompok kami, kami setuju jika Bappenas menjadikan pemenuhan obat

dan sediaan Farmasi bergantung pada negara lain sebagai salah satu tantangan Sistem

Kesehatan Nasional, karena walaupun produksi dalam negeri sudah bisa memenuhi sekitar

70% kebutuhan obat secara nasional, akan tetapi hampir seluruh bahan baku yang digunakan

industri farmasi diperoleh melalui impor yaitu sebesar 95%, sementara itu 25-30% total

biaya produksi obat berasal dari komponen bahan baku, hal ini akan berdampak bagi harga

obat, jika kita melakukan intervensi pada komponen bahan baku (5).

Perusahaan Farmasi harus mengatur strategi supaya beban produksi tidak terlalu

tinggi, karena kita tidak bisa memilih opsi menaikkan harga obat, karena kita harus

mempertimbangkan daya beli masyarkat dan peraturan penetapan harga obat generik dari

pemerintah (3).

Ketersediaan vaksin dan obat di Indonesia masih belum memadai dengan

ketersediaan obat maupun vaksin di puskesmas rata-rata kurang dari 90%. Selain itu terjadi

disparitas dalam ketersediaan obat dan vaksin antara faskes swasta dibanding fakses

pemerintah. Obat-obatan yang diproduksi di dalam negeri hanya 3%, sedangkan 97% impor.

Dari 10 bahan baku obat terbesar, hanya dua yang diproduksi di dalam negeri yaitu

Paracetamol dan Chopidogrel (6).

14
15

Hambatan terpenuhinya ketersediaan obat dari hasil produksi dalam negeri karena,

bahan baku obat di pangsa pasar Indonesia haya 0,4% dari pangsa obat-obatan dunia.

Sehinga, jika produksi bahan baku sendiri dan hanya dijual di Indonesia hal tersebut tidak

akan efektif. Selain itu, persaingan dalam usaha seperti dalam kasus beberapa tahun yang

lalu ketika ada perusahaan di Indonesia yang membuat paracetamol sendiri. Namun, bahan

baku yang digunakan impor dari China dan dalam tahap intermediate. Begitu melihat

Indonesia sukses membuat paracetamol bahan baku yang digunakan dinaikkan harga jualnya

oleh China sehingga perusahaan tersebut merugi (7). Selain itu, hambatan produksi obat

dalam negeri adalah bahan baku yang digunakan. Untuk memenuhi kesanggupan memenuhi

bahan baku obat tersebut dibutuhkan waktu yang lama dan investasi yang besar.

Hal tersebut juga sejalan dengan impor vaksin. Disaat terjadi pandemic Covid-19

kebutuhan vaksin di Indonesia meningkat drastis. Disisi lain, kapasitas produksi

PT.Biofarma hanya mampu memenuhi 250 juta dosis, sedangkan kebutuhan minimal adalah

360 juta dosis. Namun, tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti Indonesia bisa menjadi

salah satu negara pengekspor vaksin. Hal ini dikarenakan salah satu perusahaan farmasi

yakni PT Biotis Prima Agrisindo memiliki kapaitas produksi mencapai 1 miliar dosis

pertahun (8).

Upaya yang regulasi yang dilakukan untuk memenuhi ketersediaan vaksin dan obat

oleh pemerintah agar terjangkau, merata dan berkualitas terdapat dua kebijakan utama yang

pertama adalah peningkatan, pemerataan, ketersediaan, distribusi rantai suplai obat, vaksin

dan alat kesehatan serta penggunaannya secara rasional oleh fasilitas kesehatan dan

konsumen atau masyarakat dan yang kedua penguatan pengendalian obat, obat tradisional,
16

vaksin, alat kesehatan dan PKRT dan pasca pemasaran untuk memastikan keamanan,

efektivitas dan mutu. Penggunaan obat dengan bahan baku tradisional merupakan upaya

yang sangat baik mengingat Indonesia merupakan penyedia bahan baku herbal terbesar

kedua di dunia setelah Brazil (9).

A. Kesimpulan

Dari 6 tantangan sistem kesehatan nasional yang disampaikan oleh Bappenas yaitu

upaya promotif, preventif melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) belum

optimal, sistem surveilans kesehatan yang belum terintegrasi dan belum real time, beban

ganda di bidang gizi dan beban ganda di bidang penyakit, belum sinkron antara kebutuhan,

produksi dan distribusi tenaga kesehatan, belum optimalnya pemanfaatan teknologi

informasi dan digitalisasi sistem kesehatan dan pemenuhan obat dan kesediaan farmasi yang

masih bergantung kepada negara lain., kelompok kami setuju bahwa dari masing-masing

tantangan yang ditemukan perlu dicari pemecahan masalahnya masing-masing karena

masing-masing tantangan tersebut saling terkait untuk mendukung sistem kesehatan nasional

Indonesia yang lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA

1. Bappenas. Konsep Reformasi untuk Tingkatkan Pelayanan Kesehatan [Internet].

ww.Bappenas.go.id. 2020. p. 983. Available from: https://www.bappenas.go.id/id/berita-

dan-siaran-pers/konsep-reformasi-untuk-tingkatkan-pelayanan-kesehatan/

2. Peraturan Presiden Republik Indonesia. Peraturan Presiden No 72 Tahun 2012 Tentang

Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta; 2012. p. 84.

3. Bappenas. Kajian Sektor Kesehatan Penyediaan obat, vaksin dan alat kesehatan [Internet].

1st ed. Direktorat kesehatan dan gizi masyarakat, editor. Jakarta: Direktorat kesehatan dan

gizi masyarakat; 2019. 1–50 p. Available from: kgm@bappenas.go.id

4. Indonesia IF. technological Catch-Up Industri Farmasi Indonesia [Internet]. 1st ed. LIPI,

editor. Jakarta: LIPI Press; 2015. 114 p. Available from: press@mail.lipi.go.id

5. Kementrian Kesehatan. Rencana Aksi Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun

2020-2024 Kementrian Kesehatan. 2020;1:7–8.

6. Putra IR. Menkes: Hanya 3 Persen Obat Diproduksi di Dalam Negeri, Sisanya Impor

[Internet]. merdeka.com. 2020 [cited 2021 Sep 13]. p. 1. Available from:

https://www.merdeka.com/uang/menkes-hanya-3-persen-obat-diproduksi-di-dalam-

negeri-sisanya-impor.html

7. Vit. Ini Alasan 90% Bahan Baku Obat Indonesia Masih Impor [Internet].

DetikHealth.com. 2014 [cited 2021 Sep 13]. p. 1. Available from:

https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-2581493/ini-alasan-90-bahan-baku-obat-

indonesia-masih-impor

8. Sulaiman F. Vaksin Covid-19 Diimpor, Ini Alasan Menristek [Internet].


ii
www.wartaekonomi.co.id. 2021 [cited 2021 Sep 13]. p. 1. Available from:

https://www.wartaekonomi.co.id/read324271/vaksin-covid-19-diimpor-ini-alasan-

menristek?page=all

9. Faisol E. Indonesia Penyedia Bahan Baku Herbal Terbesar Kedua di Dunia [Internet].

Tempo.co. 2016 [cited 2021 Sep 13]. p. 1. Available from:

https://bisnis.tempo.co/read/774311/indonesia-penyedia-bahan-baku-herbal-terbesar-

kedua-di-dunia

1. Bappenas. Konsep Reformasi untuk Tingkatkan Pelayanan Kesehatan [Internet].

ww.Bappenas.go.id. 2020. p. 983. Available from: https://www.bappenas.go.id/id/berita-

dan-siaran-pers/konsep-reformasi-untuk-tingkatkan-pelayanan-kesehatan/

2. Peraturan Presiden Republik Indonesia. Peraturan Presiden No 72 Tahun 2012 Tentang

Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta; 2012. p. 84.

3. Bappenas. Kajian Sektor Kesehatan Penyediaan obat, vaksin dan alat kesehatan [Internet].

1st ed. Direktorat kesehatan dan gizi masyarakat, editor. Jakarta: Direktorat kesehatan dan

gizi masyarakat; 2019. 1–50 p. Available from: kgm@bappenas.go.id

4. Indonesia IF. technological Catch-Up Industri Farmasi Indonesia [Internet]. 1st ed. LIPI,

editor. Jakarta: LIPI Press; 2015. 114 p. Available from: press@mail.lipi.go.id

5. Kementrian Kesehatan. Rencana Aksi Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun

2020-2024 Kementrian Kesehatan. 2020;1:7–8.

6. Putra IR. Menkes: Hanya 3 Persen Obat Diproduksi di Dalam Negeri, Sisanya Impor

[Internet]. merdeka.com. 2020 [cited 2021 Sep 13]. p. 1. Available from:

https://www.merdeka.com/uang/menkes-hanya-3-persen-obat-diproduksi-di-dalam-

negeri-sisanya-impor.html

iii
7. Vit. Ini Alasan 90% Bahan Baku Obat Indonesia Masih Impor [Internet].

DetikHealth.com. 2014 [cited 2021 Sep 13]. p. 1. Available from:

https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-2581493/ini-alasan-90-bahan-baku-obat-

indonesia-masih-impor

8. Sulaiman F. Vaksin Covid-19 Diimpor, Ini Alasan Menristek [Internet].

www.wartaekonomi.co.id. 2021 [cited 2021 Sep 13]. p. 1. Available from:

https://www.wartaekonomi.co.id/read324271/vaksin-covid-19-diimpor-ini-alasan-

menristek?page=all

9. Faisol E. Indonesia Penyedia Bahan Baku Herbal Terbesar Kedua di Dunia [Internet].

Tempo.co. 2016 [cited 2021 Sep 13]. p. 1. Available from:

https://bisnis.tempo.co/read/774311/indonesia-penyedia-bahan-baku-herbal-terbesar-

kedua-di-dunia

iv

Anda mungkin juga menyukai